Anda di halaman 1dari 23

SEJARAH PERJUANGAN RAJA SISINGAMANGARAJA XII

Makalah Pahlawan Nasional


Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh
Lano Arintaka
(3412110012)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


DEPOK
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
yang dilimpahkannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan baik, yang berjudul Sejarah Perjuangan Raja Sisingamangaraja
XII. Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pendidikan
kewarganegaraan yang telah setia memberikan arahan dan pengajaran kepada
mahasiswa/i umumnya dan kepada penulis khususnya selama mengikuti perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat, mahasiswa/i yang
telah turut berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari, dalam penulisan makalah ini masih terdapat berbagai
kekurangan dan kesalahan karena kurangnya buku yang bisa dijadikan sebagai panduan
serta karena keterbatasan waktu. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari para pembaca sekalian untuk kelengkapan dan
kesempurnaan makalah ini dikemudian harinya.

Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
sekalian umumnya dan bagi penulis khususnya untuk memahami bagaimana Perjuangan
Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII.

Depok, 4 Mei 2015

Lano Arintaka
Sibolga16september2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................5
1.1.

Latar Belakang....................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................8
2.1.

Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII.............................................................8

2.2.

Pahlawan HAM.................................................................................................16

2.3.

Pahlawan Social Responsibility........................................................................17

2.4.

Pahlawan Pluralisme dan Multikulturalisme....................................................18

2.5.

Pahlawan Liberte, Egalite, Fraternite..............................................................19

2.6.

Pahlawan Unitarisme........................................................................................20

2.7.

Pahlawan Pembentuk Pasukan Inong...............................................................21

2.8.

Strategi Perang Sektoral, Holistik, Frontal-Total............................................21

BAB III PENUTUP..........................................................................................................23


3.1.

Kesimpulan........................................................................................................23

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Sisingamangaraja XII lahir di Bakara, 18 Februari 1845 dan meninggal di
Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun adalah seorang raja di negeri Toba,
Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kemudian diangkat
oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9
November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia
dimakamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun
1953.
Sisingamangaraja adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja
Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatera
Utara untuk menempatkan pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada
Marsden bertahun 1820. Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan
kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan Minangkabau
dan bahwa di Silindung terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno
yang diduga dibawa dari Pagaruyung. Sampai awal abad ke-20, Sisingamangaraja
masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Minangkabau melalui

perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin


Pagaruyung.
Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian
digelari dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu
Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja
XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai raja
imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba
bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda
dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang
tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera
terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan
dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berusaha
untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini
mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang
berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Tahun 1837, kolonialis Belanda memadamkan Perang Paderi dan
melapangkan jalan bagi pemerintahan kolonial di Minangkabau dan Tapanuli
Selatan. Minangkabau jatuh ke tangan Belanda, menyusul daerah Natal,
Mandailing, Barumun, Padang Bolak, Angkola, Sipirok, Pantai Barus dan kawasan
Sibolga.

Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak terpecah menjadi dua bagian,
yaitu daerah-daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang
disebut Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden, dengan seorang Residen
berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur
Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah
Silindung, Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil
dikuasai oleh Belanda dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang
merdeka, atau De Onafhankelijke Bataklandan.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya
mendarat di pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja
Sisingamangaraja XII berkuasa, masih belum dijajah Belanda. Tetapi ketika 3
tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876, Belanda mengumumkan Regerings
Besluit Tahun 1876 yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan sekitarnya
dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda
di Sibolga, suasana di Tanah Batak bagian Utara menjadi panas
.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII


Ketika Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi Raja Batak, waktu itu
umurnya baru 19 tahun. Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah
dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi
merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih
muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau
Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang terbeang atau
ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti
perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan. Belanda pada
waktu itu masih mengakui Tanah Batak sebagai De Onafhankelijke Bataklandan
(Daerah Batak yang tidak tergantung pada Belanda.
Raja Sisingamangaraja XII yang kendati secara clan, bukan berasal dari
Silindung, namun sebagai Raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah
Batak, bangkit kegeramannya melihat Belanda mulai menganeksasi tanah-tanah
Batak.
Raja Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau
Belanda mulai mencaplok Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan
menganeksasi Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain.

Raja Sisingamangaraja XII cepat bertindak, Beliau segera mengambil


langkah-langkah konsolidasi. Raja-raja Batak lainnya dan pemuka masyarakat
dihimpunnya dalam suatu rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876. Dalam
rapat penting dan bersejarah itu diambil tiga keputusan sebagai berikut :
1. Menyatakan perang terhadap Belanda
2. Zending Agama tidak diganggu
3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat
garang, mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah. Terlihat
pula, Sisingamangaraja XII bukan anti agama. Dan terlihat pula, Sisingamangaraja
XII di zamannya, sudah dapat membina azas dan semangat persatuan dan sukusuku lainnya.
Tahun 1877, mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30
tahun lamanya. Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas
selama tiga dasawarsa, 30 tahun. Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari
Singkil Aceh, menyerang pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja
Sisingamangaraja XII.
Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakara, tempat istana dan
markas besar Sisingamangaraja XII di Tangga Batu, Balige mendapat perlawanan
dan berhasil dihempang. Belanda merobah taktik, ia menyerbu pada babak
berikutnya ke kawasan Balige untuk merebut kantong logistik Sisingamangaraja
XII di daerah Toba, untuk selanjutnya mengadakan blokade terhadap Bakara.
Tahun 1882, hampir seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan
Laguboti masih tetap dipertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja
9

XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian
Laguboti jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara
bersama barisan penembak-penembak meriam.
Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh
Sisingamangaraja XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda. Domino berikut yang
dijadikan pasukan Belanda yang besar dari Batavia (Jakarta sekarang), mendarat di
Pantai Sibolga. Juga dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan. Raja
Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta
Pardede. Baik kekuatan laut dari Danau Toba, pasukan Sisingamangaraja XII
dikerahkan. Empat puluh Solu Bolon atau kapal yang masing-masing panjangnya
sampai 20 meter dan mengangkut pasukan sebanyak 20 x 40 orang jadi 800 orang
melaju menuju Balige. Pertempuran besar terjadi.
Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya
dan Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih.
Tahun itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari
serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja
XII.

Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas
Besar

Sisingamangaraja

XII

berhasil

direbut

oleh

pasukan

Belanda.

Sisingamangaraja XII mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan


pasukannya yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku
Aceh dan lain-lain.
10

Pada waktu itulah, Gunung Krakatau meletus. Awan hitam meliputi Tanah
Batak. Suatu alamat buruk seakan-akan datang. Sebelum peristiwa ini, pada situasi
yang kritis, Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas
front perlawanan. Beliau berkunjung ke Asahan, Tanah Karo dan Simalungun,
demi koordinasi perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda. Dalam gerak
perjuangannya itu banyak sekali kisah tentang kesaktian Raja Sisingamangaraja
XII. Perlawanan pasukan Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi
Belanda juga berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bala
bantuan dari Batavia, Fort De Kok, Sibolga dan Aceh. Barisan Marsuse juga
didatangkan bahkan para tawanan diboyong dari Jawa untuk menjadi umpan
peluru dan tameng pasukan Belanda.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari
persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang
Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki Si
Gurbak Ulu Na Birong. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus
bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar,
sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat
Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta,
Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima
Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan
tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru
Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1889.

11

Tahun 1890, Belanda membentuk pasukan khusus Marsose untuk menyerang


Sisingamangaraja XII. Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil di Aceh.
Tahun 1903, Panglima Polim menghentikan perlawanan. Tetapi di Gayo, dimana
Raja Sisingamangaraja XII pernah berkunjung, perlawanan masih sengit.
Masuklah pasukan Belanda dari Gayo Alas menyerang Sisingamangaraja XII.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade
Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak
bersedia menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala,
Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putraputri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim.
Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap,
menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si
Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang
sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan
Kapten Christoffel. Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan
Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Konon Raja Sisingamangaraja XII
yang kebal peluru tewas kena peluru setelah terpercik darah putrinya Lopian, yang
gugur di pangkuannya. Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus
mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih
hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan.
Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah,
tanpa pernah ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Sisingamangaraja XII selama 30
12

tahun, selama tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan
kecintaannya kepada tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tidak bertara.
Itulah yang dinamakan Semangat Juang Sisingamangaraja XII, yang perlu
diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda. Sisingamangaraja XII
benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air untuk
kesenangan pribadi.
Sebelum Beliau gugur, pernah penjajah Belanda menawarkan perdamaian
kepada Raja Sisingamangaraja XII dengan imbalan yang cukup menggiurkan.
Patriotismenya digoda berat. Beliau ditawarkan dan dijanjikan akan diangkat
sebagai Sultan. Asal saja bersedia takluk kepada kekuasaan Belanda. Beliau akan
dijadikan Raja Tanah Batak asal mau berdamai. Gubernur Belanda Van Daalen
yang memberi tawaran itu bahkan berjanji, akan menyambut sendiri kedatangan
Raja Sisingamangaraja XII dengan tembakan meriam 21 kali, bila bersedia masuk
ke pangkuan kolonial Belanda, dan akan diberikan kedudukan dengan kesenangan
yang besar, asal saja mau kompromi, tetapi Raja Sisingamangaraja XII tegas
menolak. Ia berpendirian, lebih baik berkalang tanah daripada hidup di peraduan
penjajah.

Raja Sisingamangaraja XII gugur pada tanggal 17 Juni 1907, tetapi


pengorbanannya tidaklah sia-sia. Dan cuma 38 tahun kemudian, penjajah betulbetul angkat kaki dari Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan
Indonesia diproklamirkan Sukarno-Hatta. Kini Sisingamangaraja XII telah
menjadi sejarah. Namun semangat patriotismenya, jiwa pengabdian dan
13

pengorbanannya yang sangat luhur serta pelayanannya kepada rakyat yang sangat
agung, kecintaannya kepada Bangsa dan Tanah Airnya serta kepada kemerdekaan
yang begitu besar, perlu diwariskan kepada generasi penerus bangsa Indonesia.
Dalam upaya melestarikan system nilai yang melandasi perjuangan
Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII dengan menggali khasanah budaya
dan system nilai masa silam yang dikaitkan dengan keinginan membina masa
depan yang lebih baik, lebih bermutu dan lebih sempurna, maka Lembaga
Sisingamangaraja XII yang didirikan dan diketuai DR GM Panggabean pada tahun
1979, telah membangun monumen Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII
di kota Medan yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto di
Istana Negara dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember 1997 dan
Pesta Rakyat peresmian monumen tersebut di Medan dihadiri sekitar seratus ribu
orang, dengan Pembina Upacara Menko Polkam Jenderal TNI Maraden
Panggabean.
Kemudian oleh Yayasan Universitas Sisingamangaraja XII pada tahun 1984
telah didirikan Universitas Sisingamangaraja XII (US XII) di Medan, pada tahun
1986 Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA) di Silangit Siborongborong Tapanuli Utara dan pada tahun 1987 didirikan STMIK Sisingamangaraja
XII di Medan.
Ada pandangan yang berkembang di kalangan orang Batak, orang Tapanuli
pada umumnya bahwa. perjuangan Raja Sisingamangaraja XII adalah perjuangan
melawan Belanda, karena rasa tidak senang, karena benci, karena mau menjajah,

14

menduduki tanah Batak dan mengambil hasil tanah Batak dan membawanya ke
tanah Belanda.
Ada pula yang berpandangan bahwa perjuangan Raja Sisingamangaraja
adalah sama dengan perjuangan pahlawan nasional lainnya, seperti Pangeran
Diponegoro, Iman Bonjol, Tjut Nya Din, Pattimura, dll yang menentang
penjajahan Belanda dan tetap mempertahankan tanah airnya serta bertekad
mengusir penjajah.
Dikumandangkan slogan bahwa Perjuangan Raja Sisingamangaraja adalah
perjuangan yang heroik, yang mempertaruhkan nyawa sampai titik darah
penghabisan untuk membela dan mempertahankan tanah air, bangsa dan agamanya
dari kangkangan dan pelecehan penjajah.
Semua pandangan di atas adalah benar bahwa Sisingamangaraja adalah
pahlawan bangsa yang tidak mengenal menyerah sampai titik darah penghabisan.
Demikian juga putra dan putrinya, Patuan Nagari, Patuan Anggi dan Lopian. Ia
rela

membawa

mereka

berjuang

bersama

diri

dan

pasukannya

untuk

mempertahankan tanah airnya. Tetapi pertanyaan kita ialah benarkah hanya


sebatas itu perjuangan pahlawan nasional Sisingamangaraja? Kajian ilmiah berikut
akan mencoba menganalisis dan membeberkan dengan rinci bahwa perjuangan
Raja Sisingamangaraja lebih luas dan lebih universal dari pada hanya sekedar
heroisme, membela tanah air, kepahlawanan, menolak menyerah, titik darah
penghabisan,

tidak

rela

ditawan

dan

menyerah

kalah.

Perjuangan

Sisingamangaraja lebih dalam dari itu, lebih fungsional dan lebih strategik.

15

Tentang perjuangan Sisingamangaraja secara lengkap, runtut bahkan


kronologis, silahkan membaca buku-buku sejarah yang sudah cukup banyak ditulis
para penulis Batak apalagi penulis Belanda (dari sisi pandang dan kepentingan
mereka). Dari penulis Batak saya sarankan membaca buku karangan
Dr.W.B.Sijabat, Ahu Sisingamangaraja, 1982 ; O.L.Napitupulu, Perang Batak,
Perang Sisingamangaraja, 1971. Dari penulis Belanda tulisan E.E.W.G. Schroder,
Memorie van Overgave van de Residentie Tapanoeli, 1920. Dan juga daftar bacaan
melanjutkan yang saya cantumkan pada akhir naskah ini.
Naskah ini menitik beratkan muatan pandangan analisis konseptual ilmiah,
sebagai bukti perjuangan beliau yang luar biasa secara empiris faktual sejak
perjuangan dengan strategi diplomasi 1876-1877 akhir, hingga perang phisik
1878-1907 selama 30 tahun.

2.2.

Pahlawan HAM
Perlawanan Sisingamangaraja tidak hanya ditujukan kepada usaha
mempertahankan tanah air dari penguasaan dan perebutan penjajah Belanda. Dia
juga sambil bertempur melawan Belanda, beliau terus juga menolak perbudakan
dan pencengkeraman terhadap kebebasan rakyat. Dia membebaskan para tawanan
yang dipasung, diikat dan dihukum secara tidak manusiawi oleh kekuasaan rajaraja lokal. Dia sangat menghargai hak hidup, hak bebas, hak merdeka, hak
kesehatan, hak kebebasan dari rasa takut, setiap orang. Karena itu seluruh rakyat
mencintainya.

16

Perjuangan HAM yang telah dirintis Raja Sisingamangaraja ini perlu


diperdalam, fondasinya, essensinya dan eksistensinya untuk disumbangkan kepada
Negara dun dunia internasional. Perjuangan ini adalah perjuangan universal yang
telah dilakukan Sisingamangaraja

2.3.

Pahlawan Social Responsibility


Berbarengan

dengan

pertempuran

melawan

Belanda,

beliau

juga

memperhatikan bahkan mengamati dengan cermat kehidupan dan kesehatan


rakyatnya. Walau dalam perjalanan perang dia juga menyembuhkan orang-orang
sakit. Memberi nasihat bagaimana melawan penyakit dengan cara memberi
ramuan dan tindakan yang harus dilakukan agar semua musuh yang tampak dan
tidak tampak (ula-ula, alogo na jahat, Jenis ilmu hitam yang dimiliki dan
dipraktekkan orang Batak jaman dahulu) dapat dikalahkan. Pesan melawan
penyakit itu juga disebarkan melalui mulut ke mulut oleh rakyatnya, sehingga tona
itu menyebar ke seluruh tanah Batak. Dia memperhatikan nasib rakyat yang
ditemuinya: Kalau ada orang yang terpasung segera dimintanya dibebaskan (al. di
Sibaganding, 1883, dan di tempat-tempat lain). Karena itu dia sangat membela
nasib sosial setiap orang.
Prinsip beliau yang sangat mendalam ialah sambil berperang melawan
Belanda, juga berperang melawan penyakit dan sumber penyakit kejahatan. Walau
dalam pertempuran, namun tanggung jawab sosial kepada rakyat tetap dilakukan.

2.4.

Pahlawan Pluralisme dan Multikulturalisme


17

Dia melakukan hubungan dengan Kesultanan Aceh yang pada saat yang
hampir sama 1873 juga melakukan perlawanan kepada Belanda. Sisingamangaraja
mendapat bantuan dari Sultan Iskandar Muda berupa panglima dan pasukan jitu
yang ditakuti Belanda. Sama dengan pasukan khusus atau paratroops yang sangat
ditakuti. Pada saat perang Batak dikobarkan tahun 1878, pasukan berani mati dari
Aceh ini sudah mendampingi beliau melawan Belanda.
Beliau tidak hanya mengandalkan pasukan dari tanah Batak yang digalang
melalui para raja maropat, raja bius dan raja horja, tetapi juga dari sub etnik dan
etnik lain misalnya Batak Timur (Simalungun), Pardembanan, dan Aceh. Adanya
kebiasaan para anggota pasukan yang heterogen dan berbudaya yang berbeda itu
menunjukkan bahwa beliau menguasai dan mengakui serta memelihara budayabudaya yang beragam itu. Karena itu beliau berjuang juga memakai basis
multikulturalisme (keberagaman budaya).

2.5.

Pahlawan Liberte, Egalite, Fraternite


Dia memegang prinsip kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan (Liberte,
Egalite; Fraternite) adalah hak fundamental manusia, termasuk manusia Batak.
Ketika beliau mendapat informasi dari titik sandinya, bahwa Belanda akan
memperluas kekuasaannya ke dataran tinggi Toba dengan dalih melindungi
gerakan Zending Kristen, Sisingamangaraja mengirim surat agar maksud itu
18

dibatalkan. Karena setiap orang berhak untuk merdeka dan berdiri sendiri,
termasuk orang Batak (waktu itu disebut bangso Batak).
Beliau mengulangi lagi mengirim masuk kepada pihak Belanda di Sibolga,
agar mengurungkan maksud untuk mengirimkan bala tentara ke Silindung, dengan
alasan bahwa pasukan Sisingamangaraja dan pasukan Aceh yang didatangkan dari
Kerajaan Aceh (Sultan Iskandar Muda) akan menyerang Silindung dan membunuh
para zendelingen. Beliau menyatakan bahwa issu itu tidak benar.
Strategi diplomasi dengan mengirim surat dan utusan untuk membatalkan
maksud jahat Belanda itu dilakukannya antara tahun 1876 1878 awal. Ini
memperlihatkan bahwa Sisingamangaraja adalah anti pertumpahan darah. Dia
menjunjung perdamaian. Azas perdamaian yang dipegangnya adalah berdasar pada
hak kemerdekaan bagi setiap orang dan bangsa. Dia memandang bahwa setiap
orang itu punya hak yang sama, punya hak azasi kesetaraan. Itu sebabnya dia juga
selalu membebaskan budak dan tawanan perang (antar huta, antar marga).
Berdasarkan pandangan itu beliau sebenarnya berprinsip bahwa semua manusia itu
bersaudara. Oleh karena itu harus selalu membantu, menolong dan melindungi.
Oleh karena itu piinsip perjuangannya tidak kalah dengan prinsip perjuangan
orang Perancis. Filosofi liberte, egalite dan fraternite bukan hanya milik orang
Perancis, tetapi juga filosofi dan pandangan hidup orang Batak, terutama raja
Sisingamangaraja. Bahkan menjadi landasan perjuangan kemerdekaan orang Batak
yang dipimpinnya melawan penjajahan Belanda.

2.6.

Pahlawan Unitarisme
19

Beliau mengajak para raja maropat disegala wilayah di Sumatera. Dia juga
berhubungan dengan para raja maropat di Simalungun, al. raja Raya Tuan
Rondahaim, juga raja di Bandarpulo, Pagurawan Asahan, Labuhan Batu (raja
Lunggur), dan mengunjungi rakyat Batak Pardembanan (Sumatera Timur). Dia
menyatukan perjuangan raja-raja lokal yakni para raja maropat. Praktek
perjuangan unitarisme ini terlihat ketika beliau mengumandangkan deklarasi Pulas
kepada Belanda, ketika perang frontal Bahalbatu, Tanggabatu, Balige, Laguboti,
maupun perang sektoral di Lobu Siregar, Bakara, Meat, Sionom Hudon, perang
Asahan, dll.
Pulas adalah suatu deklarasi pemyataan perang kepada Belanda, dengan
memakai simbol manusia tarbuat dari ubi (rambat/kayu) yang diukir berupa tubuh
manusia yang ditusuk tombak bamboo kecil dan digantungi surat pernyataan
perang serta digantungkan ditempat terbuka (biasanya onan/pasar). Perang antar
individu diumumkan dengan manutung longit, yaitu daging yang dibakar dan
dikirimkan kepada musuh. Pulas dan longit adalah simbol kekesatriaan orang
Batak yang mengumumkan maksud perangnya secara terbuka kepada musuh.
Tidak menyerang secara sembunyi-sembunyi. Mereka memberi kesempatan
kepada musuh untuk mempersiapkan diri untuk melawan.

2.7.

Pahlawan Pembentuk Pasukan Inong.


Saat konsolidasi perjuangan di wilayah pulau Samosir setelah dia kembali
dari Asahan, Sumatera Timur dan Simalungun dia menerima terbentuknya pasukan
inong.

Pasukan

perempuan

yang

dibentuk

oleh

kaum

perempuan

di
20

Ronggurnihuta, di puncak bukit tertinggi di pulau Samosir. Pasukan inong ini


terdiri dari kaum perempuan, ibu-ibu dan anak gadis, menyertainya bertempur
sampai ketempat konsentrasi terakhir di Sionom hudon Dairi. Dapat dipastikan
bahwa pasukan inong ini dipimpin oleh si boru Lopian, dibantu oleh pejuang
perempuan yang lebih tua darinya.
Dari adanya pasukan inong ini, terlihat bahwa Sisingamangaraja menghargai
eksistensi kaum perempuan. Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam
mempertahankan martabat bangsa dan wilayah (negara). Beliau menolak
diskriminasi seksual dan gender.

2.8.

Strategi Perang Sektoral, Holistik, Frontal-Total


Dari data dokumental yang ditulis oleh para penulis Batak, maupun Belanda,
dapat disimpulkan bahwa perjuangan clan pertempuran yang diterapkan
Sisingamangaraja sungguh luar biasa dan konsisten. Basis dinamika perjuangan itu
al. strategi cultural (adat partuturan, adat demokrasi), strategi penyerangan dan
pertahanan yang sektoral dan frontal, strategi ekologi sesuai kontur alam tanah
Batak.
Saya namakan adat demokrasi, karena bermusyawarah, marrapot, marria
raja, marhata, martonggo raja adalah kebiasaan orang Batak. Kata demokrasi
dipinjam dari perbendaharaan modern sekarang untuk memperlihatkan bahwa
parrapotan, parriaan, partonggoon, parhataan adalah nama-nama untuk demokrasi.
Jadi demokrasi adalah bahagian utama dalam adat Batak

21

Sisingamangaraja selalu mengajak raja-raja huta, horja, bius dan raja


maropat dan para panglimanya bermusyawarah ketika akan memutuskan
perlawanan kepada usaha Belanda memperluas kekuasaannya di tanah Batak
dengan pernyataan deklarasi Pulas (musyawarah Balige, 16 Februari 1878 ).
Bahkan ketika beliau menyingkir dari kejaran Belanda, di tempat dia menginap,
selalu bermusyawarah dengan raja setempat.
Pertempuran dilakukan dengan strategi sektoral, yaitu melibatkan pasukan
dari

wilayah-wilayah

terdekat

dengan

kawasan

pertempuran,

misalnya

pertempuran Lobu Siregar, Meat, Tarabunga, pertempuran Muara dan Bakara,


pertempuran Sionom Hudon, Uluan, Asahan Hulu (1907). Strategi frontal
dilakukan ketika beliau hendak menghancurkan pasukan Belanda seluruhnya,
dilakukan pada pertempuran Bahal Batu, Tangga Batu, Balige (1883), Laguboti
(1883).

22

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Disarankan agar para ahli, akademisi dan peminat sejarah untuk meneliti
lebih lanjut dalam perjuangan Raja Sisingamangaraja XII ini. Titik pendalaman
dapat dilakukan dari berbagai, adat istiadat, seni, ekonomi, hak azasi manusia,
hukum maupun sosiologi.
Dengan demikian kita akan menemukan akar pesan dan warisan perjuangan
yang holistik itu yang menjadi basis perjuangan orang Batak dan rakyat Indonesia
ke masa depan dalam abad globalisasi ini. Kita harus mencari nilai strategi perang,
nilai strategi politik diplomasi; nilai kultural, sosial ekonomi, nilai hak azasi, untuk
kita pakai membangun kesatuan bangsa Indonesia dan pergaulan internasional
antar bangsa.

23

Anda mungkin juga menyukai