Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KUNJUNGAN KE KERATON

YOGYAKARTA

DISUSUN OLEH :

M. SYAHMA WIDYATAMA

X MIPA 3 / 16
A.   WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN KUNJUNGAN
Hari, tanggal      : Rabu, 21 Oktober 2015
Tempat               : Keraton Yogyakarta, Jl. Rotowijayan 1, Yogyakarta 55133
Jam                     : 09.00 WIB s.d selesai
Peserta               : Siswa kelas X SMA Negeri 7 Semarang

B.   KERATON YOGYAKARTA


1.    Sejarah Keraton Yogyakarta
          Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan
istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton adalah sebuah istana,
yang mengandung arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kebudayaan. Lokasi
Keraton adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati  yang
digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan
Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi Keraton
merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringin.
Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di
Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan
Gamping Kabupaten Sleman.
          Dalam buku “Arti Keraton Yogyakarta” karangan K.P.H Brongtodiningrat,
disebutkan bahwa Keraton terletak di tengah-tengah, tetapi daerah Keraton
membentang antara Sungai Code dan Sungai Winanga, dari utara ke selatan, dari
Tugu sampai Krapyak. Nama kampung-kampung jelas memberi bukti, misalnya
kampung Gandekan (tempat tinggal gandek-gandek/kurir), Wirobrajan (tempat
tinggal prajurit-prajurit wirobraja), serta Pasindenan (penyanyi-penyanyi Keraton).
Arsitek dari Keraton Yogyakarta adalah Sri Sultan Hamengku Buwono I. ketika
muda, beliau bergelar Pangeran Mangkubumi Sukowati. Keraton Yogyakarta
dibangun beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1756 atau pada tahun
Jawa 1682.
2.    Deskripsi Bagian-Bagian Keraton
          Dengan luas 14.000 meter persegi, Keraton Yogyakarta terdiri dari berbagai
bangunan, halaman dan lapangan. Kompleks Keraton dikelilingi tembok lebar yang
disebut beteng  yang terdapat bgang atau jalan untuk menyimpan senjata dan amunisi,
dan di keempat sudutnya terdapat bastion-bastion dengan lobang kecil untuk
mengintai musuh.dari luar beteng itu dikelilingi parit lebar dan dalam. Terdapat lima
buah plengkung atau pintu gerbang yang menghubungkan. Kompleks Keraton dari
utara ke selatan yaitu:
a)    Tugu
Simbol bersatunya kawula lan Gusti bersatunya hamba dan Tuhan
b)    Kepatihan
Lambang godaan akan kedudukan atau kepangkatan. Di tempat inilah pada
zamannya diselenggarakan kegiatan pemerintahan sehari-hari kerajaan. Sejak tahun
1945 kantor Perdana Menteri Kesultanan Yogyakarta ini menjadi kompleks kantor
Gubernur/Kepala Daerah Istimewa dan PemProv DIY.
c)    Pasar Beringharjo
Berlokasi di sisi timur jalan Jend. A Yani, pasar Beringharjo sampai saat ini
menjadi salah satu pasar induk di Yogyakarta. Sekarang pasar ini jauh berbeda
dengan aslinya. Bangunannya yang megah terdiri dari tiga lantai dan dibagi dalam
dua sektor barat dan timur yang dibatasi oleh jalan kecil. Pasar ini digambarkan
sebagai pusat godaan setelah kita mengambil jalan lurus, yaitu berupa godaan akan
wanita cantik, makanan yang lezat serta barang-barang mewah.
d)    Alun-alun utara
Dihias dengan pohon beringin 64.  Alun-alun mnggambarkan suasana
“nglangut”; suasana tanpa tepi, suasana batin kita dalam semadi. Di tengah-tengahnya
terdapat sepasang pohon beringin yang diberi pagar yang disebut dengan Waringin
Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi nama
Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Pohon beringin di tengah alun-alun
menggambarkan suasana, seakan-akan kita berpisah dari diri kita sendiri. Pengurakan
menggambarkan goda-goda dalam semadi. Pada zaman dahulu Alun-alun Lor
digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan yang
melibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upacara garebeg serta sekaten.
e)    Pagelaran
Tiangnya berjumlah 64 yang menyiratkan usia Nabi Muhammad saat wafat
jika dihitung berdasarkan penanggalan Jawa. Pada zamannya Pagelaran merupakan
tempat para punggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi. Dahulu
tempat ini juga digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan latihan perang di Alun-
alun Lor.
f)     Siti Hinggil Lor
Kompleks Siti Hinggil secara tradisi digunakan untuk menyelenggarakan
upacara-upacara resmi kerajaan. Pohon-pohon yang ditanam di sini  adalah pohon
Mangga Cempora dan Soka yang mempunyai bunga halus panjang berkumpul
menjadi satu dengan warna merah dan putih. Melambangkan bercampurnya benih
manusia laki-laki dan perempuan.
g)    Kedaton / Prabayeksa
Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa Dwarapala yang dinamakan
Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Kompleks kedhaton
merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi oleh
pohon Sawo kecik. Kompleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian
halaman yaitu:
 Pelataran Kedhaton merupakan bagian Sultan.
 Keputren merupakan bagian istri (para istri) dan para puteri Sultan.Di tempat
yang memiliki tempat khusus untuk beribadat. Pada zamannya tinggal para
puteri raja yang belum menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutup
sejak pertama kali didirikan hingga sekarang.
 Kesatriyan, pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para putera raja
yang belum menikah. Bangunan utamanya adalah Pendapa Kesatriyan,
Gedhong Pringgandani, dan Gedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini
sekarang dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisata. Di
antara Plataran Kedhaton dan Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang
dikendarai oleh Sultan.
h)   Bangsal Kencana.
Bangsal adalah Joglo terbuka tanpa dinding. Sedang Joglo yang tertutup
dinamakan Gedhong (gedung). Bangsal Kencono yang menghadap ke timur
merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai upacara
untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan. Di keempat sisi
bangunan ini terdapat Tratag Bangsal Kencana yang dahulu digunakan untuk latihan
menari. Di sebelah barat bangsal Kencana terdapat nDalem Ageng Proboyakso yang
menghadap ke selatan. Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat dari
Istana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkan Pusaka Kerajaan.Di sebelah
utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene sebuah bangunan tempat
tinggal resmi Sultan yang bertahta. Bangunan yang didominasi warna kuning pada
pintu dan tiangnya dipergunakan sampai Sultan HB IX. Oleh Sultan HB X tempat
yang menghadap arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi. Sedangkan Sultan
sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut Gedhong Jene
berdiri satu-satunya bangunan bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno.
Bangunan ini didirikan oleh Sultan HB V dan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung
ini menghadap ke arah bangsal Kencana di sebelah selatannya. Di selatan bangsal
Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini
dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Di tempat ini pula sekarang
berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan HB IX.
i)     Sri Manganti
Pada zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu
penting kerajaan. Sekarang di lokasi ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yang
berupa alat musik gamelan. Selain itu juga difungsikan untuk penyelenggaraan even
pariwisata keraton.
j)     Kemandungan Lor
Kompleks Kamandhungan Lor sering disebut Keben karena di halamannya
ditanami pohon Keben. Kemandungan menggambarkan benih daslam kandungan ibu.
Ditanami pula pohon mangga yang dalam bahasa jawa photon pelem
menggambarkan podo gelem, atas kemauan bersama, Pohon kepel yang
menggambarkan bersatunya kemauan, bersatunya benih, bersatunya rasa, bersatunya
cita-cita. Cengkir gading  adalah sejenis pohon kelapa yang kecil bentuknya, dipakai
dalam upacar mitoni, yaitu memperingati sang bayi sudah tujuh bulan di dalam
kandungan dan jambu dersono menggambarkan cinta kasih satu sama lain. Bangsal
Ponconiti yang berada di tengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di
kompleks ini. Dahulu digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman
mati dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Kini bangsal ini
digunakan dalam acara adat seperti garebeg dan sekaten.
k)    Kemagangan
Di sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang
menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini
begitu penting karena di dinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular
yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Ditandai dalam bentuk
condrosengkolo, yaitu memet atau penanda di pintu gerbang Kemagangan dan di
pintu gerbang Gadung Mlati. Candrasengakolo yaitu cara penulisan angka tahun
dengan kata-kata Jawa yang masing-masing kata mempunyai nilai angkanya sendiri-
sendiri. Dalam bahasa jawa melambangkan “Dwi Naga Rasa Tunggal” yang secara
visual diwujudkan dalam bentuk patung dua ekor ular naga yang ekornya saling
melilit. Ular naga yang saling melilitkan ekor ini melambangkan sedang bersetubuh
(rasa tunggal). Kepala ular naga yang menghadap ke timur menunjukkan arah/tempat
kediaman para ksatria (laki-laki). Sedangkan kepala ular naga yang menghadap ke
barat menunjukkan arah/tempat kediaman para puteri (wanita). Secara angka tahun
dwi naga rasa tunggal itu dapat diartikan: dwi= 2, naga= 8, rasa= 6, dan tunggal= 1.
Angka-angka itu dibaca dari belakang sehingga menjadi 1682 Jawa. Sedangkan untuk
angka tahun Masehi 1682 itu menjadi 1756 M. warna naga merah sendiri
memberikan symbol keberanian.
l)     Tarub Hagung
Tarub Hagung, merupakan bangunan 4 tiang dari pilar yang mempunyai
bentuk empat persegi. Arfti bangunan ini adalah : siapa yang gemar semedi sujud
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berada selalu dalam keagungan
m)  Bangsal Mangun-Tur-Tangkil,
Sebuah bangsal kecil yang terletak di tratag Sitihinggil. Jadi sebuah bangsal di
dalam bangsal yang mempunyai arti bahwa di dalam badan kita (wadag) ada roh atau
jiwa. Manguntur Tangkil berarti tempat yang tinggi untuk anangkil, yaitu menghadap
Tuhan Yang Maha Kuasa dengan cara mengeheningkan cipta atau bersemedi. Di
belakang bangsal ini terdapat sebuah bangsal lagi yang disebut bangsal Witono, yang
mengandung arti wiwit ono (mulailah), merupakan awal kegiatan spiritual manusia
mendekatkan diri dengan Tuhan.
n)   Kemandungan Kidul
Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah
gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan
dengan kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Di kompleks Kamandhungan Kidul
terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Terdapat jalan menyempit (dibuat
sempit) yang kemudian melebar dan terang benderang, ini menggambarkan bayi yang
telah lahir dengan selamat siap menjadi calon manusia. Jalan di kiri kanan ini disebut
Pamengkang. Pamengkang berasal dari Mekangkang, posisi kaki yang berjauhan satu
sama lain. Posisi ini menunjukkan keadaan seorang ibu yang akan melahirkan . disini
bayi kemudian magang (kemagangan) menjadi calon manusia yang sesungguhnya. Di
antara kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang
disebut dengan Pamengkang.
o)    Siti Hinggil Kidul
Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah dan hinggil : tinggi.
Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para
prajurit keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat
menyaksikan adu manusia dengan macan dan untuk berlatih prajurit perempuan,
Langen Kusumo. Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara
pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan
untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wayang kulit,
pameran, dan sebagainya.
p)    Alun-Alun Kidul/Selatan
Alun-alun ini diberi pagar tembok kelilingnya, terletak dalam kompleks dalam
Keraton. Pohon beringin hanya terdapat dua pasang. Sepasang di tengah alun-alun
yang dinamakan Supit Urang (harfiah=capit udang) yang dipageri melambangkan
bagian dari badan kita yang rahasia sekali. Supit urang menunjukkan perempuan.
Lima buah jalan raya yang bertemu satu sama lain menggambarkan panca indra kita.
Tanah berpasir belum teratur, lepas satu sama lainnya. Apa yang kita tanggap dengan
panca indra kita belum teratur. Jika ada yang menadi perhatian, barulah teratur.
Sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok( berasal dari
kata bewok, harfiaf=jenggot). Keliling alun-alun ditanami pohon Kweni dan Pakel
artinya sang anak sudah wani (berani karena sudah akil balig)
q)    Krapyak .
          Krapyak ialah sebuah podium tinggi dari batu bata untuk Sri Sultan, untuk
memperhatikan tentara atau kerabatnya memperlihatkan ketangkasan dalam
mengepung, memburu atau mengejar rusa. Krapyak adalah gambaran asal roh-roh. Di
sebelah utaranya terletak kampong Mijen, berasal dari perkataan Wiji (benih), jalan
lurus ke utara, dikanan kiri dihiasi pohon Asem dan Tanjung, menggambarkan
kehidupan sang anak yang lurus, bebas dari rasa sedih dan cemas, rupanya
nengsemake serta di sanjung-sanjung (tanjung) selalu.
3.    Museum di Keraton Yogyakarta
a) Museum Raden Saleh (Museum "lukisan tiga dimensi")
Museum lukisan terbagi menjadi dua bagian. Pertama, khusus yang dipakai
untuk memajang karya-karya Raden Saleh. Di ruang ini terdapat lebih kurang
10 lukisan bergambar Sri Sultan dan permaisurinya di masing-masing kanvas
dengan ukuran besar. Ada lukisan Djajeng Asmoro dan beberapa lukisan tak
beridentitas serta foto-foto lama. Lukisan Raden Saleh sangat mirip dengan
aslinya dan mata sang objek bisa mengikuti kemana pun posisi penonton.
Sepatu Sri Sultan pun tampak seperti berpindah arah seirama dengan posisi
penonton. Kedua, adalah gedung museum lukisan yang ada di sebelah utara.
Gedung ini berisi beberapa klasifikasi ruang yang masing-masing berisi
lukisan dan foto: keluarga Pakubuwana, ruang lukisan Patih Kasultanan
Ngayogyakarta (Danurejo), ruang lukisan para putra/calon raja (Sri Sultan
muda), ruang Sri Sultan Hamengkubuwana X, ruang istri-istri Sri Sultan,
ruang silsilah trah Kraton Yogyakarta. Sedangkan di lorong utama gedung ini
dipajang karya-karya lukisan yang menggambarkan suasana kraton maupun
lukisan “sehari-hari” dalam Kraton.
b) Museum Batik
Museum batik, diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana X pada 31
Oktober 2005 yang menempati salah satu bangunan di kompleks kraton. Pada
pintu masuk kita disuguhi oleh sesosok patung sedang membatik. Di
dalamnya tersimpan koleksi kain batik, topeng batik, foto-foto pemakaian
kain batik dan para pemberi hibah, kemudian bahan dan alat membatik,
sepeda tua alat pengangkut batik (dari masa Sri Sultan Hamengkubuwono
VIII sampai dengan Sri Sultan Hamengkubuwana X). Koleksi batik yang
dipamerkan merupakan hibah dari trah Sri Sultan serta hibah dari pengusaha
dan pecinta batik di Yogyakarta. Dari museum ini kita akan menjumpai
sejumlah motif batik yang dipakai dalam sebuah upacara karaton. Batik
Kraton Yogya memiliki ciri khas warna utama: putih, hitam dan coklat.
c) Museum kristal dan kerajinan
Museum ini terletak di tengah kompleks museum-museum kraton. Museum
ini menyimpan berbagai koleksi kristal milik kraton, terbagi dalam dua ruang.
Ruang pertama berisi koleksi pot bunga dari keramik peninggalan Sri Sultan
Hamengkubuwana VIII, jam meja, lampu duduk, berbagai macam guci, lampu
listrik dan hiasan meja dari keramik. Ruang kedua berisi gelas-gelas kristal,
tempat buah, tempat keju dan selai dari kristal polos, hiasa meja, pot bunga,
guci, jam berkerangka marmer, perlengkapan kamar mandi, tempat sayur dari
porselen, cangklong (pipa rokok dari gading dan kayu), tempat make up, kaca
rias dari kuningan dan tempat permen.
d) Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Berisi benda koleksi peninggalan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, antara lain
meja tulis, cinderamata, foto, lukisan, beberapa penghargaan seperti medali,
tanda jasa dan surat-surat keputusan Presiden RI (termasuk penganugrahan
pahlawan nasional untuk Sri Sultan Hamengkubuwana IX). Selain itu juga
terdapat koleksi memorabilia lain seperti foto-foto semasa kecil hingga
meninggal dunia, koleksi mobil-mobilan, peralatan masak dan perlengkapan
minum, bumbu dapur dalam satu almari, buku-buku, baju-baju, alat-alat untuk
menunjang hobi seperti fotografi dan foto-foto karyanya, kepanduan, dan
koleksi kliping koran dan seperangkat tahta raja dan seperangkat regalia dan
bendera yang secara khusus diletakkan dalam museum ini.

Anda mungkin juga menyukai