Anda di halaman 1dari 5

Nama : Syahrul Aprianda

NIM : 170401010
Mata Kuliah : Sejarah Kota
Prodi : Pendidikan Sejarah
Tugas “Jelaskan tentang struktur kota tradisional di Indonesia”

Zaman dahulu, masyarakat Jawa khususnya masyarakat desa menyebut kota dengan
istilah dalam bahasa jawa dengan sebutan nagari yang artinya kota atau keraton, karena pada
awalnya kota diidentikkan dengan keraton. Dalam bahasa Sangsekerta kota dapat diartikan
sebagai benteng atau pertahanan. Dalam bahasa melayu, kota diartikan sebagai benteng yang
dipertahankan atas desa sebagai satu kesatuan politik,sehingga ciri-ciri kota yang menonjol
adalah peran politiknya. Salah satu konsep tentang kota yang tercermin dipulau jawa yang
terkenal dengan konsep kota tradisional yang merupakan konsep lokal dalam perkembangan
kota di Indonesia. Kota tradisional adalah kota yang merupakan pusat kekuasaan tradisional,
pengelolaan kota masih berada di bawah penguasa bumiputera dan belum ada campur tangan
dengan bangsa asing. Konsep kota tradisional dalam konteks sejarah kota di barat yang
sejajar dengan konsep kota pra-industrial yaitu kota yang belum bersentuhan dengan
industrialisasi. Ada kebiasaan pada zaman raja-raja, penduduk kota dan desa memberikan
upeti kepada raja. Semakin banyak upeti semakin kuat financial kerajaan dan semakin banyak
prasarana dibangun, demikian pula prajurit atau angkatan perangnya semakin kuat.

Salah satu ciri yang paling menonjol dikawasan kota tradisional, terutama Jawa
adalah keberadaan keraton, Alun-alun, masjid, pasar dan tembok atau pagar keliling
(benteng).dalam tatanan budaya, kota tradisional ditandai antara lain penggunaan teknologi
yang masih sederhana, penggunaan teknologi ilmu pengetahuan yang terbatas, serta
penggunaan sistem produksi yang masih didominasi oleh tenaga manusia dan tenaga hewan.
Penggunaan ilmu pengetahuan yang terbatas ini menyebabkan proses pembangunan kota-
kota tradisional memunculkan pemikiran-pemikiran yang tidak rasional dan tidak bisa
diterima dengan alam pikir saat ini tentang alasan dibangunnya kota tersebut. Salah satu kota
tradisional di Jawa yang dalam proses pendiriannya masih berbau mitos adalah proses
pendirian kota Yogyakarta oleh pangeran Mangkubumi atau Hamengkubuwono I yang tidak
jauh dari mitos dan hal ramal meramal. Yogyakarta sebenarnya sudah dikenal sebelum kota
Yogyakarta didirikan dan dijadikan tempat berdirinya keraton. Wilayah ini dikenal dalam
babad Giyanti yang mengisahkan bahwa Sunan Amangkurat telah mendirikan Dalem
diwilayah itu, yang bernama Gerjiwati oleh Pakubuwono II yang kemudian dinamakan
Ayodya. Menurut cerita nenek moyang seorang kyai bernama Manganjaya memiliki sebuah
buku pedoman ramalan. Dari ramalan tersebut dia menyimpulkan bahwa tempat dalam hutan
beringin akan menjadi kota. Sejak saat itu dia mengumpulkan batu-batu bagi istana yang
akan  dibangun sebagai tanda bukti kepada raja. Namun terlepas dari ramalan tersebut kota
Jogjakarta dibangun oleh mangku bumi diatas hutan beringan. Setelah perjanjian gianti
ditanda tangani pada tanggal 13 februari 1755 yang menandai pembagian matara menjadi dua
yaitu Yogjakarta dan surakarta yang kemudian dikawasan yogyakarta digunakan untuk
membangun istana Raja serta rumah-rumah pejabat kerajaan yang kemudian dikenal dengan
nama Ngayogyakarta hadinigrat dan terkenal dengan sebutan keraton Yogyakarta.

Sejak didirikan pada tahun 1756 kota Yogyakarta mengalami perkembangan. Kota ini
telah menjadi tempat bergabai golongan masyarakat berinteraksi dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam perkembangan selanjutnya kota Yogyakarta dipengaruhi oleh situasi kolonial,
bermula dari sebuah jalan raya maka berdirilah kantor-kantor pemerintahan asing dan
benteng. Kemudian muncul pemukiman Eropa club-club dan lapangan pacuan kuda. Daerah
sekitar kota menjadi usah orang Eropa dalam perkebunan, pertanian terutama industri tebu.
Jalan kereta dan jembatan penghubunganya banyak didirikan. Para pengrajin bumi putera
mendapat tempat dilingkunagn yang miskin, hal ini sejalan dengan pemerintahan asing yang
merupakan bagian yang luas dalam kompleks politik, kolonial. Sehingga masa akhir abad ke-
19 sampai awal abad ke 20  di Yogyakarta bertemu dua kekuatan besar yaitu kekuatan
tradisional dan kolonial. Suatu proses yang menimbulkan pembaruan.

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Jawa dengan tipologi kota tradisional,
kota ini merupakan ibukota dari Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat yang
merupakanpecahan kerajaan Mataram akibat ditandanganinya Perjanjian Giyanti 1755.
Pangeran Mangkubumi adalah tokoh yang berperan penting dalam pendirian kota
Yogyakarta. Kota ini dibangun dengan diawali pembangunan benteng kraton dengan penhuni
awal adalah Sultan (Raja/Pemimpin Kerajaan), para bangsawan yaitu para staff kerajaan dan
abdi dalem yaitu para pegawai kerajaan yang menghuni kawasan dalam benteng. Adapun
struktur yang terdapat di kota tradisional Yogyakarta adalah sebagai berikut:

1. Benteng Keraton (Benteng Vreedeburg)

Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengat lahirnya Kasultanan


Yogyakarta. Pada masa pemerintahan Belanda, benteng ini juga memiliki fungsi sebagai
tempat perlindungan para residen yang sedang bertugas di Yogyakarta karena kantor residen
letaknya berseberangan dengan letak Benteng Vredeburg. Seiring dengan perkembangan
politik di Indonesia maka status kepemilikan Benteng Vredeburg juga mengalami perubahan
dari waktu ke waktu. Pada awal berdirinya benteng ini adalah milik Kraton walaupun dalam
penggunaannya dihibahkan kepada Belanda (VOC).

Kebangkrutan VOC pada periode 1788-1799 menyebabkan penguasaan benteng


diambil alih oleh Bataafsche Republic (Pemerintah Belanda) dibawah Gubernur Van Den
Burg sampai ke pemerintahan Gubernur Daendels. Ketika Inggris berkuasa maka benteng
dibawah penguasaan Gubernur Jenderal Raffles. Status benteng sempat kembali ke
pemerintahan Belanda sampai menyerahnya Belanda kepada Jepang di bulan Maret 1942.
Pada tanggal 9 Agustus 1980 dengan persetujuan Sri Sultan HB IX Benteng Vredeburg
dijadikan sebagai Pusat Informasi dan Pengembangan Budaya Nusantara dan pada tanggal 16
April 1985 dilakukan pemugaran untuk dijadikan Museum Perjuangan, ini dibuka untuk
umum pada tahun 1987.

2. Di Luar Benteng

Terdapat pasar tradisional Bringharjo yang letaknya berada disebelah Utara Benteng


kompeni (Vreedeburg) dan satu kompleks dengan keraton. Pasar ini didrikan oleh Sultan
Hamengku Buwono I. Nama pasar beringharjo ini diambil dari nama Hutan Beringin yang
merupakan nama hutan cikal bakal berdirinya kota jogja. Adanya pasar ini merupakan simbol
adanya aktivitas ekonomi dilingkungan keraton sebagai tempat distribusi barang dari desa ke
kota serta sebagai tempat pemenuhan barang-barang kebutuhan sehari hari bagi masyarakat
desa dan kota.

3. Area Pertokoan

Kawasan pertokoan ini terletak di jalan Jalan yang dikenal dengan jalan malioboro,
disamping jalan tersebut juga terdapat pertokoan cina yang didirikan oleh pemerintah
Belanda,sehingga belakang pertokoan tersebut juga berdiri kampung pecinan.

4. Kawasan Keraton

Kraton Yogyakarta dibangun oleh Pangeran Mangkubumi pada tahun 1755, beberapa
bulan setelah penandatanganan Perjanjian Giyanti. Dipilihnya Hutan Beringin sebagai tempat
berdirinya kraton dikarenakan tanah tersebut diapit dua sungai sehingga dianggap baik dan
terlindung dari kemungkinan banjir. Kraton Yogyakarta dibangun oleh Pangeran
Mangkubumi pada tahun 1755, beberapa bulan setelah penandatanganan Perjanjian Giyanti.
Dipilihnya Hutan Beringin sebagai tempat berdirinya kraton dikarenakan tanah tersebut diapit
dua sungai sehingga dianggap baik dan terlindung dari kemungkinan banjir. keberadaan
keraton dalam strultur kota tradisional merupakan hal yang utama, keraton Yogyakarta yang
menjadi salah satu icon Jawa merupakan pusat dari budaya jawa. Tidak hanya menjadi
tempat tinggal raja dan keluarganya semata, Kraton juga menjadi kiblat perkembangan
budaya Jawa, sekaligus penjaga nyala kebudayaan tersebut.

5. Alun-alun

Salah satu ciri pusat kota maupun pusat pemerintahan, baik itu kerajaan maupun
kabupaten ditandai dengan hamparan lapangan rumput yang cukup luas dan sepasang pohon
beringin di tengahnya yang dipisahkan oleh jalan akses masuk ke kantor kabupaten yang
biasanya juga menjadi kediaman dinas bupati. Lapangan inilah yang dinamakan “Alun-alun”.
Namun ada perbedaan antara alun-alun keraton dengan alun-alun kabupaten (kediaman
Bupati)  Pada Keraton memiliki dua alun-alun, di depan dan di belakang
istana. Sedangkan tempat tinggal resmi Bupati (Kabupaten) yang hanya mempunyai satu
alun-alun di depan kabupaten.

Kota kerajaan Tradisional dan Yogyakarta mempunyai dua buah alun-alun, satu
terletak di utara Keraton dan satu lagi terletak di selatan Keraton. Alun-alun Lor
(utara) dikelilingi oleh bangunan di penjuru mata angin, yakni: Masjid Agung di sebelah
Barat, bangunan keraton di sebelah Selatan, pasar di sebelah Utara. Hal yang menarik adalah
keberadaan penjara pada sisi sebelah Timur. Konon letak penjara ini didasarkan pada
pemikiran agar para terpidana segera menyadari kekeliruannya dan bertobat, karena dipenjara
berseberangan dengan tempat ibadah.

Disisi lain alun-alun terdapat  jalan masuk terdapat di tengah-tengah membelah alun-


alun. Kemudian pada sisi kanan dan kiri selalu ditanami pohon beringin yang berpagar,
karena itu masyarakat (di Jawa) menyebutnya Ringin Kurung, dan biasanya dikeramatkan
serta diberi nama Kyai Jayandaru (kemenangan) dan Kyai Dewandaru (keluhuran).
Sedangkan sebagian masyarakat menyebutnya Ringin Kembar. Ringin Kembar mengandung
makna atau pesan simbolik bahwa Raja atau Bupati bukan sekedar penguasa melainkan
juga pengayom (pelindung) bagi rakyatnya.

Alun-alun Kidul (Selatan) Keraton biasanya menyatu berada di dalam benteng


(tembok tinggi) sebagai salah satu sistem pertahanan tempo dulu, Pada Alun-alun Kidul
biasanya diselenggarakan gladen, latihan perang bagi para prajurit kerajaan secara berkala.
Pada saat tertentu gladen ini digelar menjadi tontonan masyarakat.

6. Kampung kauman

Kauman adalah sebuah kampung yang terletak di KElurahan Ngupasan  yang terletak


di kecamatan Gondomanan, Yogyakarta. di selatan Malioboro dan di utara Kraton
Nyayogyakarta. Sebelah utara kampung ini dibatasi Jalan K.H.A.Dahlan, sebelah selatan
dibatasi Jalan Kauman, sebelah timur dengan batas Jalan Pekapalan dan Jalan Trikora,
sementara di sebelah barat dibatasi Jalan Nyai Ahmad DAhlan  atau dulu dikenal dengan
Jalan Gerjen.

Di kampung Kauman ini terletak MAsjid Gede yang terkenal. Lapangan masjid ini
selalu digunakan untuk acara tahunan grebekan pada setiap penyelenggaraan Sekaten oleh
pihak keraton  Yogyakarta. Dahulu merupakan tempat tinggal para abdi dalem pametakan
atau Penghulu kraton yaitu abdi dalem/pegawai kraton yang mengurusi bidang keagamaan
Islam di lingkungan Kraton Ngayogyakarta hadiningrat

Kauman Yogyakarta dikenal sebagai basis dari organisasi Islam Muhammadiyah,


karena di kampung inilah Muhammadiyah didirikan oleh Ahmad Dahlan. Selain K.H.Ahmad
Dahlan, tokoh lain yang berasal dari kampung Kauman adalah Ki BAgus HAdikusuma.
Konon, karena fanatisnya pada setiap penyelenggaraan pemilu PArtai Amanat NAsional
selalu menang besar di sini.  Selain itu tempat ini juga merupakan Komunitas terbesar bagi
keturunan Arab di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Referensi:

Hariyono, Paulus. 2008. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Surabaya: Bumi Aksara


Anam, Sidik Jatmika dan Zahrul. 2010. Kauman: Muhammadiyah
“Undercover”. Yogyakarta: Penerbit Gelanggang
Sarjomiharjo. Kota Yogyakarta Tempo Doeloe “sejarah sosial 1880-1930”. jakarta:
komunitas bambu

Anda mungkin juga menyukai