Anda di halaman 1dari 4

SISIMANGARAJA XII

Pemerintah Kolonial Belanda mampu menguasai wilayah Sumatera pada pertengahan abad ke-
19, kecuali daerah Aceh dan tanah Batak. Interaksi antara Belanda dengan orang-orang Batak
mulai terjadi pada sekitar tahun 1870-an.

Pada masa tersebut, kaum misionaris (pendakwah Kristen) banyak melakukan upaya penyebaran
agama Kristen di wilayah Batak. Latar belakang perang Batak Sisingamangaraja XII sebagai raja
Batak menolak adanya upaya penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh misionaris Belanda
di wilayah Batak. Hal tersebut dilakukan karena Sisingamangaraja khawatir kepercayaan dan
tradisi animisme rakyat Batak akan terkikis oleh perkembangan agama Kristen.

Dalam buku Perang Batak: Perang Sisingamangaradja (1972) karya O.L Napitupulu, disebutkan
bahwa upaya penolakan Kristenisasi di Batak dilakukan Sisimangaraja dengan cara mengusir
zending (organisasi penyebar agama Kristen) yang memaksakan agama Kristen kepada rakyat
Batak pada 1877.

Jalannya perang Menanggapi tindakan pengusiran oleh Sisingamangaraja, para misionaris


meminta perlindungan dari pemerintah Kolonial Belanda. Pada 6 Februari 1878 pasukan Belanda
tiba di Pearaja (pedalaman Sumatra Utara) dan bergabung dengan kaum misionaris Belanda.
Kedatangan tentara Belanda di wilayah Batak telah memprovokasi Sisingamangara sehingga ia
mengumumkan perang pada 16 Februari 1878 dengan melakukan penyerangan ke pos-pos
Belanda di Bahal Batu. Dalam buku Sejarah Nasional Jilid IV (1984) karya Marwati Djoened
Poesponegoro dkk, pasukan Sisingamangaraja bergabung dengan pejuang Aceh pada Desember
1878 untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Aliansi Sisingamangaraja dan Aceh
mampu menduduki wilayah pedalaman Sumatera Utara, namun saat masuk wilayah kota
pasukan ini dapat dipukul mundur oleh Belanda. Perang Batak antara pasukan Sisingamangaraja
dan Belanda berjalan seimbang selama tahun-tahun 1880-an.

Serangan Sisingamaraja pada Agustus 1889 mampu meduduki daerah Lobu Talu dan membunuh
beberapa tentara Belanda. Namun pendudukan Lobu Talu tidak berlangsung lama karena
Belanda kembali mendatangkan bantuan dari Padang untuk merebut kembali Lobu Talu dari
tangan Sisingamangaraja. Akhir perang Batak Perlawanan Sisingamagaraja dalam Perang Batak
mulai meredup semenjak wilayah Huta Paong diduduki oleh Belanda pada September 1889.
Pasca pendudukan Huta Paong, Belanda terus memburu Sisingamangaraja dan pasukannya
hingga terjadi pertempuran di daerah Tamba. Dalam pertempuran tersebut pasukan Batak
mengalami kekalahan dan melarikan diri menuju daerah Horion. Belanda terus melacak arah
pelarian Sisingamangaraja dan pasukannya. Bahkan, pihak Belanda menggunakan orang-orang
dari Senegal, Afrika untuk membantu pelacakan. Tahun 1907, Belanda mampu mengepung
Sisingamangaraja XII di daerah Dairi, namun ia tak mau menyerahkan diri. Sisingamangaraja
beserta pasukannya bertarung hingga titik darah penghabisan dan meninggal pada pengepungan
tersebut.
PERANG BATAK

Sebelum memeluk agama Kristen, masyarakat Batak memiliki kepercayaan animisme

Orang 1 : “Kepada Raja Sisingamangaraja dipersilahkan membuka acara tarian ini”

Raja Sisingamangaraja : “Kami melihat dan berharap kepada Tuhan yang maha kuasa. Kami
menyampaikan sembah dan pinta kami untuk bangsa ini” (sambil mengangkat kedua tangan)

Raja Sisingamangaraja : “Kepada Tuhan yang maha kuasa disini saya memegang pedang gajah
dompak, berilah berkat kepada kami. Kepadamu kami serahkan tanah batak ini.” (sambil
mengangkat pedang keatas)

(Tarian adat)

***

Pada abad ke-19, Pemerintah Kolonial Belanda mampu menguasai wilayah Sumatera,
kecuali daerah Aceh dan tanah Batak. Interaksi antara Belanda dengan orang-orang
Batak mulai terjadi sekitar tahun 1870-an.

Pada masa tersebut, kaum misionaris banyak melakukan upaya penyebaran agama
Kristen di wilayah Batak namun Sisingamangaraja XII sebagai raja Batak menolak
adanya upaya penyebaran agama Kristen. Hal tersebut dilakukan karena
Sisingamangaraja khawatir kepercayaan dan tradisi animisme rakyat Batak akan terkikis
oleh perkembangan agama Kristen.

Orang 2 : “Lapor Raja, Belanda mulai memasuki wilayah kita dan menyebarkan agama mereka”

Orang 3 : “Jika terus dibiarkan, ditakutkan akan menghilangkan tradisi yang sudah ada dan
mengubah bentuk kesatuan negeri yang sudah turun temurun”

Orang 2 : “Benar Raja, apa yang harus kita lakukan?”

Raja Sisingamangaraja : “Kalau begitu kita harus segera menyebarkan dan memberitahu rakyat
untuk mengusir Zending dari tanah ini”

Orang 2,3 : “Baik Raja”

(rakyat mengusir para misionaris)

***
Menanggapi tindakan pengusiran oleh Sisingamangaraja, para misionaris meminta
perlindungan dari pemerintah Kolonial Belanda. Pada 6 Februari 1878 pasukan Belanda
tiba di Pearaja dan bergabung dengan kaum misionaris Belanda. Kedatangan tentara
Belanda di wilayah Batak telah memprovokasi Sisingamangara sehingga ia
mengumumkan perang pada 16 Februari 1878

Orang 1 : “Lapor Raja, pasukan Belanda telah tiba di Pearaja dan bergabung dengan kaum
misionaris”

Raja Sisingamangaraja : “Apa!, kalau begitu aku Raja Sisingamangaraja ke 12 menyatakan


perang terhadap Belanda. Segera persiapkan pasukan kita akan melakukan penyerangan ke pos-
pos Belanda di Bahal Batu!”

Orang 1 : “Baik raja”

Dengan demikian perang Batak antara pasukan Sisingamangaraja dan Belanda berjalan
seimbang selama tahun-tahun 1880-an.

***

Pada Agustus 1889, pasukan Raja Sisingamangaraja mampu meduduki daerah Lobu Talu
dan membunuh beberapa tentara Belanda. Namun pendudukan Lobu Talu tidak
berlangsung lama karena …

Orang 4 : “Jenderal!, pasukan Sisingamangaraja telah menduduki daerah di Lobu Talu dan
menyerang pasukan kita”

Jenderal : “Kalau begitu segera datangkan bantuan dari padang, kita akan merebut kembali Lobu
Talu dari pasukan Sisingamangaraja”

Orang 4 : “Siap Jenderal”

Akhir perang Batak, Perlawanan Sisingamagaraja mulai meredup semenjak wilayah Huta
Paong diduduki oleh Belanda pada September 1889. Pasca pendudukan Huta Paong,
Belanda terus memburu Sisingamangaraja dan pasukannya hingga terjadi pertempuran di
daerah Tamba.

Orang 2 : “Bagaimana ini Raja, pasukan kita berkurang banyak sedangkan kita semakin terdesak
musuh”

Raja Sisingamangaraja : “Kita harus mundur, tarik pasukan ke Horion”

***
Belanda terus melacak arah pelarian Sisingamangaraja dan pasukannya hingga pada
tahun 1907, Belanda mampu mengepung Sisingamangaraja XII di daerah Dairi

Jenderal : “Pasukanmu telah dikepung, segera serahkan dirimu!”

Raja Sisingamangaraja : “Tidak akan. Aku Sisingamangaraja XII akan memperjuangkan tanah
ini hingga titik darah penghabisan. Maju!” (sambil mengangkat pedang)

(suara tembakan)

Sisingamangaraja beserta pasukannya bertarung hingga titik darah penghabisan dan


meninggal pada pengepungan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai