Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh
Enritua Situmorang
(2019102298)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dilimpahkannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik yang berjudul “Sejarah Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII”. Adapun makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Pendidikan
Kewarganegaraan yang tealh setia memberikan arahan dan pengajaran kepada Mahasiswa/i
umumnya kepada penulis khususnya selama mengikuti perkuliahan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat, mahasiswa/i yang telah turut
berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dalam penyelasian makalah ini.
Penulis menyadari dalam menulis makalah ini terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan karena kurangnya buku yang bisa dijadikan sebagai panduan serta karena
keterbatasan waktu. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca sekalian untuk kelengkapan dan kesempurnaan dalam
makalah ini dikemudian hari.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
sekalioan umumnya dan bagi penulis khususnya untuk memahami bagaimana Perjuangan
Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII.
Enritua Situmorang
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
BAB III................................................................................................................................................17
PENUTUP...........................................................................................................................................17
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya
open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalm mengamankan pintu asing
yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte
Verklaring ( Perjanjian Pendek) di Sumatera terutama di Kesultanan Aceh dan Toba,
dimana kerajaan ini membukan hubungan dagang dengan negara-negara Eropa
lainnya. Disisi lain Belanda sendiri berusaha menamamkan monopolinya atas
kerajaan tersebut. Politik yang berberda ini mendorong situasi selanjutnya untuk
melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak terpecah belah menjadi dua bagian
yaitu daerah-daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang
disebut “Residenti Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan seorang residen
berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur di
Padang. Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung,
Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir belum berhasil dikuasai oleh
Belanda dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang merdeka, atau “De
Onafhankelijke Bataklandan”.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya
mendarat di pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak dimana raja Sisingamangaraja
XII berkuasa, masih belum dijajah Belanda. Tetapi 3 tahun kemudian, yaitu pada
tahun 1876, Belanda mengumumkan “Regerings Belsuit tahun 1876” yang
menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan kepada
5
kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda di Sibolga, suasana di
Tanah Batak bagian Utara menjadi panas.
6
7
BAB II
PEMBAHASAN
Ketika Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi Raja Batak, waktu itu umurnya
baru 19 tahun. Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai
Belanda kecuali Aceh dan Tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan
damai dibawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat
bertani, beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja
Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau
ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang dikenal arti perbudakan,
anti penindasan, dan sangat menghargai kemerdekaan. Belanda pada waktu itu
masih mengakui tanah Batak sebagai “De Onafhankelijke Bataklandan” ( daerah
Batak yang tidak tergantung kepada Belanda.
Raja Sisingamangaraja yang kendati secara clan, bukan berasal dari Silindung,
namun sebagai raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah Batak,
bangkit kegeramannya melihat Belanda mulai menganeksasi tanah-tanah Batak.
Raja Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat Belanda. Kalau Belanda mulai
mencaplok Silindung, tentu akan menyusul dengan menganeksasi Humbang, Toba
Samosir, Dairi dan lain-lain.
8
2. Zending Agama tidak diganggu
3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sam-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat
gerang, mengumumkan perang Belanda yang ingin menjajah. Terlihat pula,
Sisingamagaraja XII bukan anti agama. Dan terlihat pula, Sisingamangaraja XII di
zamannya, sudah dapat membina azas dan semangat persatuan dan suku-suku
lainnya.
Tahun 1877, mulauilah perang batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30
tahun lamanya. Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang panas
selama tiga dasawarsa, 30 tahun Belanda mengarahkan pasukan-pasukannya dari
singkil Aceh menyerang pasukan rakyat semesta yang dipimpin oleh raja
Sisingamangaraja XII.
Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakkara, tempat istana dan
markas besar Sisingamangaraja XII di Tangga Batu, Balige mendapat perlawanan dan
berhasil dihempang. Belanda merobah taktik, ia menyerbu pada babak berikutnya ke
kawasan Balige untuk merebut kantong logistik Sisingamangaraja XII di daerah Toba.
Untuk selanjutnya megadakan blokade terhadap Bakkara. Tahun 1882, hampir
seluruh daerah Balige dikuasai oleh Belanda , sedangkan lagu boti masih
dipertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja XII antara lain Panglima
Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah
Belanda mengarahkan pasukan satu batalion tentara barisan penembak-penembak
meriam.
9
Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda dari Balige dari arha Huta
Pardede. Baik kekuatan laut dari Danau Toba, pasukann Raja Sisingamangaraja XII di
kerahkan 40 Solu Bolon atau kapal yang masing-masing penjaganya sampai 20 meter
dan mengangkut pasukan sebanyak 20 x 40 orang jadi 800 orang meleaju menuju
Balige. Pertempuran besar terjadi.
Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakkara tempat istana dan markas besar
raja Sisingamangaraja XII berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Sisingamangaraja XII
mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga
ikut Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.
Pada waktu itulah, Gunung Krakatau meletus. Awan hitam meliputi Tanah
Batak. Suatu alamat buruk seakan-akan datang. Sebelum peristiwa ini, pada situasi
yang kritis Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas front
perlawanan. Beliau berkunjung ke Asahan tanah Karo dan Simalungun, demi
koordinasi perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda. Dalam gerak
perjuangannya itu banyak sekali kisah tentang kesaktian raja Sisingamangaraja XII.
Perlawanan raja Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi Belanda juga
berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bantuan dari Batavia
Fort De Kok, Sibolga dan Aceh. Barisan Marsuse juga didatangkan bahkan para
tawanan diboyong dari Jawa untuk menjadin umpan peluru dan tameng pasukan
Belanda.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari persembunyian
Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh
10
karena itu pasukan raja Sisingamangaraja XII barisan musuh ini di juluki “ Sigurbak
Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima
Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedangkan Belanda
menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi
Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarossang,
Huta Paung, Parsinnguran dan Pollung. Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal
Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat
Khusu Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga di tawan Belanda. Ini terjadi
pada Tahun 1889.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade
Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia
menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, isteri
Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda, ikut tertangkap putra-putri
Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Panglima, menyusul Boru
Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam
putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, dipinggir kali Aek Sibulbulon, disuatu desa yang namanya Onom
Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuluia Utara dan Kabupaten Dairi yang
sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII bersama kedua Putranya Patuan Nagarin
dan Patuan Anggi serta Putrinya Lopian. Konon Sisingamangaraja XII yang kebal
peluru tewas kena peluru setelah terpecik darah Putrinya Lopian, yang gugur di
pangkuannya. Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusah terus mengadakan
11
perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup di tawan,
dihina dan dinista, mereka pun ikuit korban perjuangan.
12
baik, lebih bermutu dan lebih sempurna, maka Lembaga Sisingamangaraja XII yang
didirikan dan diketuai DR GM Panggabean pada tahun 1979, telah membangun
monumen Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII di kota Medan yang
diredmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno di Istana Negara dalam
rangka peringatan Hari Pahlawan 10 November 1979 dan pesta rakyat peresmian
monumen tersebut di Medan.
Kemudian oleh Yayasan Universitas Sisingamangaraja XII pada tahun 1984 telah
didirikan Universitas Sisingamangaraja XII (US XII) di Medan, pada tahun 1986
Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA) di Silangit Siborong-borong
Tapanuli Utara pada tahun 1987 didirikan STMIK Sisingamangaraja XII di Medan.
13
membawa mereka berjuang bersama diri dan pasukannya untuk mempertahankan
tanah airnya. Tetapi pertanyaan kita ialah benarkah hanya sebatas itu perjuangan
pahlawan nasional Sisingamangaraja XII? Kajian ilmiah berikut akan mencoba
menganalisis dan membeberkan dengan rinci bahwa perjuangan Sisingamangaraja
XII lebih luas dan lebih universal dari pada hanya sekedar herorisme, membela tanah
air, kepahlawanan, menolak menyerah, titik darah penghabisan, tidak rela menyerah
kalah dan ditawan.
14
Internasional. Perjuangan ini adalah perjuangan universal yang telah dilakukan
Sisingamangaraja.
Prinsip beliau sangat mendalam ialah sambil berperang melawan Belanda, juga
berperang melawan penyakit dan sumber penyakit kejahatan. Walau dalam
pertempuran, namun tanggung jawab sosial kepada rakyat tetap dilakukan.
Dia melakukan hubungan dengan Kesultanan Aceh yang pada saat hampir sama
1873 juga melakukan perlawanan kepada Belanda. Sisingamangaraja mendapat
bantuan dari Sultan Iskandar Muda berupa panglima dan pasukan jitu yang ditakuti
Belanda. Sama dengan pasukan khusus atau paratroops yang sangat ditakuti. Pada
15
saat perang Batak dikorbankan tahun 1878, pasukan berani mati dari Aceh ini sudah
mendampingi beliau melawan Belanda.
Beliau tidak hanya mengandalkan pasukan dari tanah Batak yang di galang
melalui para raja maropat, raj bius dan raja horja, tetapi juga dari sub etnik dan etnik
lain misalnnya Batak Timur ( Simalungun), Pardembanan, dan Aceh. Adanya
kebiasaan para anggota yang heterogen dan berbudaya yang berbeda itu menjukkan
bahwa beliau menguasai dan mengakui serta memelihara budaya yang beragam itu.
Karena itu beliau berjuang juga memakai basis multikulturalisme (keberagaman
budaya).
Beliau mengulangi lagi mengirim masuk kepada pihak Belanda di Sibolga, agar
mengurungkan maksud untuk mengirimkan bala tentara ke Silindung, dengan alasan
bahwa pasukan Sisingamangaraja dan pasukan Aceh yang didatangkan dari kerajaan
Aceh (Sultan Iskandar Muda) akan menyerang Silidung dan membunh para
zendelingen. Beliau menyatakan bahwa issu itu tidak benar.
16
memperlihatkan bahwa Sisingamangaraja adalah anti pertumpahan darah. Dia
menjunjung perdamaian. Azas perdamaian yang dipegangnya adalah berdasar pada
hak kemerdekaan bagi setiap orang dan bangsa. Dia memandang bahwa setiap orang
itu punya hak yang sama, pumya hak azasi kesehatan. Itu sebabnya dia juga selalu
membebaskan budak tawanan perang. Berdasarkan pendangan itu beliau
sebenarnya berprinsip bahwa semua manusia itu bersaudara. Oleh karena itu harus
selalu membantu, menolong dan, melindungi.
Oleh karena itu prinsip perjuangannya tidak kalah dengan prinsip perjuangan
orang Perancis. Filosofi liberte, egalite, dan fraternite bukan hanya milik orang
Perancis, teteapi juga filosofi dan pandangan orang Batak, terutama raja
Sisingamangaraja. Bahkan menjadi landasan perjuangan kemerdekan orang Batak
yang dipimpinnya melawan penjajahan Belanda.
Beliau mengajak para raja maropat di segala wilayah di Sumatera. Dai juga
berhubungan dengan para raja maropat di Simalungun, Tuan Rondahaim, juga raja di
Bandarpulo. Dia juga menyatukan perjuangan raja-raja lokal yakni para raja maropat.
Peraktek perjuangan unitarisme ini terlihat ketika beliau mengumandangkan
deklarasi Pulas kepada Belanda.
17
kepada musuh. Tidak menyerang secara sembunyi-sembunyi. Mereka memberi
kesempatan kepada musuh untuk mempersiapkan diri untuk melawan.
Saat konsolidasi perjuangan di wilayah pulau Samosir setelah dia kembali dari
asahan, Sumatera Timur dan Simalungun dia menerima terbentuknya pasukan inong.
Pasukan perempuan yang di bentuk oleh kaum perempuan di Ronggurnihuta, di
puncak tertinggi di Pulau Samosir. Pasuka inong ini terdiri dari kaum perempuan ,
ibu-ibu dan anak gadis, menyertainya bertempur sampai ketempat konsentrasi
terakhir di Sionom Hudon Dairi.
Dari data dokumentasi yang ditulis oleh para penulis Batak, maupun Belanda,
dapat disimpulkan bahwa perjuangan dan pertempuran yang diterapkan
Sisingamangaraja sungguh luar biasa dan konsisten. Strategi penyerangan dan
pertahanan yang sektoral dan frontal, startegi ekologi sesuai kontur alam tanah
Batak.
Sisingamangaraja selalu mengajak raja-raja huta, horja, bius dan raja maropat
dan para panglimanya bermusyawarah ketika akan memutuskan perlawanan kepada
18
usaha Belanda memperluas kekuasaannya di tanah Batak dengan pernyataan
deklarasi pulas.
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Disarankan agar para ahli, akademisidan peminat sejarah untuk meneliti lebih
lanjut dalam perjuangan Raja Sisingamangaraja XII ini. Titik pendalaman dapat
dilakukan dari berbagai Adat Istiadat, Seni, Ekonomi, Hak Azasi Manusia, Hukum,
maupun Sosiologi.
Dengan demikian kita akan menemukan akar pesan dan warisan perjuangan
yang logistik itu yang menjadi basis perjuangan orang Batak dan rakyat Indonesia ke
masa depan dalam abad globalisasi ini. Kita harus mencari nilai strategi perang, nilai
strategi politik diplomasi, nilai kultural, sosial ekonomi, nilai hak azasi, untuk kita
pakai membangun kesatuan bangsa Indonesia dan pergaulan Internasional antar
bangsa.
20