Kerajaan Siak Sri Indrapura atau Kesultanan Siak merupakan kerajaan Melayu Islam yang pernah
berdiri sekitar tahun 1723 Masehi.
Berdasarkan sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura yang dikutip situs Siakkab, kesultanan ini terletak
di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dengan pusat pemerintahannya di Buantan.
Kesultanan Siak dibangun atas perpecahan Kesultanan Johor karena unsur perebutan kekuasaan
secara internal.
Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura serta jejak peninggalannya. (Foto Istana Siak Sri
IndrapuraatauAsserayah Hasyimiah: iStockphoto/Imam Fahroji)
Pada 1723 M, seorang putra Raja bernama Raja Kicik (Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah) dari
pasangan Sultan Mahmud Syah (Raja Johor) dan Encik Pong menjadi pendiri Kerajaan Siak.
Tapi sebelum resmi mendirikan kerajaannya sendiri, Raja Kicik ini sempat mengalami perang
saudara dengan pihak Johor.
Serpihan catatan sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura menyebut bahwa Raja Kicik memisahkan diri
ke pinggiran sungai Buantan atau anak sungai Siak.
Sedangkan pihak Johor memilih pergi ke wilayah Pahang. Raja Kicik pun mulai mendirikan kerajaan
sendiri dengan nama Siak yang diambil dari tumbuhan siak-siak.
Raja Kerajaan Siak
Berikut nama-nama raja Kerajaan Siak yang diurutkan berdasarkan periode pemerintahannya.
Bahkan kerajaan ini pun dapat berpengaruh hingga ke Sambas, Kalimantan Barat, dan menjadi
pengendali jalur pelayaran antara Sumatera dengan Kalimantan.
Terutama di masa kepemimpinan Sultan Syarif Hasyim, bangunan istana megah Siak berdiri dan
terjadi kemajuan ekonomi sampai dirinya bisa melawat ke Eropa yaitu Jerman serta Belanda.
Kedudukan raja di istana Asserayah Hasyimiah (istana Siak) diwariskan ke putranya Sultan Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin II pada 1915.
Awal mula penyebab runtuhnya Kerajaan Siak yaitu saat kolonial Belanda melakukan ekspansi ke
wilayah Pulau Sumatera.
Kemudian pihak Belanda pernah memaksa salah satu Sultan Siak untuk menandatangani perjanjian
bahwa kawasan Siak menjadi bagian pemerintahan Hindia Belanda.
Meski dalam situasi diambang kemunduran karena wilayah Siak semakin dipersempit. Kesultanan
Siak mampu bertahan sampai periode kemerdekaan Indonesia.
Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Sultan Syarif Kasim II menemui Bung
Karno untuk menyerahkan Kerajaan Siak dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia.
“Istana Matahari Timur” atau disebut juga Asserayah Hasyimiah ini dibangun oleh Sultan Syarif
Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 oleh arsitek berkebangsaan Jerman. Arsitektur
bangunan merupakan gabungan antara arsitektur Melayu, Arab, dan Eropa. Bangunan ini terdiri dari
dua lantai. Lantai bawah dibagi menjadi enam ruangan sidang: Ruang tunggu para tamu, ruang
tamu kehormatan, ruang tamu laki-laki, ruang tamu perempuan, satu ruangan di samping kanan
adalah ruang sidang kerajaan, juga digunakan untuk ruang pesta. Lantai atas terbagi menjadi
sembilan ruangan, berfungsi untuk istirahat Sultan serta para tamu Istana.
Masjid tua ini juga memiliki benda-benda kuno, seperti mimbar masjidnya yang diakui penduduk
setempat merupakan mimbar yang sudah lama digunakan keluarga sultan, bahkan saat sebelum
Masjid Shahabuddin ini dibangun, yakni bangunan masjid lama tepatnya di depan Istana Siak.
8.Tangsi Belanda
Bangunan Tangsi Belanda lokasinya di Desa Benteng Hulu, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak.
Bangunan ini masih kokoh, namun kondisinya perlu perawatan, karena sebagian sudah ada yang
rubuh. Bangunan peninggalan pemerintah Belanda yang dulu merupakan kompleks perumahan dan
perkantoran.