Oleh
Lano Arintaka
(3412110012)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
yang dilimpahkannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan baik, yang berjudul Sejarah Perjuangan Raja Sisingamangaraja
XII. Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pendidikan
kewarganegaraan yang telah setia memberikan arahan dan pengajaran kepada
mahasiswa/i umumnya dan kepada penulis khususnya selama mengikuti perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat, mahasiswa/i yang
telah turut berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari, dalam penulisan makalah ini masih terdapat berbagai
kekurangan dan kesalahan karena kurangnya buku yang bisa dijadikan sebagai panduan
serta karena keterbatasan waktu. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari para pembaca sekalian untuk kelengkapan dan
kesempurnaan makalah ini dikemudian harinya.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
sekalian umumnya dan bagi penulis khususnya untuk memahami bagaimana Perjuangan
Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII.
Lano Arintaka
Sibolga16september2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................5
1.1.
Latar Belakang....................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................8
2.1.
2.2.
Pahlawan HAM.................................................................................................16
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
Pahlawan Unitarisme........................................................................................20
2.7.
2.8.
Kesimpulan........................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sisingamangaraja XII lahir di Bakara, 18 Februari 1845 dan meninggal di
Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun adalah seorang raja di negeri Toba,
Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kemudian diangkat
oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9
November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia
dimakamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun
1953.
Sisingamangaraja adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja
Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatera
Utara untuk menempatkan pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada
Marsden bertahun 1820. Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan
kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan Minangkabau
dan bahwa di Silindung terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno
yang diduga dibawa dari Pagaruyung. Sampai awal abad ke-20, Sisingamangaraja
masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Minangkabau melalui
Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak terpecah menjadi dua bagian,
yaitu daerah-daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang
disebut Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden, dengan seorang Residen
berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur
Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah
Silindung, Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil
dikuasai oleh Belanda dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang
merdeka, atau De Onafhankelijke Bataklandan.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya
mendarat di pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja
Sisingamangaraja XII berkuasa, masih belum dijajah Belanda. Tetapi ketika 3
tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876, Belanda mengumumkan Regerings
Besluit Tahun 1876 yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan sekitarnya
dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda
di Sibolga, suasana di Tanah Batak bagian Utara menjadi panas
.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian
Laguboti jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara
bersama barisan penembak-penembak meriam.
Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh
Sisingamangaraja XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda. Domino berikut yang
dijadikan pasukan Belanda yang besar dari Batavia (Jakarta sekarang), mendarat di
Pantai Sibolga. Juga dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan. Raja
Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta
Pardede. Baik kekuatan laut dari Danau Toba, pasukan Sisingamangaraja XII
dikerahkan. Empat puluh Solu Bolon atau kapal yang masing-masing panjangnya
sampai 20 meter dan mengangkut pasukan sebanyak 20 x 40 orang jadi 800 orang
melaju menuju Balige. Pertempuran besar terjadi.
Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya
dan Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih.
Tahun itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari
serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja
XII.
Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas
Besar
Sisingamangaraja
XII
berhasil
direbut
oleh
pasukan
Belanda.
Pada waktu itulah, Gunung Krakatau meletus. Awan hitam meliputi Tanah
Batak. Suatu alamat buruk seakan-akan datang. Sebelum peristiwa ini, pada situasi
yang kritis, Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas
front perlawanan. Beliau berkunjung ke Asahan, Tanah Karo dan Simalungun,
demi koordinasi perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda. Dalam gerak
perjuangannya itu banyak sekali kisah tentang kesaktian Raja Sisingamangaraja
XII. Perlawanan pasukan Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi
Belanda juga berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bala
bantuan dari Batavia, Fort De Kok, Sibolga dan Aceh. Barisan Marsuse juga
didatangkan bahkan para tawanan diboyong dari Jawa untuk menjadi umpan
peluru dan tameng pasukan Belanda.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari
persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang
Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki Si
Gurbak Ulu Na Birong. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus
bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar,
sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat
Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta,
Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima
Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan
tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru
Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1889.
11
tahun, selama tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan
kecintaannya kepada tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tidak bertara.
Itulah yang dinamakan Semangat Juang Sisingamangaraja XII, yang perlu
diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda. Sisingamangaraja XII
benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air untuk
kesenangan pribadi.
Sebelum Beliau gugur, pernah penjajah Belanda menawarkan perdamaian
kepada Raja Sisingamangaraja XII dengan imbalan yang cukup menggiurkan.
Patriotismenya digoda berat. Beliau ditawarkan dan dijanjikan akan diangkat
sebagai Sultan. Asal saja bersedia takluk kepada kekuasaan Belanda. Beliau akan
dijadikan Raja Tanah Batak asal mau berdamai. Gubernur Belanda Van Daalen
yang memberi tawaran itu bahkan berjanji, akan menyambut sendiri kedatangan
Raja Sisingamangaraja XII dengan tembakan meriam 21 kali, bila bersedia masuk
ke pangkuan kolonial Belanda, dan akan diberikan kedudukan dengan kesenangan
yang besar, asal saja mau kompromi, tetapi Raja Sisingamangaraja XII tegas
menolak. Ia berpendirian, lebih baik berkalang tanah daripada hidup di peraduan
penjajah.
pengorbanannya yang sangat luhur serta pelayanannya kepada rakyat yang sangat
agung, kecintaannya kepada Bangsa dan Tanah Airnya serta kepada kemerdekaan
yang begitu besar, perlu diwariskan kepada generasi penerus bangsa Indonesia.
Dalam upaya melestarikan system nilai yang melandasi perjuangan
Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII dengan menggali khasanah budaya
dan system nilai masa silam yang dikaitkan dengan keinginan membina masa
depan yang lebih baik, lebih bermutu dan lebih sempurna, maka Lembaga
Sisingamangaraja XII yang didirikan dan diketuai DR GM Panggabean pada tahun
1979, telah membangun monumen Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII
di kota Medan yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto di
Istana Negara dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember 1997 dan
Pesta Rakyat peresmian monumen tersebut di Medan dihadiri sekitar seratus ribu
orang, dengan Pembina Upacara Menko Polkam Jenderal TNI Maraden
Panggabean.
Kemudian oleh Yayasan Universitas Sisingamangaraja XII pada tahun 1984
telah didirikan Universitas Sisingamangaraja XII (US XII) di Medan, pada tahun
1986 Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA) di Silangit Siborongborong Tapanuli Utara dan pada tahun 1987 didirikan STMIK Sisingamangaraja
XII di Medan.
Ada pandangan yang berkembang di kalangan orang Batak, orang Tapanuli
pada umumnya bahwa. perjuangan Raja Sisingamangaraja XII adalah perjuangan
melawan Belanda, karena rasa tidak senang, karena benci, karena mau menjajah,
14
menduduki tanah Batak dan mengambil hasil tanah Batak dan membawanya ke
tanah Belanda.
Ada pula yang berpandangan bahwa perjuangan Raja Sisingamangaraja
adalah sama dengan perjuangan pahlawan nasional lainnya, seperti Pangeran
Diponegoro, Iman Bonjol, Tjut Nya Din, Pattimura, dll yang menentang
penjajahan Belanda dan tetap mempertahankan tanah airnya serta bertekad
mengusir penjajah.
Dikumandangkan slogan bahwa Perjuangan Raja Sisingamangaraja adalah
perjuangan yang heroik, yang mempertaruhkan nyawa sampai titik darah
penghabisan untuk membela dan mempertahankan tanah air, bangsa dan agamanya
dari kangkangan dan pelecehan penjajah.
Semua pandangan di atas adalah benar bahwa Sisingamangaraja adalah
pahlawan bangsa yang tidak mengenal menyerah sampai titik darah penghabisan.
Demikian juga putra dan putrinya, Patuan Nagari, Patuan Anggi dan Lopian. Ia
rela
membawa
mereka
berjuang
bersama
diri
dan
pasukannya
untuk
tidak
rela
ditawan
dan
menyerah
kalah.
Perjuangan
Sisingamangaraja lebih dalam dari itu, lebih fungsional dan lebih strategik.
15
2.2.
Pahlawan HAM
Perlawanan Sisingamangaraja tidak hanya ditujukan kepada usaha
mempertahankan tanah air dari penguasaan dan perebutan penjajah Belanda. Dia
juga sambil bertempur melawan Belanda, beliau terus juga menolak perbudakan
dan pencengkeraman terhadap kebebasan rakyat. Dia membebaskan para tawanan
yang dipasung, diikat dan dihukum secara tidak manusiawi oleh kekuasaan rajaraja lokal. Dia sangat menghargai hak hidup, hak bebas, hak merdeka, hak
kesehatan, hak kebebasan dari rasa takut, setiap orang. Karena itu seluruh rakyat
mencintainya.
16
2.3.
dengan
pertempuran
melawan
Belanda,
beliau
juga
2.4.
Dia melakukan hubungan dengan Kesultanan Aceh yang pada saat yang
hampir sama 1873 juga melakukan perlawanan kepada Belanda. Sisingamangaraja
mendapat bantuan dari Sultan Iskandar Muda berupa panglima dan pasukan jitu
yang ditakuti Belanda. Sama dengan pasukan khusus atau paratroops yang sangat
ditakuti. Pada saat perang Batak dikobarkan tahun 1878, pasukan berani mati dari
Aceh ini sudah mendampingi beliau melawan Belanda.
Beliau tidak hanya mengandalkan pasukan dari tanah Batak yang digalang
melalui para raja maropat, raja bius dan raja horja, tetapi juga dari sub etnik dan
etnik lain misalnya Batak Timur (Simalungun), Pardembanan, dan Aceh. Adanya
kebiasaan para anggota pasukan yang heterogen dan berbudaya yang berbeda itu
menunjukkan bahwa beliau menguasai dan mengakui serta memelihara budayabudaya yang beragam itu. Karena itu beliau berjuang juga memakai basis
multikulturalisme (keberagaman budaya).
2.5.
dibatalkan. Karena setiap orang berhak untuk merdeka dan berdiri sendiri,
termasuk orang Batak (waktu itu disebut bangso Batak).
Beliau mengulangi lagi mengirim masuk kepada pihak Belanda di Sibolga,
agar mengurungkan maksud untuk mengirimkan bala tentara ke Silindung, dengan
alasan bahwa pasukan Sisingamangaraja dan pasukan Aceh yang didatangkan dari
Kerajaan Aceh (Sultan Iskandar Muda) akan menyerang Silindung dan membunuh
para zendelingen. Beliau menyatakan bahwa issu itu tidak benar.
Strategi diplomasi dengan mengirim surat dan utusan untuk membatalkan
maksud jahat Belanda itu dilakukannya antara tahun 1876 1878 awal. Ini
memperlihatkan bahwa Sisingamangaraja adalah anti pertumpahan darah. Dia
menjunjung perdamaian. Azas perdamaian yang dipegangnya adalah berdasar pada
hak kemerdekaan bagi setiap orang dan bangsa. Dia memandang bahwa setiap
orang itu punya hak yang sama, punya hak azasi kesetaraan. Itu sebabnya dia juga
selalu membebaskan budak dan tawanan perang (antar huta, antar marga).
Berdasarkan pandangan itu beliau sebenarnya berprinsip bahwa semua manusia itu
bersaudara. Oleh karena itu harus selalu membantu, menolong dan melindungi.
Oleh karena itu piinsip perjuangannya tidak kalah dengan prinsip perjuangan
orang Perancis. Filosofi liberte, egalite dan fraternite bukan hanya milik orang
Perancis, tetapi juga filosofi dan pandangan hidup orang Batak, terutama raja
Sisingamangaraja. Bahkan menjadi landasan perjuangan kemerdekaan orang Batak
yang dipimpinnya melawan penjajahan Belanda.
2.6.
Pahlawan Unitarisme
19
Beliau mengajak para raja maropat disegala wilayah di Sumatera. Dia juga
berhubungan dengan para raja maropat di Simalungun, al. raja Raya Tuan
Rondahaim, juga raja di Bandarpulo, Pagurawan Asahan, Labuhan Batu (raja
Lunggur), dan mengunjungi rakyat Batak Pardembanan (Sumatera Timur). Dia
menyatukan perjuangan raja-raja lokal yakni para raja maropat. Praktek
perjuangan unitarisme ini terlihat ketika beliau mengumandangkan deklarasi Pulas
kepada Belanda, ketika perang frontal Bahalbatu, Tanggabatu, Balige, Laguboti,
maupun perang sektoral di Lobu Siregar, Bakara, Meat, Sionom Hudon, perang
Asahan, dll.
Pulas adalah suatu deklarasi pemyataan perang kepada Belanda, dengan
memakai simbol manusia tarbuat dari ubi (rambat/kayu) yang diukir berupa tubuh
manusia yang ditusuk tombak bamboo kecil dan digantungi surat pernyataan
perang serta digantungkan ditempat terbuka (biasanya onan/pasar). Perang antar
individu diumumkan dengan manutung longit, yaitu daging yang dibakar dan
dikirimkan kepada musuh. Pulas dan longit adalah simbol kekesatriaan orang
Batak yang mengumumkan maksud perangnya secara terbuka kepada musuh.
Tidak menyerang secara sembunyi-sembunyi. Mereka memberi kesempatan
kepada musuh untuk mempersiapkan diri untuk melawan.
2.7.
Pasukan
perempuan
yang
dibentuk
oleh
kaum
perempuan
di
20
2.8.
21
wilayah-wilayah
terdekat
dengan
kawasan
pertempuran,
misalnya
22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Disarankan agar para ahli, akademisi dan peminat sejarah untuk meneliti
lebih lanjut dalam perjuangan Raja Sisingamangaraja XII ini. Titik pendalaman
dapat dilakukan dari berbagai, adat istiadat, seni, ekonomi, hak azasi manusia,
hukum maupun sosiologi.
Dengan demikian kita akan menemukan akar pesan dan warisan perjuangan
yang holistik itu yang menjadi basis perjuangan orang Batak dan rakyat Indonesia
ke masa depan dalam abad globalisasi ini. Kita harus mencari nilai strategi perang,
nilai strategi politik diplomasi; nilai kultural, sosial ekonomi, nilai hak azasi, untuk
kita pakai membangun kesatuan bangsa Indonesia dan pergaulan internasional
antar bangsa.
23