Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


MA Al-Munawar adalah madrasah yang berciri khaskan islam yang berisikan
mewujudkan murid-murid yang berkualitas matang dalam imtaq dan unggul. MA Al-
Munawar membuat trobosan baru dalam rangka untuk meningkatkan mutu Pendidikan
motivasi belajar siswa yaitu dengan membuat program kegiatan rihlahilmiah ke salah satu
kota dengan objek wisata dengan beberapa cerita sejarah yang akan menambah wawasan
yaitu kota Yogyakarta dan salah satu tempat yang dikunjungi adalah Kertaon Yogyakarta.
Tujuannya untuk mempelajari tentang keadaaan tentang peninggalan bersejarah dari berbagai
daerah di Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta atau biasa disingkat dengan DIY adalah salah satu
daerah otonom setingkat provinsi yang ada di Indonesia. Propinsi ini beribukota di
Yogyakarta. Dari nama daerah ini yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus statusnya
sebagai Daerah Istimewa. Status sebagai Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan sejarah
berdirinya propinsi ini, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia. Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah
nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti
nama pesanggrahan Gartitawati.
Selain warisan budaya, jogja juga memiliki panorama alam yang indah dan atmospir
kesenian yang sangat kental di dakamnya. Dalam berkomunikasi Bahasa pengantar sehari-
hari umumnya masyarakat jogja adalah Bahasa jawa. Dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat jogja seni dan budaya seolah tak terpisahkan dan sudah menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat setempat.
MA Al-Munawar mengadakan program kegiatan Study Tour yang dilaksanakan di
setiap tahunnya untuk kela XI menjelang kenaikan kelas XII dengan harapan dapat
memberikan motivasi belajar dan menambah wawasan bagi siswa sekaligus mengenalkan
ragam budaya Indonesia. Program ini memberikan siswa dalam rangka mebuat makalah
sebagai kegitan rihlah ilmiah V Goes To Yogyakarta tahun ajaran 2022/2023.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana cerita atau sejarah dibalik Keraton Yogyakarta?
1.2.2 Apa saja yang terdapat di Keraton Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan dasar tujuan Pendidikan nasional yang di ungkapkan pada latar belakang, maka
tujuan dan penelitian Keraton Yogyakarta bagi masyarakat Indonesia (khususnya pelajar)
memiliki tujuan yaitu :
1.3.1 Untuk mengetahui cerita atau sejarah di balik keraton Yogyakarta
1.3.2 Untuk mengetahui isi dari Keraton Yogyakarta
BAB II
ISI

2.1 Pembahasan
A.    Keraton Yogyakarta
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi
bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi
sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi
kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota
Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai
koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka
keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh
arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta
paviliun yang luas.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan
pasca Perjanjian Giyanti di tahun1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah
pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-
iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan
diImogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul
Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta,
Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang
termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti
Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti,
Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil
Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya
baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton
Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi
Keraton Yogyakarta.
B.     Sejarah Keraton Yogyakarta
Kesultanan Yogyakarta bernama asli Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah
negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara
diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk
Kerajaan Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. Berikut
sejarah singkat kesultanan yogya
Perjanjian antara kesultanan Yogyakarta dengan Belanda dimulai pada saat
ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) antara Pangeran Mangkubumi dan
VOC di bawah Gubernur-Jendral Jacob Mossel, maka Kerajaan Mataram dibagi dua.
Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan dengan gelar Sultan Hamengkubuwana
I dan berkuasa atas setengah daerah Kerajaan Mataram. Sementara itu Sunan Paku Buwono
III tetap berkuasa atas setengah daerah lainnya dengan nama baru Kasunanan Surakarta.
Sultan Hamengkubuwana I kemudian segera membuat ibukota kerajaan beserta
istananya yang baru dengan membuka daerah baru (jawa: babat alas) di Hutan Paberingan
yang terletak antara aliran Sungai Winongo dan Sungai Code. Ibukota berikut istananya
tersebut tersebut dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat yang sekrang lebih dikenal
Yogyakarta dan landscape utama berhasil diselesaikan pada tanggal 7 Oktober 1756.
Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian
Politik 1940 Wikisource-logo.svg (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari
bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk.
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka
Paku Alam VIII mengirim kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kesultanan
Yogyakarta dan Daerah Paku Alaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia,
serta bergabung menjadi satu, mewujudkan sebuah Daerah Istimewa Yogyakarta yang
bersifat kerajaan. Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII kemudian
menjadi Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Istimewa dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
(bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa
setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berdara pada Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1950.
C.    Struktur Bangunan Keraton Yogyakarta
Keraton Yogya terletak di sebuah kompleks luas yang terbagi dalam beberapa bagian.
Secara garis besar bangunan Keraton Yogya dapat dibagi menjadi tiga bagian utama dengan
kompleks dan bangunan di dalamnya.
1.      Kompleks Depan
Dalam bagian kompleks depan Keraton, terdapat beberapa pembagian wilayah dan
bangunan yaitu:
1)      Gladhag-Pangurakan
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton dari arah utara merupakan
gerbang berlapis yaitu Gapura Gladhag dan Gapura Pengurakan. Gapura Gladhag dahulu
tedapat di ujung utara Jalan Trikora (di antara Kantor Pos Besar dan Bank BNI 46) namun
saat ini sudah tidak ada lagi. Smentara di sebelah selatannya terdapat Gapura Pangurakan
Njawi yang saat ini menjadi gerbang pertama yang dilewati bila masuk ke Keraton dari sisi
utara.
2)      Alun-Alun Lor (Alun-Alun Utara)
Alun-alun Utara adalah lapanan berumput yang terletak di sisi utara Keraton Yogya.
Pinggiran alun-alun ditanami dengan pohon beringin dan secara khusus di tengah alun-alun
terdapat dua pohon beringin bernama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru.
Pada zaman dahulu hanya Sultan dan Pepatih Dalem yang boleh berjalan di antara
kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini juga menjadi lokasi rakyat bertatap muka
berkumpul untuk menyampaikan aspirasinya kepada Sultan saat terjadinya Pisowanan
Agung.
2.      Kompleks Inti
1)      Kompleks Pagelaran
Bangunan utama dari bagian ini adalah Bangsal Pagelaran, atau dikenal pula sebagai
Tratag Rambat. Zaman dahulu bagian ini digunakan sebagai tempat di mana punggawa
kesultanan menghadap Sultan dalam upacara resmi. Saat ini tempat ini masih digunakan
untuk upacara adat keraton, namun juga dimanfaatkan untuk acara-acara pariwisata dan
religi.
Teradapat pula sepasang Bangsal Pemandengan yang terltak di sisi sebelah timur dan barat
dari Pagelaran. Dahulu Bangsal Pemandengan digunakan Sultan untuk menyaksikan latihan
perang yang dilakukan tentara kesultanan di Alun-alun Utara.
Di dalam sayap timur bagian selatan Pagelaran terdapat Bangsal Pengrawit. Bangsal ini
digunakan oleh Sultan sebagai tempat untuk melantik Pepatih Dalem. Saat ini sisi selatan dari
kompleks Pagelaran dihiasi dengan relief perjuangan Sultan HB I dan Sultan HB IX.
Kompleks Pagelaran ini juga memiliki nilai historis lain, yaitu sebagai bagian keraton yang
digunakan sebagai tempat perintisan Universitas Gajah Mada di mana para mahasiswa dahulu
belajar sebelum kampus UGM yang sekarang di Bulak Sumur dibangun.
2)      Kompleks Siti Hinggil
Kompleks Siti Hinggil merupakan kompleks utama yang digunakan untuk
menyelenggarakan upacara resmi kesultanan, terutama bila terjadi pelantikan sultan baru.
Kompleks ini terletak di sisi selatan Pagelaran. Pada 19 Desember 1949 di kompleks ini
dilaksanakan peresmian Universitas Gajah mada. Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah
di sekitarnya menggunakan dua jenjang untuk naik di sisi utara dan selatannya.
Di kompleks Siti Hinggil ini terdapat beberapa bangunan yaitu:
a) dua Bangsal Pacikeran yang digunakan abdi dalem mertolulut dan Singonegoro
sampai sekitar tahun 1926.
b) bangunan Tarub Agung yang berbentuk kanopi persegi dengan empat tiang. Tempat
ini befungsi untuk tempat singga sejenak para pembesar menunggu romongannya
masuk ke dalam istana
c) Bangsal Kori, yaitu tempat yang digunakan para abdi dalem Kori dan abdi dalem
Jaksa untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada Sultan.
d) Bangsal Manguntur Tangkil, terletak di tengah-tengah Siti Hinggil. Bangunan ini
merupakan tempat Sultan duduk di atas singgasananya saat acara-acara resmi kerajaan
spert pelantikan Sultan maupun Pisowanan Agung.
e) Bangsal Witono, digunakan untuk menyimpan lambang-lambang serta pusaka
kerajaan pada saat ada acara resmi kerajaan
f) Bale Bang sebagai tempat penyimpanan Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK
Naga WIlaga.
g) Bale Angun-angun, sebagai tempat penyimpanan tombak KK Suro Angun-Angun
3)      Kamandhungan Lor
Di bagian selatan dari Siti Hinggil terdapat sebuah lorong yang mebujur dari timur-barat.
Pada bagian selatan dinding lorong tersebut terdapat sebuah gerbang besar bernama Regol
Brojonolo yang menghubungkan Siti HInggil dengan Kamandhungan. Di sebelah timur dan
barat dari sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka saat ada
acara resmi kerajaan.
Untuk memasuki kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-
hari bisa melalui Gapura Keben di sisi barat dan timur kompleks Kamandhungan Lor yang
menjadi penghubung ke Rotowijayan dan Kemitbumen. Kompleks Kamandhungan Lor
sering juga disebut Keben karena banyak pohon keben di halamannya. Di bagian tengah
halaman, sebagai bangunan utama di kompleks ini, berdirilah Bangsal Ponconiti. Sampai
dengan 1812, bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara yang secara langsung dipimpin
oleh Sultan dalam proses pengadilannya. Ada pula yang mengatakan digunakan utuk
mengadili perkara terkait keluarga kerajaan. Saat ini bangsal tersebut digunakan untuk acara
adat seperti sekaten atau garebeg. Di selatan Ponconiti terdapat kanopi besar untuk
menurunkan tamu dari kendaraan mereka. Kanopi ini bernama Bale Antiwahana.
4)  Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti berada di sebelah selatan Kamandhungan Lor dan dihubungkan
dengan Regol Sri Manganti. Bangunan yang terdapat di kompleks ini yaitu:
a) Pada sisi barat kompleks terdapat Bangsal Si Manganti yang dahulu digunakan untuk
menerima tamu penting kerjaan. Saat ini bangsal ini digunakan untuk menyimpan
beberapa pusaka keraton berupa gamelan dan juga untuk kepentingan wisata keraton
b) Bangsal Traju Mas, terletak di sisi timur, dahulu merupaan tempat pejabat kerjaan
mendampingi Sultan saat menyambut tamu. Saat ini digunakan untuk menempatkan
pusaka berupa tandu dan meja hias
c) Di sebelah timur bangsal terdapat dua meriam buatan Sultan HB II yang mengapit
sebuah prasasti berbahasa Cina. Di sebelah timurnya terdapat Gedhong Parentah
Hageng Karaton, yaitu gedung administrasi tinggi istana. Terdapat pula beberapa
bangunan lainnya seperti Pecaosan Jaksa, Pecaosan Prajurit, dan lain-lain.
5) Kedhaton
Dari sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang
menghubungkannya denan kopleks Kedhaton. Kompleks Kedhaton merupakan bagian inti
dari keseluruhan bangunan Keraton. Kompleks ini dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman
yaitu:
a) Pelataran Kedhaton yang merupakan tempat tinggal Sultan. Pada bagian ini terdapat
Bangsal Kencono yang merupakan balairung utama istana. Bangsal ini berfungsi
untuk tempat pelaksanaan berbagai upacara khusus keluarga kerajaan. Terdapat pula
Tratag Bangsa Kencana yang dulu digunakan sebagai tempat latihan tari; Ndalem
Ageng Proboyakso sebagai pusat dari istana secara keseluruhan yang menjadi tempat
disimpannya pusaka kerajaan, tahta sultan, serta lambang-lambang kerajaan lainnya;
Gedhong Kenen sebagai tempat tinggal resmi Sultan yang bertahta; Gedhong
Purworetno sebagai kantor resmi sultan; Bangsal Manis sebagai tempat perjamuan
resmi kerajaan dan tempat membersihkan pusaka pada bulan Suro; serta masih ada
banyak bangsal dan gedhong lainnya.
b) Keputren yang merupakan tempat tinggal istri dan para putri Sultan, secara khusus
bagi putri Sultan yang belum menikah. Sejak dahulu sampai sekarang tempat ini
selalu tetutup untuk umum.
c) Kesatriyan yang merupakan tempat tinggal para putra Sultan, terutama yang belum
menikah. Di dalamnya terdapat Pendapa Kesatriyan, Gedhong Prignggadani, dan
Gedhong Srikaton. Saat ini tempat ini sering digunakan untuk menyelenggarakan
acara-acara pariwisata.
6)  Kamagangan
Menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kamagangan. Pada gerbang ini
terdapat patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta.
Kompleks ini dahulu digunakan untuk penerimaan calon abdi dalem, tempat berlatih, tempat
ujian, dan apel kesetiaan para abdi dalem yang masih magang. Dalam kompleks ini terdapat
beberapa bagian yaitu:
a) Bangsal Magangan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, yaitu pertunjukan
wayang kulit yang menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton
b) Pawon Ageng yang merupakan dapur istana, terdiri dari Sekul Langgen di timur dan
Pawon Ageng Gebulen di barat
c) Panti Pareden, tempat pembuatan gubungan menjelang upacara garebeg.
3.  Kompleks Belakang
Kompleks belakang dari Keraton terdiri dari dua bagian yaitu:
1) Alun-Alun Kidul (Alun-alun Selatan)
Alun-alun Kidul sering disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari kata
pengker yang berarti belakang. Alun-alun ini dikelilingi tembok persegi dengan lima gapura,
satu di selatan dan masing-masing dua di timur dan barat. Berbeda dengan Alun-alun Utara,
di Alun-alun Selatan hanya ada dua pasang pohon beringin. Sepasang di tengah alun-alun
yang dinamakan Supit Urang dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang
dinamakan Wok. Dari gapura sisi selatan Alun-alun terdapat jalan Gading yang
menghubungkanya dengan Plengkung Nirbaya.
2) Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan dari poros utama Keraton. Tempat ini
merupakan tempat di mana Sultan HB I masuk ke Keraton Yogya untuk pertama kalinya saat
terjadi pemindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini
menjadi rute keluar prosesi pemakaman Sultan ke Imogiri. Oleh karena alasan inilah tempat
ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta.
D.    Potensi Kraton Yogyakarta
Kraton Yogyakarta merupakan tempat yang mengandung warisan kebudayan Nasional
yang wajib dilestarikan. Kraton Yogyakarta ini merupakan kerajaan yang masih eksis
keberadaannya dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan kepada rakyatnya ditengah era
modernisasi dan globalisasi yang sedang meningkat ini. Kemenarikan bangunan Kraton
Yogyakarta bukan hanya terletak pada sofistikasi arsitektur Jawa, tetapi lebih-lebih pada
kandungan nilai-nilai kultural-edukatif yang visualisasinya nampak dalam simbol-simbol.
Melalui bangunan kraton nilai-nilai luhur yang telah tersaring dari berbagai rekaman sejarah
dan budaya secara non-verbal divisualisasi dan disosialisasikan agar menjadi sumber inspirasi
yang tidak pernah kering bagi setiap generasi dalam memperjuangkan keluhuran martabat
manusia.
Nilai kebudayaan yang dimiliki oleh Kraton Yogjakarta sudah sepatutnya dikenal oleh
orang banyak, baik itu secara Nasional ataupun Internasional, sehingga akan menarik
wisatawan mancanegara ataupun domestik untuk datang dan mengunjungi Kraton
Yogyakarta. Hal ini tentunya akan menjadi magnet untuk bidang pariwisata di wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Potensi Kraton Yogyakarta dalam kepariwisataan tentunya
sangat tinggi, bahkan rencananya Kraton Yogyakarta akan dijadikan BCB (Bangunan Cagar
Budaya) bertaraf Internasional, walaupun hal itu masih dalam tahap pengajuan.
Kepariwisataan di DIY khususnya untuk wisata ke Kraton Yogyakarta tentunya akan sangat
potensial dan menguntungkan banyak pihak, baik itu dari golongan atas seperti para
pengusaha penginapan dan pengrajin, maupun dari kalangan bawah yakni para penjual
cindramata, oleh-oleh khas jogja dan lain-lain.
Apabila Kraton Yogyakarta ini dimanfaatkan secara maksimal, misalnya dengan
meningkatkan infrastruktur dan prasarana, tentunya akan lebih banyak membuat wisatawan
baik lokal maupun mancanegara tertarik dan datang mengunjungi Kraton Yogyakarta ini.
Dengan begitu, selain dapat mempertahankan budaya Nasional, dari satu bidang
kepariwisataan ini, DIY bisa mendapatkan pendapatan lebih untuk daerahnya.

E.     Fungsi Kraton Yogyakarta


Fungsi Kraton dibagi menjadi dua yaitu fungsi Kraton pada masa lalu dan fungsi Kraton
pada masa kini. Pertama- tama, kami akan menjelaskan mengenai fungsi Kraton pada masa
lalu. Pada masa lalu keraton berfungsi sebagai tempat tinggal para raja. Kraton didirikan pada
tahun 1756, selain itu di bagian selatan dari Kraton ini, terdapat komplek kesatriaan yang
digunakan sebagai sekolah putra-putra sultan. Sekolah mereka dipisahkan dari sekolah rakyat
karena memang sudah merupakan aturan pada Kraton bahwa putra- putra sultan tidak
diperbolehkan bersekolah di sekolah yang sama dengan rakyat. Sementara itu, fungsi Kraton
pada masa kini adalah sebagai tempat wisata yang dapat dikunjungi oleh siapapun baik turis
domestik maupun mancanegara. Selain sebagai tempat untuk berwisata, tidak terlupakan pula
fungsi Kraton yang bertahan dari dulu sampai sekarang yaitu sebagai tempat tinggal Sultan.
Pada saat kita akan memasuki halaman kedua dari Kraton, terdapat gerbang dimana di
depannya terdapat dua buah arca. Setiap arca ini memiliki arti yang berlawanan. Arca yang
berada di sebelah kanan disebut Cingkorobolo yang melambangkan kebaikan, sementara itu
arca yang terletak di sebelah kiri disebut Boloupotu yang melambangkan kejahatan. Selain itu
kami juga mendapatkan sedikit informasi tentang Sultan Hamengku Buwono IX. Sultan ke
IX dari Kraton Yogyakarta ini lahir pada tanggal 12 April 1940 dan wafat dalam usianya
yang ke 48 yaitu pada tanggal 3 Oktober 1988. Ia memiliki berbagai macam hobi,
diantaranya adalah menari, mendalang, memainkan wayang, dan yang terakhir memotret.
Sultan ini memiliki suatu semboyan yang terkenal yaitu, “ Tahta untuk rakyat”.

F.     Manfaat Kraton Yogyakarta


1. Sebagai tempat tinggal Sultan dan lambang pusat pemerintahan Yogyakarta
Sejak Sultan HB I pindah ke Keraton pada tahun 1756, tempat ini memang difungsikan
sebagai tempat tinggal Sultan sekaligus pusat pemerintahan. Sultan sendiri bekerja di
lingkungan Keraton dan dalam kesempatan-kesempatan tertentu seperti misalnya saat
Pisowanan Agung Sultan berinteraksi dengan rakyatnya.
2. Sebagai tempat penyimpanan pusaka kerajaan
Keraton Yogya memiliki berbagai pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan gaib, seperti
misalnya gamelan, tombak, kereta, dan barang-barang lainnya. Barang-barang pusaka ini
disimpan di berbagai ruang di dalam Keraton dan secara berkala dibersihkan dan dicuci,
biasanya menjelang bulan Suro setiap tahunnya.
3. Sebagai tempat terjadinya beberapa peristiwa bersejarah Indonesia
Keraton Yogyakarta juga menjadi tempat terjadinya beberapa peristiwa bersejarah di
Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta
sempat dijadikan ibu kota sehingga Keraton pun dimanfaatkan dalam beberapa kesempatan.
Contohnya adalah pemanfaatan Kompleks Pagelaran sebagai cikal bakal Universitas Gadjah
Mada dan pemanfaatan Siti Hinggil Lor sebagai tempat pelantikan Soekarno menjadi
presiden RIS pada 17 Desember 1949.

4. Sebagai objek wisata budaya


Keraton Yogyakarta saat ini juga telah menjadi salah satu objek wisata budaya paling popular
di Yogyakarta. Turis domestik maupun mancanegara memadati Keraton setiap hari libur.
Keraton Yogyakarta sendiri memanfaatkan hal ini dengan cara mengubah beberapa bagian
Keraton menjadi ruang pamer benda-benda bersejarah atau benda-benda budaya,
menyelenggarakan pertunjukan seni, membangun restoran dan toko cinderamata, serta
mengorganisir tur bagi para turis. Meskipun demikian, Keraton Yogyakarta tetap
mempertahankan beberapa tradisi yang tidak dibiarkan terpengaruh aktivitas pariwisata
tersebut, misalnya sampai dengan saat ini kompleks Keputren masih tertutup bagi umum,
hanya boleh dimasuki oleh orang lingkungan dalam Keraton saja.

2.2 Hasil Observasi


Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat) merupakan istana resmi Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta. Keraton ini didirikan
oleh Sri Sultan Hamengkubuwana I pada tahun 1755 sebagai Istana/Keraton Yogyakarta
yang baru berdiri akibat perpecahan Mataram Islam dengan adanya Perjanjian Giyanti.
Keraton ini adalah pecahan dari Keraton Surakarta Hadiningrat dari Mataram Islam Surakarta
(Kerajaan Surakarta). Sehingga dinasti Mataram diteruskan oleh 2 Kerajaan yakni Kesultanan
Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta. Total luas wilayah keseluruhan keraton yogyakarta
mencapai 184 hektar, yakni meliputi seluruh area di dalam benteng Baluwarti, alun-alun Lor,
alun-alun Kidul, gapura Gladak, dan kompleks Masjid Gedhe Yogyakarta. Sementara luas
dari kedhaton (inti keraton) mencapai 13 hektar. Walaupun Kesultanan Yogyakarta secara
resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1945, kompleks bangunan keraton
ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih
menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu
objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang
menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja
Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan
salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah
dan lapangan serta paviliun yang luas
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan
pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah
pesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat
iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di
Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul
Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta,
Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang
termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.[3]
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti
Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti,
Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil
Kidul (Balairung Selatan).[4][5] Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan
budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain,
Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya.
Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi
menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia
UNESCO.
Arsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan
berkebangsaan Belanda, Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam yang
menganggapnya sebagai "arsitek" dari saudara Pakubuwono II Surakarta".[6] Bangunan pokok
dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar lanskap kota tua Yogyakarta [7]
diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain ditambahkan kemudian oleh para Sultan
Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan
hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta
tahun 1921-1939).
Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir
dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu.
Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan
dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang
tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang
disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
BAB II
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keraton Yogyakarta merupakan salah satu simbol utama dari Yogyakarta. Pembangunan
Keraton Yogyakarta sendiri tidaklah sembarangan tetapi diperhitungkan dengan matang dan
dipengaruhi banyak filosofi serta kepercayaan mitologis yang mencerminkan kuatnya tradisi
masyarakat Yogyakarta. Keraton juga menunjukkan kuatnya akulturasi antara tradisi Jawa
tradisional dengan budaya Islam melalui berbagai simbolisasi yang tersebar di banyak bagian
kompleks Keraton.
Keraton Yogyakarta juga tidak hanya menjadi bangunan yang penting bagi keluarga
kesultanan dan masyarakat Yogya, namun juga memiliki peranan dalam sejarah nasional
bangsa Indonesia. Pemanfaatan Keraton Yogyakarta pada masa sekarang memang sudah
sangat berkembang dan mengalami berbagai perubahan. Salah satu yang paling mencolok
adalah pembukaan Keraton sebagai objek wisata. Meskipun demikian, di tengah arus
modernisasi tersebut, Keraton masih dapat mempertahankan tradisi kehidupan Keraton
sehingga nilai-nilai kehidupan Keraton masih dapat terpelihara dengan baik.

3.2 Kritik dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian di atas, saran kami adalah terus lestarikan Keraton
Yogyakarta dengan cara menjaga dan merawat bangunan dan tata ruang serta benda - benda
peninggalan sultan-sultan. Karena Keraton Yogyakarta ialah sebuah istana yang mengandung
banyak arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kultural (kebudayaan). Yang masih
menjunjung tinggi nilai - nilai filosofinya.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat

http://shufairohenjang96.wordpress.com/tugas-tugas/materi

ips/sejarah/sejarah-kraton-yogyakarta/

http://djogjayogyakarta.blogspot.com/2013/04/sejarah-berdirinya-keraton-yogyakarta.html

http://catatandianakartinisyahnaputri.blogspot.com/2013/01/karya-tulis

peran-keraton-yogyakarta.html
DOKUMENTASI RIHLAH ILMIAH
KERATON YOGYAKARTA TAHUN 2023
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai