Anda di halaman 1dari 11

PRAKTEK KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM TYPHOID

Dosen Pembimbing : Dina Indarsita,SST,M.Kes

D
I
S
U
S
U
N
OLEH

Nama : Ahmad Faisal Siregar


Nim : P07520120003
Kelas : 2 A D-III Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN


JURUSAN KEPERAWATAN
T.A 2021/2022
KEPERAWATAN ANAK
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES MEDAN

NAMA MAHASISWA : Ahmad Faisal Siregar


TEMPAT PRAKTEK : RSUD DR.PIRNGADI Medan Ruang : Dahlia 2
HARI/TANGGAL : Kamis,19 Mei 2022 Minggu Ke : 1 (Satu)
DIAGNOSA MEDIS : Demam Tyhpoid

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR

1, Defenisi

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi Salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella thypi. Typhoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta
Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius).

Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 2000)

2. Etiologi

Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S. Thypi) 90% dan salmonella parathypi (S.
Parathypi A dan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagella,
dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu
60o selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibody atau
agglutinin yaitu :

1) Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagella
kuman).
3) Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman)

3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala klinik demam thypoid :

Keluhan :

Nyeri kepala (frontal) 100%

Kurang enak di perut ≥50%

Nyeri tulang, persendian, dan otot ≥50%

BAB ≤50%

Muntah ≤50%

Gejala :

Demam 100%

Nyeri tekan perut 75%

Bronchitis 75%

Toksik >60%

Letargik >60%

Lidah tifus (kotor) 40%

(Sjamsuhidayat Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.)

a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten, suhu tubuh
berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafas tidak sedap, bibir kering pecah-pecah (ragaden),
lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue, lidah limfoid) ujung dan tepinya kemerahan,
biasanya disertai konstipasi, kadang diare, mual dan muntah, dan jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa dalam, apatis sampai
somnolen, jarang spoor, koma atau gelisah.
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan lebih singkat

4. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut.
Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-
keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H₂,
inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri
yang masih hidup akan mencapai usus halus. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam
sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe
(Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah
dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari
habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. (Soedarmo,
Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).

5.Pathway

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT

SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif
tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.

Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan
oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

d. Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan.

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji
widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-
7 hari) atau titer widal O> 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan).

7. Penatalaksanaan

1. Medis

a. Antibiotic (membunuh kuman) :

1) Klorampenicol
2) Amoxicillin
3) Kontrimoxasol
4) Cefriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (menurukan panas) :

1) Paracetamol

2. Keperawatan

a. Observasi dan pengobatan


b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari demam atau kurang lebih dari
selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitis
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan diare
f. Diet

1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein


2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama
7 hari (Smelzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta:
EGC
8. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnose
medic
2) Keluhan Utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak turun-
turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella thypi ke dalam
tubuh
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes mellitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah
saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama
sekali.
b) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine
menjadi kuning kecokelatan.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan dengan peningkatan suhu
tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orangtua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pada klien
g) Pemeriksaan fisik
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-41oC muka
kemerahan. Dapat terjadi kesadaran (apatis).

B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1) Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2) Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh,
intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau
infeksi

9. Intervensi Keperawatan

No. Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Dx

1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pantau suhu tubuh 1. Mengetahui suhu


diharapkan suhu tubuh pasien dapat pasien setiap 4 jam tubuh klien
turun,
2. Kolaborasi 2. Menurunkan
Kriteria : pemberian demam
antipiretik sesuai
- Suhu tubuh stabil 36-37oC anjuran 3. Meningkatkan
kenyamanan,
3. Turunkan panas menurunkan
- Tanda-tanda vital dalam rentang dengan melepaskan temperature suhu
normal selimut atau tubuh
menanggalkan
pakaian yang 4. Perubahan tingkat
terlalu tebal, beri kesaran dapat
kompres pada merupakan akibat
aksila dan liatan dari hipoksia
paha. jaringan

4. Observasi adanya 5. Menghindari


konfusi disorientasi kehilangan air
natrium klorida
5. Berikan cairan IV dan kalium yang
sesuai yang berlebihan
dianjurkan

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Jelaskan kepada 1. Agar pasien dapat


diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi, pasien tentang mengetahui
kriteria : pentingnya cairan tentang
pentingnya cairan
- Tidak mual 2. Monitor dan catat dan dapat
intake dan output memenuhi
- Tidak demam cairan kebutuhan cairan.
- Suhu tubuh dalam batas normal 3. Kaji tanda dan 2. Untuk
gejala dehidrasi mengetahui
hipovolemik, keseimbangan
riwayat muntah, intake dan output
kehausan dan cairan.
turgor kulit
3. Hipotensi,
4. Berikan cairan takikardia,
peroral pada klien demam dapat
sesuai kebutuhan menunjukkan
5. Anjurkan kepada respon terhadap
orangtua klien dan atau efek dari
untuk kehilangan
mempertahankan cairan.
asupan cairan 4. Cairan peroral
secara adekuat akan membantu
6. Kolaborasi memenuhi
pemberian cairan kebutuhan cairan.
intravena
5. Asupan cairan
secara adekuat
sangat diperlukan
untuk menambah
volume cairan
tubuh.

6. Pemberian
intravena sangat
penting bagi klien
untuk memenuhi
kebutuhan cairan
yang hilang.

3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan 1. Respon nyeri


pasien menunjukkan tingkat pengkajian nyeri sangat individual
kenyamanan meningkat, kriteria : secara sehingga
komprehensif penanganannya
- Pasien dapat melaporkan nyeri pun berbeda
berkurang 2. Observasi reaksi untuk masing-
nonverbal dari masing individu.
- Frekuensi nyeri ketidaknyamanan
2. Mengetahui
- Tanda-tanda vital dalam batas 3. Control factor tingkat
normal lingkungan yang kenyamanan.
memengaruhi nyeri
seperti suhu 3. Lingkungan yang
ruangan, nyaman dapat
pencahayaan, membantu klien
kebisingan. untuk mereduksi
nyeri.
4. Ajarkan teknik non
farmakologis 4. Pengalihan nyeri
(relaksasi, dengan relaksasi
distraksi, dll) untuk dan distraksi
mengatasi nyeri. dapat mengurangi
nyeri yang sedang
5. Berikan analgetik timbul.
untuk mengurangi
nyeri. 5. Pemberian
analgetik yang
tepat dapat
membantu klien
untuk beradaptasi
dan mengatasi
nyeri.

10. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan.

11. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho, Susilo. (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta : Nuha Medika Mansjoer,
Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
2. Simanjuntak, C. H. (2009). Demam Tifoid , Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian.
Cermin Dunia Kedokteran No. 83. Jakarta. Nuha
3. Sjamsuhidayat. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC
4. Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
5. Soedarmo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta : IDAI
6. Widodo, D. (2007). Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai