Serupa Maskumambang rencana pembangunan lima tahun
pupuh mengantarkan wejangan hidup bisa jadi
kecapi dalam suara sunyi menyendiri rencana pembantaian lima tahun pupuh dan kecapi membalut nyeri di tahun-tahun berikutnya menyatu dalam suara genting kudapati penembak misterius terluka, melukai, dan luka-luka tak ada salah apalagi benar menganga akibat ulah manusia tak ada hukum negara pembantaian dimana mana Terengah-Engah dalam Tabung dan diburu sampai got Selang dor di mulut aku seorang petani bojongsari dor di kepala menghidupi mimpi diikat tali dari padi yang ditanam sendiri dikafani karung kesederhanaan panutan hidup penguasa punya tahta dapat untung yang tidak ada dilipat dan ditabung bisa diada-ada 1974 tanah air yang kucinta akulah sengkon yang sakit berumur dua puluh sembilan tahun berusaha mengenang setiap luka waktu yang muda bagi berdirinya sebuah di dada, di punggung, di kaki negara di batuk yang berlapis tuberculosis lambang garuda dasarnya pancasila Malam Jumat Dua Satu November undang-undang empat lima 197413 merajut banyak peristiwa setiap malam jum’at peralihan kepemimpinan yang mendesak yasin dilantunkan dengan hidmat bung karno diganti pak harto bintang-bintang berdzikir di kedipannya dengan dalih keamanan negara suara-suara binatang pembantaian enam jenderal satu perwira melengkingkan pujian untuk tuhan enam jam dalam satu malam istriku masih mengenakan mukena mati di lubang tak berguna mengambilkan minum dari dapur tak ada dalam perang mahabarata di kejauhan terdengar warga desa gaduh bahkan di sejarah dunia “adili si keluarga rampok itu” hanya di sejarah indonesia “ya… usir dari kampung ini” pemusnahan golongan kiri “bakar saja rumahnya” PKI wajib mati “betul” pemimpin otoriter di lubang bilik REPELITA ada banyak obor dan petromak menyala teriakan tegas biarkan pengadilan yang memutuskan “sodara sengkon, sodara sudah dikepung hukuman” ABRI! aku masih diselimuti kebingungan kalau mau selamat, menyerahlah! disambut rajia seluruh badan sodara sudah tidak bisa kabur, angkat kepalaku ditodong senjata laras panjang tangan!” mendekati puluhan ABRI dan Polisi15 istriku kaget “ya… gantung saja!” “kok kamu, kang?” “dasar orang tak tahu diuntung!” kebingungan “sampah masyarakat!” “demi allah saya tidak berbuat jahat!” “anying! goblok! masih dalam suara yang sama dulur aing paeh “kalau sodara tidak keluar gara-gara sia! anying! dalam hitungan tiga duk! dak! kami akan mengeluarkan aku dikerumuni pukulan warga tembakan peringatan ABRI dan Polisi ikut-ikutan menendang satu, dua… ti…g….” dor! secepat yang kubisa aku keluar angkat suara tembakan di langit tangan terdengar sayup di pintu ratusan warga aku terkapar di tanah mulai melontarkan sumpah serapah seorang ABRI menggusurku anjing! darah dan becek tanah bercampur di tubuh babi! aku dilemparkan ke atas bak mobil bagong! kondisi diantara sadar atau tidak tai! selang kejadian sampah! sesosok tubuh dilemparkan ke bak mobil segalanya ada di mulut warga kuperhatikan wajah yang penuh luka itu kata-kata tak mewakili peri kemanusian “karta?” wargadesa bengis seperti serigala kami ditangkap dengan tuduhan tak ada rasa kasihan perampokan juga pembunuhan dari batu sampai bambu dari golok sampai balok diacung-acungkan ke arahku serempak berkata “allahu akbar!!!” batu, bambu, dan balok beterbangan ke arahku “sodara-sodara sekalian, tolong hentikan