Anda di halaman 1dari 8

Mengenal Istana Rokan

1
Istana Rokan merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Rokan yang merupakan salah kerajaan
Islam yang pernah berkuasa di daerah Rokan Hulu. Istana Rokan dibangu dengan gaya arsitektur Melayu
Rokan yang khas, dengan ukiran naga-naga yang khas, serta berbagai ukiran bermotif tumbuhan (flora)
yang menghiasi sisi tertentu istana. Istana ini diperkirakan dibangun pada abad ke-18 dan telah berusia ±
200 tahun. Di sekitar Istana Rokan juga terdapat perkampungan penduduk dengan suku dan kaum yang
terdiri dari: Suku Melayu, Suku Bendang, Suku Patapang, Suku Maeh, Suku Mandahiling, dan Suku
Caniago.
Bangunan tersebut berada pada sebidang tanah yang dipagari. Bentuk bangunan Istana Rokan
merupakan rumah panggung yang terlihat pada keberadaan kandang, tiang-tiang yang tinggi dan juga
sandi yang berada di bagian bawah tiang. Bangunan Istana Rokan, hampir mirip dengan bentuk rumah
tradisional di Minangkabau, namun lengkungan gonjong sangat rendah bilang dibandingkan dengan
gonjong pada rumah gadang.
Dari sisi depan sangat terlihat kemegahan dari bangunan, dengan ukuran yang cukup besar dan
dilengkapi dengan ornamen yang khas, terutama ukiran hewan naga. Pada sisi depan terdapat 3 tangga
masuk berbahan kayu yang masing-masing berjumlah 4 anak tangga. Pada bagian sisi dalam anak tangga
dilengkapi dengan hiasan berupa ukiran sulur-suluran. Lantai terbuat dari papan yang memiliki ketinggian
2 meter dari tanah. Jumlah tiang penyangga bangunan berjumlah 18 buah dengan diameter tiang 25 cm.
Tiang-tiang luar diberi hiasan tempel ukir-ukiran berbentuk sulur-suluran. Tiang dibagian tangga pintu
masuk berjumlah 6 buah pada bagian atas tiang di bentuk seperti kuncup bunga melati dalam 2 tingkatan.
Bagian dinding bangunan tingkat bawah dan tingkat atas bermotif polos. Hanya pada lis dasar dinding
bagian bawah diberi ukir-ukiran.
Bangunan istana bertingkat tiga yang keseluruhan komponen bangunan terbuat dari kayu. Pintu
masuk istana terdapat pada bagian timur istana. Pada bagian bawah pintu masuk istana terdapat ornament
ukiran berbentuk naga yang saling berhadapan dengan dipisahkan oleh “bunga”.  Untuk masuk istana kita
harus melewati tangga yang terbuat dari kayu. Pintu satu lagi terdapat di bagian barat istana, mempunyai
tangga dari kayu juga. Lantai pertama dibagi menjadi dua bagian, yaitu ruangan depan yang berukuran
14,9 x 4,2 meter, dan ruangan belakang yang berukuran 4,1 x 8,9 m. Antara ruangan depan dan ruangan
belakang dihubungkan oleh sebuah pintu. Di samping kiri kanan ruang belakang terdapat ruangan kecil
(kamar) yang berukuran masing-masing 4,1 x 3 meter. Pada masing-masing kamar dapat sebuah pintu.
Jendela yang terdapat pada bangunan tingkat pertama berjumlah 11 buah ,yaitu 4 buah dibagian muka, 1
buah di samping kiri, 1 buah di samping kanan dan 5 buah di bagian belakang. Tinggi ruangan tingkat
pertama 3,1 meter.
Tingkat kedua merupakan sebuah ruangan denah empat persegi panjang dengan ukuran 14,45 x
7,8 meter. Ruangan ini tanpa jendela, tanpa dinding. Pada keempat sisi ruangan berbatasan langsung
dengan atap seng. Cahaya masuk melalui dua buah atap asbes/plastik yang dipasang sebagai penerang
ruangan. Tinggi ruangan ini 2,25 meter.
Infografis Istana Rokan (Sandy Kelana, BPCB Sumbar)
Sedangkan tingkat ketiga/paling atas merupakan terdapat ruangan yang berukuran 3,1 x 9,2 meter. Tinggi
ruangan bagian tengah 4,11 meter, tinggi bagian tepi ruangan 1,92 meter. Terdapat 8 jendela, yaitu bagian
muka dan belakang terdapat 3 buah jendela dan bagian samping terdapat masing – masing 1 buah. Jenis
jendela adalah kombinasi antara jendela panin dan jendela jalusi. Pada bagian pintu terdapat ornamen
berupa hewan naga yang saling berhadapan dengan bentuk yang sedikit panjang bila dibandingkan
dengan naga pada pintu masuk Istana. Atap bangunan terdiri dari dua tingkat yang terbuat dari seng. Dua
buah atap seng diganti dengan atap transparan sebagai penerang ruangan tingkat kedua

2
Istana Sayap
Istana Sayap Pelalawan dibangun oleh Sultan Pelalawan XXIX yakni Tengku Sontol Said
Ali (1886-1892 Masehi). Sebelum bangunan itu selesai beliau mangkat dan diberi gelar Marhum
Mangkat di balai. Selanjutnya pembangunan istana ini diteruskan oleh pengganti beliau yakni
Sultan Syarif Hasyim II (1892-1930 Masehi) hingga istana rampung.
Di dalam Istana Sayap Pelalawan terdapat banyak barang peninggalan sejarah yang bisa
dilihat pengunjung yakni stempel kerajaan, baju kebesaran raja, tempat tidur raja, alat tenun tuan
putri, alat-alat musik istana, keris, tombak, gong dan benda-benda pusaka lainnya.
Sekitar 50 meter dari Istana Pelalawan terdapat komplek pemakaman raja. Pemakaman ini
terdiri dari 3 bagian yang masing-masing terpisah beberapa puluh meter dan memiliki bangunan
pelindung sendiri-sendiri yakni makam raja, makam dekat dan makam jauh.

3
Istana Siak Sri Indrapura, Kediaman Resmi
Sultan Sejak Tahun 1723

Istana Siak Sri indrapura adalah kediaman resmi Sultan Siak yang memiliki luas
32.000 meter. Istana ini sudah ada sejak tahun 1.723. Bentuk bangunan istana yang terdiri
dari 2 lantai ini memiliki arsitektur bercorak Melayu, Arab, dan Eropa.
Pada lantai bawah Anda dapat menemukan 6 ruangan yang difungsikan sebagai ruang
tunggu tamu, ruang tamu kehormatan, ruang tamu laki-laki, ruang tamu perempuan, ruang
siding kerajaan yang juga difungsikan sebagai ruang pesta.
Sementara untuk lantai atas terdiri atas 9 ruangan yang berfungsi sebagai tempat
istirahat Sultan serta para tamu istana.
Di bagian halaman istana, Anda dapat menemukan 8 meriam yang tersebar di berbagai
sisi halaman istana. Apabila Anda pergi ke bagian kiri belakang istana, Anda akan
menemukan bangunan kecil yang dulunya digunakan sebagai penjara sementara. Selain itu,
Anda juga dapat melihat sebuah koleksi peninggalan kerajaan berupa perahu kuno bernama
“Kapal Kato“ yang dulunya digunakan Sultan untuk mengunjungi daerah-daerah
kekuasaannya.
Lokasi:
Anda dapat mengunjungi Istana Siak Sri Indrapura di Jl. Sultan Syarif Kasim,
kabupaten Siak, Riau. Bagi Anda yang menginap di BATIQA Hotel Pekanbaru, Anda dapat
mencapai lokasi ini dalam waktu 2 jam berkendara.
Insider’s Guide:
Memasuki bagian dalam Istana Siak Sri Indrapura, Anda akan menjumpai banyak
barang peninggalan yang masih terawat dengan baik. Beberapa bahkan masih berfungsi
sebagaimana mestinya. Mulai dari singgasana raja, replica mahkota raja, aneka keramik alat
makan, hingga kursi kristal yang dibuat pada tahun 1896.
Saat mengunjungi istana ini, pastikan Anda menemukan peninggalan berupa cermin
Kristal di salah satu sisi bangunan. Konon katanya, cermin tersebut dapat membuat Anda
selalu terlihat cantik dan awet muda. 
Untuk memasuki Istana Siak Sri Indrapura, Anda akan dikenakan biaya retribusi
sebesar Rp 10.000/orang untuk dewasa dan Rp 5.000/orang untuk anak-anak. Istana yang kini
dikelola oleh Pemda Kabupaten Siak ini buka untuk umum setiap hari pukul 09.00-17.00.

4
Makam Raja-Raja Rambah Jadi Bukti
Sejarah dan Naikkan Marwah Rokan Hulu

MAKAM bersejarah yang dikenal dengan nama Makam Raja-Raja Rambah yang terletak di Desa
Rambah, Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) merupakan makam raja yang pernah
berkuasa di Kerajaan Rambah dahulunya. Kerajaan Rambah merupakan salah satu dari lima kerajaan
Melayu di daerah Rokan Hulu dengan ibukota kerajaan yang pada awalnya berada di kompleks Sungai
Kumpai dan berada di pinggir Sungai Batang Lubuh (Sungai Rokan), di mana lokasi kompleks makam
saat ini berada.
Berdasarkan catatan sejarah adanya kerajaan di Rokan (sekarang Rokan Hulu dan Rokan Hilir),
bermula dari Kerajaan Rokan Tua yang berpusat di Koto Intan (sekarang Desa Koto Intan, Kecamatan
Kunto Darussalam). Kerajaan ini tumbang karena serangan dari Kerajaan Aru Aceh.
Bubarnya Kerajaan Rokan Tua, muncul kerajaan baru yaitu Kerajaan Pekaitan dan Batu Hampar
di wilayah Tengah Rokan. Kerajaan ini pun tidak bertahan lama karena serangan Kerajaan Aru juga.
Lenyapnya kerajaan ini, terbentuklah tiga kerajaan di bagian hilir Sungai Rokan (sekarang Kabupaten
Rokan Hilir), yakni Kerajaan Kubu dengan ibu negeri Teluk Merbabu, Kerajaan Bangko dengan ibu
negeri Bantaian, dan Kerajaan Tanah Putih dengan ibu negeri Tanah Putih.
Sementara di bagian hulu (sekarang Kabupaten Rokan Hulu), muncul pula lima kerajaan yang
diperintah secara turun-temurun oleh bangsawan raja, yaitu Kerajaan Tambusai, ibunegerinya Dalu-dalu,
Kerajaan Rambah ibunegerinya Pasirpengaraian, Kerajaan Kepenuhan ibunegerinya Koto Tengah,
Kerajaan Kunto Darussalam ibunegerinya Kota Lama, dan Kerajaan Rokan ibunegerinya Rokan IV Koto.
Setiap kerajaan ini berdiri mempunyai permulaan yang berbeda-beda. Kerajaan Rambah sendiri
berdasarkan cerita banyak orang bermula dari pemekaran Kerajaan Tambusai. Di mana Raja ke-7
Kerajaan Tambusai mempunyai tiga anak yakni dua laki-laki dan satu perempuan.
Raja yang Dipertuan Tua, waktu itu sudah sepuh atau lanjut usia. Menyadari akan umurnya yang
sudah lanjut. Sementara dia mempunyai dua putra mahkota yang bisa menggantikannya sebagai raja

5
kelak, apabila dia mangkat, di mana anak yang pertama berada di Tambusai dan tinggal di lingkungan
kerajaan.
Sementara anak kedua sedang mengikuti pendidikan di Makkah, maka ada dua versi yang
berkembang. Pertama, Raja yang Dipertuan Tua, memanggil anak yang mengikuti pendidikan di Makkah
untuk bermusyawarah sekaligus mendudukkan siapa penggantinya sebagai raja, jika dia mangkat kelak.
Hal tersebut disertai pula kehawatiran Raja jika dia mangkat, maka peluang terbesar adalah putra
mahkota yang pertama dan yang tinggal bersamanya. Sementara Raja justru berharap anaknya yang
kedua yang mengikuti pendidikan di Makkah lah yang menggantikannnya. Dengan harapan, bekal dari
pendidikannya dapat membuat Kerajaan Tambusai lebih besar.
Versi kedua, mengatakan justru putra mahkota yang sedang mengikuti pendidikan di Makkah lah
yang meminta kepada Raja, untuk membuat kerajaan baru karena dia menyadari tentu anak yang tertualah
yang berpeluang besar untuk menggantikan ayahnya sebagai raja, di samping anak tertua banyak dikenal
masyarakat karena tinggal di istana raja.
Terlepas dari versi yang ada, keputusannya waktu itu, anak yang kedua putra mahkota diberikan
kuasa oleh Raja yang Dipertuan Tua untuk membuat kerajaan baru. Putra mahkota dengan beberapa
pengikutnya pun mencari lokasi untuk dijadikan kerajaan dengan menyelusuri Sungai Rokan atau Batang
Lubuh arah ke hulu.
Akhirnya, ditemuilah lokasi tersebut yang berada di pertemuan muara Sungai Kumpai dengan
Batang Lubuh, Putra Mahkota dengan beberapa pengikutnya membuka lahan tersebut dengan istilah
merambah atau rambahan atau perambahan, di mana dapat diartikan individu maupun kelompok dalam
jumlah yang lebih kecil maupun besar yang menduduki suatu kawasan untuk dijadikan areal yang bersifat
sementara ataupun dalam waktu yang cukup lama pada kawasan hutan. Sehingga bernamalah “Rambah”.
Selanjutnya berdirilah kerajaan baru atas izin Raja Tambusai yang Dipertuan Tua, bernama
Kerajaan Rambah dengan raja pertamanya, Yang Dipertuan Muda. Berdirinya kerajaan ini, belum dapat
diperoleh sumber yang pasti. Hanya di salah satu nisan makam (sekarang sudah hancur ditimpa pohon)
tertera angka berhuruf arab 1292 tanpa ada tanda Hijriah atau Masehi.
Jika tahun tersebut, tahun Hijriah, maka tahun 1292 tersebut maka tahun masehinya adalah 1871
M, berarti abad 18 atau 19. Namun Jika 1292 adalah Masehi, maka kerajaan ini ada sejak abad ke-12 atau
13 Masehi. Hal ini didukung sebagimana tercatat dalam buku “Negara Kartagama” Karangan Prapanca,
tahun 1364 M, Syair ke 13, bahwa “Seluruh Pulau Sumatera (Melayu) telah menjadi daerah yang berada
di bawah kekuasaan Majapahit, meliputi Rakan (Rokan)”.
Rokan pada waktu itu telah ada kerajaan, bernama Kerajaan Rokan Tua, dengan pusat kerajaan
berada di Koto Intan (sekarang Desa Koto Intan, Kecamatan Kunto Darussalam). Rokan juga disebut
dalam Kronik Cina, maupun roteiros (buku-buku panduan laut) Portugis (Marguin 1364 M).
Selanjutnya kata Rokan terdapat dalam buku Sulalatus Salatin, sebagaimana Muchtar Lutfi, Wan
Saleh dalam Sejarah Riau, bahwa abad 14-15 Raja Rokan (Rokan IV Koto) berasal dari keturunan Sultan
Sidi (Raja V Rokan IV Koto), saudara dari Sultan Sujak dari Sumatera Barat.
Selain itu didasarkan kepada puing-puing keramik yang ditemukan di lokasi makam, maka
keramik tersebut adalah keramik pada masa Dinasti Ming, suatu dinasti yang berkuasa di Cina antara
1368-1644. Saat kunjungan ke Kabupaten Rohul, Senin (15/4/2019) lalu, Kepala Badan Arkeologi Sumut
Dr Ketut Wiradayana MSi, mengatakan, berdasarkan salah satu bukti yang ditemukan di Makam Raja-
Raja Rambah (pecahan keramik) terdeteksi daerah ini telah ada sejak Dinasti Ming, kisaran abad 15 dan
16, namun perlu didalami lagi.

6
Dalam kompleks makam terdapat 11 Raja Rambah yang dimakamkan, di antaranya adalah
Pertama, makam Gapar Alam Jang Dipertuan Muda. Kedua, makam Mangkoeta Alam Jang Dipertuan
Djumadil Alam. Ketiga, makam Teonggol Kuning yang Dipertuan Besar Alam Sakti. Keempat, Poetra
Mansyoer. Kelima Soeloeng Bakar yang Dipertuan Besar. Keenam Abdoel Wahab yang Dipertuan Besar
(Almarhum Kajo).
Selanjutnya ketujuh, makam Ali Domboer Jang Dipertuan Besar (Alm Saleh). KedelapanSati
Lawi Jang Dipertuan Besar (Almarhum. Pandjang Janggoet). Kesembilan, Sjarif Jahja Jang Dipertuan
Moeda. Kesepuluh, Ahmad Kosek Jang Dipertuan Djoemadil Alam, dan terakhir ke-11 makam
Muhammad Sjarif Jahja Jang Dipertuan Besar (Almarhum Besar Tangan Sebelah).
Sementara raja yang ke-12 wafat di Pekanbaru, yakni T Saleh dimakamkan di pemakaman depan
Mutiara Hotel Pekanbaru. Sampai saat ini, belum ditemukan referensi periode Raja berkuasa dari 12 raja
yang ada. Namun kalau dikaitkan dengan kekuasaan raja di Tambusai, di mana terdapat angka tahun pada
raja pertama Gelar Sutan Mahyudin Muhammad Kahar, akhir masa kekuasaannya 951 M.
Kemudian baru ada angka tahun pada Raja ke-15, Sultan Abdul Wahid 1864-1887. Berarti antara
raja pertama dengan raja ke-15 mempunyai rentang waktu 913 tahun. Jika diambil rata-rata dari 15 raja,
maka 913 dibagi 15 adalah 60-61 tahun. Sementara Raja Rambah adalah anak raja yang ke-7, berarti 420
tahun, berarti perkiraan adanya Kerajaan Rambah pada tahun 1300 atau 1400, atau abad ke-13 atau 14.
Sementara pusat kerajaan pindah dari Sungai Kumpai, sekarang Dusun Kumu, Desa Rambah,
Kecamatan Rambah Hilir. Kira-kira 9 km dari Pasirpengaraian atau 5 km dari Kantor Bupati Rokan Hulu
arah ke Dalu-dalu Kecamatan Tambusai ke Pasirpengaraian di masa Raja ke-11, diperkirakan pada akhir
abad 18 dan awal abad ke-19 ( 1898 atau 1901) karena Raja ke-12, T Saleh berkuasa sejak tahun 1902.
Jika bukti sejarah Istana Raja Rambah di Pasirpengaraian, sekarang hanya berupa tapak tanah
perumahan tempat Raja dan keluarganya yang ada seperti Rumah Putih (Kantor Raja) sekarang Kantor
Perpustakaan Arsip, ada tapak tanah rumah kuning (rumah raja). Tapak tanah rumah hijau (rumah anak
raja), tapak tanah rumah merah ( rumah hulu balang raja) dan ada kebun raja. Yang semuanya telah
menjadi milik masyarakat di Desa Babussalam, Kecamatan Rambah, Kabupaten Rokan Hulu.
Sementara di makam raja-raja rambah, mulai masuk sudah ada musala Raja Rambah, gerbang
masuk dengan sisi kiri kanan, nama 11 Raja. Kemudian berjarak dengan jalan semenisasi sejauh 300
meter dari gerbang, maka ditemuilah komplek Makam Raja-Raja Rambah, berpagar 20 meter x 30 meter,
terdapat 27 makam besar dan kecil.
Di sebelah kanan masuk juga ada makam masyarakat tidak punya tanda atau nisan, dan ada enam
makam yang mempunyai tanda atau nisan. Bahkan ada dua nisan yang lebih tinggi dari nisan yang berada
di kompek makam.
Selain itu, di sebelah kanan makam terdapat dua kolam. Satu kolam pemandian raja berada agak
ke belakang dan satu kolam lagi pemandian putri raja persis di samping komplek makam. Di antara
komplek makam dan kolam pemandian raja, merupakan tapak tanah istana raja dan masjid dahulunya
sebelum istana raja pindah ke Pasirpengaraian.
Berdasarkan data dan peta dari BCB Batusangkar, sekarang Balai Pelestarian Cagar Budaya
Sumatera Barat (Sumbar) yang membawahi wilayah kerja Provinsi Sumbar, Riau dan Kepulauan Riau,
pada awalnya luas komplek Raja Rambah 17 hektare. Namun sekarang baru terbebaskan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Rokan Hulu seluas lebih kurang 3-4 hektare dan telah dipagar
besi sebagai batasnya.
Untuk masuk ke kompleks ini dari dulu diingatkan untuk tidak sembarangan, takabur dan tidak
sopan. Tapi jangan sampai terpeleset terlalu mengagungkan atau membesar-besarkan, bersikap wajar saja.

7
Namun sebagai gambaran seorang Jerman peneliti Belanda tahun 1901-1903 menggambarkan sakralnya
Makam Raja-Raja Rambah, menyebutkan "Kokoh Pagar yang Nampak, Lebih Kokoh Lagi Pagar yang
Tidak Tampak”.
Memang jika dipandang sekilas, apalah artinya sebuah komplek kuburan. Tetapi karena ini sudah
berumur hitungan abad, kemudian terlihat sekilas bahwa sudah ada aturan peradaban di dalamnya, yang
tentu mempunyai nilai-nilai sejarah bagi generasi sesudahnya.
Sampai kepada penilaian, bahwa keberadaan tanah Rokan Hulu, bukan lah seketika, melainkan
sejak berabad-abad yang lalu. Bukti sejarah ini sekaligus sebagai marwah dan kebanggaan Kabupaten
yang di juluki Negeri Seribu Suluk ini.
Dua tahun lalu, Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu telah mewacanakan Cagar Budaya Makam
Raja-Raja Rambah akan dijadikan lokasi pembangunan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kabupaten
Rokan Hulu seluas dua hektare di Desa Rambah Kecamatan Rambah Hilir.
Sebab, Rokan Hulu salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang belum memiliki TMP. Maka itu,
sudah sewajarnya pemerintah daerah membangun TMP. Mengingat rencana pembangunan TMP
mendapat dukungan oleh masyarakat maupun para keluarga veteran, dan pejuang kemerdekaan Rokan
Hulu. Sebelumnya, pemerintah daerah telah melakukan komunikasi dengan pihak keluarga Raja Rambah.
Rencana pembangunan TMP mendapat respon positif dan didukung penuh. "Rencana untuk
lokasi pembangunan TMP akan bersebelahan dengan makam Raja-Raja Rambah. Keberadaan TMP di
dekat makam Raja-Raja Rambah yang ada sekarang akan lebih terawat, terpelihara, dan bersih. Bahkan
nantinya pemerintah daerah akan menjadikan kawasan TMP sebagai wisata sejarah," ungkap Bupati
Rohul H Sukiman.
Ditegaskannya, pemerintah daerah akan membuat perencanaan pembangunan TMP dan
masterplan pembangunan kawasan makam Raja Rambah sebagai objek wisata sejarah di Rokan Hulu.
Untuk sumber dana pembangunan TMP di Desa Rambah Kecamatan Rambah Hilir, selain mengunakan
APBD Rohul, pemerintah daerah akan berupaya mendapatkan dana APBD Riau dan APBN.
Dengan telah dibangunnya TMP nantinya, pemerintah daerah akan menghubungi pihak keluarga
dari para alamarhum veteran, dan pejuang kemerdekaan untuk dipindahkan makamnya ke TMP tersebut.
Sehingga pada peringatan HUT Kemerdekaan dan Hari Pahlawan tingkat Kabupaten Rohul, dapat
berkunjung ke TMP untuk melaksanakan renungan suci. Gunanya untuk mengingat kembali perjuangan
dari para pahlawan pejuang kemerdekaan Bangsa Indonesia, khususnya Rokan Hulu.
Dengan dibangunnya TMP, tentunya akan menjadi monumental simbol perjuangan para
pahlawan kepada generasi muda Rohul. Sebab keberadaan TMP dinilai sangat penting untuk menghargai
jasa para pahlawan maupun pejuang kemerdekaan.
Bahkan juga dapat memotivasi semangat generasi muda untuk meniru semangat berkorban dan
perjuangan dari para pahlawan yang gugur dalam perperangan merebut kemerdekaan. "Kita yakin
peninggalan sejarah di Rokan Hulu menyimpan beberapa sejarah yang nilai-nilai terkandung di dalamnya
akan bermanfaat bagi masyarakat masa sekarang maupun masa mendatang. Melihat sekilas sejarah ini, ke
depan Makam Raja-raja Rambah dapat dikembangkan dan menjadi objek wisata sejarah," tambahnya.
(adv).

Anda mungkin juga menyukai