Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 30 Mei 1619 kota Jayakarta direbut oleh VOC di bawah
kekuasaan Jan Pieterzoon Coen dan diganti namanya menjadi Batavia. Kota Batavia
pada masa VOC terus dibangun dan diperluas, perluasan kota mulai arah barat dan
selatan dengan dibangunnya beberapa rumah tempat peristirahatan yang biasanya
disebut Lanshuizen.
Secara teknis, perencanaan fisik di Indonesia sudah dimulai sejak masa VOC
di abad 17 yaitu dengan telah adanya De Statuten Van 1642, yaitu ketentuan
perencanaan jalan, jembatan, batas kapling, pertamanan, garis sempadan, tanggultanggul, air bersih dan sanitasi kota. Perkembangan kota zaman VOC, berupa
perbentengan yang berpola kota abad pertengahan di Eropa Barat. Dalam makalah ini
akan dibahas bagaimana perkembangan kota Batavia pada masa VOC.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana letak geografis kota Batavia?
2. Bagaimana pusat kota dan pemerintahan kota Batavia?
3. Bagaimana tata kota Batavia?
4. Bagaimana perkembangan kota Batavia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Letak Geografis
Tahun 1619, VOC menghancurkan Jayakarta di bawah komando Jan
Pieterszoon

Coen.

Satu

tahun

kemudian,

VOC

membangun

kota

baru

bernama Batavia untuk menghormati Batavieren, leluhur bangsa Belanda. Kota ini
terpusat di sekitar tepi timur Sungai Ciliwung, saat ini Lapangan Fatahillah.
Batavia berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk
Batavia. Batavia terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal
ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Batavia merupakan
daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Batavia dilewati oleh 13 sungai yang
semuanya bermuara ke Teluk Batavia. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang
membelah kota menjadi dua.
B. Sejarah Kota Batavia
Batavia atau Batauia adalah nama yang diberikan oleh orang Belanda pada
koloni dagang yang sekarang tumbuh menjadi Jakarta, ibu kota Indonesia. Batavia
didirikan di pelabuhan bernama Jayakarta yang direbut dari kekuasaan Kesultanan
Banten. Sebelum dikuasai Banten, bandar ini dikenal sebagai Kalapa atau Sunda
Kalapa, dan merupakan salah satu titik perdagangan Kerajaan Sunda. Dari kota
pelabuhan inilah VOC mengendalikan perdagangan dan kekuasaan militer dan
politiknya di wilayah Nusantara. Nama Batavia dipakai sejak sekitar tahun 1621
sampai tahun 1942, ketika Hindia-Belanda jatuh ke tangan Jepang.
Ketika awal Coen menjabat sebagai gubenur jendral di Hindia-Belanda, ia
sudah mempunyai beberapa rencana untuk menjadikan VOC lebih bagus. Hal
pertamaa yang ia lakukan adalah membangun sebuah markas besar VOC yang dapat
memenuhi semua keperluan VOC1. Menurut Coen, markas VOC yang berada di
Banten tidaklah menarik untuk di jadikan sebuah markas besar VOC, karena
menurutnya di Banten akan bersinggungan dengan kerjaan Mataram dan orang-orang
Cina yang tinggal di sana.
Coen tetap memilih wilayah untuk kantor pusat VOC di daerah jawa,
alasannya karena mudah untuk distribusi logistik pangan. Kemudian Coen memilih
Jayakarta sebagai tempat untuk kantor pusat VOC, karena di Jayakarta terdapat
gudang dan Loji VOC yang telah berdiri sejak tahun 1610. Namun pihak kerajaan
Mataram tidak menyetujui pembangun yang akan dilakukan oleh VOC, maka
terjadilah perang perebutan Jayakarta antara VOC dan Mataram. Pertempuran tersebut
dimenangkan VOC, dampak dari peperangan itu Jayakarta porak poranda dan
1 Sartono Kartodirjo. 1975. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta : Balai Pustaka. Hal 152

akhirnya di atas puing-puing Jayakarta dibangunlah Batavia pada tanggal 30 mei


1619. Langkah kedua Coen adalah meralisasikan monopoli perdagangan rempahrempah khususnya pala di Banda.
C. Sistem Pemerintahan
Pusat Kota Batavia terletak di bekas Balai Kota yang kini menjadi Museum
Sejarah Jakarta/ Museum Fatahillah. Bangunan bertingkat dua yang menjadi pusat
kota dan pemerintahan VOC se-Asia tenggara itu diselesaikan pada tahun 1712.
Namun, dua tahun sebelumnya telah diresmikan oleh Gubernur Jenderal Abraham Van
Riebeeck (1653-1713)2. Tentang bangunan itu sendiri sebetulnya merupakan Balai
Kota kedua dari Balai Kota pertama yang lebih kecil, sederhana dan didirikan pada
tahun 1620, tapi hanya bertahan selama beberapa tahun saja.
Kegiatan-kegiatan di dalam Balaikota sangat beragam, selain mengurus
masalah pemerintahan juga mengurus masalah perkawinan, catatan sipil, peradilan,
tempat hukuman mati, dan perdagangan sehingga dahulu masyarakat mengenalnya
sebagai Gedung Bicara. Kemudian, Balai Kota ini juga menjadi penjara yang sangat
menyeramkan, karena banyak para tahanan yang mati sebelum dijatuhkannya
hukuman. Di samping itu juga Balai Kota digunakan sebagai pusat milisi atau
Schutterij dari tahun 1620-1815 yang dikomandani oleh seorang ketua Dewan Kota
Praja.
Pada masa William Hermans Deandels kekuasaan Hindia-Belanda yang
tadinya di Batavia dipindahkan ke Weltevreden (sekitar Gambir dan lapangan
Banteng, di dekat gedung Departemen Keuangan sekarang). Menurut Deandels di
Batavia yang terletak di muara sungai Ciliwung lingkungannya tidak sehat.
Lingkungan itu tidak sehat karena gaya hidup orang eropa yang jarang mandi dan
berpakaian dengan gaya iklim subtropics yang notabene tidak cocok dengan iklim
tropis di Batavia.
D. Tata Kota
Batavia dibangun berbentuk persegi panjang. Kota Batavia dibangun dengan
rumusan segi empat lurus, sesuai dengan model Romawi. Dalam kurun waktu antara
1630-1650, pembangunan kota ini dilanjutkan. Dengan demikian, bentuk Kota
Batavia pada 1650 telah mencakup seluruh kota, baik bagian timur maupun barat
Ciliwung. Bentuk Kota Batavia mengambil contoh rancangan ilmuwan Balanda,
2 Nugroho Notosusanto dan Marwati Djoened Poeponegoro. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid
III. Jakarta : Balai Pustaka. Hal 331

Simon Stevin, yang menghasilkan sebuah kota berbentuk bujur sangkar pada setiap
sisi oleh parit pertahanan luar kota (Stads Buiten Gragt) dan parit pertahanan dalam
Kota (Stad Binnen Gragt)3. Sedangkan untuk keamanan dan pertahanan kota, pada
1634 seluruh tembok kota dilengkapi dengan Bastion atau benteng-benteng. Di dalam
Bastion ini ditempati pasukan penjaga yang dilengkapi dengan meriam.
Nama-nama Bastion atau kubu pertahanan kota yang dibangun meniru nama
kota-kota propinsi yang ada di Nederland, tempat terdapatnya kantor-kantor dagang
VOC. Perlu dicatat bahwa pada masa pemerintahan Coen, orang-orang Cina
diperbolehkan tinggal di Batavia, mengingat keahlian mereka dalam hal berdagang
(sektor ekonomi). Perlu digaris bawahi ternyata para ahli bangunan dan orang-orang
Cina memiliki peranan penting terhadap pembangunan Kota Batavia ini. Mereka
memiliki kedudukan penting di bidang perniagaan dan sebagai pemilik perusahaan.
Bahkan pada zaman VOC, pemungutan pajak oleh VOC digadaikan kepada warga
Cina ini.
Tahun 1635, kota ini meluas hingga tepi barat Sungai Ciliwung, di reruntuhan
bekas Jayakarta. Kota ini dirancang dengan gaya Belanda Eropa lengkap dengan
benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Kota ini diatur dalam beberapa
blok yang dipisahkan oleh kanal. Kota Batavia selesai dibangun tahun 1650. Batavia
kemudian menjadi kantor pusat VOC di Hindia Timur. Kanal-kanal diisi karena
munculnya wabah tropis di dalam dinding kota karena sanitasi buruk. Kota ini mulai
meluas ke selatan setelah epidemi tahun 1835 dan 1870 mendorong banyak orang
keluar dari kota sempit itu menuju wilayah Weltevreden (sekarang daerah di sekitar
Lapangan Merdeka). Batavia kemudian menjadi pusat administratif Hindia Timur
Belanda. Tahun 1942, selama pendudukan Jepang, Batavia berganti nama
menjadi Jakarta dan masih berperan sebagai ibu kota Indonesia sampai sekarang.4
Sepeninggal JP. Coen (1629), perkembangan kota makin pesat di bawah
Gubernur Jendral Jacques Specx. Kali besar yang semula berkelok diluruskan menjadi
parit terurus dan lurus menerobos kota. Kastil atau benteng yang adalah tempat
kediaman dan kantor pejabat tinggi pemerintah VOC di keempat kubunya
ditempatkan meriam serta tentara untuk menjaga kediaman pejabat tinggi itu serta
barang-barang berharga yang tersimpan dibalik tembok kuatnya.
3 Purnawan Basundoro. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Ombak (Anggota IKAPI). Hal 84
4 Kota Tua Jakarta booklet, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Di seberang Kali Besar dan kubangan yang menjorok ke barat laut, didirikan
Bastion Culemborg untuk mengamankan pelabuhan Batavia. Bastion atau kubu ini
sekarang masih ada. Pada tahun 1839 Menara Syahbandar didirikan didalamnya. Di
belakang tembok kota, yang mulai berdiri dari Culemborg lalu mengelilingi seluruh
kota sampai tahun 1809, dibangun berbagai gudang di tepi barat (pertengahan abad
ke-17). Gudang-gudang ini dipakai untuk menyimpan barang dagangan seperti pala,
lada, kopi dan teh. Sebagian besar gudang penting ini sekarang digunakan sebagai
Museum Bahari.
Lebih tua dari semua gudang tersebut adalah Compagnies Timmer Er
Scheepswerf (Bengkel Kayu dan Galangan Kapal Kumpeni). Tanah tempat Museum
Bahari berdiri pada waktu galangan ini mulai beroperasi masih merupakan rawa-rawa
dan empang5. Galangan kapal sudah berfungsi di tempat sekarang ini juga sejak tahun
1632, di atas tanah timbunan di tepi barat Kali Besar. Sampai penutupan Ciliwung di
Glodok (1920), Kali Besar ini menyalurkan air Ciliwung ke Pasar Ikan. Tetapi, kini
air Kali Krukut sajalah yang mengalir melalui Kali Besar.
Tentang Kali Besar ini, hingga awal abad ke-18 merupakan daerah elit
Batavia. Di sekitar kawasan ini juga dibangun rumah koppel yang dikenal kini
sebagai Toko Merah dikarenakan balok, kusen dan papan dinding didalamnya di cat
merah. Rumah ini di bangun sekitar tahun 1730 oleh G. Von Inhoff sebelum ia
menjabat gubernur jenderal. Pada abad ke-18 ini pula, Batavia menjadi termasyhur
sebagai Koningin Van Het Oosten (Ratu dari Timur), karena bangunannya dan
lingkungan kotanya demikian indah bergaya Eropa yang muncul di benua tropis.
Namun, pada akhir abad ke-18 citra Ratu dari Timur itu menurun drastis.
Willard A. Hanna dalam bukunya Hikayat Jakarta mencatat, bahwa kejadian itu
diawali oleh gempa bumi yang begitu dahsyat. Malam tanggal 4-5 November 1699,
yang menyebabkan kerusakan besar pada gedung-gedung dan mengacaukan
persediaan air dan memporak-porandakan sistem pengaliran air di seluruh daerah.
Gempa itu disertai letusan-letusan gunung api dan hujan abu yang tebal, yang
menyebabkan terusan-terusan menjadi penuh lumpur. Aliran sungai Ciliwung berubah
dan membawa sekian banyak endapan ke tempat dimana sungai itu mengalir ke laut,
sehingga kastil yang semula berbatasan dengan laut seakan-akan mundur sekurangkurangnya 1 kilometer ke arah pedalaman.
5 Purnawan Basundoro. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Ombak (Anggota IKAPI). Hal 84

Untuk menanggulangi berbagai masalah penyaluran air dan guna membuka


daerah baru di pinggiran kota, pihak VOC Belanda telah mengubah sistem terusan
yang ada secara besar-besaran. Pembukaan terusan baru yang penting tepat di sebelah
Selatan kota pada tahun 1732. Jatuh bersamaan waktunya dengan wabah besar
pertama suatu penyakit, yang sekarang diduga adalah mal-aria (malaria), suatu
bencana baru bagi penduduk kota yang berulang kali menderita disentri dan kolera
(pada zaman itu belum diketahui).
Pada tahun 1753 Gubernur Jenderal Mossel atas nasehat seorang dokter
menganjurkan supaya air kali dipindahkan dari tempayan ke tempayan dengan
membiarkan kotorannya mengendap sampai tampak bersih, lalu tidah usah dimasak.
Sampai akhir abad ke-19 banyak orang tak peduli dan minum air Ciliwung begitu
saja.
Hampir tidak dapat dibayangkan betapa tidak sehatnya daerah kota dan
sekitarnya pada abad ke-18. Orang-orang kaya memang mampu meninggalkan rumah
mereka di Jalan Pangeran Jayakarta dan pindah ke selatan, ke kawasan Jalan Gajah
Mada dan Lapangan Banteng sekarang. Tetapi tidak demikian halnya dengan orang
miskin, sehingga bahkan tidak mampu lagi untuk dikubur di pekuburan budak-belian,
di lokasi yang kini menjadi tempat langsir Stasiun Kota di sebelah utara Gereja Sion.
Karena itu pula, Batavia di akhir abad ke-18 mendapat julukan baru sebagai Het graf
der Hollander (kuburan orang Belanda)6.
Akibat berikutnya, sesudah 1798 banyak gedung besar di dalam kota juga
kampung lama para Mardijker yang digunakan sebagai tambang batu untuk
membangun rumah baru di daerah yang letaknya lebih selatan. Tambang Batu ini
terjadi karena begitu banyak orang susah mendapatkan makanan dan karena wilayah
di selatan kota tengah dibangun, maka orang-orang miskin kala itu banyak yang
menggugurkan rumah dan menjual bebatuannya untuk memperoleh makanan. John
Crawfurd dalam bukunya Descriptive Dictionary of The Indian Islands and Adjacent
Countries (London, 1856) menuliskan : Orang Belanda tidak memperhatikan
perbedaan sekitar 45 derajat garis lintang, waktu mereka membangun sebuah kota
menurut model kota-kota Belanda. Apalagi kota ini didirikan pada garis lintang enam
derajat dari khatulistiwa dan hampir pada permukaan laut. Sungai Ciliwung yang
dialirkan melalui seluruh kota dengan kali-kali yang bagus, tak lagi mengalir karena
penuh endapan. Keadaan ini menimbulkan wabah malaria, yang terbawa oleh angin
6 Sartono Kartodirjo. 1975. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka. Hal 52

darat bahkan ke jalan-jalan di luar kota. Akibatnya, meluaslah penyakit demam yang
mematikan. Keadaan ini makin parah selama 80 tahun -sesudah Batavia didirikan,
oleh serentetan gempa bumi hebat yang berlangsung pada tanggal 4-5 November
1699. 7
Untuk lebih mengenal kota asli Batavia yang di kelilingi oleh tembok dan parit
pertahanan, mungkin perlu dilakukan suatu pelacakan intensif dan serius. Namun jika
kita ingin melakukan napak tilas Kota Batavia tempo dulu, cukup dengan mengikuti
sebuah Oud Batavia Tour (Tur Batavia Tua), yaitu dengan melihat sejumlah obyek
wisata sejarah yang masih tersisa di dalam bekas kota asli Batavia lama. Namun, jika
anda secara personal ingin menjadi turis sekaligus peneliti yang bermaksud melacak
jejak-jejak Kota Batavia Lama, dianjurkan untuk membawa dua buah peta sekaligus.
Pertama, peta kawasan Jakarta Kota saat ini yang dulu merupakan kawasan Kota
Batavia dalam lingkaran tembok kota. Kedua, peta Batavia dari Van Der Parra tahun
1770. Peta Van Der Parra sangat bermanfaat, karena sebagian besar keterangan yang
tercantum dalam peta tersebut sangat membantu dalam pelacakan jejak-jejak kota asli
Batavia ini. Peta tersebut dijamin akan melambungkan ingatan dan pikiran kita akan
Batavia, sebuah kota yang dikelilingi oleh tembok pertahanan kota, parit pertahanan
dalam dan luar kota yang mengapit tembok pertahanan tadi, kota yang penuh terusan
dan kanal, jalan-jalan yang saling memotong membentuk pola kotak-kotak, jembatan,
bangunan-bangunan, bastion-bastion, pintu-pintu gerbang, Kastil Batavia dan
berbagai hal lainnya yang memungkinkan kita memperoleh sejumlah catatan sejarah
yang lebih akurat.
E. Perkembangan Kota
Ketika diatas puing-puing Jayakarta dibangun, Coen banyak memerlukan
budak untuk membangun kota tersebut. Batavia dibangun dekat dengan muara sungai
Ciliwung, desain kota yang akan dibangun Coen menyerupai kota-kota yang berada
di Netherland dengan kanal-kanal yang membelah kota dan pohon-pohon rindang di
samping kanan dan kirinya. Awalnya sebelum diberi nama Batavia, kota yang di
bangun Coen ini bernama New-Hoorn, kemudian diganti menjadi Batavia gerbang
benteng kota batavia dengan bastion disetiap sudutnya dibangun dengan sebuah
benteng yang menggunakan batu bata tebal dan di setiap sudutnya dibangun bastion
(dinding pertahanan) yang dilengkapi dengan meriam yang menjorok keluar. Bastion
7 Thomas B. Ataladjar, Toko Merah: Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepian Muara
Ciliwung, (Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta, 2003)

tersebut berjumlah empat, dan setiap bastion memiliki nama yang bersalkan dari
sebuah batu mulia, seperti bastion Diamant, bastion Robijn, bastion Parrel, dan
bastion Saphier. Disekeliling tembok yang melindungi kota, dibagian luarnya juga
dibuat sebuah parit.

Pintu gerbang kota ada dua buah, di sebelah utara dan sebelah selatan.
Disebelah utara dikenal sebagi Waterpoort dan sebelah selatan dikenal sebagai land
poortatau

Amsterdamsche poort berada di persimpangan antara jalan cenkeh dah jalan


tongkol, dan Jalan Nelayan Timur yang berhadapan dengan stadhuis (museum Sejarah
Jakarta sekarang). Batavia pada masa itu telah menjadi pusat kegiatan dagang dan
pemerintahan VOC, serta sebagai pemukiman bagi orang-orang Belanda. Batavia
terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian barat dan timur, bangian barat dihuni oleh
orang Portugis, orang Cina dan golongan orang rendahan. Dibagian timur terutama di
Tijgergracht (sekarang POS KOTA) dihuni oleh orang-orang kaya dengan rumah
yang megah dan halaman yang luas.
Pada masa Coen, Batavia menjadi wilayah residentie dan terbagi menjadi tiga
daerah, yaitu de Stad en Voorsteden (kota dan kota pelabuhan), Buiten de Stad (luar

kota), dan Ommelanden (sekitar batavia)8. Di luar kota Batavia dihuni oleh orangorang Jawa, Makasar, Bugis, Ambon, Cina dan lain-lain.Sekitar tahun 1628 dan 1629,
Coen akan membangun sebuah gerbang untuk melengkapi Batavia. Desain gerbang
itu dirancang sendiri oleh Coen, dan gerbang yang akan dibangun Coen sebagai pintu
gerbang Batavia tingginya diperkirakan mencapai tujuh meter, namun rencana
pembangunna tersebut tak dapat direalisasikan. Karena pada tanggal 4 juni 1629 kapal
yang mengangkut bahan dasar pembutan gerbang (balok-balok batu yang terukir)
kandas dan karam karena menerjang sebuah karang di lepas pantai Australia Barat.
Pada tahun 1963, seorang nelayan tidak sengaja menemukan bangkai kapal
yang karam tersebut, dan balok-balok batu yang ikut karam dapat diangkat dan
direkonturksi ulang oleh pemerintahan Australia. Ketika pada tahun 1979 balok
terakhir dapat diangkat, dan dipasangkan pada tempatnya, maka terbentuklah wajah
gerbang Batavia yang akan dibangun oleh Coen. Gerbang tersebut sekarang berada di
Ruang Batavia di museum Maritim.

BAB III
KESIMPULAN
Kota Batavia (1650) merupakan kota modern pertama di Indonesia. Ciri dari
kota Batavia ini adalah adanya perencanaan kota yang cukup baik, sehingga secara
fisik kota Batavia memiliki struktur yang lebih rapi dan teratur. Rancangan rencana
Kota Batavia disebut Plan de Batavia. Rancangan kota Batavia dibuat mirip dengan
kota- kota Eropa. Kota Batavia yang berada di tepi pantai dibuat dengan pola
berkotak- kotak, dengan jalan dan kanal sebagai batas antar blok. Kanal ini
dimanfaatkan sebagai jaringan transportasi.
8 Purnawan Basundoro. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Ombak (Anggota IKAPI). Hal
85-86

10

Perahu- perahu yang membawa barang dari pedalaman datang dari hulu sungai
menelusuri kanal hingga tempat tujuan. Sedangkan kapal- kapal dari luar negeri
bongkar muat di pelabuhan dan memidahkan barangnya ke tongkang- tongkang yang
bisa menelusuri jalur air dalam kota. Pemandangan ini bisa dilihat di kota Batavia.
Orang Eropa biasanya ingin tinggal di tepi kanal karena daerah tersebut di anggap
lebih nyaman dan bergengsi. Bangunan di Batavia dibuat dari batu bata untuk
mencegah bahaya kebakaran. Disamping itu bangunan dari beton di anggap lebih
sehat.

Anda mungkin juga menyukai