Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN

Keperawatan Jiwa Isolasi sosial, Halusinasi, Risiko Bunuh Diri,


Risiko Perilaku Kekerasan, Waham, Defisit Perawatan Diri, Harga Diri Rendah
Kronis

Disusun Oleh :
Ayatushi Shifa
NIM : 1032191009

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN
JAKARTA TA. 2021-2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Kasus (Masalah Utama) : Isolasi Sosial

B. Proses Terjadinya Masalah (Pengertian, penyebab, faktor predisposisi


&presipitasi, karakteristik/tanda dan gejala, akibat)

 Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat,
2011).

 Penyebab
Menurut SDKI :
1. Keterlambatan perkembangan
2. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
3. Ketidaksesuain minat dengan tahap perkembangan
4. Ketidaksesuain nilai- nilai dengan norma
5. Ketidaksesuain perilaku sosial dengan norma
6. Perubahan penampilan fisiks
7. Perubahna status mental
8. Ketidakadekuatan sumber daya persinal (mis.disfungsi terbuka,
pengendalian diri buruk)

 Faktor Predisposisi

1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
dimana ada riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan
riwayat penggunaan NAPZA. Selain itu ditemukan adanya kondisi
patologis otak, yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak
melalui pemeriksaan CT Scan dan hasil pemeriksaan MRI untuk melihat
gangguan struktur dan fungsi otak (Thomb, 2000).

2) Faktor Psikologis
Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan
yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini
mengakibatkan terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan
berdampak dalam membina hubungan dengan orang lain. Koping
individual yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial dalam
mengatasi masalahnya, biasanya maladaptif. Koping yang biasa
digunakan meliputi: represi, supresi, sublimasi dan proyeksi. Perilaku
isolasi sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah atau menyalahkan
lingkungan, sehingga pasien merasa tidak pantas berada diantara orang
lain dilingkungannya. Ciri-ciri pasien dengan kepribadian ini adalah
menutup diri dari orang sekitarnya. Selain itu pembelajaran moral yang
tidak adekuat dari keluarga merupakan faktor lain yang dapat
menyebabkan pasien tidak mampu menyesuaikan perilakunya di
masyarakat, akibatnya pasien merasa tersisih ataupun disisihkan dari
lingkungannya (Stuart & Laraia, 2005).

3) Faktor Sosial Budaya


Faktor predisposisi sosial budaya pada pasien dengan isolasi sosial,
sering kali diakibatkan karena pasien berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah hal ini mengakibatkan ketidakmampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya stres yang
terus menerus, sehingga fokus pasien hanya pada pemenuhan
kebutuhannya dan mengabaikan hubungan sosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya.

faktor usia merupakan salah satu penyebab isolasi sosial hal ini
dikarenakan rendahnya kemampuan pasien dalam memecahkan masalah
dan kurangnya kematangan pola berfikir. Tingkat pendidikan juga
merupakan salah satu tolok ukur kemampuan pasien berinteraksi secara
efektif. Karena faktor pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi Stuart & Laraia (2005) dan
Townsend (2005).

 Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak. Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan
aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai
dengan pasien dan konflik antar masyarakat. Selain itu Pada pasien yang
mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan adanya pengalaman negatif pasien
yang tidak menyenangkan terhadap gambaran dirinya, ketidakjelasan atau
berlebihnya peran yang dimiliki serta mengalami krisis identitas (Kemenkes,
2016).

 Tanda dan Gejala

1. Tanda Gejala Fisik


Kurang energy
Lemah, insomnia/ hipersomia
Penurunan atau peningkatan nafsu makan
Malas beraktivitas
Kurang tekun bekerja dan sekolah
Kesulitan melaksanakan tugas komplek.

2. Tanda Gejala Kognitif


Terkait dengan pemilihan jenis koping, reaksi emosi, fisiologi dan
Perilaku. Ditandai dengan :
Perasaan kesepian dan ditolak oleh orang lain
Merasa orang lain tidak bisa mengerti dirinya
Merasa tidak aman berada dengan orang lain
Merasa hubungan tidak berarti dengan orang lain
Tidak mampu berkonsentrasi
Putus asa
Merasa tidak berdaya dan merasa tidak berguna.

3. Tanda Gejala Perilaku


Kurangnya aktifitas
Menarik diri
Tidak/ jarang berkomunikasi dengan orang lain
Tidak memiliki teman dekat
Melakukan tindakan berulang dan tidak bermakna
Kehilangan gerak dan minat, menjauh dari orang lain
Menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh kultur
Mengulang- ulang tindakan
Tidak ada kontak mata
Berdiam diri di kamar.

4. Tanda Gejala Afektif


Merasa sedih,
Afek tumpul
Kurang motivasi
Serta merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
Rasa sedih karena kehilangan terutama terhadap sesuatu yang
berarti dalam kehidupan sering kali menyebabkan seseorang
menjadi takut untuk menghadapi kehilangan berikutnya.

 Akibat

Isolasi Sosial dapat menyebabkan halusinasi. Perasaan tidak berharga


menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan hubungan dengan
orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan
dan kebersihan diri.

Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta
tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi
halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2009: 10).

C. 1. Pohon Masalah
Risiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik


Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Sumber : Keliat (2006).

2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji (Data Mayor & Minor)
Menurut SDKI :
1. Isolasi Sosial
a. Data Mayor
DS :
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman di tempat umum
DO :
Menarik diri
1. Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungan.

b. Data Minor
DS :
1. Merasa berbeda dengan orang lain
2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
3. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
DO :
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu.

2. Halusinasi
Menurut Keliat (2019) :
a. Data mayor :
DS:
1. Mendengar suara orang bicara tanpa ada orangnya
2. Melihat benda, orang, atau sinar tanpa ada objeknya
3. Menghirup bau-bauan yang tidak sedap seperti bau badan padahal tidak
4. Merasakan pengecapan yang tidak enak
5. Merasakan rabaan atau gerakan badan
DO:
1. Bicara sendiri
2. Tertawa sendiri
3. Melihat ke satu arah
4. Mengarahkan telinga kea rah tertentu
5. Tidak dapat memfokuskan pikiran
6. Diam sambil menikmati halusinasinya.

b. Data minor :
DS:
1. Sulit tidur
2. Khawatir
3. Takut
DO:
1. Konsentrasi buruk
2. disorientasi waktu, tempat, orang, atau situasi
3. Afek datar
4. Curiga
5. Menyendiri, melamun
6. Mondar-mandir
7. Kurang mampu merawat diri.
vv
3. Harga Diri Rendah
menurut Keliat (2019):
a. Data mayor :
DS:
1. Menilai diri negatif/mengkritik diri
2. Merasa tidak berarti/tidak berharga
3. Merasa malu/minder
4. Merasa tidak mampu melakukan apapun
5. Meremehkan kemampuan yang dimiliki
6. Merasa tidak memiliki kelebihan
DO :
1. Berjalan menunduk
2. Postur tubuh menunduk
3. Kontak mata kurang
4. Lesu dan tidak bergairah
5. Berbicara pelan dan lirih
6. Ekspresi muka datar
7. Pasif

b. Data minor :
DS:
1. Merasa sulit konsentrasi
2. Mengatakan sulit tidur
3. Mengungkapkan keputusasaan
4. Enggan mencoba hal baru
5. Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
6. Melebih-lebihkan penilaian negatif.
DO:
1. Bergantung pada pendapat orang lain
2. Sulit membuat keputusan
3. Seringkali mencari penegasan
4. Menghindari orang lain
5. Lebih senang menyendiri.

3. Diagnosa keperawatan (sesuai prioritas)


1. Isolasi Sosial
2. Harga Diri Rendah
3. Halusinasi.

D. Rencana Tindakan Keperawatan (untuk Diagnosa Keperawatan Utama saja)


Bentuk kolom

Masalah Keperawatan Tindakan Keperawatan Tindakan Keperawatan


Untuk Pasien Untuk Keluarga
Isolasi Sosial Sp1 : Mengidentifikasi Sp1 : Mengidentifikasi
tanda dan gejala, masalah klg dalam
penyebab dan akibat merawat klien isolasi
isolasi sosial, sosial, menjelaskan:
keuntungan berinteraksi pengertian, tanda gejala,
dan kerugian penyebab dan akibat
tidak berinteraksi, isolasi sosial. Melatih klg
melatih klien membimbing klien
berkenalan dan berbicara berkenalan dan berbicara
saat melakukan saat melakukan
kegiatan harian. kegiatan harian.
Sp 2 : Melatih klien Sp 2 : Melatih klg
berkenalan dg 2-3 membimbing klien
orang dan berbicara saat berkenalan dengan 2-3
melakukan orang dan berbicara saat
kegiatan. melakukan kegiatan
Sp 3 : Melatih klien harian.
berkenalan dg 4-5 Sp 3 : Menjelaskan cara
orang dan berbicara saat melatih klien
melakukan berbicara saat melakukan
kegiatan. kegiatan sosial
Sp 4 : Menjelaskan dan (belanja, meminta sesuatu
melatih berbicara dll).
sosial : meminta Sesuatu, Sp 4 : Menjelaskan cara
dan menjawab menciptakan
pertanyaan. lingkungan yang dapat
mencegah terjadinya
isolasi sosial, tanda gejala
kekambuhan dan
pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan
terdekat untuk follow-up
ke PKM/RSJ.

E. Referensi (Minimal 3)
Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN - Basic
Course). Jakarta: EGC
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta
Susanti, R. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Kasus (Masalah Utama) : Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah (Pengertian, penyebab, faktor predisposisi


&presipitasi, karakteristik/tanda dan gejala, akibat)

 Pengertian
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan
dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.

 Penyebab
Menurut Kemenkes (2016) :
1) Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan
riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).

2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi


korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya
kasih sayang dari orang-orang disekitar atau overprotektif.

3) Sosiobudaya dan lingkungan Sebahagian besar pasien halusinasi berasal


dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki
riwayat penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien
halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta
pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup
sendiri), serta tidak bekerja.

 Faktor Predisposisi

1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang
dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.

2. Faktor sosial budaya


Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan
atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi.

3. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran
yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.

4. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.

5. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada
pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang
salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih
tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.

 Faktor Presipitasi

1. Stresor sosial budaya


Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.

2. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.

3. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan.

4. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosial.

 Jenis-jenis
1) Halusinasi dengar : Ucapan atau suara yang didengar oleh klien, tetapi tak
didengar dan tak ada hubungannya dengan obyek realita. Contoh : Klien
wanita mengalami kecemasan dan rasa bersalah untuk aborsinya yang
telah dilakukan, ia mendengar Tuhan menghinanya karena tingkah laku
seksual dan abortusnya.
2) Halusinasi lihat : Bayangan atau sensasi visual yang dialami oleh klien
tanpa adanya stimulus eksternal. Contoh : Klien laki-laki sering melihat
dirinya dan keluarganya ditembak mati oleh regu penembak untuk
kejahatan yang tidak diketahui.
3) Halusinasi bau atau hirup : Bau-bauan yang tercium berasal dari tempat
yang spesifik atau tidak bisa diketahui. Contoh : Klien wanita merasa ia
mempunyai personalitas yang busuk, ia mengeluh mencium daging busuk
dan rambut yang terbakar berasal dari dirinya atau orang lain
disekitarnya.
4) Halusinasi kecap : rasa yang dialami tanpa ada dasarnya. Contoh : Klien
laki-laki merasa isterinya telah membuatnya menderita. Setiap kali ia
makan yang telah disiapkan oleh isterinya ia merasakan pahit di mulutnya.
5) Halusinasi raba : Halusinasi ini bisa merupakan bagian dari delusi, dan
melibatkan salah persepsi terhadap bagian tubuh. Contoh : Klien wanita
yang tidak memiliki anak dan sudah menopouse merasakan organ
tubuhnya membatu dan ia merasakan suspensi yang sangat berat pada
tubuh bagian bawah.

 Tahapan
a) Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan yang terpisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stres. Pada kondisi ini
klien masih dapat mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya
namun intensitas persepsi meningkat.

b) Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol seperti gambaran suara dan sensasi. Halusinasi
dapat merupakan bisikan yang tidak jelas. Klien takut apabila orang lain
mendengar Klien merasa tidak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak
antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.

c) Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, mengusai dan mengontrol. Klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan
rasa aman yang sementara.

d) Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepasakan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi. Klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien mungkin
berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat, beberapa
jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan
intervensi.
 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien.
Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
b. Data Subyektif:
Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

b. Data Obyektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit

 Akibat

Halusinasi yang tidak dapat dikontrol akan mengakibatkan pasien


mengalami risiko perilaku kekerasan Ketika berhubungan dengan orang lain,
reaksi emosional mereka cenderung tidak stabil, intens dan dianggap tidak
dapat diperkirakan. Melibatkan dalam hubungan intim dapat memicu
respons emosional yang ektsrem, misalnya ansietas, panik, takut, atau teror
(Videbeck, 2008).

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan


persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam
bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan
mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu.
Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu.
C. 1. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial
Sumber : Keliat (2006)

1. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji (Data Mayor & Minor)

1. Halusinasi
Menurut Keliat (2019) :
a. Data mayor :
DS:
1. Mendengar suara orang bicara tanpa ada orangnya
2. Melihat benda, orang, atau sinar tanpa ada objeknya
3. Menghirup bau-bauan yang tidak sedap seperti bau badan padahal tidak
4. Merasakan pengecapan yang tidak enak
5. Merasakan rabaan atau gerakan badan
DO:
7. Bicara sendiri
8. Tertawa sendiri
9. Melihat ke satu arah
10. Mengarahkan telinga kea rah tertentu
11. Tidak dapat memfokuskan pikiran
12. Diam sambil menikmati halusinasinya.

b. Data minor :
DS:
4. Sulit tidur
5. Khawatir
6. Takut
DO:
1. Konsentrasi buruk
2. disorientasi waktu, tempat, orang, atau situasi
3. Afek datar
4. Curiga
5. Menyendiri, melamun
6. Mondar-mandir
7. Kurang mampu merawat diri.

2. Risiko Perilaku Kekerasan


Menurut Keliat (2019) :
a. Data Mayor
DS :
1. Mengatakan benci atau kesal terhadap orang lain
2. Mengatakan ingin memukul orang lain
3. Mengatakan tidak mampu mengontrol perilaku kekerasan
4. Mengungkapkan keinginan menyakiti diri sendiri, orang lain, dan
merusak lingkungan
DO :
1. Melotot
2. Pandangan tajam
3. Tangan mengepal, rahang mengatup
4. Gelisah dan mondar-mandir
5. Tekanan darah menngkat
6. Nadi meningkat
7. Pernafasan meningkat
8. Mudah tersinggung
9. Nada suara tinggi dan bicara kasar
10. Mendominasi pembicaraan
11. Sarkasme
12. Merusak lingkungan
13. Memukul orang lain.

b. Data Minor
DS :
1. Mengatakan tidak senang
2. Menyalahkan orang lain
3. Mengatakan diri berkuasa
4. Merasa gagal mencapai tujuan
5. Mengungkapkan keinginan yang tidak realistis dan minta dipenuhi
6. Suka mengejek dan mengkritik
DO :
1. Disorientasi
2. Wajah merah
3. Postur tubuh kaku
4. Sinis
5. Bermusuhan
6. Menarik diri.

3. Isolasi Sosial
Menurut SDKI :
a. Data Mayor
DS :
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman di tempat umum
DO :
Menarik diri
1. Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.

b. Data Minor
DS :
1. Merasa berbeda dengan orang lain
2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
3. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
DO :
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu.

2. Diagnosa keperawatan (sesuai prioritas)


1. Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Risiko perilaku kekerasan.

E. Rencana Tindakan Keperawatan (untuk Diagnosa Keperawatan Utama saja)


Bentuk kolom

Masalah Keperawatan Tindakan Keperawatan Tindakan Keperawatan


Untuk Pasien Untuk Keluarga
Halusinasi Sp 1:Mengidentifikasi Sp 1: Mengidentifikasi
halusinasi: isi, frekuensi, masalah yang dihdapi
waktu terjadi, situasi keluarga dalam
pencetus, perasaan, merawat klien dan
respon. Menjelaskan cara menjelaskan:
mengontrol halusinasi: pengertian, tanda
Menghardik, minum gejala, jenis dan proses
obat, bercakap-cakap, terjadinya halusinasi.
melakukan kegiatan. Melatih keluarga
Melatih cara menghardik membimbing klien
Sp 2 : Menjelaskan dan menghardik
melatih klien minum Sp 2 : Menjelaskan dan
obat dengan prinsip 6 latih keluarga cara
benar, mengontrol halusinasi
manfaat/keuntungan dengan minum obat
minum obat dan teratur, manfaat dan
kerugian tidak minum kerugian (prinsip 6
obat. benar).
Sp 3 : Menjelaskan dan Sp 3 : Menjelaskan dan
melatih bercakap –cakap latih keluarga cara
saat terjadi halusinasi. mengontrol halusinasi
Sp 4 : Melatih cara dg bercakap-cakap.
mengontrol halusinasi dg Sp 4 : Menjelaskan cara
melakukan kegiatan menciptakan
harian (mulai dg 2 lingkungan yang dapat
kegiatan) mencegah terjadinya
halusinasi dan tanda
gejala kekambuhan
serta pemanfaatan
fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat
untuk follow-up ke
PKM/RSJ.

F. Referensi (Minimal 3)

Keliat, B.A., dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC


Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta
Rabba, E. P., Dahrianis, D., & Rauf, S. P. (2014). Hubungan antara pasien halusinasi
pendengaran terhadap resiko perilaku kekerasan diruang kenari RS. Khusus daerah
provinsi Sul-Sel. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 4(4), 470-471.

LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO BUNUH DIRI

A. Kasus (Masalah Utama) : Risiko Bunuh Diri

B. Proses Terjadinya Masalah (Pengertian, penyebab, faktor predisposisi


&presipitasi, karakteristik/tanda dan gejala, akibat)
 Pengertian
Risiko bunuh diri adalah rentan terhadap penyakit diri sendiri dan cedera
yang mengancam jiwa (NANDA-I, 2018). Tindakan mengakhiri hidupnya
berupa isyarat, ancaman, dan percobaan bunuh diri (Stuart, Keliat, Pasaribu,
2016).

 Penyebab
Menurut Keliat (2019) :
1. Stress berlebihan
2. Gangguan konsep diri
3. Kehilangan dukungan social
4. Kejadian negatif dalam hidup
5. Penyakit kritis
6. Perpisahan dan/atau perceraian
7. Kesulitan ekonomi
8. Korban kekerasan
9. Riwayat bunuh diri individu dan/atau keluarga.

 Jenis-jenis
1. Bunuh diri egoistik
Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
2. Bunuh diri altruistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3. Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.

 Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara
lain :

1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.

 Faktor Presipitasi
1. Psikososial dan klinik
a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri

2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.

3. Diagnostis
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis
c. Penyalahgunaan zat

 Karakteristik/tanda dan gejala


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri, Mengungkapkan keinginan untuk mati,
Mengungkapkan rasa
2. Bersalah dan keputusasaan, Impulsif
3. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
4. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri, Verbal terselubung (berbicara
tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan)
5. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri)
6. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol)
7. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal)
8. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilanganpekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier)
9. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun
10. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
11. Pekerjaan
12. Konflik interpersonal
13. Latar belakang keluarga
14. Orientasi seksual
15. Sumber-sumber personal
16. Sumber-sumber social
17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil (Fitria, Nita 2009).

 Akibat
Risiko bunuh diri akan mengakibatkan bunuh diri atau perilaku
melukai diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan sekitar. Percobaan
bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat
akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen,
2006).

C. 1. Pohon Masalah

Bunuh Diri

Risiko Bunuh
Diri

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Sumber : Nita (2012)

2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji (Data Mayor & Minor)

1. Risiko Bunuh Diri


Menurut Keliat (2019) :
a. Data Mayor
DS :
1. Mengungkapkan kata-kata seperti “Tolong jaga anak-anak saya akan
pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
2. Mengungkapkan kata-kata “Saya mau mati”, “Jangan tolong saya”,
“Biarkan saya”, “Saya tidak mau ditolong”.
3. Memberikan ancaman akan melakukan bunuh diri
4. Mengungkapkan ingin mati
5. Mengungkapkan rencana ingin mengakhiri hidup.
DO :
1. Murung
2. Banyak diam
3. Menyiapkan alat untuk melakukan rencana bunuh diri
4. Membenturkan kepala
5. Menjatuhkan kepala dari tempat yang tinggi
6. Melakukan percobaan bunuh diri secara aktif dengan berusaha memotong
nadi, menggantung diri, meminum racun.

b. Data Minor
DS :
1. Memgungkapkan isyarat untuk melakukan bunuh diri, tetapi tidak
disertai dengan ancaman melakukan bunuh diri ataupun percobaan
bunuh diri
2. Mengungkapkan perasaan bersalah, sedih, marah, putus asa, atau tidak
berdaya
3. Mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
DO ;
1. Kontak mata kurang
2. Tidur kurang
3. Mondar-mandir
4. Banyak melamun
5. Terlihat sedih
6. Menangis terus-menerus.

3. Isolasi Sosial
Menurut SDKI :
a. Data Mayor
DS :
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman di tempat umum
DO :
Menarik diri
1. Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.

b. Data Minor
DS :
1. Merasa berbeda dengan orang lain
2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
3. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
DO :
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu.

4. Harga Diri Rendah Kronis


menurut Keliat (2019):
a. Data mayor :
DS:
1. Menilai diri negatif/mengkritik diri
2. Merasa tidak berarti/tidak berharga
3. Merasa malu/minder
4. Merasa tidak mampu melakukan apapun
5. Meremehkan kemampuan yang dimiliki
6. Merasa tidak memiliki kelebihan
DO :
1. Berjalan menunduk
2. Postur tubuh menunduk
3. Kontak mata kurang
4. Lesu dan tidak bergairah
5. Berbicara pelan dan lirih
6. Ekspresi muka datar
7. Pasif

b. Data minor :
DS:
1. Merasa sulit konsentrasi
2. Mengatakan sulit tidur
3. Mengungkapkan keputusasaan
4. Enggan mencoba hal baru
5. Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
6. Melebih-lebihkan penilaian negatif.
DO:
1. Bergantung pada pendapat orang lain
2. Sulit membuat keputusan
3. Seringkali mencari penegasan
4. Menghindari orang lain
5. Lebih senang menyendiri.

3. Diagnosa keperawatan (sesuai prioritas)


1. Risiko Bunuh Diri
2. Harga Diri Kronis
3. Isolasi social.

D. Rencana Tindakan Keperawatan (untuk Diagnosa Keperawatan Utama saja) Bentuk


kolom
Masalah Keperawatan Tindakan Keperawatan Tindakan Keperawatan
Untuk Pasien Untuk Keluarga
Risiko Bunuh Diri Sp 1: Mengidentifikasi Sp 1: Mengidentifikasi
tanda gejala, penyebab masalah keluarga
dan akibat RBD serta dalam merawat klien
mengidentifikasi RBD dan berikan
beratnya masalah risiko penjelasan : pengertian,
bunuh diri: isarat, tanda gejala, proses
ancaman, percobaan terjadinya RBD.
bunuh diri dan Menjelaskan cara
mengidentifikasi benda- merawat klien dengan
benda berbahaya dan membeikan dukungan
mengamankan masa depan.
lingkungan dan melatih Sp 2 : Melatih cara
cara mengendalikan diri memberi penghargaan
dari dorongan bunuh pada klien dengan
diri: buat daftar aspek menciptakan suasana
positif diri sendiri positif dalam keluarga:
Sp 2 : Latihan cara tidak membicarakan
mengendalikan diri dari keburukan anggota
dorongan bunuh diri: keluarga.
buat daftar aspek positif Sp 3 : Bersama keluarga
diri sendiri, keluarga , berdiskusi dengan
lingkungan dan latihan pasien tentang harapan
afirmasi/berpikir aspek masa depan serta
positif yang dimiliki (diri langkah-langkah
sendiri, keluarga dan mencapainya
lingkungan) Sp 4 : Menjelaskan cara
Sp 3 : Mendiskusikan menciptakan
harapan, masa depan lingkungan yang dapat
dan cara mencapai mencegah terjadinya
harapan , masa depan RBD, tanda gejala
Sp 4 : Melatih cara-cara kekambuhan dan
mencapai harapan dan pemanfaatan fasilitas
masa depan secara pelayanan kesehatan
bertahap. terdekat untuk follow-
up ke PKM/RSJ.

E. Referensi (Minimal 3)
Keliat, B.A., dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Fitriani, D. R. (2017). Analisa Praktik Klinik Keperawatan Jiwa pada Klien Resiko
Bunuh Diri dengan Intervensi Inovasi Guided Imageryterhadap Gejala Resiko Bunuh
Diri di Ruang Punai RSJD Atma Husada Samarinda Tahun 2017.
Yusuf, A.H., dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Kasus (Masalah Utama) : Risiko Perilaku Kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah (Pengertian, penyebab, faktor predisposisi


&presipitasi, karakteristik/tanda dan gejala, akibat)
 Pengertian
Risiko Perilaku Kekerasan adalah rentan melakukan perilaku yang
menunjukkan dapat membahayakan orang lain secara fisik dan emosional
(NANDA-I, 2018). Perilaku kekerasan dapat berupa verbal, fisik, dan
lingkungan.

 Penyebab
1. Waham
2. Halusinasi
3. Berencana bunuh diri
4. Kerusakan kognitif
5. Disorientasi atau konfusi
6. Kerusakan control impuls
7. Depresi
8. Penyalahgunaan NAPZA
9. Gangguan konsep diri
10. Isolasi social
11. Curiga pada orang lain.

 Faktor Predisposisi
1. Psikologis
• Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbuxl agresif atau amuk.
• Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
• Perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku
• Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah
• Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
3. Social Budaya
• Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima
(permissive).
4. Bioneurologis
• Banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.

 Faktor Presipitasi
1. Klien
Kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan dan percaya diri yg
kurang.
2. Lingkungan
Ribut, padat , kritikan yg mengarah pada penghinaan dan kehilangan
Interaksi social
3. interaksi yg provokatif dan konflik.

 Tanda dan gejala


• Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat.
• Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
• Wawancara: diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah,
tanda-tanda marah yang dirasakan klien.

 Macam-macam
1. Ancaman verbal
2. Merusak lingkungan
3. Menciderai diri sendiri
4. Menciderai orang lain.

 Akibat

Amuk adalah respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga
diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan. Respons marah
dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara internal dapat
berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara
eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat
diungkapkan melalui tiga cara yaitu
(1) mengungkapkan secara verbal
(2) menekan, dan
(3) menantang.

Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan


menggunakan katakata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti
orang lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan
marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya
dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang
berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan
amuk.

C. 1. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


lingkungan.
Risiko Perilaku Kekerasan.

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronis

Menurut : Madhani (2021)

2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji (Data Mayor & Minor)
1. Risiko Perilaku Kekerasan
Menurut Keliat (2019) :
a. Data Mayor
DS :
1. Mengatakan benci atau kesal terhadap orang lain
2. Mengatakan ingin memukul orang lain
3. Mengatakan tidak mampu mengontrol perilaku kekerasan
4. Mengungkapkan keinginan menyakiti diri sendiri, orang lain, dan merusak
lingkungan
DO :
1. Melotot
2. Pandangan tajam
3. Tangan mengepal, rahang mengatup
4. Gelisah dan mondar-mandir
5. Tekanan darah menngkat
6. Nadi meningkat
7. Pernafasan meningkat
8. Mudah tersinggung
9. Nada suara tinggi dan bicara kasar
10. Mendominasi pembicaraan
11. Sarkasme
12. Merusak lingkungan
13. Memukul orang lain.

a. Data Minor
DS :
1. Mengatakan tidak senang
2. Menyalahkan orang lain
3. Mengatakan diri berkuasa
4. Merasa gagal mencapai tujuan
5. Mengungkapkan keinginan yang tidak realistis dan minta dipenuhi
6. Suka mengejek dan mengkritik
DO :
1. Disorientasi
2. Wajah merah
3. Postur tubuh kaku
4. Sinis
5. Bermusuhan
6. Menarik diri.

2. Harga Diri Rendah Kronis


menurut Keliat (2019):
a. Data mayor :
DS:
1. Menilai diri negatif/mengkritik diri
2. Merasa tidak berarti/tidak berharga
3. Merasa malu/minder
4. Merasa tidak mampu melakukan apapun
5. Meremehkan kemampuan yang dimiliki
6. Merasa tidak memiliki kelebihan
DO :
1. Berjalan menunduk
2. Postur tubuh menunduk
3. Kontak mata kurang
4. Lesu dan tidak bergairah
5. Berbicara pelan dan lirih
6. Ekspresi muka datar
7. Pasif

b. Data minor :
DS:
1. Merasa sulit konsentrasi
2. Mengatakan sulit tidur
3. Mengungkapkan keputusasaan
4. Enggan mencoba hal baru
5. Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
6. Melebih-lebihkan penilaian negatif.
DO:
1. Bergantung pada pendapat orang lain
2. Sulit membuat keputusan
3. Seringkali mencari penegasan
4. Menghindari orang lain
5. Lebih senang menyendiri.

3. Diagnosa keperawatan (sesuai prioritas)


1. Risiko perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Harga diri rendah kronis.

D. Rencana Tindakan Keperawatan (untuk Diagnosa Keperawatan Utama saja)


Bentuk kolom

Masalah Keperawatan Tindakan Keperawatan Tindakan Keperawatan


Untuk Pasien Untuk Keluarga
Risiko Perilaku Sp 1: Mengidentifikasi Sp 1: Mengidentifikasi
Kekerasan tanda dan gejala, masalah yang dihadapi
penyebab dan akibat keluarga dalam
perilaku kekerasan serta merawat klien dan
melatih latihan fisik 1 berikan penjelasan:
(tarik nafas dalam) dan pengertian, tanda
cara fisik 2 (pukul kasur gejala, proses terjadinya
bantal) dan akibat perilaku
Sp 2 : Menjelaskan dan kekerasan. Melatih
melatih mengontrol keluarga membimbing
perilaku kekerasan dg klien latihan nafas
minum obat teratur dg dalam dan pukul
prinsip 6 benar, kasur/bantal
manfaat/keuntungan Sp 2 : Menjelaskan dan
minum obat dan latih keluarga cara
kerugian tidak minum mengontrol perilaku
obat. kekerasan dg minum
Sp 3 : Menjelaskan dan obat teratur, manfaat
melatih mengontrol dan kerugian (prinsip 6
perilaku kekerasan dg benar).
cara verbal/ bicara baik- Sp 3 : Menjelaskan dan
baik. latih keluarga cara
Sp 4 : Menjelaskan dan mengontrol perilaku
melatih mengontrol kekerasan dg latihan
perilaku kekerasan dg verbal bicara baik-baik.
cara spiritual Sp 4 : Menjelaskan cara
menciptakan
lingkungan yang dapat
mencegah terjadinya
perilaku kekerasan,
tanda gejala
kekambuhan dan
pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan
terdekat untuk follow-
up ke PKM/RSJ.

E. Referensi (Minimal 3)
Anggit Madhani, A. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma Husada Surakarta).
Keliat, B.A., dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yusuf, A.H., dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

A. Kasus (Masalah Utama) : Waham


B. Proses Terjadinya Masalah (Pengertian, penyebab, faktor predisposisi
&presipitasi, karakteristik/tanda dan gejala, akibat)
 Pengertian
Waham adalah keyakinan salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang salah
tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat (Keliat & Akemat,
2007; Sadock, 2010; SDKI, 2016; Erawati, Keliat, & Moritz, 2017).

 Penyebab
Menurut World Health Organization (2016), secara medis penyebab waham
adalah gangguan neurodegenerative, gangguan sistem saraf pusat, penyakit
pembuluh darah, penyakit menular, penyakit metabolism, gangguan
endokrin, defisiensi vitamin, pengaruh obat-obatan, racun, dan zat psikoaktif.

 Jenis-jenis
Menurut Stuart (2005 dalam Prakasa, 2020) jenis waham yaitu :
a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau,
“Saya punya tambang emas.”

b. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok


yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali,
tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya
ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan
saya.”

c. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu


agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan
pakaian putih setiap hari.”

d. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya


terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi
pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).

e. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di


dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”.

f. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut

h. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh


kekuatan di luar dirinya.

 Faktor Predisposisi
1. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan
delusi atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di
manifestasikan dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi
untuk mengalaminya di bandingkan dengan populasi umum.Studi pada
manusia kembar juga menunjukan bahwa ada keterlibatan factor.
2. Teori Psikososial
System Keluarga Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan
disfungsi keluarga.Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak.
Bayaknya masalah dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan
anak dimana anak tidak mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa
dewasanya. Beberapa ahli teori menyakini bahwa individu paranoid
memiliki orang tua yang dingin, perfeksionis, sering menimbulkan
kemarahan,perasaan mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan
tidak percaya pada individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan
karena pengalaman awal ini.
3. Teori Interpersonal
Dikemukakan oleh Priasmoro (2018) di mana orang yang mengalami
psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh
dengan ansietas tinggi. Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak
akan mengalami ambivalen.
4. Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau
perhatian ibu, dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa
aman dan gagal untuk membangun rasa percayanya sehingga
menyebabkan munculnya ego yang rapuh karena kerusakan harga diri
yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut dan ansietas berat. Sikap
curiga kepada seseorang di manifestasikan dan dapat berlanjut di
sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping paling
umum yang di gunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.

 Faktor Presipitasi
1. Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang
maladaptif termasuk:
a) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
2. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering
menunjukkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat
pada respon neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan
kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku individu (Direja, 2011)

 Tanda dan Gejala


Menurut Herman (2011 dalam Prakasa, 2020) bahwa tanda dan gejala
gangguan proses pikir waham terbagi menjadi 8 gejala yaitu, menolak
makan, perawatan diri, emosi, gerakan tidak terkontrol, pembicaraan tidak
sesuai, menghindar, mendominasi pembicaraan, berbicara kasar.

 Akibat
Waham dapat menyebabkan kerusakan komunikasi verbal Dimulai dari
perasaan diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang tidak
menyenangkan terjadi. Individu mencoba mengingkari ancaman dari
persepsi diri atau obyek realitas dengan menyalah artikan kesan terhadap
kejadian. Individu memproyeksikan pikiran perasaan internal pada
lingkungan sehingga perasaan, pikiran dan keinginan negatif/tidak dapat
diterima menjadi bagian eksternal. Individu mencoba memberi
pembenaran/rasional alasan intepretasi personal tentang realita pada diri
sendiri atau orang lain.

C. 1. Pohon Masalah
Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Perubahan proses pikir :


waham

Isolasi Sosial
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronis

Menurut : Nita Fitria (2012)

2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji (Data Mayor & Minor)
1. Waham
Menurut Keliat (2019) :
a. Data Mayor
DS :
1. Mengatakan bahwa dia adalah artis, nabi, presiden, wali, dan lainnya yang
tidak sesuai kenyataan
2. Curiga dan wasapada berlebihan pada orang tertentu
3. Merasa diintai dan akan membahayakan dirinya
4. Merasa yakin menderita penyakit fisik
DO :
1. Mudah tersinggung
2. Marah
3. Waspada
4. Menarik diri
5. Inkoheren
6. Perilaku seperti isi wahamnya.

b. Data Minor
DS :
1. Tidak mampu mengambil keputusan
2. Merasa khawatir sampai panic
DO :
1. Bingung
2. Perubahan pola tidur
3. Kehilangan selera makan.

2. Harga Diri Rendah


Menurut Keliat (2019) :
a. Data mayor :
DS:
1. Menilai diri negatif/mengkritik diri
2. Merasa tidak berarti/tidak berharga
3. Merasa malu/minder
4. Merasa tidak mampu melakukan apapun
5. Meremehkan kemampuan yang dimiliki
6. Merasa tidak memiliki kelebihan
DO :
1. Berjalan menunduk
2. Postur tubuh menunduk
3. Kontak mata kurang
4. Lesu dan tidak bergairah
5. Berbicara pelan dan lirih
6. Ekspresi muka datar
7. Pasif

b. Data minor :
DS:
1. Merasa sulit konsentrasi
2. Mengatakan sulit tidur
3. Mengungkapkan keputusasaan
4. Enggan mencoba hal baru
5. Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
6. Melebih-lebihkan penilaian negatif.
DO:
1. Bergantung pada pendapat orang lain
2. Sulit membuat keputusan
3. Seringkali mencari penegasan
4. Menghindari orang lain
5. Lebih senang menyendiri.

3. Isolasi Sosial
Menurut SDKI :
a. Data Mayor
DS :
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman di tempat umum
DO :
Menarik diri
1. Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.

b. Data Minor
DS :
1. Merasa berbeda dengan orang lain
2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
3. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
DO :
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu.

4. Risiko Perilaku Kekerasan


Menurut Keliat (2019) :
a. Data Mayor
DS :
1. Mengatakan benci atau kesal terhadap orang lain
2. Mengatakan ingin memukul orang lain
3. Mengatakan tidak mampu mengontrol perilaku kekerasan
4. Mengungkapkan keinginan menyakiti diri sendiri, orang lain, dan merusak
lingkungan
DO :
1. Melotot
2. Pandangan tajam
3. Tangan mengepal, rahang mengatup
4. Gelisah dan mondar-mandir
5. Tekanan darah menngkat
6. Nadi meningkat
7. Pernafasan meningkat
8. Mudah tersinggung
9. Nada suara tinggi dan bicara kasar
10. Mendominasi pembicaraan
11. Sarkasme
12. Merusak lingkungan
13. Memukul orang lain.

b. Data Minor
DS :
1. Mengatakan tidak senang
2. Menyalahkan orang lain
3. Mengatakan diri berkuasa
4. Merasa gagal mencapai tujuan
5. Mengungkapkan keinginan yang tidak realistis dan minta dipenuhi
6. Suka mengejek dan mengkritik
DO :
1. Disorientasi
2. Wajah merah
3. Postur tubuh kaku
4. Sinis
5. Bermusuhan
6. Menarik diri.

3. Diagnosa keperawatan (sesuai prioritas)


1. Perubahan proses pikir : waham
2. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
3. Isolasi Sosial
4. Risiko Perilaku Kekerasan

D. Rencana Tindakan Keperawatan (untuk Diagnosa Keperawatan Utama saja)


Bentuk kolom
Masalah Keperawatan Tindakan Keperawatan Tindakan Keperawatan
Untuk Pasien Untuk Keluarga
Perubahan proses Sp 1: Mengidentifikasi Sp 1: Mengidentifikasi
pikir : waham tanda gejala, penyebab dan masalah klg dalam
akibat waham serta melatih merawat klien Waham
klien orientasi realita dan berikan penjelasan :
(orang, waktu, tempat) pengertian, tanda gejala,
Sp 2 : Menjelaskan dan proses terjadinya dan
melatih mengendalikan akibat waham.
waham dengan minum obat Menjelaskan cara
kdengan prinsip 6 merawat klien dengan
benar,manfaat/keuntungan tidak menyangkal, tidak
minum obat dan kerugian mendukung, hadirkan
tidak minum obat. realitas.
Sp 3 : Menjelaskan /melatih Sp 2 : Menjelaskan dan
klien Melatih cara latih keluarga cara
memenuhi kebutuhan mengontrol waham dg
dasar. minum obat teratur,
Sp 4 : Melatih kemampuan manfaat dan kerugian
positif yang dimiliki dan (prinsip 6 benar).
melatih kemampuan positif Sp 3 : Menjelaskan dan
yg dipilih. melatih klg memenuhi
kebutuhan klien yg tdk
terpenuhi akibat
wahamnya
Sp 4 : Menjelaskan cara
menciptakan lingkungan
yang dapat mencegah
terjadinya waham, tanda
gejala kekambuhan dan
pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan
terdekat untuk follow-up
ke PKM/RSJ.

E. Referensi (Minimal 3)
Keliat, B.A., dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Pakpahan, E. R. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. a Dengan Gangguan
Proses Pikir: Waham Kebesaran Di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.
Yusuf, A.H., dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Kasus (Masalah Utama) : Defisit Perawatan Diri


B. Proses Terjadinya Masalah (Pengertian, penyebab, faktor predisposisi
&presipitasi, karakteristik/tanda dan gejala, akibat)
 Pengertian
Defisit perawatan diri adalah sikap tidak mampu melakukan atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri (SDKI, 2016). Defisit perawatan diri
meliputi ketidakmampuan dalam melakukan kebersihan diri, berpakaian,
makan dan minum, eliminasi, dan lingkungan.

 Jenis-jenis
Menurut Damaiyanti (2012) perawatan diri terdiri dari beberapa jenis
diantaranya adalah :
1. Defisit perawatan diri mandi
Ketidakmampuan seseorang dalam hal menyelesaikan mandi atau
aktivitas perawatan diri secara mandiri.
2. Defisit perawatan diri berpakaian dan berhias
Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas berpakaian dan
berhias secara mandiri.
3. Defisit perawatan diri : makan
Ketidakmampuan seseorang untuk menyelesaikan aktivitas makan atau
minum sendiri dan memerlukan bantuan untuk menyiapkan makanan.
4. Defisit perawatan diri : eliminasi
Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas eliminasi seperti
BAK/BAB secara mandiri dan memerlukan bantuan orang lain.

 Penyebab
Menurut Keliat (2019) penyebab deficit perawatan diri, yaitu :
1. Kelemahan
2. Penurunan motivasi
3. Kemunduran kemampuan
4. Gangguan psikologis
5. Kendala lingkungan.

 Faktor Predisposisi
1) Biologis, seringkali defisit perawaan diri disebabkan karena adanya
penyakit fisik dan mental yang menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan perawatan diri dan adanya faktor herediter yaitu ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
2) Psikologis, factor perkembangan memegang peranan yang tidak kalah
penting hal ini dikarenakan keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan individu sehingga perkembangan inisiatif terganggu. Pasien
gangguan jiwa mengalamai defisit perawatan diri dikarenakan
kemampuan realitas yang kurang sehingga menyebabkan pasien tidak
peduli terhadap diri dan lingkungannya termasuk perawatan diri
3) Sosial. Kurangnya dukungan sosial dan situasi lingkungan
mengakibatkan penurunan kemampuan dalam perawatan diri.
 Faktor Presipitasi
Menurut (Stuart, 2016) stressor presipitasi di bedakan menjadi empat
bagian yaitu: trauma, ketegangan peran, transisi perkembangan dan transisi
sehat-sakit.
1) Trauma
Pasien yang menderita cedera traumatik berada pada peningkatan resiko
berbagai gangguan jiwa paling sering depresi dan ansietas. Trauma ini
seperti kekerasan fisik, sesksual, atau psikologis atau menyaksikan
kejadian yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran
Perasaan frustasi ketika seseorang berada dalam arah yang berlawanan
atau merasa tidak mampu atau tidak cocok untuk melakukan peran
tersebut.
3) Transisi perkembangan
Perubahan norma yang terkait dengan pertumbuhan. Berbagai tahap
perkembangan dapat memicu ancaman terhadap identitas diri. Setiap
perkembangan harus dilalui individu dengan menjelaskan tugas
perkembangan yang berbeda-beda.
4) Transisi sehat-sakit
Pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Stressor pada tubuh
dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan
konsep diri perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen
konsep diri. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh: kehilangan bagian
tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh,
perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal,
prosedur medis dan keperawatan.

 Tanda dan Gejala


1) Kognitif
• Mengatakan penolakan atau tidak mampu untuk membersihkan tubuh
atau bagian tubuh
• Mengatakan malas melakukan perawatan diri
• Kurang konsentrasi saat melakukan aktivitas
• Bingung
• Kerusakan / gangguan perhatian
• Kesadaran menurun
• Tidak bersedia melakukan defekasi dan urinasi tanpa bantuan.
2) Afektif
 Merasa malu, marah dan perasaan bersalah
 Merasa tidak punya harapan
 Merasa frustasi.
3) Fisiologis
 Ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin
 Peningkatan efinefrin dan non efinefrin
 Peningkaan denyut nadi, TD, pernafasan jika terjadi kecemasan
 Gangguan tidur
 Kelemahan otot, kekakuan sendi
 Adanya kecacatan
 Badan kotor, bau, tidak rapi.
4) Perilaku
 Menggaruk badan
 Banyak diam
 Kadang gelisah
 Hambatan kemampuan atau kurang minat dalam memilih pakaian yang
tepat untuk dikenakan
 Tidak mampu melakukan defekasi atau urinasi pada tempat yang tepat.
5) Sosial
 Menarik diri dari hubungan sosial
 Kadang menghindari kontak/aktivitas social.

 Akibat
Dampak yang sering timbul pada perawatan diri menurut Tarwoto &
Wartonah (2010) antara lain :
1. Dampak fisik
Gangguan fisik sering timbul karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan seperti gangguan integritas kulit, membrane mukosa kering,
infeksi mata dan telinga serta gangguan fisik lainnya.
2. Dampak fisiologis
Defisit perawatan diri menimbulkan masalah fisiologis seperti gangguan
kebutuhan rasa nyaman, merasa kurang dicintai dan mencintai, harga diri
rendah, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

C. 1. Pohon Masalah
Risiko Tinggi Isolasi Sosial

Defisit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah Kronis


Menurut : Nita Fitria (2012)

2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji (Data Mayor & Minor)
1. Defisit Perawatan Diri
Menurut Keliat (2019)
a. Data Mayor
DS :
1. Menolak melakukan perawatan diri : kebersihan diri, berpakaian, makan
dan minum, eliminasi
2. Menyampaikan ketidakinginan melakukan perawatan diri : kebersihan diri,
berpakaian, makan dan minum, eliminasi
DO :
1. Kulit, rambut, gigi, kuku kotor
2. Pakaian kotor, tidak rapi, dan tidak tepat
3. Makan dan minum tidak beraturan
4. Eliminasi (BAB, BAK tidak pada tempatnya)
5. Lingkungan tempat tinggal kotor, dan tidak rapi

B. Data Minor
DS :
-
DO :
1. Ketidakmampuan menyiapkan perlengkapan mandi
2. Ketidakmampuan melepas dan mengenakan pakaian
3. Ketidakmampuan mengambil makan/minum sendiri
4. Ketidakmampuan menggunakan toilet.

2. Harga Diri Rendah


Menurut Keliat (2019) :
a. Data mayor :
DS:
1. Menilai diri negatif/mengkritik diri
2. Merasa tidak berarti/tidak berharga
3. Merasa malu/minder
4. Merasa tidak mampu melakukan apapun
5. Meremehkan kemampuan yang dimiliki
6. Merasa tidak memiliki kelebihan
DO :
1. Berjalan menunduk
2. Postur tubuh menunduk
3. Kontak mata kurang
4. Lesu dan tidak bergairah
5. Berbicara pelan dan lirih
6. Ekspresi muka datar
7. Pasif

b. Data minor :
DS:
1. Merasa sulit konsentrasi
2. Mengatakan sulit tidur
3. Mengungkapkan keputusasaan
4. Enggan mencoba hal baru
5. Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
6. Melebih-lebihkan penilaian negatif.
DO:
1. Bergantung pada pendapat orang lain
2. Sulit membuat keputusan
3. Seringkali mencari penegasan
4. Menghindari orang lain
5. Lebih senang menyendiri.

3. Isolasi Sosial
Menurut SDKI :
a. Data Mayor
DS :
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman di tempat umum
DO :
Menarik diri
1. Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.

b. Data Minor
DS :
1. Merasa berbeda dengan orang lain
2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
3. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
DO :
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu.

3. Diagnosa keperawatan (sesuai prioritas)


1. Defisit perawatan diri
2. Harga diri rendah kronis
3. Isolasi social.

D. Rencana Tindakan Keperawatan (untuk Diagnosa Keperawatan Utama saja)


Bentuk kolom
Masalah Keperawatan Tindakan Keperawatan Tindakan Keperawatan
Untuk Pasien Untuk Keluarga
Defisit Perawatan Diri Sp1:Mengidentifikasi tanda Sp1:Mengidentifikasi
dan gejala, penyebab masalah klg dalam
dan akibat defisit merawat klien DPD
perawatan diri serta dan berikan
melatih klien merawat penjelasan :
diri: mandi,keramas, pengertian, tanda
potong kuku gejala, proses
Sp 2:Menjelaskan dan terjadinya dan akibat
melatih klien DPD. Menjelaskan
perawatan kebersihan cara merawat DPD:
diri: berdandan/berhias mandi
(peralatan, cara, waktu, Sp 2:Menjelaskan dan
manfaat dan kerugian melatih klg cara
tidak berdandan) merawat klien DPD
Sp 3:Melatih cara berdandan
melakukan perawatan Sp 3:Menjelaskan dan
diri:makan/minum melatih kemampuan
(peralatan, cara, waktu, positif yang dimiliki
manfaat dan kerugian klien klg cara
tidak makan/minum) merawat klien DPD
Sp 4:Melatih cara makan dan muinum
melakukan perawatan Sp 4:Menjelaskan dan
diri: BAK/BAB melatih klg cara
(peralatan, cara, waktu, merawat klien DPD
manfaat dan kerugian BAB/BAK dan
jika BAK/BAB tidak Menjelaskan cara
benar) menciptakan
lingkungan yang
dapat mencegah
terjadinya DPD,
tanda gejala
kekambuhan dan
pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan
terdekat untuk
follow-up ke
PKM/RSJ.

E. Referensi (Minimal 3)
Agnes Miranda, E. S. T. I. N. A. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Gangguan
Aktivitas Dengan Masalah Keperawatan Defisit Perawatan Diri Di Upt Pstw
Magetan Cabang Ponorogo (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).
Fatimah, I. (2020). Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Psikososial: Defisit
Perawatan Diri Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Penitipan Pasien Gangguan
Jiwa Aulia Rahma Kota Bandar Lampung Tahun 2020 (Doctoral Dissertation,
Poltekkes Tanjungkarang).
Keliat, B.A., dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH KRONIK
A. Kasus (Masalah Utama) : Harga Diri Rendah Kronik

B. Proses Terjadinya Masalah (Pengertian, penyebab, faktor predisposisi &presipitasi,


karakteristik/tanda dan gejala, akibat)
 Pengertian
Harga diri rendah kronik adalah evaluasi diri/perasaan negatif tentang diri
sendiri atau kemampuan diri yang berlangsung minimal tiga bulan (NANDA-I,
2018). Harga diri rendah melibatkan evaluasi diri yang negatif yang berhubungan
dengan perasaan yang lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh,
tidak lengkap, tidak berharga, dan tidak memadai (Struart, Keliat, & Pasaribu,
2016).

 Penyebab
Harga diri rendah disebabkan Menurut Damaiyanti (2012), yaitu :
Perasaan negatif terhadap diri yang berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau
dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat
akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini dapat ditemukan
pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.
karena adanya ketidakefektifan koping individu akibat kurangnya umpan balik
yang positif. Penyebab harga diri rendah juga dapat terjadi pada masa kecil sering
disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai
masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau
pergaulan.

 Faktor predisposisi
Menurut Stuarat dan Laraia (2008) :
Faktor Predisposisi yang menyebabkan timbulnya harga diri rendah meliputi:
1) Biologi
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat penyakit kronis atau trauma
kepala merupakan merupakan salah satu faktor penyebab gangguan jiwa,
2) Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah adalah
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan dari lingkungan dan
orang terdekat serta harapan yang tidak realistis. Kegagalan berulang, kurang
mempunyai tanggungjawab personal dan memiliki ketergantungan yang tinggi
pada orang lain merupakan faktor lain yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain
itu pasiendengan harga diri rendah memiliki penilaian yang negatif terhadap
gambaran dirinya, mengalami krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri
yang tidak realistis.
3) Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri rendah adalah
adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi rendah,
pendidikan yang rendah serta adanya riwayat penolakan lingkungan pada tahap
tumbuh kembang anak.
 Faktor presipitasi
Menurut Stuarat dan Laraia (2008), Faktor presipitasi yang menimbulkan harga
diri rendah antara lain:
1) Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman psikologis
yang tidak menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan,
menjadi pelaku, korban maupun saksi dari perilaku kekerasan.
2) Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan karena
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke remaja.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari kondisi sehat
kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena kehilangansebahagian
anggota tuhuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.Atau
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal,
prosedur medis dan keperawatan.

 Tanda dan gejala


• Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit, misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi
botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
• Rasa bersalah terhadap diri sendiri, misalnya : ini tidak akan terjadi jika
saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/mengejek dan mengkritik diri
sendiri.
• Merendahkan martabat, misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
• Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
• Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
• Mencederai diri akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

 Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjadi tidak mau maupun tidak mampu
bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
social.

C. 1. Pohon Masalah
Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Ketidakefektifan Mekanisme Koping

Menurut : Ade Herman (2011)

2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji (Data Mayor & Minor)
1. Harga Diri Rendah Kronik
Menurut Keliat (2019) :
a. Data mayor :
DS:
1. Menilai diri negatif/mengkritik diri
2. Merasa tidak berarti/tidak berharga
3. Merasa malu/minder
4. Merasa tidak mampu melakukan apapun
5. Meremehkan kemampuan yang dimiliki
6. Merasa tidak memiliki kelebihan
DO :
1. Berjalan menunduk
2. Postur tubuh menunduk
3. Kontak mata kurang
4. Lesu dan tidak bergairah
5. Berbicara pelan dan lirih
6. Ekspresi muka datar
7. Pasif

b. Data minor :
DS:
1. Merasa sulit konsentrasi
2. Mengatakan sulit tidur
3. Mengungkapkan keputusasaan
4. Enggan mencoba hal baru
5. Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
6. Melebih-lebihkan penilaian negatif.
DO:
1. Bergantung pada pendapat orang lain
2. Sulit membuat keputusan
3. Seringkali mencari penegasan
4. Menghindari orang lain
5. Lebih senang menyendiri.

2. Isolasi Sosial
Menurut SDKI :
a. Data Mayor
DS :
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman di tempat umum
DO :
Menarik diri
1. Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.

b. Data Minor
DS :
1. Merasa berbeda dengan orang lain
2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
3. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
DO :
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu.

3. Halusinasi
Menurut Keliat (2019) :
a. Data mayor :
DS:
1. Mendengar suara orang bicara tanpa ada orangnya
2. Melihat benda, orang, atau sinar tanpa ada objeknya
3. Menghirup bau-bauan yang tidak sedap seperti bau badan padahal tidak
4. Merasakan pengecapan yang tidak enak
5. Merasakan rabaan atau gerakan badan
DO:
1. Bicara sendiri
2. Tertawa sendiri
3. Melihat ke satu arah
4. Mengarahkan telinga kea rah tertentu
5. Tidak dapat memfokuskan pikiran
6. Diam sambil menikmati halusinasinya.

b. Data minor :
DS:
1. Sulit tidur
2. Khawatir
3. Takut
DO:
1. Konsentrasi buruk
2. disorientasi waktu, tempat, orang, atau situasi
3. Afek datar
4. Curiga
5. Menyendiri, melamun
6. Mondar-mandir
7. Kurang mampu merawat diri.

4. Risiko Perilaku Kekerasan


Menurut Keliat (2019) :
a. Data Mayor
DS :
1. Mengatakan benci atau kesal terhadap orang lain
2. Mengatakan ingin memukul orang lain
3. Mengatakan tidak mampu mengontrol perilaku kekerasan
4. Mengungkapkan keinginan menyakiti diri sendiri, orang lain, dan merusak
lingkungan
DO :
1. Melotot
2. Pandangan tajam
3. Tangan mengepal, rahang mengatup
4. Gelisah dan mondar-mandir
5. Tekanan darah menngkat
6. Nadi meningkat
7. Pernafasan meningkat
8. Mudah tersinggung
9. Nada suara tinggi dan bicara kasar
10. Mendominasi pembicaraan
11. Sarkasme
12. Merusak lingkungan
13. Memukul orang lain.

b. Data Minor
DS :
1. Mengatakan tidak senang
2. Menyalahkan orang lain
3. Mengatakan diri berkuasa
4. Merasa gagal mencapai tujuan
5. Mengungkapkan keinginan yang tidak realistis dan minta dipenuhi
6. Suka mengejek dan mengkritik
DO :
1. Disorientasi
2. Wajah merah
3. Postur tubuh kaku
4. Sinis
5. Bermusuhan
6. Menarik diri.

5. Ketidakefektifan Koping
Menurut Keliat (2019) :
a. Data Mayor
DS :
1. Mengeluh tidak mampu mengatasi situasi kehidupan
2. Ketidakmampuan meminta bantuan
3. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
DO :
1. Keletihan
2. Sering sakit
3. Perubahan pola tidur

b. Data Minor
DS :
1. Perubahan konsentrasi
2. Perubahan komunikasi
DO :
1. Pasif
2. Tidak mampu mengikuti informasi/edukasi
3. Perilaku destruktif

3. Diagnosa keperawatan (sesuai prioritas)


1. Harga Diri Rendah Kronik
2. Ketidakefektifan Koping
3. Isolasi Sosial
4. Halusinasi
5. Risiko Perilaku Kekerasan

D. Rencana Tindakan Keperawatan (untuk Diagnosa Keperawatan Utama saja) Bentuk


kolom
Masalah Keperawatan Tindakan Keperawatan Tindakan Keperawatan
Untuk Pasien Untuk Keluarga
Harga Diri Rendah Kronik Sp1:Mengidentifikasi tanda Sp1:Mengidentifikasi
gejala, penyebab dan akibat masalah klg dalam
harga diri rendah serta merawat klien HDR
mengidentifikasi Kronik dan berikan
kemampuan dan aspek penjelasan : pengertian,
positif yang masih dimiliki tanda gejala, proses
klien. Melatih kemampuan terjadinya dan akibat
pertama yg dilatih HDR Kronik. Menjelaskan
Sp 2:Membantu klien cara merawat HDR
memilih dan melatih Kronik dengan memilih
kemampuan kedua yang kegiatan pertama yg akan
dipilih. dilatih.
Sp 3:Membantu klien Sp 2:Menjelaskan dan
memilih dan melatih melatih klg cara merawat
kemampuan ketiga yg klien HDR Kronik
dipilih. Sp 3:Merawat klien
Sp 4:Membantu klien danmenciptakan
memilih dan melatih lingkungan yang
kemampuan keempat yg terapeutik untuk klien
dipilih. harga diri rendah kronik
dengan memilih kegiatan
kedua yg akan dilatih.
Sp 4:Menjelaskan cara
menciptakan lingkungan
yang dapat mencegah
terjadinya HDR Kronik,
tanda gejala kekambuhan
dan pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan
terdekat untuk follow-up
ke PKM/RSJ.

E. Referensi (Minimal 3)
Dwi Saptina, C. H. A. N. D. R. A. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Skizofrenia
Dengan Masalah Harga Diri Rendah Kronik (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo).
Keliat, B.A., dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai