Anda di halaman 1dari 11

STUDI KASUS TERHADAP MOTIF DAN DAMPAK TINDAK PIDANA

KORUPSI DANA BANTUAN SOSIAL COVID 19

OLEH
MUHAMMAD RIFKY NAUVALLI HARMA
205230046
Email : Rifkyharma@Gmail.com

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA, 2023
ABSTRAC
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tindak pidana korupsi yang terjadi dalam
penyaluran dana bantuan sosial COVID-19 di wilayah JABODETABEK. Pandemi COVID-
19 telah mendorong pemerintah untuk mengalokasikan dana besar-besaran guna membantu
masyarakat yang terdampak secara ekonomi. Namun, kasus-kasus penyalahgunaan dana
bantuan sosial yang merugikan masyarakat dan negara telah menjadi perhatian utama di
masyarakat.
Metode penelitian ini melibatkan analisis dokumen resmi, dengan menggunakan dua
jenis pendekatan yaitu Pendekatan Undang-undang (Statue Appruach) dan Pendekatan Kasus
(Case Appruach).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tindak pidana korupsi dalam
penyaluran dana bantuan sosial COVID-19 di wilayah JABODETABEK. Kasus ini
melibatkan pejabat pemerintah yaitu Mantan Menteri Sosial yang bernama Juliari Batubara,
selain juliari KPK juga menetapkan Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian I M dan
Hary Sidabuke tersangka selaku pemberi suap yang memanfaatkan dana tersebut untuk
keuntungan pribadi. Penelitian juga mengidentifikasi faktor-faktor yang memungkinkan
terjadinya korupsi, termasuk kelemahan dalam pengawasan, kurangnya transparansi, dan
peran pihak ketiga yang tidak terkendali.

Implikasi dari penelitian ini adalah pentingnya memperkuat mekanisme pengawasan


dan transparansi dalam penyaluran dana bantuan sosial. Rekomendasi juga diajukan untuk
memperketat peraturan dan sanksi terkait dengan penyalahgunaan dana bantuan sosial
COVID-19 guna mencegah tindak pidana korupsi di masa depan. Temuan ini memiliki
implikasi yang lebih luas dalam upaya memastikan bahwa dana bantuan sosial dialokasikan
dengan tepat dan efisien untuk membantu mereka yang membutuhkannya.
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pandemi covid 19 membawa dampak besar terhadap berbagai sektor kehidupan. Hal ini
selaras dengan apa yang disampaikan oleh Saiful, seorang pengamat kebijakan publik dan
pelaku bisnis, bahwa ada tiga dampak besar pandemi covid 19 bagi perekonomian nasional,
yaitu: melemahnya konsumsirumah tangga atau melemahnya daya beli; melemahnya bidang
investasi danberimplikasi terhadap berhentinya berbagai bidang usaha; pelemahan ekonomi
sehingga menyebabkan harga komoditas turun. Pemerintah Indonesia telah melakukan
tindakan cepat, untuk dapat mengatasi dampak dari pandemi covid 19 diseluruh daerah
Indonesia dengan mengadakan program vaksinasi, program pemulihan ekonomi nasional,
bantuan langsung tunai, bantuan sosial berupa sembako untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari masyarakat Indonesia. Pemerintah Indonesia juga memberikan bantuan
modal usaha untuk pelaku usaha mikro kecil menengah, yaitu dengan mengeluarkan
kebijakan, yaitu Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan
Corona Virus Disease (Covid- 19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Namun kebijakan
pemerintah tersebut justru disalahgunakan oleh oknum tertentu, salah satunya aksi korupsi
dalam dana bantuan sosial covid 19 yang dilakukan oleh menteri sosial Juliari Peter Batubara
dengan menetapkan tim khusus untuk menunjuk langsung pemenang tender dan menetapkan
isi paket bansos, kemudian peserta tender diminta untuk menyerahkan fee minimal 10%
untuk satu paket sembako kepada menteri Juliari Peter Batubara sebagai menteri sosial.
Kasus korupsi dana bantuan sosial dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan dari
pemerintah dalam proses keberlangsungan aktivitas dana bantuan sosial covid 19 di
Indonesia serta belum diaturnya sistem pelayananpublik yang transparan dan akuntabel dalam
proses distribusi dana bantuan sosial 2 Universitas Kristen Indonesia covid 19 kepada
masyarakat dari tingkat pusat hingga daerah. Sehingga hal tersebut membuka peluang baru
bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk dapat melakukan tindak pidana
korupsi. Kasus korupsi dana bantuan sosial covid 19 yang terjadi di Indonesia saat ini
merupakan salah satu kasus yang sangat merugikan masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat
dari buruknya regulasi penyaluran bansos covid 19 dan koordinasi dari pemerintah, juga
kacaunya prosespendataan data masyarakat yang berhak untuk menerima dana bantuan
sosialcovid 19. Kasus tersebut dibuktikan dari adanya pengakuan dari masyarakat serta fakta
yang memperlihatkan bahwa paket sembako yang diberikan sangat tidak sesuai dan jauh dari
kata layak dari nominal yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang dimana secara
keseluruhan isi paket sembako tersebut seharusnya bernilai sekitar Rp 300.000,00 dengan
biaya potongan Rp 15.000,00 biaya goodie bag, dan potongan biaya Rp 15.000,00 biaya jasa
transportasi. Artinya secara keseluruhan isi paket sembako tersebut seharusnya bernilai
sekitar Rp 270.000,00. Hal tersebut dapat mereka ketahui dari jenis kualitas dan merek dari
masing-masing item barang yang terdapat dalam satu paket sembako. Warga juga
mengeluhkan bahwa isi barang dari paket sembako tersebut sangatlah tidak layak pakai, hal
ini terlihat dari jenis beras yang berkutu, juga sangat kusam, ayam yang busuk, dan jenis-
jenis barang lainnya seperti sarden dan susu yang memilikikualitas yang rendah atau merek
yang bahkan mereka tidak pernah melihat sebelumnya di pasaran. Hasil dari penghitungan
dan penelitian warga, mereka menyatakan bahwa isi paket sembako yang mereka terima
hanya berkisar antara Rp. 140.000 sampai dengan Rp. 150.0000 saja, tentu nominal tersebut
sangatlah jauh dari nilai nominal satu paket sembako yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kualitas yang rendah atau merek yang tidak pernah terdengar sebelumnya tersebut menjadi
sebuah indikasi untuk dilakukannya suatu penelusuran oleh badan pengawas keuangan dan
pembangunan, yang dimana badan pengawas keuangan dan pembangunan telah menemukan
harga yang tidak wajar dalam paket bantuan sosial untuk masyarakat saat pandemi, yaitu
sebesar Rp 65,88miliar yang membuat adanya suatu indikasi kelebihan dalam pembayaran
harga bahan pokok sembako. 3 Universitas Kristen Indonesia Kemudian, selisih harga untuk
transportasi di daerah Jakarta; Bogor; Depok; Tangerang dan Bekasi senilai Rp 2,97 Miliar,
dan kelebihan pembayaran dalam goodie bag paket bantuan sosial sebesar Rp 6,09 Miliar.
Sehingga dari proses penghitungan menurut BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN (yang selanjutnya disebut dengan BPKP), anggaran bantuan sosial diduga
dikorupsi sebesar Rp 20,8 Miliar. Secara umum kasus korupsi dana bantuan sosial yang
terjadi di Indonesia, dikarenakan adanya pengurangan jumlah penerima dana bantuan sosial
yang seharusnya diberikan kepada masyarakat Indonesia yang terdampak oleh situasi kondisi
pandemi covid 19, bahkan ada beberapa masyarakat Indonesia yang tidak menerima sama
sekali dana bantuan sosial yang telah diberikan oleh pemerintah pusat kepada kementerian
sosial untuk disalurkan. Pelaku membuat sebuah daftar nama penerima bantuan sosial secara
virtual, namun hal tersebut hanya rekayasa semata, supaya dana bantuan sosial dari
pemerintah pusat tetap disalurkan kepada pihak Kementerian Sosial dan hanya dipakai oleh
pelaku-pelaku kasus korupsi dana bantuan sosial covid 19 yang tidak bertanggung jawab.
Kasus korupsi dana bantuan sosial bagi masyarakat Indonesia yang terdampak covid 19 dapat
terjadi, karena adanya rasa keserakahan di dalam diri pelaku tindak pidana korupsi dana
bantuan sosial covid 19; tidak adanya rasa simpati dan empati di dalam sebuah lembaga
kementerian sosial dalam melihat kesusahan yang dialami oleh masyarakat Indonesia;
kurangnya pengawasan yang ketat dan selektif yang dilakukan oleh lembaga-lembaga hukum
terkait; kurangnya kebijakan yang tegas, lugas dan tepat sasaran yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dalam proses regulasi bantuan dana covid 19 di Indonesia dan tidak
adanya suatu data yang valid mengenai nama-nama masyarakat Indonesia yang layak
mendapatkan dana bantuan sosial tersebut.1 Dengan demikian, sangat dibutuhkan kerjasama
antarlembaga dan pemerintah dalam menciptakan skema sistem yang terintegrasi dan
koordinatif, guna menciptakan sistem pelayanan publik dalam penyaluran dana bantuan
sosial covid 19 yang baik, benar dan tepat sasaran sebagai langkah untuk mencegah
terjadinya korupsi.

B. Rumusan Masalah

Dari Latar Belakang di atas dapat di tarik beberapa rumusan masalah yaitu sebagai
berikut :

1. Bagaimana upaya untuk mencegah terjadinyatindak pidana korupsi terhadap bantuan


sosial di dalam Kementerian Sosial Republik Indonesia?

2. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa Juliari Batubara pada kasus
korupsi dana bantuan sosial dalam Kementerian Sosial Republik Indonesia sudah sesuai
dengan tujuan pemidanaan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi terhadap bantuan
sosial didalam kementrian sosial republik Indonesia.
2. Mengetahui penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa juliari Batubara pada kasus
korupsi dana bantuan sosial dalam kementrian sosial Republik Indonesia sudah sesuai
dengan tujuan pemidanaan.
D. Metode Penelitian
Adapun metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan perundang-undangan (Statue Appruach)
Pendekatan ini adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah semua
peraturan perundang-undangan dan reguasi yang bersangkut paut dengan isu hukum.

b. Pendekatan kasus (Case Appruach)

Pendekatan ini adalah pendekatan yang bertujuan untuk mempeajari penerapan


norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum yang kasusnya
telah mendapat putusan.

2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang dipakai pada penelitian ini ialah bahan hukum Primer Dan
Sekunder yang didapatkan dari menyatukan dan menelusuri literatur atau dokumen yang
berkaitan dengan penelitian ini. Bahan hukum yang dimaksud terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum dasar yang memiliki kekuatan mengikat yang mana termasuk
didalamnya ialah kaedah dasar. Bahan hukum primer yang digunakana dalam penelitian
ini ialah:

1. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.
UU No. 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. UU PTPK Pasal 2 Ayat (1) dan (2)
3. Pasal 3 UU PTPK ayat 1: 1

b. Bahan hukum sekunder


1. Artikel DPR RI UU PTPK Pasal 3 ayat (1)
2. Artikel KOMPAS.com
3. Artikel REPUBLIKA News
4. Artikel BPK RI UU Nomor 31 Tahun 1999

E. Pembahasan
1. Pengertian Korupsi

Pada umumnya, permasalahan korupsi terdapat hampir di semua negara di dunia.


Kata korupsi sendiri pada dasarnya mengisyaratkan makna yang kurang baik dan
merugikan negara serta masyarakat. Orang Cina misalnya menyebutnya dengan “tan wu”
berarti ketidak sucian dan tamak, sedangkan orang siam menamakannya dengan istilah
“gin muang” yang artinya menggerogoti negara, lagi pula dengan Pakistan yang
menamakannya dengan “coreer ki amdani” yang artinya penghasilan dari atas. Pengertian
korupsi baik dalam tinjauan yuridis maupun dalam pengertian umum sesunguhnya sama.
Hanya saja dalam pengertianyuridis lebih mengarahpadaunsur-unsur delik melainkan
sebagaimana diformulasikan dalam peraturan perundang-undangan, sedangkan korupsi
secara umum ialah lebih dimaknai sebagai perbuatan suap, penyalahgunaan kewenangan
atau melawan hukum yang mengungtungkan diri sendiri,memperdagangkan pengaruh,
dan lain-lain, yang sifatnya tercela.

2. Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi

Hukum tindak pidana Korupsi di Indonesia Dasar Hukumnya adalah Undang-Undang


Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, hal ini sesuai dengan
keputusan Tap. MPR Nomor XI/MPR/1998 kemudian ditetapkan Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang mulai berlaku sejak tanggal 16 Agustus 1999,dan dimuat dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140. Tetapi dalam undang-
undang tersebut tidak ditemukan defenisi apa yang sebenarnya tentang tindak pidana
korupsi.

3. Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi


Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi
Unsur-unsur sebagai berikut :

a. Perbuatan melawan hukum


b. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau koruporasi
d. Merugikan keuangan negera atau perekonomian negara

4. Motif terjadinya kasus korupsi

Motif yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi sangat bervariasi
tergantung faktor yang mempengaruhinya seperti, adanya tekanan dari pihak ketiga, krisis
keuangan pribadi, adanya kesempatan, ketidak mampuan sistem hukum yang efektif
dalam pencegahan dan penanganan kasus korupsi sehingga tidak memberikan efek jera
kepada para pejabat publik. Tetapi secara umum motif terjadinya tindakan korupsi yang
dilakukan oleh individua tau pejabat publik adalah untuk memperkaya dirinya sendiri
yang di mana Tindakan tersebut telah diatur dalam UU 31 1999 UU PTPK pasal 3 ayat 1
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan kouangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)”. . Penjelasan faktor penyebab terjadinya korupsi Menurut Teori GONE
yang dikemukakan oleh penulis Jack Bologna adalah singkatan dari Greedy (Keserakahan),
Opportunity (kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan).

Teori GONE mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah
dan tak pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah.
Keserakahan ditimpali dengan kesempatan, maka akan menjadi penyebab terjadinya
tindak pidana korupsi. Setelah serakah dan adanya kesempatan, seseorang berisiko
melakukan korupsi jika ada gaya hidup yang berlebihan serta pengungkapan atau
penindakan atas pelaku yang tidak mampu menimbulkan efek jera.
5. Dampak Korupsi

Dampak Ekonomi:

 Penghambatan Pembangunan Ekonomi: Korupsi dapat menghambat pertumbuhan


ekonomi dengan mengurangi investasi, merusak iklim bisnis, dan menghalangi
inovasi ekonomi.
 Pemindahan Sumber Daya: Korupsi seringkali mengakibatkan pemindahan sumber
daya dari sektor-sektor yang produktif ke tangan para koruptor. Hal ini dapat
mengurangi efisiensi ekonomi.
 Ketidak setaraan Ekonomi: Korupsi dapat memperdalam kesenjangan ekonomi
dengan menguntungkan segelintir individu atau kelompok yang memiliki akses ke
kekuasaan dan sumber daya. Hal ini di buktikan masih banyaknya jumlah kemiskinan
di Indonesia. Berdasarkan data kemiskinan di Indonesia mencapai 9,36% dari total
populasi Indonesia setara dengan 25,90 juta orang dari 278,69 juta jiwa penduduk di
Negara Indonesia.
 Ketidak pastian Investasi: Investor mungkin ragu berinvestasi di negara yang korup
karena risiko yang lebih tinggi dan ketidakpastian hukum.

Dampak Sosial:

 Ketidaksetaraan Sosial: Korupsi dapat memperkuat ketidaksetaraan sosial dengan


memberikan keuntungan kepada mereka yang memiliki akses ke uang dan kekuasaan.
 Kerusakan Layanan Publik: Korupsi dapat mengurangi kualitas layanan publik
seperti pendidikan, perawatan kesehatan, dan infrastruktur, karena dana publik
disalahgunakan atau mengalir ke tangan yang salah. Terbukti di beberapa daerah di
Indonesia yang masyarakatnya belum dapat menikmati fasilitas yang sama dengan
daerah daerah yang lain seperti daerah perkotaan atau ibu kota.
 Ketidakpuasan dan Ketidakpercayaan Masyarakat: Korupsi dapat menyebabkan
ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-
lembaga publik. Hal ini karena pelaku tindak pidana korupsi berasal dari
pemerintahan atau Lembaga-lembaga pemerintah itu sendiri, serta adanya putusan-
putusan penegakan hukum yang tidak sesuai terhadap perbuatan yang di perbuat oleh
pelaku.
 Kriminalitas: Korupsi dalam penegakan hukum dan sektor keamanan dapat
meningkatkan tingkat kriminalitas dan ketidakamanan. Seperti halnya di Indonesia
yang mulai muncul kasus tentang pembegalan yang merebut harta orang lain dengan
melukai dan bahkan membunuh korbanya tersebut karena tuntutan ekonomi.

Dampak Politik:

 Kehilangan Legitimitas: Korupsi dapat merusak legitimasi pemerintah dan sistem


politik, mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan institusi politik.
 Ketidakstabilan Politik: Korupsi dapat memicu ketidakstabilan politik, protes, dan
demonstrasi, yang dapat mengganggu stabilitas negara.
 Dominasi Oligarki: Korupsi dapat menghasilkan dominasi oligarki politik, di mana
kelompok-kelompok kecil atau individu memiliki pengaruh besar dalam proses
politik.
 Perpecahan Sosial: Korupsi dapat memperdalam perpecahan sosial dan etnis, karena
sumber daya dan keuntungan didistribusikan secara tidak adil.

6. Mekenisme pengawasan dan pencegahan kasus korupsi yang efektif

Di Indonesia saat ini ada beberapa Upaya pencegahan korupsi yaitu :

1. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;


2. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya
3. Membangun kode etik di sektor publik ;
4. Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis.
5. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.

Selain itu ada juga beberapa mekanisme pengawasan dan pencegahan yang efektif
berikut ini :
Transparansi dan Akuntabilitas:

 Memastikan transparansi dalam semua aspek pemerintahan, termasuk anggaran dan


kebijakan publik. Contohnya mendirikan Lembaga atau Badan yang bertugas
melakukan pengecekan dokumen-dokumen anggaran apakah sesuai dengan yang telah
di jalankan.
 Menerapkan prinsip akuntabilitas untuk memastikan bahwa pejabat pemerintah
bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Hukum dan Penegakan Hukum yang Kuat:

 Mempunyai undang-undang yang ketat terkait dengan korupsi dan penegakan hukum
yang efektif terhadap pelanggaran tersebut. Misalnya memberlakukan hukuman mati
bagi terdakwa kasus korupsi dalam tingkat kasus korupsi tertentu. Seperti yang tertera
dalam UU tipikor pasal 2 ayat (2) “menegaskan bahwa dalam hala tindak pidana
korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana matti dapat
di jatuhkan.
 Memastikan independensi sistem peradilan untuk menjamin proses hukum yang adil.

Laporan dan Pengaduan Publik:

 Mendirikan saluran pengaduan dan laporan yang aman dan anonim untuk warga yang
ingin melaporkan tindakan korupsi.
 Memastikan perlindungan bagi pelapor yang bersedia mengungkapkan tindakan
korupsi.

Anda mungkin juga menyukai