Anda di halaman 1dari 5

MDS anak

MDS anak sangat jarang dan sering mengalami under-diagnosis. Klasifikasi untuk MDS dewasa tidak
bisa diterapkan untuk anak. Suatu klasifikasi MDS anak saat ini sangat dibutuhkan. Jarangnya
kelainan ini pada usia anak membuat sangat sulit untuk melakukan suatu penelitian terkontrol. Di
tengah-tengah kekalutan ini, pengungkapan mekanisme molekuler yang mendasari terjadinya
hematopoeisis yang tidak efektif dan perubahan leukemik pada sindrom mielodisplasia telah
membuka jalan berbagai penelitian dan pilihian untuk target terapi. Penggunaan agen
antiangiogenik, demetilating dan imunomodulator telah menjanjikan kemungkinan adanya obat
untuk penyakit ini. Penelitian pada bidang transplantasi nonmieloablatif juga menjanjikan
peningkatan peluang kesembuhan dan menurunkan toksisitas dari transplantasi alogenik.

Sindroma mielodisplasia; suatu enigma penyakit! Suatu langkah penting untuk membuat obat yang
efektif untuk satu kondisi yang sekompleks MDS adalah memahami latar belakang biologis dan
patofisiologinya. Walaupun pemahaman kita mengenai biologi dari MDS telah berjalan cukup lama,
namun masih jauh dari sempurna. Yang kita pahami adalah bahwa sindroma ini adalah keluarga dari
gangguan klonal dari sel punca hematopoetik yang dicirikan oleh hematopoeisis yang tidak efektif
dan kerentanannya untuk menjadi leukemia mielogenik akut dan kecenderungannya untuk menjadi
refrakter terhadap modalitas terapi saat ini.

Klasifikasi

MDS adalah suatu penyakit pada dewasa dan sangat jarang pada anak. Rekomendasi untuk
klasifikasi kanker pada anak bahkan tidak menyebutkan MDS. Tidak adanya klasifikasi yang diterima
juga memberi kontribusi terjadinya under-diagnosis MDS pada anak. Klasifikasi FAB dan WHO MDS
pada dewasa tidak menyebutkan masalah khusus MDS pada anak. Baik proposal WHO dan FAB
dibuat berdasarkan kasus-kasus dewasa. Klasifikasi WHO menyebutkan JMML sebagai bagian yang
terpisah. Terdapat banyak perbedaan antara MDS pada anak dan dewasa, seperti RARS yang sangat
jarang pada anak, delesi 5q hanya sesekali terdiagnosis pada anak dan kelainan konstitusional
seringkali diketahui terjadi pada anak dengan MDS dan JMML. Gambaran unik pada sindrom Down
tidak disebutkan banyak pada klasifikasi WHO. Tidak ada data yang mengindikasikan apakah batas
sel blas 20% lebih baik dibandingkan sel blas 30% untuk membedakan MDS dengan AML pada anak.

Klasifikasi baru yang ditawarkan untuk MDS anak terdiri dari 3 kelompok diagnosis besar:

1. Juvenile myelomonocytic leukemia (JMML), sebelumnya dinamakan chronic


myemomonocytic leukemia (CMML) atau juvenile chronic myeloid leukemia (JCML)
2. Myeloid leukemia dari sindrom Down, suatu penyakit dengan gambaran klinis dan biologis
yang luas, mewakili baik MDS dan AML yang terjadi pada sindrom Down
3. MDS yang terjadi secara de novo dan sebagai komplikasi dari terapi atau gangguan sumsum
tulang yang sudah ada sebelumnya (MDS sekunder)

Subtipe utama dari MDS adalah sitopenia refrakter (RC) dan anemia refrakter dengan blas yang
banyak (RAEB). Ditetapkan bahwa subtipe RAEB-T dikategorikan dengan blas sejumlah 20-30% di
sumsum tulang hingga terdapat data yang lebih banyak.
Tabel 1. Kriteria diagnostik minimal MDS pada anak

minimal 2 dari:
- Sitopenia terusmenerus yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya (neutropenia,
trombositopenia, atau anemia)
- Minimal mielodisplasia morfologi bilineage
- Kelainan sitogenetik klonal didapat pada sel-sel hematopoetik
- Sel blas yang meningkat (>5%)

Tabel 2. Kategori diagnostik dari penyakit mieloproliferatif dan mielodisplasia

Biologi MDS

Memahami mengenai biologi MDS akan membantu dalam membuat modalitas terapi yang lebih
baru. Suatu bagian yang substansial dari kompleks-kompleks ini muncul dalam kondisi paparan-
paparan terhadap toksin lingkungan dan pekerjaan, termasuk terapi sitotoksik untuk keganasan atau
kelainan lain sebelumnya. Perubahan dari sel punca normal menjadi kondisi prelekukemik dan
akhirnya kondisi leukemik adalah suatu langkah yang panjang memerlukan akumulasi dari lesi-lesi
genetik. Pada tingkat genom, MDS dicirikan dengan kehilangan dan terjadinya translokasi yang
melibatkan segmen gen kunci, dengan gangguan pada struktur dan fungsi normal gen-gen yang
mengatur keseimbangan antara proliferasi dan diferensiasi dari prekusor hematopoetik.

Suatu kemajuan penting dalam memahami biologi MDS adalah penelitian baru mengenai kematian
apoptotic intrameduler yang sangat banyak yang terlihat pada hasil biopsi sumsum tulang pasien-
pasien ini, kemungkinan yang menyebabkan sitopenia yang konstan, beberapa sitokin atau ligan
diketahui memiliki sifat proapoptotik seperti interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor (TNF), dan
Fas-ligand yang kadarnya tinggi pada pasien-pasien dengan MDS. Blok pada TNF atau Fas-ligan
meningkatkan pembentukan koloni hematopoetik pada sumsum tulang MDS secara invitro dan
meningkatkan jumlah sel secara invivo.

Sel punca hematopoetic pada MDS secara genetik tidak stabil dan rentan terjadi lesi genetik. Sekali
saja satu sel punca mengalami mutasi dominan terhadap pertumbuhan sel normal, sel tersebut akan
menunjukkan evolusi klonal untuk menjadi lebih rentan terhadap mutasi genetik multipel lebih
lanjut dan akhirnya berkembang menjadi leukemia. Kejadian genetik awal dari jalan panjang
pathogenesis MDS adalah suatu defek sel punca yang tidak diketahui, yang diikuti oleh instabilitas
kariotipe non-klonal. Pada sekitar setengah pasien , terjadi kelainan kariotipe klonal, yang terdeteksi
pada tingkat sel punca. Dengan mengungkapkan hilangnya heterozigositas (LOS) dan intasbilitas
mikrosatelit (MSI), marker-marker polimorfik mikrosatelit berguna untuk menilai status mismatch
repair DNA (MMR) dan gen-gen supresor tumor yang memulai siklus sel, jika keduanya kekurangan,
akan menimbulkan instabilitas genetik.

LOH menentukan kondisi homozigot dari area kromosomal yang berbeda dan menunjuk pada gen
supresor tumor yang tidak aktif, yang terletak dekat, yang mungkin terlibat dalam terjadinya
malignansi. MSI adalah adanya alel-alel mikrosatelit pada DNA yang neoplastik saat dibandingkan
dengan DNA dari jaringan yang tidak ganas pada individu yang sama. Itu merupakan tanda dari
pasien-pasien dengan kanker kolorektal non-poliposis herediter dan keganasan terkait sebagai
konsekuensi dari mesin MMR DNA yang mengalami kecacatan. MSI juga terdapat pada tumor-tumor
sporadic dan berbagai kelainan hematologis, menunjukkan bahwa kegagalan proofreading DNA
merupakan suatu mekanisme patogenetik yang umum pada perubahan neoplastik. Suatu instabilitas
genetik terkait penyakit merupakan dasar dari akumulasi dari mutasi somatic pada MDS.

Karena lebih dari 70% pasien dengan MDS memiliki abnormalitas sitogenetik klonal, studi-studi
sitogenetik memainkan peran dalam menentukan konsep dari MDS primer dan MDS terkait-terapi,
yang akan mengembangkan diagnosis, evaluasi, dan prognosis untuk harapan hidup dan perubahan
menjadi AML dan akan mendekati dasar molekuler penyakit.

Hilangnya lokus genetik menimbulkan suatu hipotesis bahwa MDS mungkin disebabkan oleh
inaktivasi dari gen supresor tumor. Berdasarkan model hipotesis ini, satu kopi gen dihapus oleh
delesi kromosaomal dan kopi lain diinaktivasi dengan mutasi titik, delesi kecil, atau hilangnya
ekspresi akibat metilasi regional.

Delesi

Kelainan kromosomal 5q- paling sering terjadi pada MDS dewasa dan terjadi pada lebih dari 20%
pasien. Beberapa gen yang mengkode faktor pertumbuhan dan reseptor hemopoetik adalah IL-3, IL-
4, IL-5, M-CSF (CSF-1), GM-CSF dan reseptor untuk M-CSF (CSF-1R), terletak pada lengan panjang dari
kromosom 5. Kehilangan homozigot dari beberapa gen ini dipertimbangkan sebagai mekanisme yang
mungkin dalam pathogenesis dari gangguan myeloid pada delesi 5q. IRF-1, suatu gen yang produk-
produknya memunculkan aktivitas anti-onkogenik, dipetakan pada 5q31.1. IRF-1 terletak antara IL-5
dan CDC25C dan sentrometrik terhadap IL-3 dan GM-CSF. Diantara gen-gen ini, IRF-1 dihapus pada
satu atau kedua alel oleh mekanisme loncat ekson yang dipercepat pada beberapa kasus MDS
dengan gangguan pada 5q31.

Suatu gen supresor tumor myeloid yang potensial, PIK3CG, baru-baru ini diidentifikasi pada 7q22.1
dan cenderung berlaku sebagai gen supresor tumor resesif pada MDS dengan monosomi 7. Pasien-
pasien dengan neurofibromatosis tipe 1 (NF1) membawa gen supresor tumor NF1, yang mengkode
neurofibromin, suatu protein yang mengaktivasi GTP-ase (GAP) untuk p21RAS. Anak dengan NF1
cenderung menjadi JMML dan kedua alel dari gen NF1 tidak aktif pada sel-sel leukemik pada pasien-
pasien dengan NF1. Mutasi gen NF1 terdeteksi pada sekitar 30% kasus JMML. Mutasi gen RAS atau
inaktivasi gen NF1 dianggap merupakan kejadian kritis pada perkembangan MDS dengan monosomi
7.

Suatu delesi kromosomal 20q dihubungkan dengan sekitar 5% dari MDS primer dan merujuk pada
prognosis yang lebih baik.

Translokasi

Penyatuan TEL (ETV6): suatu translokasi t (5;12) (q33;p13) adalah kelainan kromosomal rekuren
pada satu subgroup dari keganasan myeloid dengan gambaran baik kelainan mieloproliferatif dan
MDS. Konsekuensi molekuler dari t (5;12) adalah penyatuan antara gen reseptor dari faktor
pertumbuhan turunan platelet (PDGFR-) pada kromosom 5 dan gen mirim ETS, TEL (ETV6) pada
kromosom 12. Eosinofilia dan/atau monositosis pada sumsum tulang adalah gambaran morfologis
predominan pada MDS dengan t (5;12). Oligomerisasi dari TEL/PDGFR- melalui domain TEL HLH
memulai aktivasi konstitutif dari domain tirosin-kinase PDGFR- dan akhirnya perubahan seluler.
Imatinib mesilat (sebelumnya ST1571), yang secara khusus menghambat aktivitas kinase dari ABL
termasuk BCR/ABL), PDGFR- dan c-KIT dan nantinya menunjukkan efikasi pada pengelolaan dari
leukemia myeloid kronik dan tumor-tumor stromal gastrointestinal, juga menimbulkan respon kuat
pada pasien-pasien dengan penyakit mieloproliferatif kronik yang dihubungkan dengan TEL/ PDGFR-
pada dewasa. Gen TEL juga menyatu pada ARNT, MNI, EVI-1, dan ACS2 pada kasus-kasus MDS yang
membawa t (5;12) (q21;p13), t (12;22) (p13;q11), t (3;12) (q26;p13) dan t (5;12) (q31;13).

Penyatuan MLL: walaupun translokasi 11q23 yang paling khas seperti t(4;11) (q21;q23), t(9;11)
(q21;q23) dan t (11;19) (q23;p13.3) tidak ditemukan pada MDS primer, beberapa translokasi 11q23
termasuk t(11;19) (q23;p13.1) yang menimbulkan baik gen MLL/MEN (ELL) dan gen chimeric
MLL/CBP, terdeteksi pada MDS primer atau MDS terkait terapi.

Kelainan nukleoporin: gangguan kromosomal t (7;11) (p15;p15), t (2;11) (q31;p15), t (11;17) (p15;
q21) t (11;12) (p15;q13), t (11;20) (p15;q11) dan inv (p15q22) mengakibatkan pembentukan gen-gen
fusi NUP98/HOXA9, NUP98/HOXD13, NUP98/HOXB, NUP98/HOXC, NUP98/TOP1 dan NUP98/DDX10.
Hasil-hasil ini mengindikasikan bahwa NUP98 adalah target rekuren dapa leukemia terkait terapi dan
MDS.

Gen RAS: suatu mutasi N-ras pada MDS dihubungkan dengan periode harapan hidup yang singkat
dan meningkatnya kemungkinan terjadinya AML. Hal ini menunjukkan bahwa aktivasi onkogen N-ras
sebaiknya dihubungkan dengan transformasi leukemik minimal satu bagian pada pasien MDS.

FLT3: suatu duplikasi tandem internal dari gen manusia FLT3 ditemukan sebagai mutasi somatic
pada 15-20% AML dan 5% MDS. Kelainan ini merupakan kejadian genetik lanjut selama perjalanan
penyakit dan pasien-pasien dengan mutasi FLT3 cenderung memiliki prognosis yang buruk,
menunjukkan bahwa duplikasi tandem FLT3 dihubungkan dengan perubahan leukemik dari yang
sebelumnya MDS.

Mutasi-mutasi genetik

RAS adalah suatu komponen sinyal penting untuk proliferasi sel dan diaktivasi oleh reseptor tirosin-
kinase (RTK) yang distimulasi dengan ligan-ligan ekstrasel. Gen-gen RAS diaktivasi oleh mutasi titik
pada kodon 12, 13, aatau 61. Diantara gen RAS, mutasi pada gen N-ras adalah yang paling sering dan
dideteksi pada 20-30% leukemi pada manusia dan 10-15% kasus MDS. Suatu mutasi N-ras pada MDS
dihubungkan dengan harapan hidup yang singkat dan peningkatan kemungkinan terjadinya AML.

Gen-gen FLT3 mengkode tirosin kinase tipe reseptor yang terlibat dalam proliferaasi dan diferensiasi
dari sel-sel prekusor hematopoetik. Suatu duplikasi tandem internal dari gen FLT3 manusia
ditemukan sebagai mutasi somatic pada 15-20% AML dan 5% dari MDS dan dihubungkan dengan
prognosis yang lebih buruk.

Gen p53 adalah tanda dari gen-gen supresor tumor dan memainkan peran dalam perkembangan
leukemik MDS.

Gen inhibitor kinase tergantung siklin (CDKI) p15INK4B dan p16INK4A seringkali diinaktivasi oleh
gangguan genetik pada banyak tumor ganas dan telah ditunjukkan mempunyai aktivitas supresi
tumor. Gen p15INK4B adalah inhibitor dari CDK4 dan CDK6 yang ekspresinya dipicu oleh faktor
pertumbuhan perubahan (TGF). Walaupun perubahan genetik pada gen-gen ini terbatas pada
keganasan limfoid, dilaporkan bahwa inaktivasinya oleh metilasi aberan dari pulau-pulau 5CpG
terlibat dalam berbagai keganasan hematologi. Laporan-laporan baru menunjukkan adanya metilasi
dari promoter gen p15INK4B pada sel-sel leukemik dan telah diperlihatkan bahwa metilasi ini
mungkin penting untuk sel-sel leukemik untuk dapat lolos dari regulasi TGF. Metilasi p15INK4B
terjadi pada 30-50% kasus MDS dan berhubungan dengan persentase sel blas sumsum tulang, risiko
perkembangan penyakit menjadi AML dan prognosis yang buruk, menunjukkan bahwa metilasi
p15INK4B memainkan peran penting dalam pathogenesis MDS risiko tinggi dan berhubungan
dengan perubahan leukemik dari MDS. Hal ini menunjukkan bahwa proliferasi sel-sel leukemik
mungkin perlu lolos dari regulasi dari fase G1 pada siklus sel dan kemungkinan dari efek inhibisi
TGF.

Decitabine (5-aza-2-deoxycytidine) berlaku sebagai agen demetilasi kuat secara invitro. Secara
klinis, decitabine dosis rendah memperbaiki sitopenia termasuk induksi dari trilineage

Anda mungkin juga menyukai