PENDAHULUAN
18
dance," sometimes with candles attached to the plates), and the sad
love dance tari slendang ("scarf dance"). (Selain strata praMuslim dan Muslim, lapisan musik ketiga ditemukan di daerah
Minangkabau, terutama di sepanjang pantai; menggabungkan lagulagu Melayu sebagian kebarat-baratan yang disebut moderen lagu
Minang ("Minangkabau lagu yang modern"), set ke teks puitis dan
umumnya disertai oleh Biola (biola), gitar, Rabana, dan drum.
Mereka sering digunakan untuk mengiringi tarian, seperti tari lilin
bahagia, gay tari Piring ("piring" atau "tari piring," kadang-kadang
dengan lilin yang melekat pada piring), dan sedih tari tarian cinta
slendang ("syal tari").
Gerakan tari piring secara umum adalah dengan meletakkan dua buah
piring di atas dua telapak tangan yang kemudian diayun dan diikuti oleh gerakangerakan tangan dan kaki yang cepat, dan diselingi dentingan piring atau dentingan
dua cincin di jari penari terhadap piring yang dibawanya. Pada akhir tarian,
biasanya piring-piring yang dibawakan oleh para penari dilemparkan ke lantai dan
kemudian para penari akan menari di atas pecahan-pecahan piring tersebut. Tarian
ini diiringi oleh kelompok musik yang memainkan alat musik ritmis Talempong
dan alat musik melodis Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang
terdiri dari tiga sampai tujuh orang.
Tari piring juga merupakan bentuk yang merepresentasikan kebudayaan
Minangkabau secara luas dan juga bentuk interkoneksi dalam tubuh manusia,
setidaknya hal ini merunut pada pendapat Mason (2008:191) yang mengatakan
bahwa :
Tari Piring, an iconic dance of the Minangkabau people from
West Sumatera, as an example to demonstrate how these diverse
art forms can provide doorways into how the processes of the
embodied brain are intertwined with society, culture and the
environment. (Tari Piring, tari ikon masyarakat Minangkabau dari
Sumatera Barat, sebagai contoh untuk menunjukkan bagaimana
bentuk seni yang beragam ini dapat memberikan pintu ke
bagaimana proses otak diwujudkan terjalin dengan masyarakat,
19
20
21
1.2.1 Kebudayaan
Konsepsi mengenai kebudayaan diperlukan untuk melihat penelitian yang
dilakukan merupakan bagian dari penelitian kebudayaan, dengan fokus pada
bagian kebudayaan, yaitu kesenian yang secara khusus adalah seni tari.
Kesenian secara sederhana merupakan simbol ekspresi manusia yang
lazim disebut kebudayaan. Gambaran umum mengenai suatu kebudayaan selalu
dilekatkan terhadap proses kesenian, baik dalam bentuk materi maupun dalam
bentuk perilaku.Untuk dapat melihat kesenian dalam lingkup yang luas,
diperlukan adanya pemahaman mengenai kebudayaan sebagai akar dari kesenian
tersebut. Merunut pada lintasan sejarah yang mengungkapkan mengenai kaitan
antara kebudayaan dan kesenian, setidaknya dapat dilihat dari pendapat
Malinowski (1944:36) yang mengatakan kebudayaan sebagai :
It obviously is the integral whole consisting of implements and
consumers good, of constitutional charters for the various social
groupings, of human ideas and crafts, belief and customs.( Ini
jelas adalah seluruh integral yang terdiri dari alat-alat dan
konsumen yang baik, piagam konstitusional untuk berbagai
kelompok sosial, ide-ide manusia dan kerajinan, kepercayaan dan
adat istiadat).
Pendapat Malinowksi ini secara sederhana memberi pandangan mengenai
kebudayaan sebagai suatu kesatuan yang integral dan terdiri dari penerapan serta
penggunaan yang terdiri dari kelompok sosial, ide pemikiran, materi atau hasil
budaya, kepercayaan dan tradisi. Berdasarkan pendapat Malinowski tersebut
dapat dikatakan bahwa kesenian dan seni tari termasuk dalam bentuk ide
pemikiran, hasil budaya atau bentuk tari yang menentukan ekspresi kelompok
sosial, dalam hal ini masyarakat Minangkabau.
Kebudayaan yang dikonsepsikan sebagai kesatuan integral tersebut juga
22
telah dikemukakan oleh E.B Tylor (1871:1) dan diterjemahkan secara khusus
sebagai :
Culture or civilization, taken in its wide ethnographic sense, is
that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals,
law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man
as a member of society. (Budaya atau peradaban, diambil dalam
arti etnografis yang luas, adalah bahwa keseluruhan kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat, dan lain kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh oleh
manusia sebagai anggota masyarakat).
Kebudayaan menurut definisi E.B Tylor dipersepsikan sebagai bentuk
peradaban kompleks yang didalamnya memuat pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum dan kemampuan lain yang dibutuhkan seorang manusia dalam
kehidupannya.
Kutipan dari Hatcher (1999:1-2) mengatakan bahwa budaya lebih
berpengaruh dari seni, hal ini disebutkannya sebagai :
Culture in anthropological sense means much more than the arts;
it is conceived as the sum of all the learned, shared behavior of
human beings: how they make a living, produce things, organize
their societies, and use languange and other symbolic forms.
Culture is the distinctively human means of survival. Each and
every society has a more or less consistent way of life, a
culture.(Budaya dalam arti antropologis berarti lebih dari seni; itu
dipahami sebagai jumlah dari semua dipelajari, berbagi perilaku
manusia: bagaimana mereka mencari nafkah, menghasilkan hal-hal,
mengatur masyarakat mereka, dan menggunakan bahasa dan
bentuk simbolis lainnya. Budaya adalah cara khas manusia untuk
bertahan hidup. Masing-masing dan setiap masyarakat memiliki
cara yang lebih atau kurang konsisten dari kehidupan, budaya).
Pendapat mengenai kebudayaan tersebut dalam konteks ini dilihat sebagai
suatu usaha penjelasan secara keseluruhan mengenai fokus perhatian yang
meliputi beragam aspek dalam kehidupan masyarakat dan kesenian.
23
1.2.2. Kesenian
Salah satu bentuk kesenian tradisional adalah tarian, tarian secara
sederhana merupakan salah satu bentuk ekspresi manusia yang turut membawa
nilai kebudayaan yang melingkupinya, tarian dapat juga dapat diartikan sebagai
gerak berkesinambungan yang mewakili suatu nilai tertentu, hal ini juga terdapat
dalam tarian piring yang lazim disebut dengan tari piring.
Untuk memahami kesenian, maka definisi atas seni diperlukan agar
kesenian yang dimaksudkan dalam penelitian ini sesuai dengan konsepsi kesenian
itu sendiri. Pendapat Hatcher (1999:1) mendeskripsikan seni sebagai :
Art is something that human beings do in a great many ways, for
a great many reasons, and if one is curious about art or about
people it is natural to ask questions about the whole process and
the whole background or context of an art style. (Seni adalah
sesuatu yang manusia lakukan dalam banyak cara yang besar,
untuk banyak alasan yang besar, dan jika ada yang ingin tahu
tentang seni atau tentang orang-orang adalah wajar untuk bertanya
tentang seluruh proses dan seluruh latarbelakang atau konteks gaya
seni).
Sebagai proses memahami seni dalam kehidupan masa kini yang
melebarkan definisi seni dari seni tradisi hingga seni modern, hal ini
didesksripsikan oleh Hatcher (1999:8) sebagai :
In studying the art of a particular culture it would be ideal if we
could determine the way the people themselves distinguish artistic
work from the purrely utilitarian ... In actual modern usage, the
word art is no longer limited to sculpture and painting,
happenings, and whatever, so that the narrow definitions of the
past do not limit the cross-cultural view as they once did.( Dalam
mempelajari seni budaya tertentu akan ideal jika kita bisa
menentukan cara masyarakat sendiri membedakan karya artistik
dari purrely utilitarian ... Dalam penggunaan modern yang
sebenarnya, kata "seni" tidak lagi terbatas pada patung dan lukisan,
kejadian, dan apa pun, sehingga definisi sempit masa lalu tidak
membatasi pandangan lintas-budaya seperti yang pernah mereka
lakukan).
24
with style and with artistry. Here, we must shift from a codified to a
metaphorical vocaboluary. Style implies individual choices about
interpretation. We may speak of style in two ways. First, we can
identify style in the sense of those choices that make an individual
performer immediately recognizable. Second, we can speak of style
that tries to carry out the intention of the creator so that the
performer become simply the medium, although by no means a
passive one. (Pertunjukan menunjukkan tingkat kompetensi
tertentu. Apa yang terjadi antara kompetensi teknis dan interpretasi
harus dilakukan dengan gaya dan dengan kesenian. Di sini, kita
harus beralih dari kodifikasi ke kosakata penggambaran. gaya
menunjukkan pilihan individu tentang interpretasi. Kita mungkin
berbicara tentang gaya dalam dua cara. Pertama, kita dapat
mengidentifikasi gaya dalam arti dari pilihan-pilihan yang
membuat seorang pemain individu segera dikenali. Kedua, kita
dapat berbicara tentang gaya yang mencoba untuk melaksanakan
niat pencipta sehingga pelaku menjadi hanya media, meskipun
tidak berarti pasif).
Selanjutnya, selain bentuk usaha interpretasi dari pertunjukan seni juga
terdapat fungsi dari usaha interpretasi pertunjukan seni yang dikemukakan Royce
(2004:9) bahwa :
All performing arts share this interpretive function. Dances
interpret choreographers, musicians interpret composer, actors
interpret dramatists, or, in the case of the commedia dell'arte,
actors interpret commonly understood plots and stories adding the
spice of political satire. (Semua seni pertunjukan membagi fungsi
penafsiran ini. Tarian menginterpretasikan koreografer, musisi
menginterpretasikan
komposer,
aktor
menginterpretasikan
dramawan, atau, dalam kasus komedi dell'arte, aktor
menginterpretasikan plot umum dipahami dan cerita menambahkan
bumbu sindiran politik).
Menurut Saifudin (2005 : 289) Simbol adalah objek, kejadian, bunyi
bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia. Bentuk
primer dari simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa. Tetapi manusia juga
berkomunikasi dengan menggunakan tanda dan simbol dalam lukisan, tarian,
musik, arsitektur, mimik wajah, gerak-gerik, postur tubuh, perhiasan, pakaian,
ritus, agama, kekerabatan, nasionalitas, tata ruang, pemilikan barang, dan banyak
26
lagi lainnya. Dalam hal ini penulis akan melihat simbol-simbol melalui gerakangerakan pada tari piring, pakaian yang digunakan, serta musik yang dilantunkan
pada tari piring.
Brunner (1986:23) mengatakan bahwa kegiatan seni memerlukan
pertunjukan sebagai suatu bentuk usaha evaluasi terhadap kegiatan tersebut dan
juga sebagai bentuk penyampaian atau komunikasi kepada masyarakat lainnya.
1.2.4. Globalisasi dan Perubahan
Globalisasi adalah suatu kata yang lazim dipergunakan saat ini untuk
mengatakan bentuk perubahan yang terjadi dalam hal menjadikan suatu budaya
menjadi mendunia, atau dengan kata lain globalisasi adalah bentuk budaya yang
dapat diterima secara umum didunia.
Proses menuju global atau mendunia, setidaknya harus memenuhi
beberapa unsur yang disebutkan oleh Appadurai (1996:33), yaitu :1. ethnoscapes,
2. mediascapes, 3. technoscapes, 4. financescapes dan 5. ideoscapes. Sehingga
dalam hal ini suatu hal menjadi bentuk global ketika telah mencapai cakupan etno,
media, teknik, keuangan dan ideologi.
Dalam skala yang kecil, proses globalisasi setidaknya dapat ditandai
dengan adanya usaha perpindahan masyarakat atau migrasi dari suatu wilayah
menuju wilayah lain dan turut membawa serta nilai adat budayanya, proses
perpindahan tersebut juga melakukan usaha penyesuaian nilai adat budaya pada
daerah setempat.
Rodriguez (2007:4) menyatakan bahwa :
there is a tight relationship between the symbolic dimension of
27
penelitian,
metode
penelitian
sistematika
penilisan
dan
pengalaman penelitian.
BAB III berisi jawaban dari rumusan masalah peneliti yakni tentang
sejarah tari piring, makna gerak tari piring, fungsi dan penggunaan pada
tari piring serta musik, pakaian dan peralatan pada tari piring.
BAB V berisi kesimpulan dari hasil semua BAB yang berisi keseluruhan
hasil penelitian dan saran penelitian.
31
melakukan aktivitas yaitu ikut mempelajari gerakan tari pada tari piring, . Tujuan
penulis melakukan observasi partisipasi ini adalah untuk dapat mendekatkan diri
lebih dalam pada objek penelitian sehingga data yang didapat menjadi lebih detail.
Penulis mengamati bagaimana cara koreografer menciptakan gerak tari
pada Tari Piring, penulis juga mengamati bagaimana proses belajar mengajar tari
di sanggar tari Tri Arga, sanggar tari BM3 dan sanggar Latansa.
34
komodifikasi dari tari piring golek yang dulu ia pelajari di ASKI Padang Panjang.
Bang Is juga menyarankan penulis untuk datang ke BM3 (Badan Musyawarah
Masyarakat Minang) untuk melihat bagaimana bentuk tari piring yang
menurutnya masih tradisi.
Selanjutnya penulis pergi ke BM3 untuk melihat bagaimana bentuk tari
piring yang diceritakan oleh bang Is. Penulis mendatangi BM3 pada siang hari,
akan tetapi keadaan disana sangat sepi dan tidak ada kegiatan tari-menari, yang
ada hanya petugas kebersihan yang sedang menyapu halaman BM3. Kemudian
penulis bertanya adakah kegiatan tari menari disini ?, lalu ia menjawab bahwa
ia tidak tahu apa-apa dan menyarankan penulis untuk menghubungi pengelola
BM3 dan memberikan nomer handphone pengelola tersebut.
Penulis kemudian menghubungi Pak Mayunas yang merupakan pengelola
kelompok tari yang ada di BM3. Melalui Pak Mayunas penulis mendapatkan
informasi bahwa kelompok tari di BM3 yang masih aktif ada 2 kelompok, yaitu
Tuah Sakato dan IKSA (Ikatan Kesenian Sri Antokan). IKSA latihan menari pada
setiap hari Rabu jam 9 malam, sedangkan Tuah Sakato latihan menari pada setiap
hari Kamis jam 9 malam.
Berbekalkan informasi yang diberikan Pak Mayunas, penulis kembali
mendatangi BM3 pada hari Rabu tepat jam 9 malam, penulis membawa teman
untuk menemani yaitu Bang Rholand dikarenakan penulis tidak berani keluar
malam jika sendirian. Pada malam itu yang lagi latihan ialah IKSA, pertama
sekali penulis hanya mengamati anggota-anggota IKSA latihan. Mereka
menarikan beberapa jenis tarian Minangkabau yaitu : tari randai, tari
36
persembahan, tari galombang, dan tari rantak. Akan tetapi penulis belum melihat
mereka menarikan tari piring, penulis terus menunggu hingga waktu menunjukkan
jam setengah 12 malam mereka baru menarikan tari piring diakhir latihan mereka.
Setelah latihan penulis mendatangi pelatih tari di IKSA yaitu Henriri. Penulis
mulai menanyakan mengenai kelompok tari mereka dan tari piring. Penulis pun
menjelaskan maksud penulis datang kesana dan menanyakan izin untuk belajar
tari piring disana. Hendri pun menyetujuinya dan mempersilahkan penulis untuk
datang pada latihan minggu depannya.
Keesokan harinya pada hari Kamis tepat jam 9 malam penulis datang lagi
ke BM3 untuk melihat latihan tari kelompok tari Tuah Sakato. Disana penulis
melihat tari-tarian yang ditarikan kelompok Tuah Sakato sama dengan IKSA,
bedanya tari piring tidak ditarikan di akhir latihan. Oleh karena itu penulis
memutuskan untuk melakukan penelitian pada kelompok tari IKSA saja.
Kemudian minggu depannya penulis datang lagi ke IKSA, mereka
menarikan tari piring golek, menurut ketua IKSA yaitu Pak Nazar tari piring golek
ia pelajari di ASKI Padang Panjang dan menurutnya tari piring golek ini masih
tradisi. Pada penelitian ini, penulis mempelajari 2 jenis yaitu : tari piring Lenggok
Si Anak Dagang sebagai hasil komodifikasi (sanggar Tri Arga) dan tari piring
golek (IKSA di BM3) sebagai bentuk tari piring yang masih tradisi. Sejauh ini
tidak ada kesulitan yang serius dalam melakukan penelitian ini, hanya saja
terkadang orangtua penulis cemas dikarenakan penulis selalu pulang malam
setelah penelitian jam latihan IKSA yang terlampau malam.
37