Makam Raja-raja Mataram di Imogiri atau yang dikenal juga dengan nama Pajimatan
Girirejo Imogiri, adalah suatu kompleks khusus sebagai area pemakaman raja-raja keturunan
Kesultanan Mataram Islam, termasuk raja-raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kompleks pemakaman raja-raja Imogiri terletak di
sebelah selatan Kota Yogyakarta sejauh 17 kilometer. Dari Kota Surakarta, jarak ke Imogiri
adalah sekitar 77 kilometer. Secara administratif, kompleks Makam Raja-raja Mataram di
Imogiri ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Secara lebih rinci, kompleks pemakaman di Imogiri dibagi menjadi 8 (delapan) kelompok
lokasi, antara lain sebagai berikut:
1. Kesultanan Agungan. Kompleks ini merupakan lokasi untuk makam Sultan Agung
Hanyokrokusumo, permaisuri, Amangkurat II, dan Amangkurat III.
2. Paku Buwanan. Kompleks ini merupakan lokasi untuk makam Sri Susuhunan
Pakubuwono I, Hamangkurat IV, dan Sri Susuhunan Pakubuwono II.
3. Kasuwargan Yogyakarta. Kompleks ini menjadi lokasi untuk makam raja-raja awal
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat,, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono I dan
Sri Sultan Hamengkubuwono III.
4. Besiyaran Yogyakarta. Kompleks ini merupakan lokasi untuk makam raja-raja
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat generasi berikutnya, yaitu dari Sri Sultan
Hamengkubuwono IV, Sri Sultan Hamengkubuwono V, dan Sri Sultan
Hamengkubuwono VI.
5. Saptorenggo Yogyakarta. Kompleks ini masih menjadi lokasi makam raja-raja
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII,
Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
6. Kasuwargan Surakarta. Kompleks ini merupakan lokasi untuk makam raja-raja awal
Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dari Sri Susuhunan Pakubuwono III, Sri
Susuhunan Pakubuwono IV, dan Sri Susuhunan Pakubuwono V.
7. Kaping Sangan Surakarta. Kompleks ini menjadi makam untuk raja-raja Kasunanan
Surakarta Hadiningrat yang berikutnya, yaitu dari Sri Susuhunan Pakubuwono VI, Sri
Susuhunan Pakubuwono VII, Sri Susuhunan Pakubuwono VIII, dan Sri Susuhunan
Pakubuwono IX.
8. Girimulya Surakarta. Kompleks ini juga merupakan kompleks makam untuk raja-raja
Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yaitu untuk Sri Susuhunan Pakubuwono X, Sri
Susuhunan Pakubuwono XI, dan Sri Susuhunan Pakubuwono XII.
Apabila dilihat dari segi penyusunannya, secara umum bentuk makam Raja-raja
Mataram di Imogiri adalah berbentuk segitiga. Terdapat 3 (tiga) bagian yang ada di dalam
kompleks pemakaman yang berbentuk segitiga ini. Bagian pertama yang terletak di bagian
paling atas adalah lokasi makam Sultan Agung Hanyokrokusumo. Bagian kedua berada di
sisi sebelah timur adalah kompleks pemakaman untuk Raja-raja Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat. Bagian terakhir, yakni yang terletak di sisi sebelah barat merupakan lokasi
pemakaman untuk para Raja yang pernah bertahta di Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Sekarang ini, kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri telah menjadi salah satu
tempat tujuan wisata budaya, sehingga dibuka untuk umum kendati pada hari-hari tertentu
kompleks yang dianggap sakral ini ditutup untuk kepentingan keraton. Meskipun dapat
dikunjungi oleh wisatawan, baik pelancong domestik ataupun turis mancanegara, terdapat
beberapa aturan khusus yang harus dipatuhi oleh setiap tamu yang berkunjung. Sejumlah
aturan itu antara lain:
1. Para peziarah diwajibkan berlaku sopan dan menjaga tata krama, baik pikiran, ucapan
dan perbuatan, selama berada di area kompleks Makam Raja-raja di Imogiri.
2. Para peziarah diwajibkan melepas alas kaki sebelum masuk masuk ke area inti
Makam Raja-raja di Imogiri.
3. Para peziarah dilarang memakai perhiasan, terutama yang terbuat dari bahan emas,
selama berada di area kompleks Makam Raja-raja di Imogiri.
4. Para peziarah tidak diperbolehkan membawa kamera atau mengambil gambar di area
kompleks Makam Raja-raja di Imogiri.
5. Bagi pengunjung perempuan yang sedang datang bulan (hadi) dilarang keras masuk
area kompleks Makam Raja-raja di Imogiri.
6. Para peziarah juga harus berpakaian adat Jawa sebelum memasuki area inti
pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri. Untuk peziarah laki-laki minimal harus
memakai perlengkapan seperti blangkon, beskap, kain, sabuk, timang, dan samir.
Sedangkan untuk pengunjung perempuan memakai kemben dan kain panjang.
Perlengkapan pakaian tradisional Jawa ini disediakan oleh pengelola Makam Raja-
raja Mataram di Imogiri.
Masih ada lagi benda-benda bersejarah yang terdapat di kompleks Makam Raja-raja
Mataram di Imogiri. Salah satunya adalah padhasan (gentong) kuno yang merupakan hadiah
dari negeri-negeri sahabat Kesultanan Mataram Islam. Ada 4 (empat) gentong bersejarah
yang terdapat di kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri. Gentong pemberian dari
Kerajaan Siam (Thailand) diberi nama Nyai Siyem, gentong hadiah dari Kerajaan Rum
(Turki) diberi nama Kyai Mendung, gentong yang berasal dari Aceh diberi nama Kyai
Danumaya, dan gentong pemberian dari Sultan Palembang diberi nama Nyai Danumurti.
Sebagian orang meyakini bahwa air yang ditampung di dalam keempat gentong tersebut
memiliki banyak khasiat. Banyak orang yang percaya bahwa jika meminum air dalam
gentong itu akan terjaga kesehatannya, sembuh penyakitnya, bahkan dipercaya bisa
mendatangkan kesuksesan dalam hidup. Oleh karena itu, banyak di antara peziarah yang
berkunjung ke kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri menyempatkan diri untuk
meminum air dari gentong-gentong itu, bahkan tidak jarang mengambil sedikit untuk dibawa
pulang.
Bencana gempa bumi dahsyat yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada
tanggal 27 Mei 2006 silam juga berdampak cukup serius terhadap bangunan-bangunan cagar
budaya yang ada di dalam kompleks Makam Raja-raja di Imogiri. Ada beberapa tembok
bangunan makam yang runtuh akibat guncangan gempa bumi di mana pusat gempa berada
tidak seberapa jauh dari lokasi makam. Tidak hanya tembok, bahkan pintu gerbang makam
Sultan Agung Hanyokrokusumo pun ikut rusak akibat gempa. Sejauh ini belum terlihat
adanya renovasi yang maksimal untuk memperbaiki bangunan cagar budaya ini. Beberapa
tembok bangunan yang miring hanya ditopang dengan menggunakan bambu atau kayu,
sedangkan tembok dan pintu yang rusak ditutupi dengan seng.