Anda di halaman 1dari 8

1.

Mesjid Raya Nur Alam


Masjid Raya Pekanbaru atau Masjid Senapelan Pekanbaru merupakan salah satu masjid
tertua di Riau yang terletak di Kota Pekanbaru, Indonesia. Masjid ini dibangun pada abad ke-18,
tepatnya tahun 1762. Masjid ini dibangun oleh Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, sebagai
sultan keempat dari Kerajaan Siak Sri Indrapura, dan kemudian diteruskan pada masa Sultan
Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai sultan kelima dari Kerajaan Siak Sri
Indrapura.
Masjid ini didirikan pada masa kekuasaan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah ketika
memindahkan dan menjadikan Senapelan (sekarang Pekanbaru) sebagai Pusat Kerajaan Siak.
Sesuai adat Raja Melayu pada saat itu, apabila terjadi pemindahan pusat kerajaan, maka harus
diikuti dengan pembangunan Istana Raja, Balai Kerapatan Adat, dan Masjid. Ketiga unsur
tersebut wajib dibangun sebagai representasi dari unsur pemerintahan, adat dan agama yang
biasa disebut Tali Berpilin Tiga atau Tungku Tiga Sejarangan.
Di akhir tahun 1762, dilakukan upacara menaiki ketiga bangunan tersebut. Bangunan
istana diberi nama Istana Bukit, balai kerapatan adat disebut Balai Payung Sekaki dan masjid
diberi nama Mesjid Alam.
2. Mesjid Ar-Rahman
Masjid ar-Rahman merupakan sebuah masjid yang terletak di Pekanbaru, Indonesia.
Masjid ini dibangun pada tahun 1930 dan selesai pada tahun 1935. Dilihat dari sisi bangunannya,
masjid banyak mendapat pengaruh dari gaya arsitektur Melayu, Turki, Arab dan India.
Lokasi bangunan Masjid Ar-Rahman merupakan tanah wakaf dari Raden Sastro Pawiro
Djaya Diningrat. Pembangunan masjid ini dilakukan dengan swadaya masyarakat yang berada di
sekitar Jalan Sumatra dan wilayah Pekanbaru hingga ke Tangkerang. Namun begitu, Raden
Sastro merupakan donatur terbesar dan yang berperan penting dalam pembangunan masjid ini.
Pembangunan masjid ini dimulai tahun 1930 hingga 1935. Saat itu, di sekitar masjid terdapat
tiga rumah panggung. Raden bersama masyarakat berswadaya membangun satu-satunya masjid
yang berada di tengah kota itu. Konsep pembangunan juga sangat sederhana. Dinding, lantai, dan
tiang masjid saat itu hanya berasal dari papan biasa dengan atap daun dan bangunan berbentuk
panggung dengan ketinggian 1 meter. Luas bangunan juga hanya 8x8 m2. Masjid juga dicat
menggunakan oli bekas, sehingga warna masjid sedikit hitam kecoklatan bergabung dengan
warna papan.
Masjid ini sempat menjadi tempat dakwah orang tua mantan Wali Kota Pekanbaru,
Herman Abdullah

3. Istana kerajaan Siak


Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecik yang
bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dengan
istrinya Encik Pong, dengan pusat kerajaan berada di Buantan. Konon nama Siak berasal dari
nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat di situ. Sebelum kerajaan
Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan Johor. Yang memerintah dan mengawasi
daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Johor. Namun hampir 100 tahun
daerah ini tidak ada yang memerintah. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang ditunjuk untuk
memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.
Pada masa Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin
yang memerintah pada tahun 1889-1908, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak
dan istana ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889. Pada
masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang
ekonomi. Dan masa itu pula beliau berkesempatan melawat ke Eropa yaitu Jerman dan Belanda.
Istana Siak ini terdiri dari dua lantai dan berdenah segi empat silang. Gaya arsitektur
bangunannya tampak menggabungkan gaya Melayu, Arab, dan Eropa. Setiap sudut bangunan
terdapat pilar bulat dengan ujung puncaknya ada hiasan burung garuda. Pindu dan jendela istana
dirancang dengan bentuk kubah serta dihiasi mozaik kaca. Ada 15 ruangan dari dua lantai Istana
Siak. Lantai satu terdiri dari enam ruangan. Sementara lantai dua terdiri dari sembilan ruangan.
Adapun enam ruangan di lantai satu berfungsi sebagai tempat sidang dan ruangan untuk
menerima tamu. Sedangkan sembilan ruangan pada lantai dua berfungsi sebagai tempat
peristirahatan Sultan dan tamu-tamu kerajaan. Saat ini Istana Siak Sri Indrapura berfungsi
sebagai destinasi wisata sejarah di Provinsi Riau. Istana ini menjadi museum tempat menyimpan
benda-benda peninggalan Kerajaan Siak.

4. Pulau penyengat
Pulau Penyengat merupakan salah satu objek wisata di Kepulauan Riau. Di pulau ini
terdapat berbagai peninggalan bersejarah yang di antaranya adalah Masjid Raya Sultan Riau
yang terbuat dari putih telur, makam-makam para raja, makam dari pahlawan nasional Raja Ali
Haji, kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi.
Menurut cerita, pulau mungil di muara Sungai Riau, Pulau Bintan ini sudah lama dikenal
oleh para pelaut sejak berabad-abad yang lalu karena menjadi tempat persinggahan untuk
mengambil air tawar yang cukup banyak tersedia di pulau ini. Belum terdapat catatan tertulis
tentang asal mula nama pulau ini. Namun, dari cerita rakyat setempat, nama ini berasal dari nama
hewan sebangsa serangga yang mempunyai sengat. Menurut cerita tersebut, ada para pelaut yang
melanggar pantang-larang ketika mengambil air, maka mereka diserang oleh ratusan serangga
berbisa. Binatang ini yang kemudian dipanggil Penyengat dan pulau tersebut dipanggil dengan
Pulau Penyengat. Sementara orang-orang Belanda menyebut pulau tersebut dengan nama Pulau
Mars.
Tatkala pusat pemerintahan Kerajaan Riau bertempat di pulau itu ditambah menjadi
Pulau Penyengat Inderasakti. Pada 1803, Pulau Penyengat telah dibangun dari sebuah pusat
pertahanan menjadi negeri dan kemudian berkedudukan Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau-
Lingga sementara Sultan berkediaman resmi di Daik-Lingga. Pada tahun 1900, Sultan Riau-
Lingga pindah ke Pulau Penyengat. Sejak itu lengkaplah peran Pulau Penyengat sebagai pusat
pemerintahan, adat istiadat, agama Islam dan kebudayaan melayu.
Pulau Penyengat merupakan pulau yang bersejarah dan memiliki kedudukan yang
penting dalam peristiwan jatuh bangunnya Imperium Melayu, yang sebelum terdiri dari wilayah
Kesultanan Johor, Pahang, Siak dan Lingga, khususnya di bagian selatan dari Semenanjung
Melayu. Peran penting tersebut berlangsung selama 120 tahun, sejak berdirinya Kerajaan Riau
pada tahun 1722, sampai akhirnya diambil alih sepenuhnya oleh Belanda pada 1911.

5. Mesjid Raya Sultan Riau


Mesjid ini pertama kali dibangun pada tahun 1803 seiring dengan dibukanya Pulau
Penyengat sebagai mas Kawin dan kemudian tempat kediaman Raja Hamidah Engku Putri.
Pada masa itu mesjid ini diperkirakan terbuat dari kayu. Hingga pada tahun 1832, Raja
Abdurrahman yang pada masa itu menjabat sebagai Yang Dipertuan Muda ke – 7 Kerajaan Riau-
Lingga melakukan renovasi dengan cara bergotong royong dengan semua lapisan masyarakat di
Pulau Penyengat kala itu.
Keunikan mesjid ini adalah konon digunakannya putih telur sebagai campuran bahan
bangunan untuk membuat mesjid. Arsitektur mesjid ini juga sangat unik dan sarat dengan simbol
– simbol ajaran agama Islam.
Pada tangga mesjid, terdapat 13 buah anak tangga yang menggambarkan 13 rukun shalat.
Terdapat 5 buah pintu yang melambangkan rukun Islam. Terdapat 6 buah jendela yang
menggambarkan Rukun iman. Pada atap bangunan mesjid ini terdapat 13 buah kubah dan 4 buah
menara yang jika dijumlahkan menjadi 17. Angka ini melambangkan jumlah rakaat shalat sehari
semalam dalam Islam. Di dalam mesjid ini terdapat dua buah almari yang dulunya merupakan
Lemari Perpustakaan Khutub Khana Marhum Ahmadi. Di dalam lemari ini masih terdapat buku-
buku yang melambangkan kepedulian yang tinggi tentang ilmu Pengetahuan. Selain itu, di dalam
mesjid ini juga terdapat Alqur’an bertuliskan tangan yang ditulis oleh Abdurrahman Stambul
pada tahun 1867. Abdurrahman Stambul adalah seorah pemuda Pulau penyengat yang
disekolahkan oleh Kerajaan untuk mempelajari agama Islam di Istanbul–Turki. Beliau
mempelajari gaya kepenulisan Al-qur’an gaya Stambul.
Masjid Sultan Riau ini sudah dijadikan situs cagar budaya oleh pemerintah Republik
Indonesia.

6. Bekas gedung tabib kerajaan


Gedung ini merupakan Gedung kediaman Tabib Raja Daud. Beliau merupakan tabib
pada masa kerajaan riau – lingga. Sebagai tabib, Raja Daud juga banyak menulis tentang ilmu
pengobatan Melayu. Pada pengobatan Melayu banyak menggunakan bahan – bahan herbal, yang
dikenal dalam pengobatan tabib Raja Daud adalah sistem pengobatan panas dan dingin. Dalam
bukunya tabib Raja Daud menjelaskan tentang penyakit – penyakit yang ditimbulkan dari panas,
pengobatannya dapat menggunakan dari herbal yang berunsurkan dingin. Gedung tabib terletak
di Kampung Jambat, Gedung ini hanya tersisa bagian tembok dan pondasinya.

7. Makam Raja Haji


Makam ini terletak di Bukit Bahjah Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang
Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi makam ini berada di sebelah
tenggara Kompleks Makam Engku Putri Raja Hamidah ± 550 m.
Raja Haji Fisabilillah adalah putra Daeng Celak Yang Dipertuan Muda (YDM) Riau II (1729-
1746) dari ibu Tengku Mandak, adik Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah. Ia dilahirkan di Hulu
Riau (Kota Lama) sekitar tahun 1727. Raja Haji Fisabilillah mempunyai beberapa orang saudara
seayah. Di antaranya yang terkenal ialah Raja Lumu yang kemudian menjadi Yang Dipertuan
Selangor dengan gelar Sultan Salehuddin. Ia mempunyai beberapa orang anak, di antaranya yang
terkenal adalah Raja Ja’far (YDM Riau VI), Raja Ahmad (ulama dan pengarang Riau, ayah Raja
Ali Haji) dan Raja Hamidah (yang bergelar Engku Putri, permaisuri Sultan Riau Mahmud Syah).

8. Makam Raja Jaafar


Raja Jakfar adalah Yang Dipertuan Muda ke -6 Kerajaan Riau–Lingga. Beliau
merupakan anak Raja Haji Fisabilillah. Beliau diangakat sebagai Yang Dipertuan Muda kerajaan
menggantikan Raja Ali Marhum Pulau bayan yang wafat pada tahun 1806.
Pada masa pemerintahan Raja Jakfar, beliau menata Pulau Penyengat sedemikian rupa dan
memindahkan pusat merintahan Yang Dipertuan Muda dari Pulau bayan ke Pulau Penyengat.
Sebelum menjadi Yang Dipertuan Muda, Raja Jakfar merupakan seorang pengusaha
penambangan Timah di Kelang – Selangor. Konon beliau adalah tokoh yang pertama mendirikan
Kota Kuala Lumpur.
Komplek makam Raja Jakfar merupakan komplek makam yang cukup luas dan berbentuk
unik , di bagian luarnya dikelilingi tembok tinggi dan terdapat 2 kolah atau kolam, bangunan
utama komplek makam ini berbentuk persegi panjang dan memiliki kubah dan terdapat mihrab
di dalamnya.
Konon sebelum bangunan ini dijadikan komplek pemakaman, bangunan ini merupakan mushala
tempat Raja Jakfar melakukan ibadah.
Di dalam komple makam ini juga terdapat makam permaisuri dan Raja Ali Yang
Dipertuam Muda ke – 8 kerjaan Riau-Lingga.
9. Makam Raja Abdurrahman
Makam Raja Abdurrahman yang terletak di Pulau Penyengat, merupakan salah satu
tempat wisata religi yang dapat di kunjungi saat berada di Tanjungpinang, Kepulauan Riau
(Kepri).
Makam itu memiliki warna kuning dengan sedikit aksen hijau di sebagian sisinya. Di bagian
depan makam, terdapat gapura yang memiliki dua daun pintu sebagai jalan masuk. Di setiap
sudut tembok pagar makam tersebut, ada pahatan yang berbentuk menyerupai kendi. Di atas
gapura terlihat hiasan yang berbentuk menyerupai sehelai daun. Di atas hiasan berbentuk daun
tersebut juga terdapat pahatan yang berbentuk menyerupai kendi.
Di sebelah kanan dan kiri pintu terdapat tiang yang dilengkapi dengan pelipit, kemudian
di atas pelipit juga terdapat kendi. Makam Raja Abdurrahman merupakan makam dari seorang
raja Yang Dipertuan Muda VII Kerajaan Riau Lingga. Menurut riwayat sejarahnya, Raja
Abdurrahman memiliki andil besar dalam pembangunan Masjid Raya Pulau Penyengat. Beliau
adalah yang membangun masjid tersebut, dengan sebagian bahannya berasal dari putih telur
sebagai perekat.

10. Bekas Istana Sultan Abdurakham Muaazam Syah


Peninggalan sejarah era kerajaan sebagian masih dapat ditemukan di Daik.
Peninggalan yang ada antara lain, Masjid Jamik Sultan Lingga-Riau, situs Istana Damnah,
pemakaman sultan, kubu pertahanan, meriam dan lain-lain. Selama masa kerajaan terdapat
beberapa istana yang ada di Daik, dan pada masa kini hanya ada dua situs istana peninggalan
Kerajaan Lingga-Riau yang masih dapat ditemukan dan telah ditetapkan sebagai situs cagar
budaya. Reruntuhan istana itu terdiri dari Istana Kota Batu yang pernah dibangun oleh Sultan
Mahmud Muzzafar Syah (1841-1857) Sultan Lingga-Riau ke-3. dan reruntuhan Istana Damnah
milik Sultan Abdurrahman Muazzam Syah (1884-1911) Sultan Lingga-Riau terakhir.
Istana Kota Batu yang dibangun dari batu bata hanya meninggalkan puing-puing
bangunan. Sebelum ditetapkan sebagai situs cagar budaya dan mendapatkan perhatian
pemerintah, istana berada dalam hutan belukar. Kini reruntuhan istana pun masih kurang terawat
sehingga banyak ditumbuhi semak belukar dan akibatnya membuat sebagian pengunjung tidak
mau ke sana. Istana Damnah juga bernasib sama, istana yang bertongkat semen dan bagian atas
dari kayu hanya menyisakan tongkat dan puing-puing. Sebelum dibersihkan, di atas puing Istana
Damnah pernah tumbuh pohon-pohon besar dan semak belukar. Di awal tahun 1990-an hanya
jalan setapak yang mengarah ke puing-puing Istana yang sering digunakan masyarakat pergi ke
kebun.
Istana Robat Ahmadi, kediaman Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf Al-
Ahmadi (1858-1899) hanya menjadi nama kampung. Wilayah Kampung Robat meliputi Kantor
Bupati Lingga. Masyarakat hanya mengenal nama Kampung Robat tanpa tambahan kata Istana
dan Ahmadi. Di Kampung Robat jejak reruntuhan Istana belum ditemukan. Sekarang yang dapat
ditemukan hanya bekas kolam-kolam, yang dulunya berada dekat Istana. Sekarang ini kolam
telah lama mengering, ditumbuhi semak dan pohon buah-buahan. Istana peninggalan sultan
lainnya telah terlupakan. Penulis sejak tahun 2017 telah mulai mencari jejak-jejak istana yang
terlupakan lewat membuka berbagai catatan sejarah. Lokasi istana yang dicari diketahui berada
dalam lahan masyarakat yang telah menjadi hutan belukar dan telah lama terlupakan.

11. Bekas Tengku Bilik


Istana Tengku Bilik, merupakan salah satu cagar budaya yang berada di Pulau
Penyengat Kepulauan Riau (Kepri). Istana ini terletak di Jalan Ja’far, Kelurahan Penyengat,
Kecamatan Tanjungpinang Kota, Tanjungpinang Kepri. Lokasi gedung ini berada di sebelah
barat Kompleks Makam Raja Ja’far, atau sebelah selatan Istana Ali Marhum Kantor. Bangunan
Gedung Tengku Bilik memiliki luas bangunan 150 m², yang berdiri di atas lahan seluas 3257,2
m².
Bangunannya berlantai dua dengan arsitektur bergaya kolonial ini, dikelilingi tembok
setinggi 2 m. Dengan pagar berkisi-kisi pada bagian depan ini terlihat begitu megah di areal
lahan yang luas, sehingga gedung itu acapkali juga disebut dengan Istana Tengku Bilik. Karena
memang, bangunannya seperti istana yang pada umumnya menjadi simbol kejayaan Melayu di
Nusantara. Para bangsawan Melayu pada akhir abad ke-19, sangat menggemari bentuk atau
model bangunan tersebut. Bangunan seperti itu masih bisa ditemui di Singapura (Istana
Kampung Gelam), di Johor dan tempat-tempat lain di Semenanjung Malaysia.

12. Gedung Mesiu


Gedung Mesiu ini, terletak di antara bangunan-bangunan bersejarah di Pulau
Penyengat. Gedung berarsitektur mirip bangunan masjid, dengan dilengkapi kubah di bagian
atapnya. Bangunannya kokoh dengan di desain khusus, agar bangunan tahan terhadap basah serta
cuaca lembab. Jika berkunjung ke tempat bersejarah ini, kamu akan menyaksikan gedung
berwarna kuning khas melayu. Gedung mesiu ini memiliki pondasi yang kuat. Seluruh bangunan
terbuat dari beton, dengan dinding yang kokoh dan tebal.
Ketebalan dinding bahkan mencapai 40 cm. Selain itu, jendela pada gedung mesiu ini
juga, dilengkapi dengan jeruji besi. Sehingga bangunan menjadi aman digunakan untuk
menyimpan bubuk mesiu. Gedung Mesiu merupakan gedung yang digunakan, untuk menyimpan
bubuk mesiu saat terjadi peperangan. Gedung ini didirikan pada masa kejayaan Kerajaan Riau.
Dan berfungsi untuk menyimpan bubuk mesiu.

13. Kubu dan parit pertahanan


Perang parit ialah perang yang kedua kubu bertempur pada posisi bertahan atau salah
satu maju menyerang. Perang ini terkenal saat Perang Dunia I yang berlangsung antara tahun
1914 hingga 1918.
Perang ini lebih condong ke arah defensif. Ini disebabkan mereka yang membangun
pertahanan berupa galian tanah yang memanjang dan paralel, dan memasang barikade berupa
kawat yang dipasang pada garis depan. Dari dalam parit mereka menembaki musuh yang
mendekat dengan senapan, pistol, melempar granat, dan dibantu senapan mesin. Jika musuh
sudah memasuki parit, mereka bertarung jarak dekat dengan bayonet, atau sekop yang
ditajamkan ujungnya.
Perang ini sungguh perang yang memulai era baru persenjataan, yaitu ditemukannya
pistol mitraliur yang efektif pada jarak dekat. Dan ditemukannya tank yang tahan tembakan
peluru senapan.
Perang parit digunakan pada Perang Dunia I secara umum. Contoh perang parit yang
terkenal adalah Pertempuran Somme yang terjadi tahun 1916. Namun perang jenis ini dirasa
tidak efisien dan efektif. Sering sekali kubu pemenang menderita kerugian berupa kehilangan
prajurit hingga sekitar 120.000 orang dan hanya memajukan garis batas sejauh 5 km. Dan
pengalaman Perang Somme menunjukan bahwa perang ini dapat memakan waktu hingga 5
bulan.
Perang parit menjadi strategi utama Perang Dunia I. Selama beberapa tahun berikutnya,
bisa dikatakan para serdadu hidup dalam parit-parit ini. Kehidupan di sana benar-benar sulit.
Para prajurit hidup dalam ancaman terus-menerus dibom, dan mereka tak henti-hentinya
menghadapi ketakutan dan ketegangan yang luar biasa. Mayat mereka yang telah tewas terpaksa
dibiarkan di tempat-tempat ini, dan para serdadu harus tidur di samping mayat-mayat tersebut.
Bila turun hujan, parit-parit itu dibanjiri lumpur.

14. Balai adat Indra perkasa


Balai Adat Indra Perkasa merupakan bangunan yang sudah berumur 100 tahun. Balai
ini merupakan salah satu icon di Pulau Penyengat dengan keseluruhan bangunannya yang terbuat
dari kayu. Letaknya pun berhadapan langsung dengan pantai sehingga mata akan semakin takjub
dengan keindahannya.
Selain itu, perlu diketahui kalau balai ini difungsikan sebagai tempat menyambut tamu
atau mengadakan perjamuan bagi orang-orang penting. Bangunan ini juga dipergunakan sebagai
gedung serbaguna oleh masyarakat setempat.
Sejak dahulu keberadaan balai ini memang dimanfaatkan untuk pertemuan atau acara
penting yang bersifat formal. Namun bukan berarti tertutup untuk masyarakat umum, karena
siapa saja boleh masuk ke dalam replika rumah adat Melayu ini.
MAKALAH BMR TENTANG SITUS SITUS
PENINGGALAN SEJARAH ISLAM DI RIAU

DISUSUN OLEH
Kelompok lll
1. Syarifah Aini
2. Nanda Faradila
3.Ferdiansyah
4. Igbal Hadi
5. Badrul Kamal
6. Syauqi R
7. Resky
8. Marianis

SMA NEGERI 3 RAMBAH HILIR

TAHUN PELAJARAN 2024-2025

Anda mungkin juga menyukai