Diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Minat yang diampu
oleh Bapak Buntoro, S.Pd.
Oleh,
Rin Rin Ristiani Putri, Kelas XII IPS5
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak
lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
Makalahinisaya buat untuk melengkapi tugas dari Bapak Buntoro saya ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan. Dan saya
juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
dalam penulisan ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 4
A. Latar Belakang.................................................................................... 4
B. Tujuan Kegiatan................................................................................. 5
C. Manfaat Kegiatan............................................................................... 5
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keraton ini didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana I pada tahun 1755
Islam dengan adanya Perjanjian Giyanti. Keraton ini adalah pecahan dari Keraton
Kesunanan Surakarta.
Total luas wilayah keseluruhan keraton yogyakarta mencapai 184 hektar, yakni
meliputi seluruh area di dalam benteng Baluwarti, alun-alun Lor, alun-alun Kidul,
gapura Gladak, dan kompleks Masjid Gedhe Yogyakarta. Sementara luas dari
Indonesia pada tahun 1945, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai
tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi
Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta.
4
milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka
keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu
contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan
B. Tujuan Kegiatan
C. Manfaat Kegiatan
5
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada akhir abad ke-16 terdapat sebuah kerajaan Islam di Jawa bagian tengah-
selatan bernama Mataram. Kerajaan ini berpusat di daerah Kota Gede (sebelah
tenggara kota Yogyakarta saat ini), kemudian pindah ke Kerta, Plered, Kartasura dan
Kumpeni beserta beberapa tokoh lokal yang dapat dipengaruhi oleh Belanda seperti
Giyanti ini kemudian diikuti pula dengan pertemuan antara Sultan Yogyakarta
dengan Sunan Surakarta di Lebak, Jatisari pada tanggal 15 Februari 1755. Dalam
kerajaan. Kesepakatan yang dikenal dengan nama Perjanjian Jatisari ini membahas
tentang perbedaan identitas kedua wilayah yang sudah menjadi dua kerajaan yang
berbeda.
6
Bahasan di dalam perjanjian ini meliputi tata cara berpakaian, adat istiadat,
bahasa, gamelan, tari-tarian, dan lain-lain. Inti dari perjanjian ini kemudian adalah
modifikasi atau menciptakan bentuk budaya baru. Pertemuan Jatisari menjadi titik
awal perkembangan budaya yang berbeda antara Yogyakarta dan Surakarta. Tanggal
13 Maret 1755 (Kemis Pon, 29 Jumadilawal 1680 TJ) adalah tanggal bersejarah
untuk Kasultanan Yogyakarta. Pada tanggal inilah proklamasi atau Hadeging Nagari
dan para pengikutnya memasuki Keraton Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober 1756
(Kemis Pahing, 13 Sura 1682 TJ). Dalam penanggalan Tahun Jawa (TJ), peristiwa
ini ditandai dengan sengkalan memet: Dwi Naga Rasa Tunggal dan Dwi Naga Rasa
Wani.
surut. Utamanya terkait dengan pengaruh pemerintah kolonial baik Belanda maupun
Inggris. Pada tanggal 20 Juni 1812, ketika Inggris berhasil menyerang dan memasuki
keraton, Sultan Hamengku Buwono II dipaksa turun tahta. Penggantinya, Sri Sultan
7
Wilayah kekuasaan Kasultanan yang diberikan kepada Paku Alam I meliputi
sebagian kecil di dalam Ibukota Negara dan sebagian besar di daerah Adikarto
(Kulonprogo bagian selatan). Daerah ini bersifat otonom, dan dapat diwariskan
kepada keturunan Pangeran Notokusumo. Oleh karena itu, sejak 17 Maret 1813,
tanggal 17 Agustus 1945. Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX segera
mengucapkan selamat atas berdirinya republik baru tersebut kepada para proklamator
Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII mengeluarkan amanat pada
Sukarno, menetapkan bahwa Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam
tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Dengan demikian, diharapkan agar segala
8
B. Ekonomi dan Agraria
tanah, hutan kayu keras, perkebunan, pajak, dan uang sewa. Oleh karena itu sistem
ekonomi tidak bisa lepas dari sistem agraria. Sultan menguasai seluruh tanah di
Yogyakarta dibagi menjadi dua bentuk yaitu tanah yang diberikan Sultan kepada
anggota keluarga kerajaan dan tanah yang diberikan kepada pegawai kerajaan. Tanah
tersebut berlokasi teritori Nagara Agung, khususnya daerah Mataram, dan disebut
sebagai tanah lungguh (apanage land/tanah jabatan). Tanah yang berada dalam
pemeliharaan para keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan tersebut juga digunakan
oleh masyarakat umum sebagai tempat tinggal dan pertanian dari generasi ke
generasi. Sebagai imbalannya mereka menyetor sebagian hasil panen sebagai bentuk
pajak. Sekalipun kaum ningrat dan rakyat umum memiliki kebebasan dalam
mengatur, mengolah, dan mendiami tanah tersebut mereka tidak diijinkan untuk
menjualnya.
Selain itu kerajaan juga menerima penerimaan yang besar dari penebangan
hutan kayu keras dalam skala besar sejak Sultan HB I. Pada 1821 pemerintahan
Hindia Belanda memperoleh hak atas hasil penebangan dari hutan kayu keras dan
istana bertanggung jawab atas manajemen dan eksploitasinya. Pada 1848 sebuah
dan dalam ganti rugi Sultan memperoleh biaya penebangan dan pengangkutan kayu.
Pada 1904 di masa pemerintahan Sultan HB VII, manajemen hutan kayu keras di
Gunung Kidul diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebagai kompensasi
9
atas persetujuan itu, istana memperoleh kayu keras gratis untuk konstruksi istana
kopi, tebu, nila, dan tembakau. Kebanyakan perkebunan ditangani oleh perkebunan
swasta asing. Jumlah perkebunan yang semula ada 20 buah pada tahun 1839
ekonomi dan sumber yang terbatas. Pada 1942, Sultan tidak melaporkan secara
akurat jumlah produksi beras, ternak, dan produk lain untuk melindungi rakyat dari
Jepang. Sultan juga membangun kanal guna meningkatkan produksi beras dan untuk
Yogyakarta tidak memiliki batas yang tegas antar aspeknya. Kebiasaan umum (adat
tumpang tindih, bercampur dan hanya membentuk suatu gradasi yang kabur. Sebagai
contoh seni arsitektur bangunan keraton tidak lepas dari konsep “Raja Gung
Binathara” (raja agung yang dihormati bagaikan dewa) yang merupakan pandangan
hidup masyarakat yang juga menjadi bagian dari sistem kepercayaan (penghormatan
kepada dewa/tuhan).
seni pertunjukan juga bersifat sakral sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur
pendiri kerajaan dan penguasa alam. Begitu pula benda-benda tertentu dianggap
10
memiliki kekuatan magis dan berkaitan dengan dunia roh dalam pandangan hidup
masyarakat. Oleh karenanya dalam pergaulan sehari-haripun ada pantangan yang bila
dilanggar akan menimbulkan kutuk tertentu bagi pelakunya. Ini pula yang
maupun wayang jenis lain. Selain itu wejangan dan nasihat tentang pandangan hidup
dan sistem kepercayaan juga ditransmisikan dalam bentuk tembang (lagu) maupun
bentuk sastra lainnya. Semua hal itu tidak lepas dari sistem bahasa yang digunakan
dan membuatnya berkembang. Dalam masyarakat dipakai tiga jenjang bahasa yaitu
Ngoko (bahasa Jawa rendah), Krama Andhap (bahasa Jawa tengah), dan Krama
Inggil (bahasa Jawa tinggi). Aturan pemakaian bahasa tersebut sangat rumit, namun
tercermin budaya penghormatan dan saling menghargai. Ada satu lagi bahasa yang
khusus dan hanya digunakan di lingkungan istana yang disebut dengan Bagongan
meneruskan sistem yang digunakan zaman Mataram. Pendidikan formal hanya dapat
dinikmati oleh keluarga kerajaan. Pendidikan itu meliputi pendidikan agama dan
Tepas Kapunjanggan. Kedua pendidikan ini satu sistem dan tidak terpisah. Para
siswa diberi pelajaran agama, bahasa Jawa, budaya, dan literatur (serat dan babad).
11
Pendidikan barat baru diperkenalkan oleh pemerintah penjajahan pada awal
abad 20. Pada pemerintahan Sultan HB VIII sistem pendidikan dibuka untuk umum.
Keputran. Sekolah ini masih ada hingga sekarang dengan nama SD Negeri Keputran.
penjajahan seperti HIS, Mulo, dan AMS B. Muncul pula sekolah guru dari kalangan
Muallimin). Pada 1946 kesultanan ikut serta dalam mendirikan Balai Perguruan
Kebangsaan Gajah Mada yang pada 1949 dijadikan Universitas Gadjah Mada
(UGM).
lokal (baca: kejawen) masih tetap dianut rakyat meski menyatakan diri sebagai orang
Islam. Berbagai ritus kepercayaan lokal masih dijalankan tetapi doa-doa yang
dipanjatkan diganti dengan menggunakan bahasa Arab. Hal ini menujukkan sebuah
kepercayaan lokal dan westernisasi baru muncul pada tahun 1912 seiring dengan
menjadi tempat tinggal para imam kerajaan menjadi pusat gerakan puritan itu.
12
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
ini kita harus mempertahankan budaya budaya yang ada, salah satunya
KeratonYogyakarta, disana kita dapat mempelajari sejarah yang dahulu kala terjadi,
B. Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ngayogyakarta_Hadiningrat
http://dpad.jogjaprov.go.id/article/news/vieww/cikal-bakal-keraton-kasultanan-
yogyakarta-1483
13
14