Anda di halaman 1dari 13

PENGANTAR PERANCANGAN KOTA

MORFOLOGI KOTA JAKARTA

Disusun oleh :

Maria Amanda (030611817220xx)


Siska (03061281722030)
Nicklaus Alexander (030612817220xx)

Dosen Pembimbing :

Dr. Ir. Tutur Lussetyowati

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019/2020
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

1.2. RUMUSAN MASALAH

1.3. METODE PENELITIAN


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Kota Jakarta

2.2. Pola Jalan


Pola jalan tidak teratur (irregular system)
Ketidakteraturan sistem jalan ditinjau dari segi lebar maupun arah jalannya
Menunjukkan tidak adanya peraturan untuk menertibkan morfologi kota
Ciri kota di negara berkembang.

2.3. Perkembangan Morfologi Kota Jakarta


Jakarta adalah kota dengan sejarah yang panjang, Dalam perkembangannya,
Jakarta pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1528-
1619), Batavia atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972). Sejarah panjang
ini secara langsung berdampak pada bentuk muka dan morfologi kota Jakarta, yang
dapat dibagi menjadi beberapa periode.
2.3.1. Periode abad 16
Perkembangan kota Jakarta dimulai dari keberadaan kerajaan hindu
bernama Sunda, dengan ibukota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer seberlah
barat pedalaman Sungai Ciliwung. Keberadaan kerajaan ini membentuk suatu
pola kota berbentuk keraton kerajaanseperti pada umumnya yaitu adanya gradasi
kesakralan pembagian area. Yang mana semakin mendekati kerajaan maka
tingkat kesakralan semakin tinggi yaitu hanya dapat dimasuki oleh orang-orang
tertentu. Pada abad 16, kerajaan sunda terkenal akan pos perdagangan berupa
pelabuhan utama menyebabkan terbentuknya morfologi Jakarta pada abad 16
berupa kota dengan pos perdagangan sesuai teori yang disampaikan oleh Johanes
Widodo (1999).
2.3.2. Periode tahun 1527-1618
Pada Periode tahun 1527 ini merupakan awal terbentuknya kota Jakarta.
Pada periode Ini Semua Bentuk Pembangunan Mengikuti Sungai. Bentuk Pola
Jalan berantakan (unplanned) karena hanya sekedar untuk menopang pusat
perdagangan dan jasa yang terjadi di sekitar Sungai.
Selama kurun waktu 1527-1618 wujud fisik Jakarta belum terlihat jelas pada
Peta Ijezman (1618) yang dapat memperkirakan keadaan Jakarta sebelumnya.
Akibat keberadaan pos perdagangan yang ada, menyebabkan bangsa lain mulai
berdatangan dan menetap di Sunda Kelapa sehingga menyebabkan mulai
terjadinya pembangunan pada tepian Sungai Ciliwung sebagai pusat
pemerintahan dan perekonomian. Dalam rangka melindungi dan menjaga
keamanan gudang-gudang serta Kerajaan Sunda, maka Portugis dan Kerajaan
Sunda mencanangkan arah pembangunan menjadi kota benteng.
Namun, perencanaan daerah Sungai Ciliwung menjadi kota benteng gagal
diterapkan karena terjadinya penyerangan oleh Fatahilah dari Kerajaan Demak
pada tahun 1528. Bentuk kota yang diterapkan oleh Fatahilah pada masa itu
masih berupa kota perdagangan terlihat dari kebijakan yang membangun pasar
dan memperluas pelabuhan di sepanjang Sungai Ciliwung bagian barat. Pada
masa ini, pembangunan masih terkonsenterasi di sebelah barat Sungai Ciliwung
dan pembangunanya masih mengikuti arah aliran sungai menuju ke arah selatan.
Pada masa ini Kerajaan Sunda berganti nama menjadi Kerajaan Jayakarta. Kota
Jakarta pada masa itu dikelilingi oleh pagar kayu atau bambu sebagai pertahanan,
dimana sepanjang Kali Ciliwung terdapat perkampungan Cina dan pribumi.

Gambar x. Kota Jakarta pada tahun 1610.


Sumber: perpusnas.go.id
Pada masa pemerintahan Jayawikarta pada tahun 1618 tepian sungai
Ciliwung dibangun sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian. Tepian barat
sungai Ciliwung, yang pada awal abad ke 17 mengalir sampai ke Pasar Ikan.
Jayawikarta mendirikan sebuah post militer untuk mengawasi muara sungai dan
orang orang Belanda yang diizinkan untuk membangun gudang dari kayu ditahun
1610, serta perumahan diseberang tepian timur. Untuk mengimbangi kekuatan
Belanda, pangeran Jayawikarta mengizinkan Inggris membangun kompleks
ditepian barat sungai Ciliwung, diseberang gudang gudang Belanda. Pada 1615
Jayawikarta memberikan izin pada orang orang Inggris untuk mendirikan benteng
didekat kantor Pabean.
2.3.3. Periode tahun 1619-1627
Setelah Jayakarta jatuh ke tangan VOC pada tanggal 30 mei 1619 dan
kemudian berganti nama manjadi Batavia, mulailah VOC membangun sebuah
pemukiman baru di atas reruntuhan kota Jayakarta yang ditinggalkan oleh
penghuninya. Kedatangan Belanda membawa berbagai kebijakan yang membuat
perubahan dalam morfologi kota. salah satunya adalah pembangunan benteng
pertahanan disekeliling kawasan. Hal inilah yang menyebabkan bentuk kota
Jakarta pada tahun 1619-1627 menjadi kota benteng. Adapun ciri keraton yang
sebelumnya masih melekat hilang seiring dengan penghancuran Kerajaan
Jayakarta dan pembangunan benteng oleh Belanda.
Pada masa ini terjadi beberapa perubahan seperti yang terlihat pada gambar
xx Jakarta tahun 1610 sisi timur sungai ciliwung masih kosong. Namun pada
tahun 1619 mulai dibangun Kasteel "Kasteel Batavia" yang berfungsi sebagai
benteng pertahanan, tempat tinggal dan kantor para pejabat tinggi kolonial,
gudang, kantor dagang, termasuk tempat bertemu dengan raja-raja Jawa. Tak
hanya itu terdapat pula permukiman masyarakat etnis cina pada bagian timur
Sungai Ciliwung.
Gambar x. Kota Jakarta tahun 1619.
Sumber: perpusnas.go.id
Pada periode ini karena pada bagian selatan mulai muncul pusat
pemerintahan, pemukiman, benteng pertahanan militer, pusat hiburan, pusat
perbelanjaan dan sarana transportasi berupa kanal-kanal. Mulai terdapat
perencanaan pada kotanya. Namun hanya bagian pusat pemerintahannya saja
yang mengalami perencanaan jalan pada pusat pemerintahan berbentuk grid.
Namun pada luar pusat pemerintahannya pola jalannya masih tidak terencana dan
masih tidak terancana dan berantakan.
Perubahan morfologi kota Batavia lebih disempurnakan lagi oleh Gubernur
Jenderal Antonio van Diemen. Gubernur Jenderal van der Lijn penggnati van
Diemen melanjutkan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Gambaran yang
sempurna mengenai perkembangan morfologi kota Jakarta terjadi pada masa
Gubernur Jenderal Maatsyuker. Jacob Mossel, pengganti van Imhoff sebagai
gubernur jenderal lebih banyak melakukan perubahan terhadap benteng kota.
Pembangunan kota Jakarta pada abad ke-18 berkembang di luar benteng.
2.3.4. Periode Tahun 1627 -1937
Pada tahun 1627, kasteel Batavia telah berfungsi sepenuhnya. Pada masa ini
terjadi pula perubahan kepemimpinan dari sebelumnya dipimpin oleh J.P Coen
menjadi Daendels. Perubahan ini secara tidak langsung mempengaruhi bentuk
kota. Terlihat dari kebijakan yang diterapkan oleh Daendels yang menginginkan
keteraturan dengan mencontoh pada Amsterdam sehingga bentuk kota Jakarta
yang terbentuk masih berupa kota benteng namun pola jalan diseluruh kawasan
baik dibagian barat maupun timur Sungai Ciliwung dibuat teratur. Tak hanya itu,
pengaktifan kanal-kanal sebagai jalur transportasi dan perdagangan semakin
dioptimalkan. Pada masa ini pembangunan semakin mengarah kearah selatan
mengikuti arah aliran sungai ciliwung dengan bagian barat dan timurnya yang
telah terisi.

Gambar x. Kota Jakarta tahun 1627. Gambar x. Kasteel Batavia


Sumber: perpusnas.go.id
Sisi morfologi kota lainnya pada masa itu dapat dilihat dari konteks waktu
dibangun Loji-Loji[1] oleh Belanda sesuai perjanjian dan terbangunlah juga Fort
Jacarta. Sesuai fungsi sebagai kota dagang, Jakarta lebih kosmopolit dibanding
wilayah pedalaman lainnya, Jakarta juga dapat disebut sebagai pusat kontrol
dalam mengakses pedalaman melalui sungai dikarenakan letak kotanya yang
terbelah oleh sungai.
2.3.5. Periode tahun 1937-1942
Pada awal tahun 1937 grid-grid yang dibentuk oleh kanal- kanal tersebut
dinyatakan tidak sehat karena menimbulkan wabah malaria dan pes sehingga
benteng-benteng yang mengelilingi kota Jakarta dihancurkan. Tak terkecuali
1
kantor atau benteng kompeni masa penjajahan Belanda di Indonesia.
benteng Kasteel Batavia yang dihancurkan oleh Daendles dan difungsikan untuk
menimbun kanal-kanal yang sudah dangkal. Hal ini mengakibatkan hanya tersisa
permukiman penduduk ras cina dibagian timur Sungai Ciliwung.

Gambar x. Koningsplein
Sumber: perpusnas.go.id
Dalam rangka mencegah tertularnya penyakit pes, Deandles membuka
sebidang tanah yang diberi nama Koningsplein atau ruang terbuka di bagian barat
sejauh 500 meter dari Sungai Ciliwung. Koningsplein diperuntukan untuk para
pejabat pemerintah dan masyarakat kalangan kelas atas. Sehingga didalam
koningsplein  diberikan fasilitas-fasilitas penunjang seperti pembangunan Pasar
Gambir, rel kereta api dan kantor administrasi. Di daerah koningsplein, bentuk
kota terlihat teratur karena pembentukannya direncanakan. Sedangkan, untuk
kehidupan di sepanjang sungai ciliwung masih terus berlanjut dan bentuknya
terus berkembang mengikuti bentuk sungai dan bersifat tidak teratur.
2.3.6. Periode tahun 1942-1970
Pada masa ini ditandai oleh kedatangan jepang. Untuk menarik simpati
masyarakat, Jepang membuka Koningsplein untuk semua kalangan sehingga
semua orang dapat mengakses kereta api di stasiun Gambir serta pasar gambir
dan fasiltas lainnya yang di tutup pada  jaman Belanda. Pembukaan akses tersebut
menyebabkan bentuk kota menjadi tidak teratur diakibatkan karena mulai
munculnya permukiman.disekitar koningsplein.
2.3.7. Periode 1970
Periode ini dimulai melakukan pembangunan Taman Ismail Marzuki,
Museum Fatahillah, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian
Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, Kota Satelit Pluit, dan
pelestarian budaya Betawi di Condet. Pembangunan ini menyebabkan
bermunculannya permukiman-permukiman baru di sekitar proyek pembangunan.
Pada masa ini Poros Medan Merdeka- Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan
sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-
Jatinegara.

Gambar x. Pemindahan poros


Sumber: Amaliah, Yusnrina, dkk.
Adapun akibat perkembangan ini, bentuk kota mulai berubah menjadi tidak
teratur. Terlihat dari bentuk jalan yang telah berubah dari yang grid hingga
polanya berkembang secara natural.
2.3.8. Periode 1998-199
Pada tahun ini terjadi kericuhan berupa demonstrasi masyarakat menyebabkan
rusaknya beberapa fasilitas pemerintahan. Namun pola  jalan kota Jakarta tetap
tidak teratur dan diperparah rusaknya fasilitas pemerintahan.
2.3.9. Periode 1999- sekarang.
Pada periode ini, bentuk kota Jakarta sudah tidak memiliki pola khusus baik dari
segi bentuk jalan hingga perletakan kawasan. Pusat aktivitas berkembang di
seluruh titik daerah sehingga menyebabkan kota berkembang secara alami.

Gambar x. Kota Jakarta saat ini.


Sumber: google maps.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Amaliah, Yusnrina, dkk. 2017. Laporan Akhir Morfologi Kota Jakarta.


(https://www.academia.edu/37400764/Laporan_Akhir_Morfologi_Kota_Jakarta,
diakses pada tanggal 08 Februari 2020)
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Kota Batavia dan Kawasan Sekitarnya.
(http://sejarah-nusantara.anri.go.id , diakses pada tanggal 08 Februari 2020)
Haris, Tawalinuddin. 2007. Kota dan Masyarakat Jakarta : Dari kota Tradisional ke Kota
Kolonial (abad XVI-XVIII). Wedatama Widya Sastra:Jakarta.
Heldiansyah. 2008. Perkembangan Morfologi kota Jakarta dalam 4 Tahapan.

Anda mungkin juga menyukai