Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

CANDI BOROBUDUR

DISUSUN OLEH :
NAMA : BAMBANG DWI HANDOKO
KELAS : VIIB

MATA PELAJARAN : B. INDONESIA


GURU BIDANG STUDY : FILENTRA DIHUSFITAL, S.Pd

SMP NEGERI 49 KERINCI

KABUPATEN KERINCI, PROVINSI JAMBI


TAHUN AJARAN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa pula penyusun mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkonstribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penyusun, penyusun yakin
masih banyak kekurangan dalam malakah ini. Oleh karena itu penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangaun dari pembaca demi kesimpulan
makalah ini.

Kayu Aro, September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 3
A. Sejarah Candi Borobudur.................................................................................... 3
B. Arsitektur Candi Borobudur............................................................................... 4
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 8
A. Kesimpulan......................................................................................................... 8
B. Saran................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang,
Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat
daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut
Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha
Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu
monumen Buddha terbesar di dunia.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya
terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief
dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha
terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus
memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang
yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai
sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda
dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci
untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk
menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan
kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur
memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah
jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah
dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa
nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam
perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan
menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan
pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring
melemahnya pengaruh Kerajaan Hindu-Buddha di Jawa serta mulai masuknya
pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan
1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur
Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian
upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun
1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO,
kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun
umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di
Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur
adalah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah Candi Borobudur?
2. Bagaimana bentuk arsitektur Candi Borobudur?
3. Bagaimana bentuk relief Candi Borobudur?
4. Bagaimana bentuk arca Buda di Candi Borobudur?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Candi Borobudur


Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun
Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan
perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga
dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9.
Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai
dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di
Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan
Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 – 100 tahun lebih dan benar-benar
dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa
kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut
agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti
Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa.
Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran
Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya
memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di
perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mi) sebelah timur dari
Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir
bersamaan dengan candi-candi di dataran Prambanan, meskipun demikian
Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih
awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha termasuk Borobudur saat itu dimungkinkan
karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha
untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya,
Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha),
untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk
memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan
berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada
masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai
konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan
mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi
diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu wangsa
Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa yang
kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan
Ratu Boko.
Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi
megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban
wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra,
akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan
yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat
dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.

B. Arsitektur Candi Borobudur


Borobudur merupakan mahakarya seni rupa Buddha Indonesia, sebagai contoh
puncak pencapaian keselarasan teknik arsitektur dan estetika seni rupa Buddha di
Jawa. Bangunan ini diilhami gagasan dharma dari India, antara lain stupa, dan
mandala, tetapi dipercaya juga merupakan kelanjutan unsur lokal; struktur megalitik
punden berundak atau piramida bertingkat yang ditemukan dari periode prasejarah
Indonesia. Sebagai perpaduan antara pemujaan leluhur asli Indonesia dan perjuangan
mencapai Nirwana dalam ajaran Buddha.
1. Konsep rancang bangun
Pada hakikatnya Borobudur adalah sebuah stupa yang bila dilihat dari atas
membentuk pola Mandala besar. Mandala adalah pola rumit yang tersusun atas
bujursangkar dan lingkaran konsentris yang melambangkan kosmos atau alam
semesta yang lazim ditemukan dalam Buddha aliran Wajrayana-Mahayana.
Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat
mazhab Mahayana yang secara bersamaan menggambarkan kosmologi yaitu
konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha.
Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan
Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.
Dasar denah bujur sangkar berukuran 123 meter (404 ft) pada tiap sisinya.
Bangunan ini memiliki sembilan teras, enam teras terbawah berbentuk bujur
sangkar dan tiga teras teratas berbentuk lingkaran.
Pada tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di
kaki Borobudur. Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160 di antaranya
adalah berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief panel ini terdapat ukiran
aksara yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam
gambar relief. Kaki asli ini tertutup oleh penambahan struktur batu yang
membentuk pelataran yang cukup luas, fungsi sesungguhnya masih menjadi
misteri. Awalnya diduga bahwa penambahan kaki ini untuk mencegah
kelongsoran monumen. Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini
disebabkan kesalahan perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu
Sastra, kitab India mengenai arsitektur dan tata kota. Apapun alasan
penambahan kaki ini, penambahan dan pembuatan kaki tambahan ini dilakukan
dengan teliti dengan mempertimbangkan alasan keagamaan, estetik, dan teknis.
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:
a. Kamadhatu
b. Rupadhatu
c. Arupadhatu
2. Struktur bangunan
Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan
tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini dipotong dalam
ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan
semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem
interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa
perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang yang tepat dan
muat satu sama lain, serta bentuk “ekor merpati” yang mengunci dua blok batu.
Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah
dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100
pancuran dipasang di setiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik
berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak
dibangun di atas permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik
pembangunannya serupa dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak
memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-
lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding
mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun
Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat
Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke
arah kanan. Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah
stupa, daripada kuil atau candi. Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan
suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang
penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih
berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit dari monumen ini
menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat
peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-
tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang
merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama
Gunadharma, sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini. Namanya
lebih berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti
bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai
perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring.
Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring
berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi
dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang
wajah manusia antara ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak
jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan
dikembangkan sepenuhnya. Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit
berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian
pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di
monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi
yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan
Borobudur. Rasio matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi
Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan
tala memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi. Hal
yang sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan
puncak. Dasar berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 meter
(13 ft). Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin
mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 meter (23 ft) dari ujung dasar
teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 meter (6.6 ft), menyisakan lorong sempit
pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan
menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat
stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35
meter (115 ft) dari permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra
(payung susun tiga) yang kini dilepas adalah 42 meter (138 ft).
Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata angin yang
membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian
gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu gerbang dihiasi
ukiran Kala pada puncak tengah lowong pintu dan ukiran makara yang menonjol
di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur pintu candi
di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal untuk membaca
kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan tangga pada lereng bukit
yang menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu
monumen Buddha terbesar di dunia. Pembangunan candi-candi Buddha termasuk
Borobudur saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran
memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk
menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan
kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi
Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana
disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.
Borobudur merupakan mahakarya seni rupa Buddha Indonesia, sebagai contoh
puncak pencapaian keselarasan teknik arsitektur dan estetika seni rupa Buddha di
Jawa. Bangunan ini diilhami gagasan dharma dari India, antara lain stupa, dan
mandala, tetapi dipercaya juga merupakan kelanjutan unsur lokal; struktur megalitik
punden berundak atau piramida bertingkat yang ditemukan dari periode prasejarah
Indonesia.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik
bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta
menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur tak
ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa
kuno.

B. Saran
Lestarikan dan kembangkan potensi warisan budaya agar Candi Borobudur yang
sebagai peninggalan bersejarah yang tak ternilai harganya ini mampu
memaksimalkan potensi. Sebaiknya upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk
menjaga dan melestarikan Candi Borobudur tersebut tetap menjadi daya tarik
terutama dari segi kepariwisataan, arkeologi dan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Anomi. (1983). Pariwisata Jawa Tengah. Semarang: Dinas Pariwisata Jawa Tengah.

Moertjipto. (1993). Borobudur, Pawon, dan Mendut. Yogyakarta: Kanisus.

Soedirman. (1980). Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia. Yogyakarta: Pustaka Jaya.

Soeharsono. (1969). Petunjuk Singkat untuk Bangunan Suci Borobudur. Yogjakarta:


Taman Siswa Yogyakarta.

Soekmono. (1978). Candi Borobudur – Pusaka Budaya Umat Manusia. Jakarta: Pustaka


Jaya.

Soetarno, R. (1994). Borobudur Selayang Padang. Solo: Tiga Serangkai.

Widya, Dharma. (2000). Riwayat Hidup Sang Budha Gautama. Jakarta: Yayasan Dana
Pendidikan Budhis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur

Anda mungkin juga menyukai