Anda di halaman 1dari 8

3 PELAKU KASUS KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM

PEJABAT NEGARA YANG TERJADI DI INDONESIA SELAMA 3


TAHUN TERAKHIR (2019-2021)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas PBAK

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

Nama : Fawanis Maswah


Nim : P07520120092
Kelas : 3C D-III Keperawatan
Dosen Pengampu : Soep,S.Kep,Ns,M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


JURUSAN D-III KEPERAWATAN
T.A 2022/2023
*PELAKU KASUS KORUPSI PADA TAHUN 2019*

“KASUS PELAKU KORUPSI PADA TAHUN 2019”

Pelaku korupsi : Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso (2019)


Kasus Korupsi yang di lakukan :

KPK menangkap anggota DPR 2014-2019, Bowo Sidik Pangarso, melalui


OTT pada Rabu 27 Maret 2019. Bowo ditangkap bersama pegawai PT Inersia dan
petinggi PT Humpuss Transportasi Kimia. OTT itu terkait suap distribusi pupuk
melalui kapal.Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 14 Agustus, Bowo
didakwa menerima suap dan gratifikasi yang totalnya mencapai Rp 10,69 M. Berikut
rinciannya:

1. SUAP

Suap diduga terkait jabatan Bowo sebagai anggota Komisi VI DPR yang
bermitra dengan Kementerian BUMN serta seluruh BUMN. Suap yang diterima
Bowo diduga berasal dari dua pihak. Pertama, Bowo diduga menerima suap dari
Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono dan Marketing
Manager PT HTK Asty Winasti. Suap yang diberikan sebesar Rp 311 juta dan USD
163.733 atau setara Rp 2.327.726.502 (kurs Rp 14.216).
Bowo juga menerima suap dari Dirut PT Ardila Insan Sejahtera, Lamidi Jimat.
Bowo menerima suap Rp 300 juta. Suap itu diberikan untuk membantu perusahaan
milik Lamidi untuk memperoleh proyek penyediaan BBM jenis Marine Fuel Oil (MFO)
kapal-kapal PT Djakarta Llyod (Persero). Total suap yang diterima Bowo adalah Rp
2,9 M

2. GRATIFIKASI

Bowo didakwa menerima gratifikasi senilai SGD 700 ribu atau senilai Rp
7.193.550.000 (kurs Rp 10.276) dan Rp 600 juta. Totalnya mencapai Rp 7,79 M.
Bowo menerima gratifikasi itu terkait kewenangannya sebagai anggota Komisi VI
dan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. Gratifikasi itu diperolehnya dalam
kurun awal 2016 hingga Agustus 2017 dari 4 sumber.
Uang tersebut diduga akan digunakan Bowo untuk serangan fajar di Pemilu
2019. Kala itu, Bowo memang tercatat sebagai caleg DPR dapil Jateng III dari
Golkar. Pada 4 Desember 2019, Bowo divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 250
juta subsider empat bulan kurungan. Hakim menilai Bowo terbukti menerima uang-
uang tersebut

Jenis korupsi : Bowo didakwa menerima suap dan gratifikasi

Kerugian Negara (Besar yang Di korupsi Oleh Pelaku) :

Total suap yang diterima Bowo adalah Rp 2,9 M dan Bowo didakwa
menerima gratifikasi senilai SGD 700 ribu atau senilai Rp 7.193.550.000 (kurs Rp
10.276) dan Rp 600 juta. Totalnya mencapai Rp 7,79 M.

Hukuman yang di jatuhkan kepada pelaku :

Atas perbuatannya tersebut dalam melakukan penyuapan , Bowo didakwa


melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal
64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan terkait penerimaan gratifikasi , Bowo Pangarso didakwa


melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999,
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 65 KUHP

“KASUS PELAKU KORUPSI PADA TAHUN 2020”

Pelaku korupsi : Kasus Dugaan Suap Menteri Sosial Juliari Batubara 2020

Korupsi yang dilakukan :


Jaksa menilai Juliari terbukti menerima suap dalam pengadaan paket bansos
Covid-19 wilayah Jabodetabek 202. Pada 6 Desember 2020, KPK menetapkan
Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap
bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun
2020.  Penetapan tersangka Juliari saat itu merupakan tindak lanjut atas operasi
tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Jumat, 5 Desember 2020. Usai ditetapkan
sebagai tersangka, pada malam harinya Juliari menyerahkan diri ke KPK.

Menurut KPK, kasus ini bermula dari adanya program pengadaan bansos
penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai
sekitar Rp 5,9 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Juliari sebagai menteri sosial saat itu menunjuk Matheus dan Adi sebagai Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara
penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee
dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada
Kemensos melalui Matheus. Untuk setiap paket bansos, fee yang disepakati oleh
Matheus dan Adi sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per
paket bansos.

Pada Mei sampai November 2020, Matheus dan Adi membuat kontrak
pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian I M
dan Harry Sidabuke dan juga PT RPI yang diduga milik Matheus. Penunjukkan PT
RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh
Adi. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee
Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari
melalui Adi.

Dari jumlah itu, diduga total suap yang diterima oleh Juliari sebesar Rp 8,2
miliar. Uang tersebut selanjutnya dikelola Eko dan Shelvy N selaku orang
kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Kemudian pada periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang
fee dari Oktober sampai Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar. Sehingga, total uang
suap yang diterima oleh Juliari menurut KPK adalah sebesar Rp 17 miliar. Seluruh
uang tersebut diduga digunakan oleh Juliari untuk keperluan pribadi.

Jenis korupsi : Juliari didakwa menerima suap

Kerugian Negara (Besar yang Di korupsi Oleh Pelaku) :


Sehingga, total uang suap yang diterima oleh Juliari menurut KPK adalah
sebesar Rp 17 miliar.

Hukuman yang di jatuhkan kepada pelaku :

Atas perbuatannya itu, Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau


Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Juliari divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (23/8/2021).  Majelis
hakim menilai Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah
dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana
tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.590.450.000 atau
sekitar Rp 14,59 miliar. Jika tidak diganti, bisa diganti pidana penjara selama dua
tahun. Hak politik atau hak dipilih terhadap Juliari pun dicabut oleh hakim selama 4
tahun.

“KASUS PELAKU KORUPSI PADA TAHUN 2021”

Pelaku korupsi : Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin 2021

Korupsi yang dilakukan :


Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin akhirnya resmi berstatus tersangka dalam
dugaan kasus suap pemberian hadiah terkait penanganan perkara yang ditangani
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Lampung Tengah. KPK
menetapkan Azis Syamsuddin sebagai tersangka saat menggelar konferensi pers di
Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta, Sabtu (25/9/2021). Azis Syamsuddin
diduga memberi suap kepada penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Robin kini
sudah dipecat KPK setelah berstatus tersangka suap penanganan perkara.
Uang pelicin itu diduga diberikan Azis Syamsuddin untuk mengurus perkara di
Lampung Tengah yang menyeret namanya dan kader Partai Golkar lainnya yaitu
Aliza Gunado. Sebelumnya nama Azis Syamsuddin juga kerap muncul dalam
sejumlah kasus korupsi. Nama Azis Syamsuddin dua kali muncul di persidangan
kasus korupsi. Selain itu, nama Azis Syamsuddin juga sempat muncul saat disebut
mempertemukan Robin Pattuju dengan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M. Syahrial.
Dalam pertemuan tersebut, M Syahrial meminta Robin Pattuju agar kasus jual beli
jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang di proses KPK tak naik ke tingkat penyidikan.
merangkum kasus-kasus korupsi yang di dalamnya disebut nama Azis Syamsudiin.
Berikut paparannya.:

1. Korupsi pengadaan simulator SIM

Nama Azis Syamsuddin muncul dalam keterangan di persidangan kasus


korupsi pengadaan simulator SIM dengan terdakwa eks Kepala Korlantas Polri
Djoko Susilo. Ketua Panitia Pengadaan Proyek Simulator Ujian SIM Ajun Komisaris
Besar Teddy Rusmawan mengaku pernah diperintah Djoko Susilo untuk
memberikan sejumlah dana kepada anggota DPR. Anak buah Djoko ini pun
mengaku tidak tahu pasti berapa dana yang diantarkan untuk anggota DPR tersebut.
Menurutnya, ada empat kardus uang yang diantarkannya kepada anggota DPR,
khususnya kelompok Banggar DPR. Salah satu nama yang disebut Teddy yang
diberikan uang tersebut ialah Azis Syamsuddin.

Pada kasus tersebut, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun


penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Djoko
Susilo. Hakim menilai Djoko Susilo terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara
bersama-sama yang merupakan gabungan perbuatan dalam pengadaan proyek
simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) roda 2 dan roda 4.

2. Kasus korupsi penghapusan red notice Djoko Tjandra

Dalam persidangan kasus korupsi penghapusan red notice Djoko Tjandra,


nama Azis Syamsuddin juga muncul. Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional
Polri Irjen Napoleon Bonaparte membeberkan kedekatan antara Tommy Sumardi
dengan Kabareskrim waktu itu, Komjen Listyo Sigit Prabowo serta Azis Syamsuddin.
Hal itu diungkapkan Napoleon saat menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi
terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra dengan terdakwa Tommy Sumardi di
Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/11/2020).
Napoleon awalnya bercerita perihal kedatangan Tommy Sumardi dan Brigjen
(Pol) Prasetijo Utomo ke ruangannya di Gedung TNCC, Kompleks Mabes Polri,
pada April 2020. Kemudian, Tommy meminta Prasetijo untuk keluar dari ruangan.
Kepada Napoleon, Tommy lalu meminta penjelasan perihal status red notice Djoko
Tjandra. 

3. Pertemukan Wali Kota Tanjung balai dengan penyidik KPK

Azis Syamsuddin juga disebut menawarkan bantuan kepada Wali Kota


nonaktif Tanjungbalai M Syahrial untuk mengurus perkara jual beli jabatan di
Pemerintah Kota Tanjungbalai. Hal itu disampaikan majelis hakim Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan dalam sidang putusan terdakwa kasus suap
penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Syahrial, Senin (20/9/2021).

Dalam pertemuan itu, Syahrial menyampaikan kekhawatirannya soal kasus


jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang bisa menurunkan elektabilitasnya
sebagai calon wali kota. Merespons hal itu, Azis Syamsuddin pun menawarkan
Syahrial berkenalan dengan mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. sebut
hakim. Majelis hakim selanjutnya berpandangan bahwa Azis Syamsuddin juga
mengetahui kesepakatan antara Robin dan Syahrial. Kesepakatan itu adalah Robin
akan membantu agar masalah jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai tidak
dinaikkan ke tahap penyidikkan oleh KPK dengan mahar senilai Rp 1,5 miliar.Majelis
hakim menerangkan,

Azis Syamsuddin mengetahui kesepakatan tersebut melalui telepon dari


Robin. Adapun dalam perkara ini Syahrial dinyatakan terbukti memberikan suap
pada Robin senilai Rp 1,696 miliar. Atas perbuatannya itu majelis hakim
menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurunga

Jenis korupsi : Ia menjadi tersangka dugaan kasus suap dana alokasi khusus
(DAK) di Lampung Tengah

Kerugian Negara (Besar yang Di korupsi Oleh Pelaku) :

Sehingga uang suap yang suap pada Robin senilai Rp 1,696 miliar
Hukuman yang di jatuhkan kepada pelaku :

Majelis hakim menerangkan, Azis Syamsuddin mengetahui kesepakatan


tersebut melalui telepon dari Robin. Adapun dalam perkara ini Syahrial dinyatakan
terbukti memberikan suap pada Robin senilai Rp 1,696 miliar. Atas perbuatannya itu
majelis hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4
bulan kurungan

Anda mungkin juga menyukai