Oleh:
NI MADE ANASARI
NIM. PO7120216008
S.Tr KEPERAWATAN
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaannya meliputi:
1. Darah
a. Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N<200mq/dl)
b. BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan
predisposisi kejang
d. Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e. Natrium (N 135-144 meq/dl)
2. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi,pendarahan penyebab kejang
3. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala
5. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang
utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.
6. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral
oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan Saat Terjadi Kejang Demam
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan
diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,
bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke
fasilitas kesehatan terdekat.
f. Setelah kejang berakhir, anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-
muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan
bahwapenatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:
a. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara
perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg
dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata
yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal
dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10
mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh
melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama diberikan masih
timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam
secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih kejang maka
ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga
dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
b. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi
miring, pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik
dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
c. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
d. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan
memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan
intravena pemantauan intake dan output cairan selama 24 jamperlu
dilakukan, karena pada penderita yang beresiko terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat penurunan
kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial
juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari.
e. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode
konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke
benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres).
Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak seperti
kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh darah
yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan
pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg BB/hari (terbagi
dalam 3 kali pemberian).
f. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan
obat-obatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1
ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.Posisi kepala hiperekstensi
tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan craa menaikan
tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15° (posisi tubuh
pada garis lurus)
g. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca
pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan
dosis awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1tahun,
75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik pemberian
intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan
dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian) hari
berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
h. Pengobatan penyebab.
Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah kenaikan suhu
tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka
pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang
lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab
infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih
jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang
demam.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang
anak mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada
kelompok yang mempunyai faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini
diharapkan keluarga/orang terdekat dengan anak dapat mencegah
terjadinya serangan kejang demam.
Upaya pencegahan ini dilakukan ketika anak mengalami demam.
Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika anak
mengalami demam segera kompres anak dengan air hangat dan berikan
antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun tidak ditemukan bukti
bahwa pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya kejang
demam.
c. Pencegahan Sekunder
Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami
kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam
pada anak meliputi:
1) Pengobatan Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah
menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak
dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang
berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang.
Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, bila
perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan
elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan
kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Pemberantasan kejang
dilakukan dengan cara memberikan obat antikejang kepada penderita.
Obat yang diberikan adalah diazepam. Dapat diberikan melalui intravena
maupun rektal.
d. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah
terjadinya kecacatan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita
kejang demam mempunyai risiko untuk mengalami kematian
meskipun kemungkinannya sangat kecil. Selain itu, jika penderita
kejang demam kompleks tidak segera mendapat penanganan yang
tepat dan cepat akan berakibat pada kerusakan sel saraf (neuron).
Oleh karena itu, anak yang menderita kejang demam perlu
mendapat penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan guna
mencegah timbulnya kecacatan bahkan kematian.
H. Komplikasi
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak
antara lain:
1. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari
satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko
berulangnya kejang demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
d. Riwayat demam yang sering
e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat.
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis
setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor
risiko yang menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari,
yaitu :
a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
d. Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau
karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa
bingung, dan tidak teringat kejadian saat kejang
- Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
e. Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah
ada cedera tambahan akibat kejang, dan periksa suhu tubuh pasien
untuk mengetahui suhu tubuh yangmana kejang mungkin disebabkan
atau didahului oleh terjadinya demam.
Diagnosa:
- Risiko ketidakefektifan termoregulasi
Tindakan:
- Temukan adanya tanda-tanda kemungkinan terjadinya fraktur akibat
kejang yang dialami
- Berikan suhu ruangan yang sesuai untuk pasien dengan gangguan
termoregulasi.
2. Survey sekunder
a. Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit:
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-
spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi
serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan
emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai
hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien
terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau obat terlarang, atau
mengkonsumsi alcohol. Klien mengalami gangguan interaksi dengan
orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan,
tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam
hubungan dengan orang lain.
1) Riwayat kesehatan
2) Riwayat keluarga dengan kejang
3) Riwayat kejang demam
4) Tumor intrakranial
5) Trauma kepala terbuka, stroke
d. Riwayat kejang :
1) Bagaimana frekuensi kejang.
2) Gambaran kejang seperti apa
3) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
4) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
5) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
6) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher : Sakit kepala, leher terasa kaku
2) Thoraks : Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu
napas
3) Ekstermitas : Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam
beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
4) Eliminasi : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Pada post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
5) Sistem pencernaan : Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah
yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak.
Selain pengkajian tersebut, focus pengkajian pada sekondari survey
adalah sebagai berikut.
Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah:
1) Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot
2) Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan.
3) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine
/ fekal ).
4) Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
5) Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan,
pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
6) Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
7) Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun /
cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
2. Risiko Cedera dibuktikan dengan adanya kondisi klinis kejang
3. Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak dibuktikan dengan adanya
factor risiko cedera kepala
C. Intervensi
DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
INDONESIA (SLKI) INDONESIA (SIKI)
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen
Hipertermia (I. 15506)
Definisi: Suhu tubuh keperawatan ……x….. jam
Observasi
meningkat diatas rentang diharapkan Termoregulasi
1. Identifikasi
normal tubuh Penyebab Membaik (L.14134)
penyebab hipertermia
a. Proses dengan kriteria hasil:
(mis. Dehidrasi,
penyakit (mis: 1. Kejang menurun (5)
terpapar lingkungan
infeksi, 2. Konsumsi oksigen
panas, penggunaan
kanker) meningkat (1)
incubator)
Gejala dan tanda 3. Pucat menurun (5)
2. Monitor suhu tubuh
mayor Subyektif: 4. Takikardi menurun (5)
3. Monitor kadar elektrolit
Tidak ada Objektif 5. Takipnea menurun (5)
4. Monitor haluaran urine
a. suhu tubuh diatas 6. Hipoksia menurun (5)
5. Monitor komplikasi
nilai normal 7. Kadar glukosa darah
akibat
membaik (5)
hipertermia
Gejala dan tanda 8. Pengisian kapiler
Terapeutik
minor Subyektif: membaik (5)
1. Sediakan lingkunga
Tidak ada 9. Ventilasi membaik (5)
yang dingin
Objektif 10. Tekanan darah
2. Longgarkan atau
a. Kulit merah membaik (5)
lepaska pakaian
b. Kejang
Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
c. Takikardi
3. Berikan oksigen
d. Takipnea
jika perlu
e. Kulit terasa
Edukasi
hangat
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena jika perlu
Regulasi Temperatur
(I.14578)
Observasi
1. Monitor suhu tubuh
anak tiap 2 jam
2. Monitor tekanan darah,
frekuensi pernapasan,
dan nadi
3. Monitor warna
dan suhu kulit
4. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat pemantau
suhu kontinu jika perlu
2. Sesuaikan suhu
linkungan
dengan kebutuhan
pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antipiretik
Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Cidera
Definisi: Berisiko (I.14537)
keperawatan ……x….. jam
mengalami bahaya atau Observasi
diharapkan Tingkat Cedera
1. Identifikasi area
kerusakan fisik yang
Menurun (L.14136) dengan
lingkungan yang
menyebabkan seseorang
kriteria hasil:
berpotensi
tidak lagi sepenuhnya
1. Tekanan darah membaik (5)
menyebabkan cedera
sehat atau dalam kondisi
2. Frekuensi nadi membaik (5)
2. Identifikasi obat yang
baik
3. Frekuensi nafas
berpotensi
Faktor resiko Internal
a. Hipoksia jaringan membaik (5) menyebabkan cedera
b. Kegagalan Kontrol Kejang
Pencegahan Kejang (I.14542)
mekanisme Meningkat (L.06050) dengan
Observasi
pertahanan tubuh kriteria hasil:
1. Monitor status
1. Kepatuhan minum obat
neurologis
meningkat (5)
2. Monitor tanda-
2. Kemampuan melaporkanefek
tanda vital
samping obat
Terapeutik
meningkat (5)
1. Baringkan pasien agar
3. Mendapatkan obat yang
tidak terjatuh
dibutuhkan meningkat (1)
2. Rendahkan ketinggian
4. Melaporkan frekuensi kejang
tempat tidur
meningkat (1)
3. Pasang side-rail tempat
tidur
4. Jauhkan
benda-benda berbahaya
terutama benda tajam
Edukasi
1. Anjurkan segera
melapor jika
merasakan aura
2. Ajarkan keluarga
pertolongan pertama
pada kejang
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
anti konvulsan jika perlu
Pembimbing Akademik/ CT
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena jika perlu
Regulasi Temperatur
(I.14578)
Observasi
1. Monitor suhu tubuh
anak tiap 2 jam
2. Monitor tekanan darah,
frekuensi pernapasan,
dan nadi
3. Monitor warna
dan suhu kulit
4. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat pemantau
suhu kontinu jika perlu
2. Sesuaikan suhu
linkungan
dengan kebutuhan
pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antipiretik
Risiko perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan Manajemen
cerebral
keperawatan ……x….. jam Peningkatan Tekanan
Definisi: Berisiko
diharapkan Perfusi Intrakranial (I.06194)
mengalami penurunan
Serebral Meningkat
sirkulasi darah ke otak Observasi
(L.02014) dengan kriteria hasil:
Faktor resiko 1. Identifikasi
1. Tingkat Kesadaran meningkat
a. Cedera kepala penyebab peningkatan
(5)
TIK (mis. Lesi,
2. Demam menurun (5)
gangguan metabolism,
3. Tekanan arteri rata-rata
edema serebral)
membaik (5)
2. Monitor tanda atau
4. Tekanan darah sistolik
gejala peningkatan TIK
membaik (5)
(mis. Tekanan darah
5. Tekanan darah diastolic
meningkat, tekanan
membaik (5)
nadi melebar,
bradikardi, pola napas
irregular, kesadaran
menurun)
3. Monitor MAP
4. Monitor status
pernapasan
5. Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik
1. Cegah terjadinya
kejang
2. Pertahankan suhu
tubuh normal
3. Meminimalkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan
antikonvulsan, jika
perlu.
LAMPIRAN