Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

LAPORAN KARYAWISATA
KE
KERATON YOGYAKARTA

Di Buat Oleh :

Nama : ALLYA REVALINA

Kelas : 93

Mts Al-Islamiyah

Jl. Raden Fatah No.36 Sudimara Barat

Ciledug Kota Tangerang 15151 Tahun Ajaran 2022/2023


DAFTAR ISI
KATA PENGANTARA
BAB 1 PENDAHULUAN
- Latar belakang
- Perumusan masalah
BAB 2 PEMBAHASAN
- keraton jogyakarta
- sejarah keraton jogyakarta
- struktur bangunan keraton jogyakarta
BAB 3 PENUTUP
- kesimpulan
- saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Istimewa Jogjakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Yogyakarta, merupakan kota yang
terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya, seperti keraton. Keraton Yogyakarta didirikan oleh
Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca perjanjian Giyanti di tahun 1755. Keraton sebagai
pionir Yogyakarta mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi budaya masyarakat Jawa di
Yogyakarta dan merupakan bagian dari sejarah hidup dan tradisi masyarakat Jawa. Digunakan selain
sebagai rumah sultan juga untuk acara kebudayaan dan upacara penting Keraton Yogyakarta.

Masyarakat percaya bahwa keraton merupakan referensi budaya mereka. Dengan fungsi yang terbatas
pada sektor informal namun keraton Yogyakarta tetap memiliki kharisma tersendiri di lingkungan
masyarakat Jawa khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa studi yang dilakukan
pada tahun 1990 menunjukkan bahwa kesetiaan masyarakat kepada keraton sangat tinggi. Pengaruh
tersebut makin meluas semenjak raja dapat menggabungkan kepemimpinan yang karismatik dengan
kepemimpinan yang rasional dan modern.

Salah seorang raja tersebut adalah Sultan Hamengku Buwono IX. Ia adalah figur yang menonjol pada
masa perjuangan saat mendirikan Republik Indonesia. Hubungan erat antara masyarakat Yogyakarta dan
keraton tampak nyata dalam kesenian, ritual, dan upacara adat mereka. Misalnya pada pernikahan
tradisional, pengantin pria dan wanita boleh mengenakan pakaian keluarga kerajaan yang disebut
‘basahan’. Dahulu hanya keluarga kerajaan yang boleh memakai pakaian tersebut. Meski dengan
modernisasi yang dialami Yogyakarta namun Keraton Yogyakarta tetap dihormati masyarakatnya.
Bahkan hingga kini sultan masih dianggap sebagai kepala budaya di Yogyakarta dan sangat dicintai oleh
rakyatnya.

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Keraton Yogyakarta?

2. Bagaimana bentuk bangunan Keraton Yogyakarta ?

3. Apa saja fungsi dari Keraton Yogyakarta ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian kegiatan ini antara lain :

1. Untuk mengetahui sejarah Keraton Yogyakarta

2. Mengetahui bentuk bangunan Keraton Yogyakarta.

3. Mengetahui fungsi dari Keraton Yogyakarta ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Keraton Yogyakarta

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada
tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah
tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga
merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum
yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa,
replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh
arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun
yang luas.

Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian
Giyanti di tahun1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama
Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram
(Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan diImogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton
merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum
menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang
yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten sleman.

Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung
Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan,
Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu
Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-
benda kuno dan bersejarah.

B. Sejarah Keraton Yogyakarta

Kesultanan Yogyakarta bernama asli Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah negara dependen
yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan
menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk Kerajaan Belanda bersama-sama
negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. Berikut sejarah singkat kesultanan yogya

Perjanjian antara kesultanan Yogyakarta dengan Belanda dimulai pada saat ditandatanganinya
Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) antara Pangeran Mangkubumi dan VOC di bawah Gubernur-Jendral
Jacob Mossel, maka Kerajaan Mataram dibagi dua.

Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I dan berkuasa
atas setengah daerah Kerajaan Mataram. Sementara itu Sunan Paku Buwono III tetap berkuasa atas
setengah daerah lainnya dengan nama baru Kasunanan Surakarta.

Sultan Hamengkubuwana I kemudian segera membuat ibukota kerajaan beserta istananya yang baru
dengan membuka daerah baru (jawa: babat alas) di Hutan Paberingan yang terletak antara aliran Sungai
Winongo dan Sungai Code. Ibukota berikut istananya tersebut tersebut dinamakan Ngayogyakarta
Hadiningrat yang sekrang lebih dikenal Yogyakarta dan landscape utama berhasil diselesaikan pada
tanggal 7 Oktober 1756.

Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik 1940
Wikisource-logo.svg (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang
dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk.

Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII
mengirim kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kesultanan Yogyakarta dan Daerah
Paku Alaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu,
mewujudkan sebuah Daerah Istimewa Yogyakarta yang bersifat kerajaan. Sultan Hamengku Buwono IX
dan Sri Paduka Paku Alam VIII kemudian menjadi Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah
Istimewa dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bersama-sama
dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama
Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berdara pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
1950.

C. Struktur Bangunan Keraton Yogyakarta

Keraton Yogya terletak di sebuah kompleks luas yang terbagi dalam beberapa bagian. Secara garis besar
bangunan Keraton Yogya dapat dibagi menjadi tiga bagian utama dengan kompleks dan bangunan di
dalamnya.

1. Kompleks Depan
Dalam bagian kompleks depan Keraton, terdapat beberapa pembagian wilayah dan bangunan yaitu:

1) Gladhag-Pangurakan

Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton dari arah utara merupakan gerbang berlapis
yaitu Gapura Gladhag dan Gapura Pengurakan. Gapura Gladhag dahulu tedapat di ujung utara Jalan
Trikora (di antara Kantor Pos Besar dan Bank BNI 46) namun saat ini sudah tidak ada lagi. Smentara di
sebelah selatannya terdapat Gapura Pangurakan Njawi yang saat ini menjadi gerbang pertama yang
dilewati bila masuk ke Keraton dari sisi utara.

2) Alun-Alun Lor (Alun-Alun Utara)

Alun-alun Utara adalah lapanan berumput yang terletak di sisi utara Keraton Yogya. Pinggiran alun-alun
ditanami dengan pohon beringin dan secara khusus di tengah alun-alun terdapat dua pohon beringin
bernama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru.

Pada zaman dahulu hanya Sultan dan Pepatih Dalem yang boleh berjalan di antara kedua pohon
beringin yang dipagari ini. Tempat ini juga menjadi lokasi rakyat bertatap muka berkumpul untuk
menyampaikan aspirasinya kepada Sultan saat terjadinya Pisowanan Agung.

2. Kompleks Inti

1) Kompleks Pagelaran

Bangunan utama dari bagian ini adalah Bangsal Pagelaran, atau dikenal pula sebagai Tratag Rambat.
Zaman dahulu bagian ini digunakan sebagai tempat di mana punggawa kesultanan menghadap Sultan
dalam upacara resmi. Saat ini tempat ini masih digunakan untuk upacara adat keraton, namun juga
dimanfaatkan untuk acara-acara pariwisata dan religi.

Teradapat pula sepasang Bangsal Pemandengan yang terltak di sisi sebelah timur dan barat dari
Pagelaran. Dahulu Bangsal Pemandengan digunakan Sultan untuk menyaksikan latihan perang yang
dilakukan tentara kesultanan di Alun-alun Utara.

Di dalam sayap timur bagian selatan Pagelaran terdapat Bangsal Pengrawit. Bangsal ini digunakan oleh
Sultan sebagai tempat untuk melantik Pepatih Dalem. Saat ini sisi selatan dari kompleks Pagelaran
dihiasi dengan relief perjuangan Sultan HB I dan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini juga memiliki nilai
historis lain, yaitu sebagai bagian keraton yang digunakan sebagai tempat perintisan Universitas Gajah
Mada di mana para mahasiswa dahulu belajar sebelum kampus UGM yang sekarang di Bulak Sumur
dibangun.

2) Kompleks Siti Hinggil


Kompleks Siti Hinggil merupakan kompleks utama yang digunakan untuk menyelenggarakan upacara
resmi kesultanan, terutama bila terjadi pelantikan sultan baru. Kompleks ini terletak di sisi selatan
Pagelaran. Pada 19 Desember 1949 di kompleks ini dilaksanakan peresmian Universitas Gajah mada.
Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya menggunakan dua jenjang untuk naik di sisi
utara dan selatannya.

Di kompleks Siti Hinggil ini terdapat beberapa bangunan yaitu:

a) dua Bangsal Pacikeran yang digunakan abdi dalem mertolulut dan Singonegoro sampai sekitar
tahun 1926.

b) bangunan Tarub Agung yang berbentuk kanopi persegi dengan empat tiang. Tempat ini befungsi
untuk tempat singga sejenak para pembesar menunggu romongannya masuk ke dalam istana

c) Bangsal Kori, yaitu tempat yang digunakan para abdi dalem Kori dan abdi dalem Jaksa untuk
menyampaikan aspirasi rakyat kepada Sultan.

d) Bangsal Manguntur Tangkil, terletak di tengah-tengah Siti Hinggil. Bangunan ini merupakan tempat
Sultan duduk di atas singgasananya saat acara-acara resmi kerajaan spert pelantikan Sultan maupun
Pisowanan Agung.

e) Bangsal Witono, digunakan untuk menyimpan lambang-lambang serta pusaka kerajaan pada saat
ada acara resmi kerajaan

f) Bale Bang sebagai tempat penyimpanan Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga WIlaga.

g) Bale Angun-angun, sebagai tempat penyimpanan tombak KK Suro Angun-Angun

3) Kamandhungan Lor

Di bagian selatan dari Siti Hinggil terdapat sebuah lorong yang mebujur dari timur-barat. Pada bagian
selatan dinding lorong tersebut terdapat sebuah gerbang besar bernama Regol Brojonolo yang
menghubungkan Siti HInggil dengan Kamandhungan. Di sebelah timur dan barat dari sisi selatan gerbang
terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka saat ada acara resmi kerajaan.

Untuk memasuki kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-hari bisa melalui
Gapura Keben di sisi barat dan timur kompleks Kamandhungan Lor yang menjadi penghubung ke
Rotowijayan dan Kemitbumen. Kompleks Kamandhungan Lor sering juga disebut Keben karena banyak
pohon keben di halamannya. Di bagian tengah halaman, sebagai bangunan utama di kompleks ini,
berdirilah Bangsal Ponconiti. Sampai dengan 1812, bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara yang
secara langsung dipimpin oleh Sultan dalam proses pengadilannya. Ada pula yang mengatakan
digunakan utuk mengadili perkara terkait keluarga kerajaan. Saat ini bangsal tersebut digunakan untuk
acara adat seperti sekaten atau garebeg. Di selatan Ponconiti terdapat kanopi besar untuk menurunkan
tamu dari kendaraan mereka. Kanopi ini bernama Bale Antiwahana.

4) Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti berada di sebelah selatan Kamandhungan Lor dan dihubungkan dengan Regol Sri
Manganti. Bangunan yang terdapat di kompleks ini yaitu:

a) Pada sisi barat kompleks terdapat Bangsal Si Manganti yang dahulu digunakan untuk menerima
tamu penting kerjaan. Saat ini bangsal ini digunakan untuk menyimpan beberapa pusaka keraton berupa
gamelan dan juga untuk kepentingan wisata keraton

b) Bangsal Traju Mas, terletak di sisi timur, dahulu merupaan tempat pejabat kerjaan mendampingi
Sultan saat menyambut tamu. Saat ini digunakan untuk menempatkan pusaka berupa tandu dan meja
hias

c) Di sebelah timur bangsal terdapat dua meriam buatan Sultan HB II yang mengapit sebuah prasasti
berbahasa Cina. Di sebelah timurnya terdapat Gedhong Parentah Hageng Karaton, yaitu gedung
administrasi tinggi istana. Terdapat pula beberapa bangunan lainnya seperti Pecaosan Jaksa, Pecaosan
Prajurit, dan lain-lain.

5) Kedhaton

Dari sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkannya denan
kopleks Kedhaton. Kompleks Kedhaton merupakan bagian inti dari keseluruhan bangunan Keraton.
Kompleks ini dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman yaitu:

a) Pelataran Kedhaton yang merupakan tempat tinggal Sultan. Pada bagian ini terdapat Bangsal
Kencono yang merupakan balairung utama istana. Bangsal ini berfungsi untuk tempat pelaksanaan
berbagai upacara khusus keluarga kerajaan. Terdapat pula Tratag Bangsa Kencana yang dulu digunakan
sebagai tempat latihan tari; Ndalem Ageng Proboyakso sebagai pusat dari istana secara keseluruhan
yang menjadi tempat disimpannya pusaka kerajaan, tahta sultan, serta lambang-lambang kerajaan
lainnya; Gedhong Kenen sebagai tempat tinggal resmi Sultan yang bertahta; Gedhong Purworetno
sebagai kantor resmi sultan; Bangsal Manis sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan dan tempat
membersihkan pusaka pada bulan Suro; serta masih ada banyak bangsal dan gedhong lainnya.

b) Keputren yang merupakan tempat tinggal istri dan para putri Sultan, secara khusus bagi putri
Sultan yang belum menikah. Sejak dahulu sampai sekarang tempat ini selalu tetutup untuk umum.

c) Kesatriyan yang merupakan tempat tinggal para putra Sultan, terutama yang belum menikah. Di
dalamnya terdapat Pendapa Kesatriyan, Gedhong Prignggadani, dan Gedhong Srikaton. Saat ini tempat
ini sering digunakan untuk menyelenggarakan acara-acara pariwisata.

6) Kamagangan

Menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kamagangan. Pada gerbang ini terdapat patung
dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Kompleks ini dahulu
digunakan untuk penerimaan calon abdi dalem, tempat berlatih, tempat ujian, dan apel kesetiaan para
abdi dalem yang masih magang. Dalam kompleks ini terdapat beberapa bagian yaitu:
a) Bangsal Magangan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, yaitu pertunjukan wayang kulit yang
menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton

b) Pawon Ageng yang merupakan dapur istana, terdiri dari Sekul Langgen di timur dan Pawon Ageng
Gebulen di barat

c) Panti Pareden, tempat pembuatan gubungan menjelang upacara garebeg.

3. Kompleks Belakang

Kompleks belakang dari Keraton terdiri dari dua bagian yaitu:

1) Alun-Alun Kidul (Alun-alun Selatan)

Alun-alun Kidul sering disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari kata pengker yang berarti
belakang. Alun-alun ini dikelilingi tembok persegi dengan lima gapura, satu di selatan dan masing-
masing dua di timur dan barat. Berbeda dengan Alun-alun Utara, di Alun-alun Selatan hanya ada dua
pasang pohon beringin. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang dan sepasang lagi di
kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok. Dari gapura sisi selatan Alun-alun terdapat jalan
Gading yang menghubungkanya dengan Plengkung Nirbaya.

2) Plengkung Nirbaya

Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan dari poros utama Keraton. Tempat ini merupakan tempat
di mana Sultan HB I masuk ke Keraton Yogya untuk pertama kalinya saat terjadi pemindahan pusat
pemerintahan dari Kedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini menjadi rute keluar prosesi pemakaman
Sultan ke Imogiri. Oleh karena alasan inilah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang
sedang bertahta.

D. Potensi Kraton Yogyakarta

Kraton Yogyakarta merupakan tempat yang mengandung warisan kebudayan Nasional yang wajib
dilestarikan. Kraton Yogyakarta ini merupakan kerajaan yang masih eksis keberadaannya dalam
melaksanakan aktivitas pemerintahan kepada rakyatnya ditengah era modernisasi dan globalisasi yang
sedang meningkat ini. Kemenarikan bangunan Kraton Yogyakarta bukan hanya terletak pada sofistikasi
arsitektur Jawa, tetapi lebih-lebih pada kandungan nilai-nilai kultural-edukatif yang visualisasinya
nampak dalam simbol-simbol. Melalui bangunan kraton nilai-nilai luhur yang telah tersaring dari
berbagai rekaman sejarah dan budaya secara non-verbal divisualisasi dan disosialisasikan agar menjadi
sumber inspirasi yang tidak pernah kering bagi setiap generasi dalam memperjuangkan keluhuran
martabat manusia.
Nilai kebudayaan yang dimiliki oleh Kraton Yogjakarta sudah sepatutnya dikenal oleh orang banyak, baik
itu secara Nasional ataupun Internasional, sehingga akan menarik wisatawan mancanegara ataupun
domestik untuk datang dan mengunjungi Kraton Yogyakarta. Hal ini tentunya akan menjadi magnet
untuk bidang pariwisata di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Potensi Kraton Yogyakarta dalam
kepariwisataan tentunya sangat tinggi, bahkan rencananya Kraton Yogyakarta akan dijadikan BCB
(Bangunan Cagar Budaya) bertaraf Internasional, walaupun hal itu masih dalam tahap pengajuan.
Kepariwisataan di DIY khususnya untuk wisata ke Kraton Yogyakarta tentunya akan sangat potensial dan
menguntungkan banyak pihak, baik itu dari golongan atas seperti para pengusaha penginapan dan
pengrajin, maupun dari kalangan bawah yakni para penjual cindramata, oleh-oleh khas jogja dan lain-
lain.

Apabila Kraton Yogyakarta ini dimanfaatkan secara maksimal, misalnya dengan meningkatkan
infrastruktur dan prasarana, tentunya akan lebih banyak membuat wisatawan baik lokal maupun
mancanegara tertarik dan datang mengunjungi Kraton Yogyakarta ini. Dengan begitu, selain dapat
mempertahankan budaya Nasional, dari satu bidang kepariwisataan ini, DIY bisa mendapatkan
pendapatan lebih untuk daerahnya.

E. Fungsi Kraton Yogyakarta

Fungsi Kraton dibagi menjadi dua yaitu fungsi Kraton pada masa lalu dan fungsi Kraton pada masa kini.
Pertama- tama, kami akan menjelaskan mengenai fungsi Kraton pada masa lalu. Pada masa lalu keraton
berfungsi sebagai tempat tinggal para raja. Kraton didirikan pada tahun 1756, selain itu di bagian selatan
dari Kraton ini, terdapat komplek kesatriaan yang digunakan sebagai sekolah putra-putra sultan. Sekolah
mereka dipisahkan dari sekolah rakyat karena memang sudah merupakan aturan pada Kraton bahwa
putra- putra sultan tidak diperbolehkan bersekolah di sekolah yang sama dengan rakyat. Sementara itu,
fungsi Kraton pada masa kini adalah sebagai tempat wisata yang dapat dikunjungi oleh siapapun baik
turis domestik maupun mancanegara. Selain sebagai tempat untuk berwisata, tidak terlupakan pula
fungsi Kraton yang bertahan dari dulu sampai sekarang yaitu sebagai tempat tinggal Sultan.

Pada saat kita akan memasuki halaman kedua dari Kraton, terdapat gerbang dimana di depannya
terdapat dua buah arca. Setiap arca ini memiliki arti yang berlawanan. Arca yang berada di sebelah
kanan disebut Cingkorobolo yang melambangkan kebaikan, sementara itu arca yang terletak di sebelah
kiri disebut Boloupotu yang melambangkan kejahatan. Selain itu kami juga mendapatkan sedikit
informasi tentang Sultan Hamengku Buwono IX. Sultan ke IX dari Kraton Yogyakarta ini lahir pada
tanggal 12 April 1940 dan wafat dalam usianya yang ke 48 yaitu pada tanggal 3 Oktober 1988. Ia
memiliki berbagai macam hobi, diantaranya adalah menari, mendalang, memainkan wayang, dan yang
terakhir memotret. Sultan ini memiliki suatu semboyan yang terkenal yaitu, “ Tahta untuk rakyat”.

F. Manfaat Kraton Yogyakarta


1. Sebagai tempat tinggal Sultan dan lambang pusat pemerintahan Yogyakarta

Sejak Sultan HB I pindah ke Keraton pada tahun 1756, tempat ini memang difungsikan sebagai tempat
tinggal Sultan sekaligus pusat pemerintahan. Sultan sendiri bekerja di lingkungan Keraton dan dalam
kesempatan-kesempatan tertentu seperti misalnya saat Pisowanan Agung Sultan berinteraksi dengan
rakyatnya.

2. Sebagai tempat penyimpanan pusaka kerajaan

Keraton Yogya memiliki berbagai pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan gaib, seperti misalnya
gamelan, tombak, kereta, dan barang-barang lainnya. Barang-barang pusaka ini disimpan di berbagai
ruang di dalam Keraton dan secara berkala dibersihkan dan dicuci, biasanya menjelang bulan Suro setiap
tahunnya.

3. Sebagai tempat terjadinya beberapa peristiwa bersejarah Indonesia

Keraton Yogyakarta juga menjadi tempat terjadinya beberapa peristiwa bersejarah di Indonesia. Hal ini
bisa terjadi karena pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta sempat dijadikan ibu kota
sehingga Keraton pun dimanfaatkan dalam beberapa kesempatan. Contohnya adalah pemanfaatan
Kompleks Pagelaran sebagai cikal bakal Universitas Gadjah Mada dan pemanfaatan Siti Hinggil Lor
sebagai tempat pelantikan Soekarno menjadi presiden RIS pada 17 Desember 1949.

4. Sebagai objek wisata budaya

Keraton Yogyakarta saat ini juga telah menjadi salah satu objek wisata budaya paling popular di
Yogyakarta. Turis domestik maupun mancanegara memadati Keraton setiap hari libur. Keraton
Yogyakarta sendiri memanfaatkan hal ini dengan cara mengubah beberapa bagian Keraton menjadi
ruang pamer benda-benda bersejarah atau benda-benda budaya, menyelenggarakan pertunjukan seni,
membangun restoran dan toko cinderamata, serta mengorganisir tur bagi para turis. Meskipun
demikian, Keraton Yogyakarta tetap mempertahankan beberapa tradisi yang tidak dibiarkan
terpengaruh aktivitas pariwisata tersebut, misalnya sampai dengan saat ini kompleks Keputren masih
tertutup bagi umum, hanya boleh dimasuki oleh orang lingkungan dalam Keraton saja.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keraton Yogyakarta merupakan salah satu simbol utama dari Yogyakarta. Pembangunan Keraton
Yogyakarta sendiri tidaklah sembarangan tetapi diperhitungkan dengan matang dan dipengaruhi banyak
filosofi serta kepercayaan mitologis yang mencerminkan kuatnya tradisi masyarakat Yogyakarta. Keraton
juga menunjukkan kuatnya akulturasi antara tradisi Jawa tradisional dengan budaya Islam melalui
berbagai simbolisasi yang tersebar di banyak bagian kompleks Keraton.

Keraton Yogyakarta juga tidak hanya menjadi bangunan yang penting bagi keluarga kesultanan dan
masyarakat Yogya, namun juga memiliki peranan dalam sejarah nasional bangsa Indonesia.
Pemanfaatan Keraton Yogyakarta pada masa sekarang memang sudah sangat berkembang dan
mengalami berbagai perubahan. Salah satu yang paling mencolok adalah pembukaan Keraton sebagai
objek wisata. Meskipun demikian, di tengah arus modernisasi tersebut, Keraton masih dapat
mempertahankan tradisi kehidupan Keraton sehingga nilai-nilai kehidupan Keraton masih dapat
terpelihara dengan baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, saran kami adalah terus lestarikan Keraton Yogyakarta dengan cara
menjaga dan merawat bangunan dan tata ruang serta benda - benda peninggalan sultan-sultan. Karena
Keraton Yogyakarta ialah sebuah istana yang mengandung banyak arti, arti keagamaan, arti filsafat dan
arti kultural ( kebudayaan ). Yang masih menjunjung tinggi nilai

Anda mungkin juga menyukai