Anda di halaman 1dari 4

Tokoh dan Penokohan :

1. Kartini : Cerdas,Gemar Membaca,Patuh pada Orangtua.(Lilis,Iva)

2. Ayah Kartini : Bijaksana,Taat Pada Hukum Adat. (Khotim)

(Raden Mas Adipati Ario) (Ardi Atomo)

3. Ibu Kartini : Baik,Penyayang,Taat Pada Hukum Adat. (Mayang)

(M.A. Ngasirah)

4. Suami Kartini : Pengertian, Penyayang. (Evita)

(K.R.M. Adipati Ario S.D.A)

5. Mr.J.H Abendanon : Orang Belanda,Baik,Bijaksana. (Dewi)

6. Murid Kartini 1 : Wanita Pribumi. (Nanda)

7. Murid Kartini 2 : Wanita Pribumi. (Milaya)

DRAMA
Adegan. 1
Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah
seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar
ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya.
Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut
dianggap anak durhaka.(Narator)

(Lilis - Kamar)

Kartini merenung di dalam kamar, mengingat perkataan Ayahnya yang melarangnya untuk
bersekolah lagi karena menurut adat istiadat wanita seumurannya sudah dipingit. Kartini
sedih, kesal, dan masih ingin bersekolah lagi untuk menambah pengetahuan dan teman.

(Ruang Tamu)

Khotim : (Bertolak Pinggang Marah)

“Kamu itu sudah waktunya untuk dipingit, kamu itu perempuan. Tidak harus sekolah tinggi-
tinggipun tidak apa-apa.”

Iva : (Menatap Ayah sedih)

“Tapi Romo. Aku ingin mempunyai banyak pengetahuan dan juga banyak teman apa itu
salah!.”

Mayang :(Membelai rambut Kartini)

“Kanjeng Ibu mengerti maksud kamu Cah Ayu, tapi adat istiadat itu ndak boleh dilanggar.”
Adegan. 2

Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu


pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya.Usia 12 tahun Kartini sudah dipingit. Dalam
masa pingitannya ini Kartini banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. (Narator)

(Lilis - Kamar)

Kartini membaca buku. Perlahan membuka lembaran-lembaran buku dan kertas lain satu
persatu kemudian menunduk.

“Seandainya saja aku bisa sekolah pasti akan ada banyak ilmu yang bisa kudapat dan bisa
memiliki banyak teman.” (Afifah, pengisi suara)

Adegan. 3

Suatu hari tepatnya pada tanggal 4 Oktober 1901Kartini menuliskan sebuah surat kepada
Tn.J.H Abendanon dan Ny. Abendon

“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan
sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam
hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar
wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (Sunatullah) sendiri ke
tangannya : menjadi ibu, mendidik manusia yang pertama-tama”.

Adegan 4

Pada 12 November 1903 saat usianya 24 tahun kartini kemudian dinikahkan dengan
bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Keinginan Kartini terus
memperjuangkan pendidikan untuk kaum wanita tidak berhenti sampai disitu. Kartini
meminta izin pada suaminya untuk membuka sekolah bagi kaum wanita. Dan suaminyapun
mendukung.(Narator)

Evita : (Duduk Membaca Koran)

Lilis : (Berdiri Disamping Suami)

“Kalo aku buat sekolah wanita disini, menurut kang mas bagaimana?.”

Evita : ( Masih Membaca Buku)


“Yok wis, ra opo – opo. Itu keinginan yang bagus. Aku setuju – setuju saja.”

Adegan. 5

Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah
Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya
didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman
wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya.

Lilis : (Memegang buku,mengajar dalam ruang kelas)“Bagaimana, sudah mengerti?.”

Nanda : ( Mencoba memahami) “Sudah , Terima Kasih ya mba yu.”

Milaya : ( Bangkit Berdiri) “Wis ,aku pulang dulu sudah sore.”

Lilis : “Iya Benar, Milaya Pimpin doa yo.”

- Pada 13 September 1904 anak pertama Kartini dilahirkan anak itu diber nama R.M.
Soesalit, namun sayang pada 17 September 1904 Kartini Wafat. Beberapa hari setelah
melahiorkan anak pertamanya. Ia meninggal pada usia 25 Tahun. Kartini dimakamkan di Desa
Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

- Akhirnya berkat kegigihan dan dukungan dari suaminya Kartini mendirikan sekolah wanita
pada tahun 1912 di Semarang kemudian Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan
daerah lainnya.
(Dewi- Ruang Tamu)

- Setelah Kartini Wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat – surat
yang ditulis oleh Kartini kepada kawan – kawannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door
Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya".

Dewi : (Membereskan kertas - kertas yang berserakan)

“Semua ini adalah pengalaman berharga.”

- Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang
diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.

Walaupun Kartini sudah meninggal namun perjuangannya untuk kaum wanita akan tetap terus
berlanjut. Kartinilah yang membuat terjadinya perubahan pada kaum wanita saat ini.
Emansipasi wanita telah terjadi. Perjuangan selanjutnya akan dilanjutkan oleh seluruh wanita
Indonesia selanjutnya.

-Selamat Jalan Raden Ayu. Jasamu takkan dilupakan-

Anda mungkin juga menyukai