OLEH
MUHAMMAD RIFKY NAUVALLI HARMA
205230046
Email : Rifkyharma@Gmail.com
Pandemi covid 19 membawa dampak besar terhadap berbagai sektor kehidupan. Hal ini
selaras dengan apa yang disampaikan oleh Saiful, seorang pengamat kebijakan publik dan
pelaku bisnis, bahwa ada tiga dampak besar pandemi covid 19 bagi perekonomian nasional,
yaitu: melemahnya konsumsirumah tangga atau melemahnya daya beli; melemahnya bidang
investasi danberimplikasi terhadap berhentinya berbagai bidang usaha; pelemahan ekonomi
sehingga menyebabkan harga komoditas turun. Pemerintah Indonesia telah melakukan
tindakan cepat, untuk dapat mengatasi dampak dari pandemi covid 19 diseluruh daerah
Indonesia dengan mengadakan program vaksinasi, program pemulihan ekonomi nasional,
bantuan langsung tunai, bantuan sosial berupa sembako untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari masyarakat Indonesia. Pemerintah Indonesia juga memberikan bantuan
modal usaha untuk pelaku usaha mikro kecil menengah, yaitu dengan mengeluarkan
kebijakan, yaitu Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan
Corona Virus Disease (Covid- 19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Namun kebijakan
pemerintah tersebut justru disalahgunakan oleh oknum tertentu, salah satunya aksi korupsi
dalam dana bantuan sosial covid 19 yang dilakukan oleh menteri sosial Juliari Peter Batubara
dengan menetapkan tim khusus untuk menunjuk langsung pemenang tender dan menetapkan
isi paket bansos, kemudian peserta tender diminta untuk menyerahkan fee minimal 10%
untuk satu paket sembako kepada menteri Juliari Peter Batubara sebagai menteri sosial.
Kasus korupsi dana bantuan sosial dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan dari
pemerintah dalam proses keberlangsungan aktivitas dana bantuan sosial covid 19 di
Indonesia serta belum diaturnya sistem pelayananpublik yang transparan dan akuntabel dalam
proses distribusi dana bantuan sosial 2 Universitas Kristen Indonesia covid 19 kepada
masyarakat dari tingkat pusat hingga daerah. Sehingga hal tersebut membuka peluang baru
bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk dapat melakukan tindak pidana
korupsi. Kasus korupsi dana bantuan sosial covid 19 yang terjadi di Indonesia saat ini
merupakan salah satu kasus yang sangat merugikan masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat
dari buruknya regulasi penyaluran bansos covid 19 dan koordinasi dari pemerintah, juga
kacaunya prosespendataan data masyarakat yang berhak untuk menerima dana bantuan
sosialcovid 19. Kasus tersebut dibuktikan dari adanya pengakuan dari masyarakat serta fakta
yang memperlihatkan bahwa paket sembako yang diberikan sangat tidak sesuai dan jauh dari
kata layak dari nominal yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang dimana secara
keseluruhan isi paket sembako tersebut seharusnya bernilai sekitar Rp 300.000,00 dengan
biaya potongan Rp 15.000,00 biaya goodie bag, dan potongan biaya Rp 15.000,00 biaya jasa
transportasi. Artinya secara keseluruhan isi paket sembako tersebut seharusnya bernilai
sekitar Rp 270.000,00. Hal tersebut dapat mereka ketahui dari jenis kualitas dan merek dari
masing-masing item barang yang terdapat dalam satu paket sembako. Warga juga
mengeluhkan bahwa isi barang dari paket sembako tersebut sangatlah tidak layak pakai, hal
ini terlihat dari jenis beras yang berkutu, juga sangat kusam, ayam yang busuk, dan jenis-
jenis barang lainnya seperti sarden dan susu yang memilikikualitas yang rendah atau merek
yang bahkan mereka tidak pernah melihat sebelumnya di pasaran. Hasil dari penghitungan
dan penelitian warga, mereka menyatakan bahwa isi paket sembako yang mereka terima
hanya berkisar antara Rp. 140.000 sampai dengan Rp. 150.0000 saja, tentu nominal tersebut
sangatlah jauh dari nilai nominal satu paket sembako yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kualitas yang rendah atau merek yang tidak pernah terdengar sebelumnya tersebut menjadi
sebuah indikasi untuk dilakukannya suatu penelusuran oleh badan pengawas keuangan dan
pembangunan, yang dimana badan pengawas keuangan dan pembangunan telah menemukan
harga yang tidak wajar dalam paket bantuan sosial untuk masyarakat saat pandemi, yaitu
sebesar Rp 65,88miliar yang membuat adanya suatu indikasi kelebihan dalam pembayaran
harga bahan pokok sembako. 3 Universitas Kristen Indonesia Kemudian, selisih harga untuk
transportasi di daerah Jakarta; Bogor; Depok; Tangerang dan Bekasi senilai Rp 2,97 Miliar,
dan kelebihan pembayaran dalam goodie bag paket bantuan sosial sebesar Rp 6,09 Miliar.
Sehingga dari proses penghitungan menurut BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN (yang selanjutnya disebut dengan BPKP), anggaran bantuan sosial diduga
dikorupsi sebesar Rp 20,8 Miliar. Secara umum kasus korupsi dana bantuan sosial yang
terjadi di Indonesia, dikarenakan adanya pengurangan jumlah penerima dana bantuan sosial
yang seharusnya diberikan kepada masyarakat Indonesia yang terdampak oleh situasi kondisi
pandemi covid 19, bahkan ada beberapa masyarakat Indonesia yang tidak menerima sama
sekali dana bantuan sosial yang telah diberikan oleh pemerintah pusat kepada kementerian
sosial untuk disalurkan. Pelaku membuat sebuah daftar nama penerima bantuan sosial secara
virtual, namun hal tersebut hanya rekayasa semata, supaya dana bantuan sosial dari
pemerintah pusat tetap disalurkan kepada pihak Kementerian Sosial dan hanya dipakai oleh
pelaku-pelaku kasus korupsi dana bantuan sosial covid 19 yang tidak bertanggung jawab.
Kasus korupsi dana bantuan sosial bagi masyarakat Indonesia yang terdampak covid 19 dapat
terjadi, karena adanya rasa keserakahan di dalam diri pelaku tindak pidana korupsi dana
bantuan sosial covid 19; tidak adanya rasa simpati dan empati di dalam sebuah lembaga
kementerian sosial dalam melihat kesusahan yang dialami oleh masyarakat Indonesia;
kurangnya pengawasan yang ketat dan selektif yang dilakukan oleh lembaga-lembaga hukum
terkait; kurangnya kebijakan yang tegas, lugas dan tepat sasaran yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dalam proses regulasi bantuan dana covid 19 di Indonesia dan tidak
adanya suatu data yang valid mengenai nama-nama masyarakat Indonesia yang layak
mendapatkan dana bantuan sosial tersebut.1 Dengan demikian, sangat dibutuhkan kerjasama
antarlembaga dan pemerintah dalam menciptakan skema sistem yang terintegrasi dan
koordinatif, guna menciptakan sistem pelayanan publik dalam penyaluran dana bantuan
sosial covid 19 yang baik, benar dan tepat sasaran sebagai langkah untuk mencegah
terjadinya korupsi.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang di atas dapat di tarik beberapa rumusan masalah yaitu sebagai
berikut :
2. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa Juliari Batubara pada kasus
korupsi dana bantuan sosial dalam Kementerian Sosial Republik Indonesia sudah sesuai
dengan tujuan pemidanaan?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi terhadap bantuan
sosial didalam kementrian sosial republik Indonesia.
2. Mengetahui penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa juliari Batubara pada kasus
korupsi dana bantuan sosial dalam kementrian sosial Republik Indonesia sudah sesuai
dengan tujuan pemidanaan.
D. Metode Penelitian
Adapun metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan perundang-undangan (Statue Appruach)
Pendekatan ini adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah semua
peraturan perundang-undangan dan reguasi yang bersangkut paut dengan isu hukum.
Jenis bahan hukum yang dipakai pada penelitian ini ialah bahan hukum Primer Dan
Sekunder yang didapatkan dari menyatukan dan menelusuri literatur atau dokumen yang
berkaitan dengan penelitian ini. Bahan hukum yang dimaksud terdiri dari:
Bahan hukum dasar yang memiliki kekuatan mengikat yang mana termasuk
didalamnya ialah kaedah dasar. Bahan hukum primer yang digunakana dalam penelitian
ini ialah:
1. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.
UU No. 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. UU PTPK Pasal 2 Ayat (1) dan (2)
3. Pasal 3 UU PTPK ayat 1: 1
E. Pembahasan
1. Pengertian Korupsi
Motif yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi sangat bervariasi
tergantung faktor yang mempengaruhinya seperti, adanya tekanan dari pihak ketiga, krisis
keuangan pribadi, adanya kesempatan, ketidak mampuan sistem hukum yang efektif
dalam pencegahan dan penanganan kasus korupsi sehingga tidak memberikan efek jera
kepada para pejabat publik. Tetapi secara umum motif terjadinya tindakan korupsi yang
dilakukan oleh individua tau pejabat publik adalah untuk memperkaya dirinya sendiri
yang di mana Tindakan tersebut telah diatur dalam UU 31 1999 UU PTPK pasal 3 ayat 1
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan kouangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)”. . Penjelasan faktor penyebab terjadinya korupsi Menurut Teori GONE
yang dikemukakan oleh penulis Jack Bologna adalah singkatan dari Greedy (Keserakahan),
Opportunity (kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan).
Teori GONE mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah
dan tak pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah.
Keserakahan ditimpali dengan kesempatan, maka akan menjadi penyebab terjadinya
tindak pidana korupsi. Setelah serakah dan adanya kesempatan, seseorang berisiko
melakukan korupsi jika ada gaya hidup yang berlebihan serta pengungkapan atau
penindakan atas pelaku yang tidak mampu menimbulkan efek jera.
5. Dampak Korupsi
Dampak Ekonomi:
Dampak Sosial:
Dampak Politik:
Selain itu ada juga beberapa mekanisme pengawasan dan pencegahan yang efektif
berikut ini :
Transparansi dan Akuntabilitas:
Mempunyai undang-undang yang ketat terkait dengan korupsi dan penegakan hukum
yang efektif terhadap pelanggaran tersebut. Misalnya memberlakukan hukuman mati
bagi terdakwa kasus korupsi dalam tingkat kasus korupsi tertentu. Seperti yang tertera
dalam UU tipikor pasal 2 ayat (2) “menegaskan bahwa dalam hala tindak pidana
korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana matti dapat
di jatuhkan.
Memastikan independensi sistem peradilan untuk menjamin proses hukum yang adil.
Mendirikan saluran pengaduan dan laporan yang aman dan anonim untuk warga yang
ingin melaporkan tindakan korupsi.
Memastikan perlindungan bagi pelapor yang bersedia mengungkapkan tindakan
korupsi.