Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN THYPOID

Dosen Pembimbing:

Ns. Helena Golang, M.Kep., Sp.Kep.An

Disusun Oleh:

Nuraulia Hanifunissa W
(1035211011)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH THAMRIN

JAKARTA

2021
A. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009). Definisi lain dari demam
tifoid atau Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasaya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).

Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi manusia
yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu penderita
demam tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang pernah
menderita demam tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk beberapa waktu
atau selamanya (Nadyah, 2014)

B. Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yaitu
Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri
tersebut memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2009).
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit tersebut, baik ketika ia sedang sakit atau
sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita masih
mengandung Salmonella spp di dalam kandung empedu atau di dalam ginjal.
Sebanyak 5 persen penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara,
sedangkan 2 persen yang lain akan menjadi karier yang menahun. Sebagian besar
dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain
termasuk urinary type

C. Manifestasi klinis
1. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama

2. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan
syok, stupor dan koma

3. Ruam muncul pada hari ke 7 – 10 dan bertahan selama 2 – 3 hari


4. Nyeri kepala dan nyeri perut

5. Kembung, mual, muntah, diare konstipasi


6. Batuk
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot

8. Epistaksis

Gejala Khas

a. Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya
sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang
berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-
pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali
permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan
sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi.
Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau tremor.

b. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap
hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore
atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus
menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan
penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif
nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan
peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan
suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan
penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya
terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan
tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-
kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
c. Minggu Ketiga

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.


Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun.
Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika
keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya
tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.

d. Minggu Ke empat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.

D. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi
A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan
ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium
menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum tampak adanya
gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak badan, pusing
karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi kuman masih hidup,
selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran darah
mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel
piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang
mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam
dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan
kesadaran dalamberbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman menuju ke
organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu) sehingga timbul peradangan yang
menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada folikel
limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan
akan menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dan dapat
memperburuk kondisi pasien. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan
melalui berbagai cara, yang dikenal dengan5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan
muntah pada penderita demam tifoid dapat menularkan salmonella thypi kepada
orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
E. Pathway
F. Penatalaksanaan

1. Tirah baring absolut minimal 7-14 hari sampai bebas demam

2. Terapi suportif misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan


keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.

3. Obat

a. Kloramfenikol

b. Tiamfenikol

c. Ko-trimoksazol

d. Ampisilin dan Amoksisilin

e. Sefalosporin

f. Fluorokinolon

g. Furazolidon

G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan darah lengkap
Dapat ditemukan leukopenia dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh.
3. Pemeriksaan Uji Widal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita demam typhoid. Akibat adanya salmonella typhi maka
penderita membuat antibodi (aglutinin)
4. Kultur
a. Kultur darah: bisa positif pada minggu pertama
b. Kultur urin: bisa positif pada akhir minggu kedua
c. Kultur feses: bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti salmonella typhi lgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibodi lgM muncul pada hari ketiga dan empat
terjadinya demam

H. Asuhan Keperawatan Keperawatan


1. Diagnosa yang mungkin muncul
a. Hipertermia b.d. Penyakit/Peningkatan metabolism tubuh
b. Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
c. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan
d. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
e. Nyeri akut b.d. Agen cidera fisik
2. Rencana asuhan keperawatan keperawatan

No Dx keperawatan Tujuan Intervensi

1 Hipertermia b.d. NOC : Thermoregulation NIC :Fever Treatment


Penyakit/
Peningkatan
metabolism tubuh a. Monitor suhu sesering
mungkin

b. Monitor IWL

c. Monitor watna dan suhu


tubuh

d. Monitor TTV

e. Monitor Wbc, Hb, Hct

f. Monitor intake dan output


cairan

g. Kolaborasi pemberian
antipuretik

h. Kolaborasi pemberian cairan


IV

i. Kompres pasien dengan air


hangat

j. Berikan pengobatan untuk


mengatasi penyebab demam

2 Diare b.d. Inflamasi NOC : Bowel Elimination NIC : Diarhea Management


gastrointestinal
a. Instruksikan kepada keluarga
untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan
konsistensi dari feses

b. Evaluasi intake makanan


yang masuk

c. Observasi turgot kulit secara


rutin

d. Instrusikan kepada keluarga


untuk makan makanan
rendah serat, tinggi protein,
dan tinggi kalori jika
memungkinkan

e. Kolaborasi pemberian cairan


IV

f. Kolaborasi pemberian obat


diare

3 Kekurangan NOC : Fluid Balance, NIC : Fluid Management


Kekurangan volume Hydration
cairan b.d.
kehilangan cairan a. Monitor status hidrasi pasien
aktif
b. Pertahankan catatan intake
dan output cairan

c. Monitor TTV

d. Monitor masukan makanan


dan cairan dan hitung intake
kalori harian

e. Kolaborasi pemberian cairan


IV

4 Nyeri akut b.d. agen NOC : Pain Control NIC : Pain Management
cedera fisik

Setelah dilakukan asuhan a. Melakukan pengkajian nyeri


keperawatan selama 2x24 secara komprehensif
jam diharapkan nyeri klien termasuk lokasi,
akan menurun dengan karakteristik, kapan dimulain
kriteria hasil: atau durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas dan faktor
Indikator A T pencetus

1. Mengetahui 3 4 b. Observasi reaksi nonverbal


kapan nyeri dari ketidaknyamanan
dimulai
c. Gunakan teknik komunikasi
2. Mendiskrip terapeutik untuk mengetahui
sikan faktor pengalaman nyeri klien
3 4
sebab dan
d. Kaji budaya yang
akibat
mempengaruhi respon nyeri
3. Menggunak klien
an tindakan
3 4 e. Eksplore pengetahuan dan
pencegahan
kepercayaan klien tentang
4. Menggunak nyeri
an
f. Evaluasi bersama klien dan
analgesik
tenaga kesehatan tentang
yang 3 5
ketidakefektifan kontrol nyeri
dianjurkan
di masa lalu
5. Menggunak
g. Kontrol lingkungan yang
an sumber
dapat memperburuk nyeri
yang
misalnya suhu ruangan atau
tersedia
kebisingan
6. Mengenali
3 5 h. Pilih dan lakukan
gejala nyeri
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)

i. Ajarkan tentang teknik non


2 4 farmakologi

j. Gunakan kontrol nyeri


sebelum nyeri bertambah
Keterangan :
berat
1 : Tidak Pernah
mendemonstrasikan

2 : Jarang
3 : Kadang-kadang

4 : Sering

5 : Konsisten

5 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status NIC : Nutritional Management


nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan perawatan a. Kaji adanya alergi makanan


selama 3 x 24 jam status
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi klien akan membaik
untuk menentukan nutrisi
dengan indicator :
yang dibutuhkan

c. Berikan sustansi gula

Indikator A T d. Berikan diet tinggi serat


untuk mencegah konstipasi
1. Intakae 3 4
nutrisi e. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
2. Intake
3 4
cairan f. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
3. Energy
yang dibutuhkan
3 4
4. Hidrasi
g. Makan sedikit-sedikit namun
3 4
sering untuk mencegah
muntah

Keterangan :

1. severe deviation from Nutrition Monitoring


normal range

2. substantial
a. Monitor turgor kulit
3. moderate
b. Monitor mual dan muntah
4. mild

5. none
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry,
2010). Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat
kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
(Dinarti & Muryanti, 2017)

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012). Menurut Setiadi
(2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan, Tahap
evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Inawati. (2015). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi
Khusus. Hal 31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam
tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013.
Jurnal Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC

Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan


widal. Bali: Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah
Nurarif, Amin. Kusuma, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai