Disusun oleh:
1. Andria Xtami (03) / XII MIPA 2
2. Camelia Yunika Putri (08) / XII MIPA 2
3. Elisa Setya Dewi (11) / XII MIPA 2
4. Kirana Candra Puspita (18) / XII MIPA 2
5. Marsha Prasetya Putri (20) / XII MIPA 2
Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul
Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati
Keraton Jogja, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan
Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping
Kabupaten Sleman. Perpindahan (boyongan) Sultan dan pengikutnya dari
Gamping menuju Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ditandai dengan
surya sengkala Dwi Naga Rasa Tunggal, yang memiliki nilai tahun 1756
Masehi. Sengkalan tersebut bermakna tentang kesatuan kegotong-
royongan, serta kewibawaan, kesaktian, dan kesucian seorang raja atau
pemimpin, dan sebagai tolak bala serta keyakinan akan keselamatan,
ketentraman, dan harapan pencapaian kemakmuran sebuah kerajaan yang
dibangun.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti
yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler
(Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan,
Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul
(Balairung Selatan). Selain itu Keraton Jogja memiliki berbagai warisan
budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan
bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu
lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah
mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi
Keraton Yogyakarta.
2
Keberadaan Kota Yogyakarta tidak bisa lepas dari keberadaan Kasultanan
Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi yang memperjuangkan kedaulatan
Kerajaan Mataram dari pengaruh Belanda, merupakan adik dari Sunan
Paku Buwana II. Setelah melalui perjuangan yang panjang, pada hari
Kamis Kliwon tanggal 29 Rabiul Akhir 1680 atau bertepatan dengan 13
Februari 1755, Pangeran Mangkubumi yang telah bergelar Susuhunan
Kabanaran menandatangani Perjanjian Giyanti atau sering disebut dengan
Palihan Nagari. Palihan Nagari inilah yang menjadi titik awal keberadaan
Kasultanan Yogyakarta.
2
sebuah lahan di utara keraton yang pada waktu itu masih ditumbuhi pohon
beringin. Sri Sultan Hamengkubuwono I akhirnya membabat pohon
beringin tersebut dengan harapan lahan yang ditumbuhi beringin itu dapat
mendatangkan kesejahteraan. Dan berdirilah sebuah pusat ekonomi pada
waktu itu dengan bentuk pasar tradisional. Hingga akhirnya pasar tersebut
dinamakan “Beringharjo” asal kata dari “Beringin (pohon beringin)” dan
“Harjo (Bahasa jawa (Kesejahteraan))". Jadi bila digabungkan dapat
dimaknai sebagai pohon beringin yang awalnya ditumbangkan dan
diharapkan dapat mendatang-kan kesejahteraan rakyat dari sektor
perdagangan. Hingga sampai saat ini pasar itu masih eksis dan menjadi
salah satu obyek wisata perbelanjaan di yogyakarta.
1. Kompleks depan
2
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton dari arah utara
merupakan gerbang berlapis yaitu Gapura Gladhag dan Gapura
Pangurakan. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara Jalan Trikora
(di antara Kantor Pos Besar dan Bank BNI 46) namun saat ini sudah tidak
ada lagi. Smentara di sebelahselatannya terdapat Gapura Pangurakan
Njawi yangsaat ini menjadi gerbang pertama yang dilewati bila masuk ke
Keraton dari sisi utara.
b. Alun-alun Lor
Alun-alun Lor merupakan lapangan berumput di bagian utara Keraton
Yogyakarta. Terdapat dua pohon beringin ditengah alun-alun yang
masing-masing diberi pagar dari batu bata. Pohon beringin tersebut
dinamakan Waringin Kurung. Kedua pohon beringin masing-masing
dinamakan Kyai Dewadaru (berasal dari Majapahit, terletak di sebelah
barat) dan Kyai Wijayadaru (berasal dari Pajajaran, terletak di sebelah
Timur); kedua pohon ini melukiskan ataumelambangkan bahwa di dunia
ini terdapat sifat serba dua yang saling bertentangan atau berlawanan.
2
yang berlantaitinggi di sebelah utara dan selatan halaman
tersebut.Pagongan ini adalah tempat bagi Gamelan Sekati yang
dikeluarkan dari keratin pada Upacara Sekaten.Gamelan tersebut
dibunyikan selama sepekan menjelang perayaan Maulid Nabi. Gamelan
tersebut bernamaKyai Gontur Madu yang ditempatkan di Pagongan bagian
selatan dan Kyai Nogowilogo yang ditempatkandi Pagongan bagian utara.
2. Kompleks inti
a. Pagelaran
2
Suryosengkolo tersebut berwujud empat senjata trisulo yang bertangkai
menjadi satu, dilingkari oleh bungayang menjalar. Bangunan dimana
terdapat gerbang-gerbang tersebut merupakan tempat menunggu tamu-
tamu untuk menghadap Sri sultan.
b. Bangsal Pemandengan
Di ujung kanan dan kiri Pagelaran terdapat 2 buah bangsal yang disebut
Bangsal Pemandengan. Bangsalini dipergunakan oleh Sri Sultan beserta
para pimpinan prajurit untuk menyaksikan jalannya latihan perang-
perangan, watangan dan latihan dalam gelar perang yang dilakukan oleh
para prajurit. Atap Bangsal ini berbentuk kutuk kumambang.
d. Bangsal Pengrawit
2
buah bangsal kecil,masing-masing bangsal terdapat sebuah
Selogilangsebagai tempat singgasana Sri Sultan dan PuteraMahkota.
f. Bangsal Pacikeran
2
dipergunakan juga bagiabdi dalem Singonegoro dan Mertolulut (sebutan
bagiabdi dalem algojo keraton); dan tempat ini masihdipergunakan sampai
tahun 1926.
g. Siti Hinggil
Siti hinggil berada di sebelah selatan Pagelaran. Arti Siti Hinggil yaitu
tanah yang tinggi, dipergunakansebagai tempat penobatan para raja
Keraton Kasultanan Yogyakarta, sekaligus menjadi tempat
diselenggarakannya upacara Pisowanan Agung. Pada tanggal 17 Desember
1949, bangsal ini dipergunakan sebagai tempat pelantikan Ir. Soekarno
sebagaiPresiden Republik Indonesia. Dua hari kemudian pada tanggal 19
Desember 1949, di bangsal ini jugadiselenggarakan peresmian Universitas
Gadjah Mada sebagai perguruan tinggi nasional pertama di Indonesia. Di
kompleks Siti hinggil terdapat bangunan Tarub Agung, berupa bangunan
empat persegi, bertiang besi empat buah yang menyangga atapnya dengan
gaya khas Jawa, merupakan tempat bagi pembesar-pembesar yang menanti
eombongannya untuk bersama-sama masuk ke Keraton.
h. Bangsal Kori
Terdapat di sebelah timur dan barat dari TarubAgung, digunakan
untuk jaga (caos) bagi abdi dalemKori yang mempunyai tugas untuk
menyampaikan permohonan rakyat kepada Sri Sultan. Abdi dalem Kori ini
pulalah yang selalu mengawasi ke arah Alun-alun Utara, apabila ada
seseorang atau beberapaorang rakyat yang akan menyampaikan
pengaduanataupun permohonan keadilan kepada Sri Sultan.Mereka
(rakyat tersebut) melakukan aksinya dengancara berpakaian serba putih
duduk di tengah-tengah antara kedua pohon beringin (ringin kurung).
Aksitersebut dinamakan Pepe. Rakyat yang melakukan aksi Pepe akan
terlihat dari atas Sitihinggil oleh abdidalem Kori yang sedang caos, dan
selanjutnya abdi dalem tersebut akan menyampaikan pengaduan atau
permohonan rakyat yang bersangkutan ke hadapan Sri Sultan.
2
i. Bangsal Agung Sitihinggil
2
C. Kawasan Cagar Budaya Kraton Yogyakarta
Sultan juga mendirikan Tugu Golong-gilig (Pal Putih) di sisi utara keraton
dan Panggung Krapyak di sisi selatannya. Dari ketiga titik tersebut apabila ditarik
suatu garis lurus akan membentuk sumbu imajiner yang dikenal sebagai Sumbu
Filosofi Yogyakarta. Secara simbolis filosofis poros imajiner ini melambangkan
keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablun min
Allah), manusia dengan manusia (Hablum minAnnas) maupun manusia dengan
alam termasuk lima anasir pembentuknya yakni api (dahana) dari Gunung Merapi,
tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta dan air (tirta) dari Laut Selatan, angin
(maruta) dan akasa (ether). Demikian juga tiga unsur yang menjadikan kehidupan
(fisik, tenaga, dan jiwa) telah tercakup di dalam filosofis sumbu imajiner tersebut.
Sri Sultan Hamengku Buwono yang menyandang gelar Sayidin Panatagama
Kalifatullah konsep filosofi sumbu imajiner yang Hinduistis ini kemudian
2
mengubahnya menjadi konsep filosofi Islam Jawa “Hamêmayu Hayuning
Bawana”, dan “Manunggaling Kawula lan Gusti”
2
Sebaliknya dari Tugu Golong-Gilig/Tugu Pal Putih ke arah selatan merupakan
perjalanan manusia menghadap Sang Khalik (paraning dumadi). Golong gilig
melambangkan bersatunya cipta, rasa dan karsa yang dilandasi kesucian hati
(warna putih) melalui Margatama (jalan menuju keutamaan) ke arah selatan
melalui Malioboro (memakai obor/pedoman ilmu yang diajarkan para wali), terus
ke selatan melalui Margamulya, kemudian melalui Pangurakan (mengusir nafsu
yang negatif).
Kraton Yogyakarta terdiri dari tiga bagian yang terdiri dari komplek depan kraton,
kompleks inti keraton dan kompleks belakang kraton. Komplek depan keraton
terdiri dari Gladhak-Pangurakan (Gerbang Utama), Alun-alun Ler, dan Masjid
Gedhe . Kawasan komplek inti di Keraton Yogyakarta tersusun dari tujuh
rangkaian plataran mulai dari Alun-Alun Utara hingga Alun-Alun Selatan, yaitu
Pagelaran dan Sitihinggil Lor, Kamandungan Lor, Srimanganti, Kedhaton,
Kemagangan, Kamandungan Kidul, dan Sitihinggil Kidul. Sedangkan kompleks
belakang kraton terdiri dari alun-alun kidul dan plengkung nirbaya.
Selain kawasan ndalem kraton, kawasan keraton juga memiliki potensi situs,
bangunan dan tempat bersejarah yang memiliki keunikan pada setiap bagiannya.
Beberapa diantaranya adalah Tamansari, dan Museum Sonobudoyo, benteng dan
kelengkapannya.Kawasan keraton dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I
dengan konsep tata ruang yang mengandung filosofi syarat akan makna, oleh
karena itu kawasan Keraton yang perlu dilestarikan keasliannya karena
merupakan suatu warisan budaya yang sangat bernilai.
2
2
1
2
K M