Anda di halaman 1dari 9

GOVERNANCE SYSTEM, BUDAYA ETIKA &

KODE PERILAKU KORPORASI

DISUSUN OLEH:

HUSNUL KHATIMAH 210901502089


FIFI CANTIKA PUTRI 210901502078
NADILA REGITA MARINDATU 210901502090
ANDI NURUL HADRIANY 210901502079
A. DWI RAMADANI 210901501057
RANIA NUR FAJRIAH 210901501059
FEBRI MIRIAM 210901501060
TIRSA 210901502099
MIFTAH NUR MAGFIRAH SAFAR 210901502095

AKUNTANSI S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BINIS
UNIVERSITAS MAKASSAR
2022-2023
STUDI KASUS GOVERNANCE SYSTEM
Dalam upaya membantu masyarakat Indonesia yang perekonomiannya terdampak pandemi,
Kemensos dengan anggaran Rp 204,9 triliun menyalurkan bantuan melalui enam program
bantuan sosial, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Program Kartu Sembako, Program
Sembako Jabodetabek, Program Bansos Tunai Non Jabodetabek, Program beras untuk
penerima PKH, dan program beras untuk penerima kartu sembako. Korupsi yang terjadi di
program bantuan sosial terjadi pada program bansos dalam bentuk paket sembako senilai Rp
5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dalam dua periode. Dalam kasus ini,
Menteri Kemensos Juliari Peter Batubara menunjuk langsung. Matheus Joko Santoso dan Adi
Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen. Pada proses penunjukan ini, KPK menduga
terjadi kesepakatan sejumlah fee untuk tiap paket sembako bantuan sosial. Fee yang
disepakati untuk tiap paket sebesar Rp 10 ribu dari nilai Rp 300 ribu per paket sembako.
Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono melakukan kontrak pekerjaan dengan suplier
diantaranya AIM (swasta), HS (swasta), dan PT RPI yang dimiliki oleh Matheus Joko
Santoso yaitu PT RPI. Penunjukan PT RPI sebagai supplier diduga diketahui oleh Menteri
Kemensos Juliari Peter Batubara dan disetujui oleh Adi Wahyono. Pada pelaksanaan
pemberian paket bansos periode pertama, terkumpul uang fee sebesar Rp 12 miliar yang
pembagiannya dibagikan secara tunai oleh Matheus Joko Santoso kepada Juliari Peter
Batubara melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp. 8,2 miliar. Pemberian uang kepada
Menteri Kemensos Juliari Peter Batubara selanjutnya dikelola oleh EK dan SN selaku orang
kepercayaan Juliari Peter Batubara untuk digunakan membayar berbagai keperluan
pribadinya. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos, dari Oktober 2020 sampai
Desember 2020, sudah terkumpul uang fee sekitar Rp 8,8 miliar yang diduga juga akan
digunakan untuk kepentingan pribadi Juliari Peter Batubara.
MATERI :
Permasalahan Etika dan Moral
Kasus yang lebih besar dan mempunyai dampak bagi masyarakat bahkan suatu negara adalah
kasus tindak korupsi. Untuk mengetahui apakah tindak korupsi bisa dikatakan etis atau tidak
kita dapat melihat dari sudut pandang teori-teori yang sudah pernah dikemukakan oleh para
filsuf dari zaman ke zaman. Teori tersebut, antara lain teori deontologi dan teori teleologi.
Teori deontologi sendiri memiliki pengertian bahwa jika suatu perbuatan dikatakan baik
maka perbuatan itu hukumnya wajib untuk dilakukan. Sebaliknya jika perbuatan itu
dikategorikan sebagai hal buruk, maka kita dilarang untuk melakukan perbuatan tersebut.
Jika tadi disebutkan bahwa ingin membahas korupsi dari sudut pandang etika, mari kita bahas
keterkaitan antara korupsi dengan teori hak dan teori keadilan (teori deontologi). Dari sisi
teori hak, perilaku korupsi terhadap penggelapan dana uang negara menunjukan bahwa hak
masyarakat yang seharusnya bisa mendapatkan uang tersebut ternyata telah diambil. Selain
itu, dari sisi teori keadilan, tindak korupsi ini menunjukkan adanya ketidakadilan di antara
para pejabat publik padahal mereka sama-sama bekerja dan mengabdi kepada negara, namun
pada kenyataannya banyak para koruptor yang mendapatkan “pendapatan” yang berbeda dan
bahkan tak jarang juga mereka dapat sebuah “privilege” yang berbeda. Hal tersebut bisa
terjadi karena pelaku koruptor tersebut tetap “dilindungi” oleh negara. Dari penjelasan
mengenai keterkaitan antara kedua teori tersebut dapat dikatakan bahwa tindak korupsi ini
merugikan banyak pihak sehingga sesuai dengan teori deontologi yang sudah disebutkan
sebelumnya bahwa ‘jika perbuatan dikatakan buruk maka hukumnya perbuatan tersebut
dilarang’, hal ini merujuk pada tindak korupsi dimana tindakan ini memiliki dampak buruk
bagi banyak orang sehingga tindakan ini sangatlah terlarang. Perbuatan terlarang ini juga
mengindikasi seseorang telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sesuai dengan Undang-
undang mengenai pencobaan melawan hukum, yaitu pada pasal 2 ayat (1) yang mengatakan
bahwa perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri merupakan suatu kesatuan.
Setelah melihat tindak korupsi dari teori deontologi, mari kita lihat dari sudut pandang teori
teleologi. Teori teleologi sendiri memiliki konsep bahwa suatu perbuatan yang memang
bermaksud baik, tetapi tidak menghasilkan sesuatu yang bermakna, menurut aliran ini tidak
pantas disebut baik. Hubungan tindak korupsi dengan teori teleologi berkaitan dengan konsep
utilitarianisme dan egoisme. Menurut sudut pandang egoisme secara psikologis, egoisme
merupakan suatu tindakan dan perilaku manusia yang didasari pada kepentingan
self-center/selfish dan cenderung merugikan dan mengesampingkan kepentingan orang lain.
Sedangkan, teori egoisme etis adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang yang
mementingkan dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain/pihak manapun. Jika dilihat
keterkaitan antara tindak korupsi dengan egoi sme adalah perilaku korupsi merupakan tindakan
yang dilakukan seseorang demi kepentingan sendiri, yaitu memperkaya diri sendiri dengan merugikan
kepentingan orang lain. Melihat hal ini maka dapat dikatakan bahwa perilaku korupsi tidak etis sesuai
dengan konsep egoisme itu sendiri. Setelah membahas keterkaitan tindak korupsi dengan konsep
egoisme, sekarang mari kita bahas mengenai keterkaitan tindak korupsi dengan konsep
utilitarianisme. Menurut konsep utilitarianisme suatu tindakan adalah baik jika tindakan tersebut dapat
memberikan manfaat, akan tetapi manfaat yang berikan itu harus menyangkut bukan hanya satu atau
dua orang saja melainkan menyangkut masyarakat secara keseluruhan. Tindak korupsi yang dilakukan
oleh seseorang terkadang hanya menguntungkan beberapa pihak saja dan pada akhirnya berujung
pada merugikan seluruh masyarakat sehingga dapat dikatakan bahwa hal ini dapat dikategorikan juga
sebagai tindakan tidak etis menurut konsep utilitarian.
Etika Administrasi Menteri Sosial
Seorang pejabat publik, tentunya terdapat nilai etika yang harus dipatuhi selama menjabat
dalam jabatan tersebut. Etika administrasi disini berperan sebagai alat kontrol kepada para
administrator dan yang terkait terhadap tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Selain itu,
etika dalam administrasi juga berperan sebagai standar penilaian baik atau buruknya sikap,
perilaku maupun suatu kebijakan. Salah satu nilai etika atau kode etik yang harus dipatuhi
oleh seorang pejabat publik yaitu anti korupsi. Korupsi sangat jelas merupakan sebuah mal-
administrasi karena tindak pidana korupsi merupakan perbuatan ataupun perilaku yang tidak
sesuai dengan etika administrasi. Menurut Flippo (1983: 188) mal-administrasi atau
penyalahgunaan wewenang yang sering dilakukan oleh seorang administrator maupun
pegawai publik seperti ketidakjujuran, perilaku yang buruk, konflik kepentingan, melanggar
peraturan perundang-undangan, perlakuan yang tidak adil terhadap bawahan, pelanggaran
terhadap prosedur, tidak menghormati kehendak pembuat peraturan perundangan, inefisiensi
atau pemborosan, menutupi kesalahan dan kegagalan mengambil prakarsa.
Juliari Peter Batubara sebagai seorang pejabat publik menurut etika administrasi telah
melakukan sesuatu yang buruk atau dapat dikatakan sebagai bentuk mal-administrasi. Bentuk
mal-administrasi yang dilakukan oleh Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara ini adalah berupa
ketidakjujuran, perilaku yang buruk, konflik kepentingan, serta melanggar peraturan
perundang-undangan. Perilaku ketidakjujuran yang dilakukan oleh Juliari dapat dilihat dari
bagaimana ketidakjujuran para pihak yang terlibat dalam bantuan sosial yang akan diberikan
kepada masyarakat yang malah setiap paket dari bantuan sosial tersebut dikenakan fee
sepuluh ribu rupiah yang kemudian dana tersebut salah satunya mengalir ke Juliari selaku
Menteri Sosial. Disini terlihat bahwa nilai dari per paket bansos bukan senilai tiga ratus ribu
rupiah yang mana berarti terjadi penyalahgunaan dana yang seharusnya diterima masyarakat
dalam bentuk paket sembako nilainya menjadi berkurang dan tidak digunakan untuk
kesejahteraan rakyat melainkan untuk memperkaya diri atau keperluan individu. Tidak hanya
itu, Juliari juga melakukan bentuk mal-administrasi lain berupa perilaku yang buruk. Hal ini
sangat jelas sebab tindakan yang dilakukan tersebut merupakan suatu bentuk tindak pidana
korupsi yang bagaimana pun wujudnya maka dikategorikan sebagai suatu yang tidak benar
atau menyimpang. Selanjutnya, kasus korupsi yang melibatkan Juliari ini juga dikategorikan
sebagai mal-administrasi yang berbentuk konflik kepentingan. Kebijakan pemberian bantuan
sosial berupa paket sembako kepada masyarakat merupakan kerjasama antara Kementerian
Sosial dengan rekanan perusahaan yang langsung ditunjuk oleh Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) yakni Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Penunjukan rekan tersebut diduga
berkaitan dengan fee pada tiap paket bansos yang kemudian para rekananan ini harus
memberikan sejumlah dana untuk Kementerian Sosial yang terkait. Hal tersebut merupakan
suatu konflik kepentingan antara pihak Kementerian Sosial yang terkait dengan para rekanan
perusahaan yang ditunjuk oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dan yang terakhir bentuk
pelanggaran atau mal-administrasi yang dilakukan yaitu melanggar peraturan perundang-
undangan. Julianri yang sebagai pihak penerima dana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf
a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pada birokrasi publik, sebenarnya etika individu sulit untuk diterapkan. Hal ini karena ketika
seseorang individu bekerja pada sektor publik, maka individu tersebut seakan hilang tertelan
oleh sistem dari organisasi tersebut. Penerapan etika secara individu juga makin sulit
diterapkan karena dua kemungkinan etika yang muncul dalam birokrasi sektor publik yaitu
ethic of neutrality dan ethic of structure. Menurut ethic of neutrality seorang pejabat publik
dalam melakukan suatu tindakan tidak mengatasnamakan dirinya melainkan atas nama
instansi sehingga pejabat publik disini netral secara etika. Sehingga ketika suatu pejabat
publik mengeluarkan suatu kebijakan yang dilihat adalah suatu instansi tersebut beserta
jabatannya, bukan kepada individunya. Sedangkan menurut ethic of structure suatu individu
tidak akan mencapai posisi puas atau perlu, karena outcome organisasi dihasilkan dari hasil
kerja kolektif. Menurut ethic of structure, individu di organisasi juga melakukan tindakan atas
nama jabatannya. Kemungkinan munculnya ethic of neutrality dan ethic of structure kerap
kali dimanfaatkan oleh pejabat publik, karena mereka tidak bisa disalahkan secara personal
sehingga para pejabat publik menjadi kebal terhadap kesalahan moral. Kekebalan terhadap
kesalahan moral bagi individu di organisasi publik ini yang sebenarnya memberikan ruang
besar untuk munculnya tindak korupsi di suatu birokrasi. Dalam kasus korupsi Menteri Sosial
Juliari Peter Batubara, ethics of structure dan ethic of neutrality tetap tidak bisa dijadikan
perlindungan dari kesalahan moral untuk tindakan korupsinya karena keputusan pengenaan
fee atas paket sembako bukan merupakan keputusan resmi dan terbuka dari Kementerian
Sosial, jadi etika yang digunakan adalah etika individu dan yang harus bertanggung jawab
adalah individu tersebut, yaitu Juliari Peter Batubara.

STUDI KASUS BUDAYA ETIKA

MATERI:
Budaya Etika
· Pengertian Budaya
Budaya adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang
dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka.
· Pengertian Etika
Etika berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, betul dan tidak, bohong dan jujur.
Dimana hal tersebut sangat tergantung kepada nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan
dimana orang-orang tersebut berfungsi.
Jadi budaya etika adalah cara yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu lingkungan tertentu
yang berkaitan dengan sikap.
Pada saat ini topik tentang pengembangan budaya etika menjadi pembicaraan di kalangan
para pemimpin perusahaan kelas dunia baik di Amerika maupun Eropa. Tujuan
pengembangan budaya etika adalah meningkatkan kualitas kecerdasan emosional, spiritual
dan budaya yang diperlukan oleh setiap pemimpin bisnis sehingga dapat memperlancar
proses pengelolaan bisnis yang digeluti. Oleh karena itu mereka meyakini bahwa hanya
budaya etikalah yang dapat menyelamatkan bisnis mereka di masa depan. Hal ini muncul dari
hikmah atas peristiwa krisis ekonomi dan keuangan dunia yang berawal di Amerika dimana
penyebab utama dari peristiwa tersebut adalah tidak berjalannya etika bisnis dengan
dukungan manajemen risiko yang kuat. Para ahli manajemen beranggapan bahwa krisis
terjadi akibat beberapa perusahaan tidak menerapkan prinsip-prinsip dengan baik dan benar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar dari peristiwa krisis itulah maka pada saat
ini para pemain bisnis global semakin menyadari pentingnya mengembangkan budaya etika
berbasis prinsip-prinsip dan nilai-nilai perusahaan. Budaya Organisasi mempunyai contoh
seperti yang terjadi di setiap perusahaan, yang muncul berdasarkan peralanan hidup para
pegawai. Tapi pada umumnya budaya organisasi terletak pada pendiri perusahaan itu sendiri.
Karena merekalah yang mengambil keputusan dan memberi arah strategi organisasi yang
biasanya disebut juga budaya organisasi. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down.
Para eksekutif mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
1) Corporate Credo, merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang
ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi
baik di dalam maupun di luar perusahaan.
a) Komitmen internal
· Perusahaan terhadap karyawan
· Karyawan terhadap perusahaan
· Karyawan terhadap karyawan lain
b) Komitmen Eksternal
· Perusahaan terhadap pelanggan
· Perusahaan terhadap pemegang saham
· Perusahaan terhadap masyarakat
2) Program etika adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang
untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan
orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
3) Kode etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-
kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu. Lebih dari 90%
perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam
melaksanakan aktivitasnya. Contohnya IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines
(Panduan Perilaku Bisnis IBM).

STUDI KASUS KODE PERILAKU KORPORASI


JAKARTA. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) lama-
lama gerah juga melihat semakin maraknya kasus kejahatan kerah putih yang melibatkan
emiten pasar modal.
Nurhaida, Ketua Bapepam-LK, mengungkapkan, otoritas pasar modal tengah
mempertimbangkan untuk mengubah aturan Bapepam Nomor IX.i.5 tentang Pembentukan
dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Tujuan revisi meningkatkan kualitas
pengawasan terhadap emiten pasar modal.
Dalam beleid tersebut, otoritas mewajibkan setiap emiten memiliki Komite Audit. Itu adalah
komite yang dibawahi oleh dewan komisaris sebuah emiten. Komite itu bertugas memberikan
pendapat ke dewan komisaris terhadap laporan atau segala hal yang disampaikan direksi
kepada dewan komisaris.
Komite ini juga berperan mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperhatikan oleh dewan
komisaris. Sebagai contoh, terkait laporan keuangan dan ketaatan terhadap aturan perundang-
undangan.
Komite audit juga melaporkan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi kepada dewan
komisaris. Intinya, komite ini bertugas memastikan ketepatan penerapan tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance).
Bapepam-LK menilai, keberadaan komite ini perlu diperkuat seiring dengan semakin
kompleksnya dunia bisnis dan usaha saat ini. Ada beberapa poin revisi, yang merupakan
masukan dari Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI).
Pertama, persyaratan anggota komite audit. Kanaka Puradireja, Ketua Dewan IKAI
menuturkan, anggota komite audit ke depan harus merupakan anggota organisasi profesi.
"Jika nanti terjadi penyimpangan oleh anggota komite audit, organisasi profesi yang
bertanggung jawab," ujar dia. Misalnya, akuntan mempertanggungjawabkan profesinya
kepada Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Kedua, adalah pembatasan jumlah anggota komite audit, yakni cukup tiga sampai lima orang
saja. Ketiga, "Masa jabatan juga perlu dibatasi agar independensinya tetap terjaga," imbuh
Kanaka.
Etty Retno Wulandari, Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Informasi,
mengungkapkan, draft revisi ini kemungkinan selesai akhir tahun ini.
MATERI:
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu dilandasi oleh
integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang
dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-
nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Kode
perilaku korporasi (Code of Conduct) adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan
sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan
perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi
dengan stakeholders. Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda
dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda
dalam menjalankan usahanya.
Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
· Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang
menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
· Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus
memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan.
Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang
merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
· Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
Manfaat Code of Conduct antara lain :
· Menciptakan suasana kerja yang sehat dan nyaman dalam lingkungan perusahaan.
· Membentuk karakter individu perusahaan yang disiplin dan beretika dalam bergaul dengan
sesama individu dalam perusahaan maupun dengan pihak lain di luar perusahaan.
· Sebagai pedoman yang mengatur, mengawasi sekaligus mencegah penyalahgunaan
wewenang dan jabatan setiap individu dalam perusahaan.
· Sebagai acuan terhadap penegakan kedisiplinan.
· Menjadi acuan perilaku bagi individu dalam perusahaan untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawab masing-masing dan berinteraksi dengan stakeholder perusahaan.

Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi


Dalam setiap code of conduct, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat
diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan
prosedur yang sudah ditetapkan. Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan
dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-
pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP
dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
· Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam
interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
· Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan
kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
· Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas,
Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan
Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
· Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan
Implementasinya.
· An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the
Auditing Committee along with its Scope of Work.
· Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta
Ruang Lingkup Tugas.
Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi,
yaitu :
a. Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang
dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan
dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.
Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan
melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap
pelapor.
b. Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan
diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan
Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Perusahaan serta ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan
bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman ini.
Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman
dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
STUDI KASUS BUDAYA ETIKA
Contoh kasus budaya yang beretika adalah menghormati perbedaan pendapat dalam suatu
forum musyawarah baik antar individu atau kelompok. Tidak melakukan diskriminasi
terhadap individu atau kelompok yang mengemukakan pendapat yang berbeda. Karena
diskriminasi akan menyebabkan timbulnya suatu perpecahan atau perselisihan.

PEMBAHASAN
Budaya dan etika sesungguhnya memilki makna yang berbeda. Budaya adalah suatu
kepercayaan atau pedoman hidup bagi individu atau sekelompok orang yang menempati
suatu daerah. Budaya diwariskan secara turun temurun. Oleh karena itu bisa jadi antara
budaya daerah satu dengan yang lainnya berbeda. Sedangkan etika adalah suatu peraturan
yang dijadikan sebagai acuan pedoman hidup manusia, untuk menilai apakah perbuatan yang
dilakukan benar atau salah. Disini antara etika dan budaya bersimpangan. Bisa jadi budaya
disuatu daerah dapat dinilai beretika. Namun tidak didaerah lain, dapat dikatakan bahwa
budaya tersebut tidak memiliki etika. Sebagai contoh di daerah Bali para turis asing bebas
mengenakan pakaian mini di pinggir jalan, namun hal ini dinilai tidak beretika saat para turis
tersebut berada di Kota Aceh. Oleh karena itu kita wajib memahami budaya dan etika suatu
individu atau kelompok dan tidak boleh memaksakan suatu budaya ke suatu individu atau
kelompok.

Anda mungkin juga menyukai