UAS ETIKA PROFESI
DHIO RIZKI HERLAMBANG’
2211600131
Link Artikel :
https://dhiorizki.wordpress.com/2022/09/09/korupsi-bansos-covid-19/
KORUPSI BANSOS COVID‐19
A. IDENTIFIKASI MASALAH
6 Desember 2020, KPK menetapkan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara
sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19
untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Penetapan tersangka Juliari saat itu merupakan tindak lanjut atas operasi tangkap
tangan yang dilakukan KPK pada Jumat, 5 Desember 2020. Usai ditetapkan sebagai
tersangka, pada malam harinya Juliari menyerahkan diri ke KPK.
Selain Juliari, KPK juga menetapkan Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian
I M dan Harry Sidabuke sebagai tersangka selalu pemberi suap.
Menurut KPK, kasus ini bermula dari adanya program pengadaan bansos
penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai
sekitar Rp 5,9 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Juliari sebagai menteri sosial saat itu menunjuk Matheus dan Adi sebagai Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan
langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket
pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
Untuk setiap paket bansos, fee yang disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp
10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos.
Pada Mei sampai November 2020, Matheus dan Adi membuat kontrak pekerjaan
dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian I M dan Harry
Sidabuke dan juga PT RPI yang diduga milik Matheus.
Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari
dan disetujui oleh Adi.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee
Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari
melalui Adi.
Dari jumlah itu, diduga total suap yang diterima oleh Juliari sebesar Rp 8,2 miliar.
Uang tersebut selanjutnya dikelola Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari
untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Kemudian pada periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul
uang fee dari Oktober sampai Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar.
Sehingga, total uang suap yang diterima oleh Juliari menurut KPK adalah sebesar
Rp 17 miliar. Seluruh uang tersebut diduga digunakan oleh Juliari untuk keperluan pribadi.
B. TEORI DAN KONSEP
Kajian potensi korupsi dana bansos di masa pendemi Covid‐19 ini juga mengaitkan
antara teori framing dan relasinya dengan konsepaktor politik‐media‐khalayak, teori
institusional, dan konsep regain public trust on public institutions. Ditinjau dari sisi teori aktor
politik dan relasinya dengan framing media, para pejabat negara (pusat maupun daerah) yang
pernyataannya akan dianalisis, dalam konteks politik, positioning dirinya tidak melulu dilihat
semata sebagai pejabat publik, akan tetapi juga harus ditempatkan sebagai aktor politik yang
secara aktif saling bersaing dalam memerebutkan makna terkait citra diri dan citra kebijakan
(institusi)‐nya dalam ruang pemberitaan media massa.
Pasalnya, secara teoritis, aktor politik adalah entitas yang berperan penting dalam
menyebarkan berbagai bentuk frame pemberitaan peristiwa sosial politik, sehingga
penafsiran dan pemaknaan atas berbagai peristiwa sosial politik yang tersaji dalam teksasi
pemberitaan media bisa teresonansi dan memberi dampak bagi kehidupan sosialpublik
(termasuk dalam wacana potensi korupsi dana bansos). Sementara elemen khalayak terkait
dengan sumber dukungan bagi pembentukan opini publik di antara para pejabat selaku
pemegang kendali institusi publik. Studi Jamil (2014) menunjukkan keterkaitan signifikan
antara elemen pejabat negara (selaku aktor politik) dengan peran/fungsimedia serta posisi
khalayak. Relasi ketiga elemen itu merupakan satu kesatuan utuh dalam konteks ‘wacana’
yang dipertarungakan di pasar bahasa—dan kerap berkompetisi secara intens di ruang
pemberitaan media.
Di sisi lain, teori institusional berasumsi, bahwa setiap institusi akan bertindak sesuai
dengan tujuan dan kepentingan terbaiknya, sebagaimana agen (aktor politik) yang melakukan
tindakan untuk kepentingan terbaik bagi dirinya. Asumsi teori ini juga melihat kepentingan
kehidupan kelompok sebagai alasan untuk merubah motivasi, dari motivasi kepentingan
agensi (aktor/individu) ke motivasi kepentingan institusional.
Melemahnya public trust yang menggerogoti institusi (negara) bisa disebabkan oleh
banyak faktor, diantaranya faktor pergeseran persepsi publik yang terlanjur menilai secara
politis, bahwa institusi KPK di era Jokowi sedang ‘dilemahkan’ terkait komitmen
pemberantasan korupsi.
Potensi korupsi dana bansos, di satu sisi, tentu menjadi perhatian pemerintah pusat
(terutama presiden, KPK dan Polri) kepada para pihak yang telah diberi mandat untuk
menyalurkan dana bansos secara prudent, transparan, akuntabel, efektif, dan tepat sasaran.
Di sisi lain, ‘ancaman’ pemerintah dan penegak hukum pada para oknum yang berpotensi
mengorup dana bansos tentu akan menjadi sarana dukungan bagi pemerintah dalam meraih
simpati publik.
Dalam konteks hukum, korupsi adalah produk lemahnya penegakan hukum dan
pengawasan publik atas praktik kekuasaan negara. Dua kelemahan ini muncul akibat buruknya
transparansi dan akuntabilitas pemerintah (Alkotsar, 2009). Penyalahgunaan distribusi
(seperti korupsi dana bansos) kepada rakyat juga dapat dikategorikan sebagai bentuk korupsi
politik, yakni bentuk penyalahgunaan amanat, mandat, dan otoritas yang dipercayakan oleh
rakyat. Dalam konteks teori keadilan, korupsi politik akan memberi dampak sistemik, yakni
terganggunya fungsi pemerataan dan keadilan bagi rakyat—baik keadilan yang bersifat
distributif (berbasis asas proporsionalitas) maupun keadilan yang bersifat komutatif (berbasis
asas kesamaan; tanpa perbedaan).
Korupsi politik bisa dilatari oleh beragam motif, seperti: (1) penyalahgunaan
kewenangan yang dilakukan oleh para penyelenggara kekuasaan negara; (2) tindakan itu
sedari awal ditunjukan dengan menggunakan pengaruh politik atau ekonomi; (3) uang dari
hasil kejahatan diinvestasikan untuk kegiatan/aktivitas politik; (4) adanya niat (motif) yang
diwujudkan dalam bentuk tindakan atau perbuatan tertentu yang dapat dikualifikasi sebagai
suatu kepentingan politik; (5) interpretasi terhadap pengertian politik, aktivitas politik, dan
kepentingan yang ditafsirkan di dalam berbagai pertimbangan hokum.
C. ANALISIS DAN SOLUSI
Melalui penggunaan teori framing Edelman, hasil tabulasi keempat teks berita di atas
akan dianalisis secara deskriptif‐interpretif melalui interpretasi atas makna bahasa yang
terkadung dalam elemen kategorisasi (penggunaan frame berita untuk melihat peristiwa),
elemen ideologi (penggunaan bahasa sebagai praktik wacana), elemen rubrikasi (kategorisasi
isu dalam skema peristiwa tertentu), dan elemen klasifikasi (bagaimana suatu peristiwa
dipahami dan dikomunikasikan).
Menonjolkan sumber alokasi dana bansos bagi warga DKI yang bersumber dari
realokasi APBD DKI Jakarta, bukan dari pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta juga
memastikan telah melakukan pengumpulan data, verifikasi, dan validasi data sesuai
ketentuan yang berlaku, serta menyediakan keterbukaan informasi publik terkait daftar
penerima bansos sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik.
terkait sumber pendanaan, mekanisme bantuan, dan aspek keterbukaan informasi publik
sebagai bentuk akuntabilitas (data dan angka) penyaluran bansos yang telah ditetapkan
Pemprov DKI sebagai standar operation procedure (SOP) pada warga terdampak. Wacana
tandingan ini penting untuk diklasifikasi tidak hanya untuk meluruskan opini publik terkait isu
korupsi dana bansos, namun klasifikasi juga menentukan pelibatan emosi publik saat mereka
menyaksikan peristiwa sensitif, seperti isu transparansi, akuntabiltas, dan efektivitas
penyaluran dana bansos di masa pandemi.
Kategorisasi berita bertujuan mengonstruksi keberhasilan KPK dalam mendefinisikan
peta titik rawan korupsi. Fungsi abstraksi dari kategorisasi ini ditujukan untuk merespon
keraguan publik atas ketegasan sikap KPK sekaligus peningkatan citra KPK yang belakangan
terjun bebas. Sebagai institusi negara garda depan dalam pemberantasan korupsi, Firli Bahuri
(Ketua KPK) meraih momentum untuk menaikan citra diri dan citra institusinya dengan
memanfaatkan situasi pandemi dan kegelisahan publik atas kinerja buruk pemerintah, Firli
sesungguhnya tengah mengomunikasikan symbol‐simbol terpilih kepada khalayak melalui
media guna membangun kembali harapan publik kepada pemerintah.
Adapun solusi yang harus dikakukan pemerintah dan masyarakat yaitu :
1. Pengawasan Lembaga.
Upaya pencegahan tindak pidana korupsi dana bansos gencar dilakukan oleh aparat
penegak hukum meliputi KPK, BPKP dan aparat kepolisian yang diberikan kewenangan
oleh undang‐undang untuk melakukan upaya pencegahan korupsi dana bansos meliputi
pengawasan perencanaan, Pengawasan terhadap penyusunan anggaran, Pengawasan
pengadaan barang dan jasa, pengawasan pelaksanaan atau realisasi anggaran,
Pendistribusian bansos, Pelaporan dan pertanggung jawaban anggaran. Khusus untuk
pelaksanaan anggaran bantuan sosial, aparat penegak hukum yaitu KPK melakukan
pencegahan tindak pidana korupsi melalui pengawasan dan pembuatan standar
operasional prosedur untuk melakukan penyaluran bantuan sosial agar bansos tersebut
tepat sasaran dan meminimalisir penyimpangan atau penyelewengan. Disamping itu KPK
juga melakukan kordinasi dengan aparat penegak hukum yang lain seperti kepolisian,
kejaksaan dan APIP (Asosiasi Pengawas Internal Pemerintah).
2. Pengawasan Masyarakat Secara Aktif dan Terpadu
1. Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam
bentuk:
a. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana korupsi.
b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan
informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak
hukum yang menanganani perkara tindak pidana korupsi.
c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada
penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan
kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
e. Hak untuk memperoleh perlindungan hokum.
Pengawasan aktif diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan secara terus‐menerus
dan berkala mengikuti jadwal penerimaan dana bansos. Pengawasan terpadu diartikan bahwa
kerjasama antar semua elemen bangsa seperti pemerintah, lembaga Negara, LSM dan
masyarakat bersatu padu dalam mencegah tindak pidana korupsi dana bansos.
D. KESIMPULAN
Faktor–faktor penyebab korupsi dana bansos bisa berasal faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu atau pelaku
meliputi watak atau perilaku jahat yang ada dalam diri pelaku, rendahnya tingkat pendidikan
pelaku dan gaya hidup konsumtif. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri
pelaku meliputi data yang tidak akurat, kurangnya sosialisasi tentang aturan bansos,
kurangnya pengawasan, adanya campur tangan pejabat pemerintah daerah dan lemahnya
sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana bansos. Upaya pencegahan tindak
pidana korupsi dana bansos dilakukan melalui pengawasan lembaga dan masyarakat secara
aktif dan terpadu. Pada Pengawasan lembaga, Upaya pencegahan tindak pidana korupsi dana
bansos gencar dilakukan oleh aparat penegak hukum meliputi KPK, BPKP dan aparat
Kepolisian yang diberikan kewenangan oleh undang‐undang untuk melakukan upaya
pencegahan korupsi dana bansos. Selain itu, upaya Pengawasan Masyarakat Secara Aktif dan
Terpadu yang dimaksudkan disini adalah masyarakat melakukan pengawasan secara aktif dan
berkala sesuai jadwal penerimaan bansos serta adanya kerjasama antar semua elemen bangsa
seperti pemerintah, lembaga Negara, LSM dan masyarakat bersatu padu dalam mencegah
tindak pidana korupsi dana bansos.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Alfedo, Juan Maulana, and Rama Halim Nur Azmi. "Sistem Informasi Pencegahan
Korupsi Bantuan Sosial (Si Pansos) di Indonesia: Rumusan Konsep dan Pengaturan."
INTEGRITAS: Jurnal Antikorupsi 6, no. 2 (2020): 283‐296.
https://kkp.go.id › publikasi-materi
https://perpustakaan.kpk.go.id