DISUSUN OLEH:
NI MADE ANASARI
NIM. P07120320008
KELAS NERS A/ PRODI PROFESI NERS
Masuk ke saluran
gastrointestinal
Malaise, perasaan
Lolos dari asam lambung
tidak enak badan,
nyeri abdomen
Bakteri masuk usus halus
Komplikasi intestinal :
Perdarahan usus, perforasi usus
(bag. distal ileum), peritonituis
Pembuluh limfe Inflamasi
Erosi Hipertermia
Penurunan peristaltik
usus
Defisit Nutrisi
Perdarahan masif Nyeri Akut
5. Gejala klinis
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun
dan normal kembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati
dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan
pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu
bintikbintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang
ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula
trakikardi dan epistaksis.
d. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid,
akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu
kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan.
Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang
tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. (Lestari Titik,
2016) :
6. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Untuk penegakkan diaognosis demam tifoid perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang yang tepat. Menurut Karyanti (Widodo et al, 2014)
beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosa tifoid, adalah :
a. Pemeriksaan Hematologi
Pada pemeriksaan darah akan ditemukan leukopenia, meskipun
pada beberapa kasus tidak jarang pula akan ditemukan kadar leukosit
normal atau leukositosis. Leukositosis dapat ditemukan walaupun tanpa
infeksi sekunder. Selain itu juga dapat ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia, serta laju endap darah yang meningkat. Pada
pemeriksaan dari hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia ataupun
limfopenia.
b. Kimia klinik
SGOT dan SGPT pada demam tifoid akan ditemukan meningkat,
tetapi biasanya akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Namun,
kenaikan SGOT dan SGPT tidak diperlukan penanganan khusus.
c. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibody, aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam
serum pasien demam typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella
dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah
menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka
menderita demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat
anti bodi (aglutini),yaitu:
1) Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
2) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela
kuman).
3) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin
besar kemungkinan pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang
aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang
dilakukan selang paling sedikit 5 hari.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 ,
1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan
(+). - Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah
ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung
dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas.
d. Uji TUBEX
Uji TUBEX adalah uji semi kuantitatif kolometrik yang prosesnya
cepat (dalam beberapa menit) dan prosedurnya mudah untuk dikerjakan.
Hasil positif dari uji TUBEX akan didapatkan infeksi Salmonella serogrup
D dengan mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9]], namun pada infeksi oleh
S. paratyphi akan menunjukkan hasil yang negatif.
e. Uji Typhidot
Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibody IgM dan IgG yang
terdapat pada protein membrane luar Salmonella typhi . Hasil positif
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik
antibody IgM dan IgG yang terdapat dalam antigen Salmonella typhi. Pada
kasus reinfeksi, respon imun sekunder IgG teraktivasi secara berlebihan
sehingga IgM sulit dideteksi. IgG dapat bertahan 2 tahun setelah
pendeteksian, sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan kasus
infeksi akut dan kasus reinfeksi.
f. Uji IgM Dipstick
Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap
S.typhi pada specimen serum. Pemeriksaan ini menggunakan strip yang
mengandung antigen liposakarida S.typhi dan anti IgM (sebagai control).
Pemeriksaan ini mudah dan cepat dapat dilakukan dalam 1 hari, tanpa
memerlukan alat khusus, namun akurasi yang di dapatkan bila pemeriksaan
dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala.
g. Kultur Darah
Kultur darah merupakan standar baku emas dalam pemeriksaan
kasus demam tifoid sampai saat ini. Kultur darah adalah uji laboratorium
untuk memeriksa bakteri dalam sampel darah pasien. Namun ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan uji ini menjadi tidak akurat, yaitu pasien
yang sudah mendapatkan terapi antibiotik sebelumnya, volume darah yang
kurang (< 5 cc) dan riwayat vaksinasi sebelumnya.
7. Penatalaksanaan medis
Berdasarkan Lestari Titik (2016), penatalaksanaan pada demam
typhoid yaitu:
a. Perawatan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet
1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
c. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid.
Waktu penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.
Antibiotika, seperti ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim
sulfamethoxazole dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat
demam typhoid di negara-negara barat. Obat-obatan antibiotik adalah:
1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam
3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
2) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam3- 4 kali.
Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50
m/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari
sekali, intravena selama 5-7 hari.
6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama tiga
minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus
yang tidak terawat. Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk
kasus berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi
deksamethason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kgBB, intravena
perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1
mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 sampai 7 kali pemberian.
Tatalaksanaan bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit
perforasi usus.
8. Pencegahan
Usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah :
a. Dari sisi manusia :
1) Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini
dilakukan vaksinasi, kini sudah ada vaksin tipes atau tifoid yang
disuntikan atau diminum dan dapat melindungi seseorang dalam waktu
3 tahun.
2) Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene, sanitasi, personal
hygiene.
b. Dari sisi lingkungan hidup :
1) Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan
2) Pembuangan kotoran manusia yang higienis
3) Pemberantasan lalat
4) Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada penjual
makanan (Akhsin Zulkoni, 2011).
Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma diascharge planning pada
demam tifoid adalah :
a. Hindari tempat yang tidak sehat
b. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih
c. Makanlah makanan bernutrisi lengkap dan seimbang dan masak/panaskan
sampai 570 beberapa menit dan secara merata
d. Salmonella thypi didalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57 0 untuk
beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi
e. Gunakan air yang sudah direbus untuk minum dan sikat gigi
f. Mintalah minuman tanpa es kecuali air es sudah dididihkan atau dari botol
g. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman
h. Istirahat cukup dan lakukan olahraga secara teratur
i. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, dan efek samping
j. Ketahui gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan
untuk mengatasi gejala tersebut
k. Tekankan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan
l. Vaksin demam tifoid
m. Buang sampah pada tempatnya (Nurarif & Kusuma, 2015)
9. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma
uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan
kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia
(Lestari Titik, 2016).
2. Diagnosa keperawatan
1) Diagnosa yang mungkin muncul antara lain :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Objektif :
Objektif
- Kulit merah
- Kejang
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit terasa hangat
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jarigan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Subjektif :
- Mengeluh nyeri
Objektif :
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Objektif :
Objektif :
Subjektif :
Faktor Risiko:
Subjektif :
- Mengeluh mual
- Merasa ingin muntah
- Tidak berminat makan
Objektif : Tidak ada
Subjektif :
- Saliva meningkat
- Pucat
- Diaforesis
- Takikardia
- Pupil dilatasi
Subjektif :
- Feses keras
- Peristaltic usus menurun
Gejala dan tanda minor :
Subjektif :
- Distensi abdomen
- Kelemahan umum teraba massa pada rektal.
Dehidrasi
Regulasi Temperatur (I.14578)
Trauma Observasi :
Prematuritas Monitor suhu tubuh
sampai stabil
Terapeutik :
Pasang alat pemantauan
suhu kontinu, jika perlu
Terapeutik
Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapu dan efek
samping obat
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
3. Defisit Nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
Definisi: keperawatan selama .... X .... Observasi
Asupan nutrisi tidak cukup jam menit diharapkan status Identifikasi status nutrisi
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi membaik dengan
Identifikasi alergi dan
metabolisme. kriteria hasil:
intoleransi makanan
Penyebab: Porsi makanan yang
Ketidakmampuan dihabiskan (5) Identifikasi kebutuhan kalori
menelan makanan dan jenis nutrien
Kekuatan otot pengunyah
Ketidakmampuan (5) Identifikasi perlunya
mencerna makanan penggunaan sela nasogastric
Kekuatan otot menelan (5)
Ketidakmampuan Monitor asupan makanan
Serum albumin (5)
mengabsorbsi nutrient
Monitor berat badan
Verbalisasi keinginan
Peningkatan kebutuhan
untuk meningkatkan nutrisi Monitor hasil pemeriksaan
metabolisme
(5) laboratorium
Faktor ekonomi (mis.
Pengetahuan tentang
finansial tidak pilihan makanan yang sehat Terapeutik
mencukupi) (5) Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
Faktor psikologis (mis. Pengetahuan tentang
stres, keengganan untuk pilihan minuman yang Fasilitasi menentukan
makan) sehat (5) pedoman diet (mis. piramida
makanan)
Gejala dan Tanda Mayor Pengetahuan tentang
Subjektif standar asupan nutrisi yang Sajikan makanan secara
- tepat (5) menarik dan suhu yang sesuai
Objektif
Penyiapan dan Berikan makanan tinggi serat
Berat badan menurun
penyimpanan makanan untuk mencegah konstipasi
minimal 10% di bawah
yang aman (5)
rentang ideal Berikan makanan tinggi kalori
Penyiapan dan dan tinggi protein
Gejala dan Tanda Minor
penyimpanan minuman
Subjektif Berikan suplemen makanan,
yang aman (5)
Cepat kenyang setelah jika perlu
makan Sikap terhadap
Hentikan pemberian makan
makanan/minuman sesuai
Kram/nyeri abdomen melalui selang nasogastric
dengan tujuan kesehatan
jika asupan oral dapat
Nafsu makan menurun (5)
ditoleransi
Objektif Perasaan cepat kenyang (5)
Edukasi
Bising usus hiperaktif
Nyeri abdomen (5) Anjurkan posisi duduk, jika
Otot pengunyah lemah mampu
Sariawan (5)
Otot menelan lemah Anjurkan diet yang
Diare (5)
diprogramkan
Membran mukosa pucat
Berat badan (5)
Kolaborasi
Sariawan
Indeks Massa Tubuh (IMT) Kolaborasi pemberian
Serum albumin turun (5) medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
Rambut rontok Frekuensi makan (5)
antipiretik), jika perlu
berlebihan
Diare Nafsu makan (5) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
Kondisi Klinis Terkait Bising usus (5)
kalori dan jenis nutrien yang
Stroke
Tebal lipatan kulit trisep dibutuhkan, jika perlu
Parkinson (5)
Luka bakar
Kanker
Infeksi
AIDS
Penyakit Cronhn’s
4. Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
(D.0034) keperawatan selama .... X .... (I.14508)
Definisi: jam menit diharapkan status Observasi
Berisiko mengalami cairan membaik dengan Periksan tanda dan gejala
penurunan volume cairan kriteria hasil: hipovolemia (mis. nadi
intravascular, interstisial, Kekuatan nadi (5) meningkat, nadi teraba lemah,
dan/atau intraselular. tekanan darah menurun,
Output urine (5)
Faktor Risiko: tekanan nadi menyempit,
Kehilangan cairan Membrane mukosa lembab turgor kulit menurun,
secara aktif (5) membran mukosa kering,
volume urine menurun,
Gangguan absorbs Pengisian vena (5)
hematokrit meningkat, haus,
cairan Ortopnea (5) lemah)
Identifikasi tanda-tanda
hypovolemia (mis. frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu
singkat)
Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4. Implementasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada
rencana tindakan yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent,
depedent, interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan,
validasi, rencan keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan.
5. Evaluasi
a. Evaluasi Formaatif (Mereflesikan observasi perawat dan analisi terhadap
pasien terhadap respon langsung pada ntervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Mereflesikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan
analisis mengenai status kesehatan pasien terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA