Anda di halaman 1dari 13

PERANG BATAK

Disusun Oleh: Zahfar Siddiq


Kelas: XI IPA 2

Guru Pembimbing: Bapak Ahmad Thoriq Ganda, S.Pd

SMA NEGERI 1 BELITANG


2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT
yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Sejarah Indonesia
dengan judul Sejarah “Perang Batak”.
Kami selaku penyusun makalah menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak Ahmad Thoriq Ganda, S.Pd selaku guru Sejarah Indonesia yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang
selalu mendukung kelancaran tugas kami.
Dalam makalah dengan tema Sejarah Perang Batak ini, kami akan membahas
tentang Raja sisingamangajara XII yang sangat menentang penyebaran agama kristen.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami tidak menutup diri dari para pembaca akan saran dan kritik
yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan
makalah dimasa yang akan datang.
Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan
bagi kami penyusun dan para pembaca semuanya. Amin.

Belitang, September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang.........................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................1
Bab II Pembahasan
A. Sisingamangaraja XII..............................................................2
B. Faktor yang menyebabkan terjadinya perang batak................3
C. Jalannya perang batak.............................................................4
D. Akhir perang...........................................................................6
E. Dampak perang........................................................................8
Bab III Penutup
C. Kesimpulan............................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................10

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak Belanda mencerngkramkan kekuasaannya di Nusantara, sejak saat itu
pula kehidupan masyarakat Nusantara ditentukan oleh keadaan politik yang terjadi di
negeri Belanda dan Eropa. Berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh Belanda, semata-
mata semuanya adalah untuk mencari keuntungan untuk pihak Belanda sendiri,
sedangkan rakyat Indonesia yang dikuasai mengalami penderitaan yang cukup hebat
karena harus menanggung kebijakan yang menyengsarakan tersebut.
Selain melakukan kebijakan yang bertujuan untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya di tanah jajahan, Belanda juga melakukan politik Pax Nederlandica
dan mendukung kegiatan kristenisasi yang dilakukan oleh para misionaris. Kedua hal
tersebut dilakukan Belanda dalam rangka melanggenkan kekuasaannya di Nusantara.
Maka beragam reaksi perlawan dilakukan oleh rakyat atas kebijakan Belanda yang
menyengsarakan tersebut dan proses kristenisasi yang dianggap sebagai sebuah hal
yang bertentangan bagi rakyat Indonesia yang pada saat itu sudah mempunyai agama.
Perlawanan tersebut biasanya dipimpin oleh para pemimpin lokal yang kebanyakan
khawatir dengan politik Pax Nedelandica yang akan merongrong daerah
kekuasaannya.
Diantara banyak perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia beserta
pemimpinnya, salah satunya adalah perlawanan Tapanuli atau perang Tapanuli biasa
disebut dengan perang Batak yang berlangsung selama 29 tahun dengan tokoh
terkenalnya yaitu Sisingamangaraja XII.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut rumusan masalahnya adalah
1) Siapakah Sisingamangaraja XII?
2) Faktor apa yang menyebabkan terjadinya perang Batak ?
3) Bagaimana jalan perang Batak ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII adalah sosok yang tidak asing lagi di daftar Nama-
Nama Pahlawan Nasional Indonesia. Ia dinobatkan sebagai pahlawan nasional
tanggal 19 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961.
Sisingamangaraja XII memiliki nama asli Pantuan Besar Ompu Pulo Batu. Ia lahir di
Bakkara, Tapanuli, Sumatra Utara, 17 Juni 1849. Ayah dan Ibunya bernama
Sisingamangaraja XI (Ompu Sohahuaon) dan Boru Situmorang. Ayahnya wafat pada
tahun 1876, sehingga Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi penerus ayahnya di
usia yang baru 19 tahun. Gelarnya adalah Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja
berasal dari tiga kata, yaitu ‘si’, ‘singa’, dan ‘mangaraja’. ‘Si’ adalah kata sapaan,
‘singa’ merupakan bahasa Batak yang berarti bentuk rumah Baka, sedangkan
‘mangaraja’ sama maksudnya dengan kata ‘maharaja’. Jadi Sisingamangaraja berarti
Maharaja orang Batak.
Ada dua versi tentang asal-usul Sisingamangaraja dan kerjaan Batak. versi
pertama mengatakan Sisingamanagaraja adalah keturunan seorang pejabat yang
ditunjuk oleh raja Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang
berkeliling ke Sumatera Utara untuk menempatkan pejabat-pejabatnya. Dalam
sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, Raffles menulis bahwa para pemimpin
Batak menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang merupakan
keturunan Minangkabau dan bahwa di Silindung terdapat sebuah arca batu berbentuk
manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari Pagaruyung. Sampai awal abad ke-20,
Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin
Minangkabau melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya
kepada pemimpin Pagaruyung.
Sedangkan versi kedua berasal dari mitos rakyat yang diceritakan dalam
berbagai versi lagi, namun secara garis besar versi itu menyatakan Manghuntal
(Sisingamanagaraja I) adalah keturunan Bona Ni Onan bermarga Sinambela. Sebelum
kelahirannya Sisingamaraja I telah diramalkan bahwa ia adalah titisan dari Batara
Guru dan akan menjadi seorang raja besar. Setelah dewasa Manguntal akhirnya
menjadi raja setelah berhasil mencabut keris yang bernama Piso Gaja Dompak (Pisau
Gajah Penangkal). Piso Gaja Dompak dinyakini tidak akan bisa dicabut dari
sarungnya oleh seseorang yang tidak memiliki kesaktian, kecuali oleh orang yang

5
memiliki kesaktian dan orang yang menjadi titisan Batara Guru (orang yang memang
sudah ditakdirkan menjadi Raja).
Berikut ini adalah silsilah Raja Sisingamangaraja dari urutan 1 sampai ke 12
adalah sebagai berikut:
1. Raja Manghuntal / Sisingamangaraja I
2. Raja Tinaruan / Sisingamangaraj II
3. Raja Itubungna / Sisingamangaraja III
4. Sori Mangaraja / Sisingamangaraja IV
5. Ampallongos / Sisingamangaraja V
6. Amangulbuk / Sisingamangaraja VI
7. Ompu Tuan Lombut / Sisingamangaraja VII
8. Ompu Sotarunggal / Sisingamangaraja VIII
9. Ompu Sohalompoan / Sisingamangaraja IX
10. Ompu Tuan Na Bolon / Sisingamangaraja X
11. Ompu Sohahuaon / Sisingamangaraja XI
12. Patuan Bosar / Sisingamangaraja XII
Singamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran
dengan Belanda di pinggir bukit Aek Sibulbulen, di suatu desa yang namanya Si
Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang
sekarang. Sebuah peluru menembus dadanya, akibat tembakan pasukan Belanda yang
dipimpin Kapten Hans Christoffel. Turut gugur waktu itu dua putranya Patuan Nagari
dan Patuan Anggi, serta putrinya Lopian. Sementara keluarganya yang tersisa
ditawan di Tarutung. Sisingamangaraja XII sendiri kemudian dikebumikan Belanda
secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung, setelah sebelumnya mayatnya diarak
dan dipertontonkan kepada masyarakat Toba. Makamnya kemudian dipindahkan ke
Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953, yang dibangun
oleh Pemerintah, Masyarakat dan keluarga.

B. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perang Batak


1. Sebab umum.
a) Adanya tantangan raja Batak Tapanuli yang masih menganut
agama Batak kuno (Animisme dinamisme) atas penyebaran agama
Kristen di Tapanuli.
b) Adanya siasat Belanda dengan menggunakan gerakan Zending
untuk menguasai daerah Tapanuli.

6
c) Alasan yang digunakan Belanda untuk menindas pejuang Padri
dan pemimpin-pemimpin Aceh banyak melarikan diri ke daerah
Tapanuli.

2. Sebab Khusus.
Penolakan Raja Si Singamangaraja ke-XII atas penyebaran agama Kristen di
daerah Tapanuli.
Perang Tapanuli (1878-1907) terjadi karena kebijakan Belanda di Nusantara,
dan berlaku juga di Tapanuli, membuat rakyat mengalami penderitaan yang hebat.
Banyak para petani yang kehilangan tanah dan pekerjaannya karena diberlakukannya
politik liberal yang membebaskan kepada para pengusaha Eropa untuk dapat
menyewa tanah penduduk pribumi. Dan dalam pelaksanaanya banyak penduduk
pribumi yang dipaksakan untuk menyewakan tanahnya dengan harga murah. Untuk
itu Sisingamangaraja mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Berikut beberapa alasan Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan
terhadap Belanda:
1. Pengaruh Sisingamangaraja semakin kecil.
2. Adanya Zending atau misi penyebaran agama kristen di Tapanuli dan
sekitarnya
3. Belanda memperluas kekuasaannya dalam rangka Pax Netherlandica.

Sedangkan penyebab khusus perlawanan adalah kemarahan sisingamangaraja


atas penempatan pasukan Belanda di Tarutung.

C. Jalannya Perang Batak


Sampai abad ke-18, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali
Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah
pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak,
berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII
mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan.
Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat
menghargai kemerdekaan.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta
bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh
Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk
tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bangkara tetapi sekaligus
menaklukkan seluruh Toba.

7
Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat
kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil
Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke
Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun kehadiran tentara kolonial
ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan pulas
(perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal
Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan
pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga.
Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang
pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun
Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa
keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bangkara dipaksa Belanda
untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan
pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bangkara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan
perlawanan secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan
seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat
ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan
pasukan Aceh dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk
meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo,
Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang Keumala.
Karena Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka taktik perang perjuangan
Batak dilakukan secara tiba-tiba, hal ini mirip dengan taktik perang Gerilya.
Pada tahun 1888, pejuang-pejuang Batak melakukan penyerangan ke Kota
Tua. Mereka dibantu orang-orang Aceh yang datang dari Trumon. Perlawanan ini
dapat dihentikan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh J. A. Visser, namun
Belanda juga menghadapi kesulitan melawan perjuangan di Aceh. Sehingga Belanda
terpaksa mengurangi kegiatan untuk melawan Sisingamangaraja XII karena untuk
menghindari berkurangnya pasukan Belanda yang tewas dalam peperangan.
Pada tanggal 8 Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja XII kembali
menyerang Belanda. Seorang prajurit Belanda tewas, dan Belanda harus mundur dari
Lobu Talu. Namun Belanda mendatangkan bala bantuan dari Padang, sehingga Lobu
Talu dapat direbut kembali. Pada tanggal 4 September 1889, Huta Paong diduduki
oleh Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik mundur ke Passinguran. Pasukan
Belanda terus mengejar pasukan Batak sehingga ketika tiba di Tamba, terjadi

8
pertarungan sengit. Pasukan Belanda ditembaki oleh pasukan Batak, dan Belanda
membalasnya terus menerus dengan peluru dan altileri, sehingga pasukan Batak
mundur ke daerah Horion.
Sisingamangaraja XII dianggap selalu mengobarkan perlawanan di seluruh
Sumatra Utara. Kemudian untuk menanggulanginya, Belanda berjanji akan
menobatkan Sisingamangaraja XII menjadi Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas
menolak iming-iming tersebut, baginya lebih baik mati daripada menghianati bangsa
sendiri. Belanda semakin geram, sehingga mendatangkan regu pencari jejak dari
Afrika, untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini
terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh
ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun
terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar,
sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat
Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta,
Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima
Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh
Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru
Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1906.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade
Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia
menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri
Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri
Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru
Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam,
putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si
Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang
sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan
Kapten Christoffel. Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari
dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Pengikut-pengikutnya berpencar dan
berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII
yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban
perjuangan. Gugurnya Sisingamangaraja XII merupakan pertanda jatunya tanah
Batak ke tangan Belanda. 

D. Akhir Perang

9
Yang awalnya pasukan Si Singa Mangaraja masih melakukan perlawana
namun tahun 1900 kekuatan Si Singa Mangaraja semakin surut. Sehingga perlawanna
tidak dikerahkan untuk melakukan penyerangan sebanyak mungkin melainkan
memperthankan diri dari serangan lawan selain penduduk daerah Dairi dan Pak – Pak
Masih setia kepada mereka. Selain itu Belanda juga melakukan gerakan pembasmi
gerakan – gerakan perlawanan yang ada diSumatera ( Aceh dan Batak). Operasi
diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari Aceh terus ke Batak. Mereka
mengadakan pengepungan dan mebakar kamung – kampung yang membangkan
pertempuran semakin sengit antara kedua belah pihak.
Pada saat Belanda sampai di daerah pak – Pak dan Dairi pasukan Si Singa
Mangaraja semakin terkepung sedangkan di lain pihak hubungan mereka dengan
Aceh sudah terputus. Denga terdesaknya pasukan Si Singa Mangaraja merka terus
berpindah – pindah dari satu tempat ketempat yang lain untuk menyelamatkan diri.
Tahun 1907 pengepungan yag dilakukan oleh Belanda terhadap pasukan Si Singa
Mangaraja dilakukan secara intensif yang dipimpin oleh Hans Christoffel.
Dimulai menelusuri jejak Si Singa Mangaraja oleh Belanda namun merak
gagal menangkap Si Singa Mangaraja dan anak istri Si Singa Mangaraja ditawan oleh
Belanda. Boru Situmorang ibu Si Singa Mangaraja tertangkap dan dijadikan tawanan
perang oleh Belanda sementara itu Si Singa Mangaraja belum juga mneyerahkan diri
dan belanda terus mencari sampai tanggal 28 Mei pihak belanda mengetahui bahwa
Si Singa Mangaraja berada di Barus maka Wenzel menarahkan pasukan untuk
menangkapnya tetapi tidak berhasil.
4 Juni 1907 pihak Belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di
Penegen dan Bululage dan mereka melakukan pengerebekan melalui Huta Anggoris
yang tak jauh dari panguhon. Ternyata Si Singa Mangaraja telah meninggalkan tepat
itu sebelum mereka datang. Si Singa Mangaraja terus menyikir ke darah Alahan
sementara itu Belanda terus mengejar melalui kampung Batu Simbolon, Bongkaras
dan Komi. Banyak penduduk sekitar ditangkap karena dicurigai bekerjasma dengan
Si Singa Mangaraja. Berbagai usaha yang dilakukan Belanda tanggal 17 jJuni 1907 Si
Singa Mangaraja berhasil ditangkap didekat Aik Sibulbulon ( derah Dairi ) dalam
keadaan lemah Si Singa Mangaraja dan pasukanya terus mengadakan perlawanan.
Dalam peristiwa Si Singa Mangaraja tertebak oleh Belanda sehingga pada saat itu Si
Singa Mangaraja mati terbunuh ditempat. Disaat yang bersamaan anak perempuan
dan dua putra laki – lakinya juga gugur sedankan istri, ibu dan putra – putra masih
menjadi tawana perang oleh Belanda . dengan gugurnya Si Singa Mangaraja maka
seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak saat itu kerja rodi didaerah ini
meraja lelah struktur tradisional masyarakat semaki lama semakin runtuh.

10
E. Dampak Perang
Orang batak banyak terbunuh dan banyak kerugian yang ditimbulkam, rumah
– rumah hancur dibakar, agama Keristen saat itu meraja lelah tampa ada halangan
dari pihak manapun sedangkan pihak Belanda mengalami kebangkrutan dana yag
disebakan karena saat bersamaan Belanda juga menghadapi Aceh yang begitu kuat
sehingga didatang pasukan – pasukan dari luar yang dibayar mahal.
1. Bidang Politik.
Seluruh daerah Tapanuli dapat dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah
kolonial Hindia Belanda.
2. Bidang ekonomi.
Dikuasainya monopoli perdagangan di sana terutama hasil
perkebunannya seperti tembakau.
3. Bidang sosial.
Tersebarnya agama kristen di Tapanuli secara meluas yang
menyebabkan berubahnya keyakinan masyarakat sebelumnya.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sisingamangaraja XII memiliki nama asli Pantuan Besar Ompu Pulo Batu. Ia
lahir di Bakkara, Tapanuli, Sumatra Utara, 17 Juni 1849. Ayah dan Ibunya bernama
Sisingamangaraja XI (Ompu Sohahuaon) dan Boru Situmorang. Sisingamangaraja
XII dinobatkan menjadi penerus ayahnya di usia yang baru 19 tahun setelah ayahnya
wafat pada tahun 1876.
1. Perang Batak yang terjadi selama 29 tahun yang berawal dari ketidak sukaan Si
Singa Mangaraja terhadap Belanda yang sengaja menyebarkan agama keristen
yang mengakibatkan Si Singa Mangaraja melakukan perlawan karena takut
Belanda menguasai daerah tesebut secara luas lagi sehingga ia takut peranya
sebagai pemimpin dapat disingkirkan oleh Belanda disisi lain Si Singa
Mangaraja sebagai pemimpin juga takut Belanda mempengaruhi rakyat dan bisa
berubah struktur kebuadayaan yang ada disana. Perperangan demi perperangan
yang terjadi sangat merugikan bagi rakyat Batak. Perperangan yang berlangsung
sangat lama berhasil dimenangkan oleh Pihak Belanda dengan gugurnya Si Singa
Mangaraja di medan perang. Sehingga Belanda berhasil menduduki daerah Batak
keseluruhannya.
2. Berikut beberapa alasan Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan terhadap
Belanda:
a) Pengaruh Sisingamangaraja semakin kecil.
b) Adanya Zending atau misi penyebaran agama kristen di Tapanuli dan
sekitarnya
c) Belanda memperluas kekuasaannya dalam rangka Pax Netherlandica.
3. Perang ini diawali dengan permintaan bantuan para misionaris di Silindung dan
Bahal Batu kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh
Singamangaraja XII. Dan berakhir dengan gugurnya Sisingamangaraja XII pada
17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan Belanda di pinggir bukit Aek
Sibulbulen, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon.

12
DAFTAR PUSTAKA

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Noto S. 1984. Sejarah Nasional Jilid
VI.Jakarta : balai Pustaka
Dekker,Nyman.1975.Sejarah Indonesia dalam Abad XIX.YPTP Ikip Malang :
Amamater
Sidjabat,Bonar.1982.Ahu Si Singamangaraja. Jakarta : Kintamani Ofse

13

Anda mungkin juga menyukai