Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEBUDAYAAN ISLAMI DAERAH


YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

ANDI ODDANG

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH


(IAIA) SENGKANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Saya berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk
para pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Saya yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Sengkang, 13 Juni 2022

Penulis

ii
Daftar Isi

Contents

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................ii


Daftar Isi ................................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3
A. Proses Masuknya Kebudayaan Islam Di Yogyakarta ............................................................... 3
B. Penyebaran Agama Islam Di Yogyakarta .................................................................................. 4
C. Islam Dan Masyarakat Yogyakarta ............................................................................................ 5
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................................... 6
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 7

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah salah satu agama yang memiliki penganut terbesar di dunia. Selain
itu, penganutnya juga terus-menerus mengalami peningkatan dan perkembangan
yang sangat signifikan setiap tahunnya. Perkembangan tersebut terjadi di seluruh
dunia, tanpa terikat oleh geografis, etnis, kasta dan lain sebagainya. Kemudian kalau
kita cermati, agama Islam memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut dapat kita
lihat dari aspek sejarah turunnya Islam dan respon masyarakat terhadapnya. Sekilas,
Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Muhammad Ibnu Abdullah dari golongan
kaum Quraisy. Padahal, agama-agama sebelumnya banyak diturunkan kepada bangsa
Israil, bukan kaum Quraisy yang tidak memiliki akar sejarah yang kuat ketimbang
bangsa Israil. Sedangkan keunikan Islam jika dilihat dari respon masyarakat, sangat
menakjubkan sekali. Sebab Islam yang tergolong agama baru dibandingkan agama
lainnya, bisa mendapat respon positif dari masyarakt yang mengitarinya, bahkan
memiliki penganut yang besar hingga saat ini. Entah dari mana antusiasme mereka
dapatkan terhadap Islam

Yogyakarta merupakan salah satu daerah Istimewa di Indonesia yang


mempunyai budaya bernafaskan Islam. Sejarah Kerajaan Mataram sebagai Kerajaan
Islam, melalui pejanjian Giyanti (1755) telah melahirkan Keraton Yogyakarta sebagai
bagian sejarah Islam di Mataram. Pengaruh Islam dalam masyarakat Yogyakarta dapat
dijelaskan melalui teori budaya. Budaya jika ditinjau dari struktur dan tingkatannya
dapat dijelaskan bahwa Islam sebagai subculture yang tidak bertentangan dengan
culture Jawa sebagai kebudayaan induk, menjadikan Islam dapat diterima masyarakat
Jogyakarta sebagai agama yang benar. Nilai-nilai Islam telah menyatu dengan nilai-
nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta, sehingga banyak cara berpikir dan tindakan
yang dilakukan cenderung bernafaskan Islam. Hal ini dapat ditunjukkan melalui seni,
sastra, kegiatan sosial dan prinsip hidup yang diyakini masyarakat Jogyakarta.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses masuknya kebudayaan islam di Yogyakarta?

2. Bagaimana penyebaran agama islam di Yogyakarta?

3. Bagaimana islam dan masyarakat Yogyakarta?

1
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui proses masuknya kebudayaan islam diYogyakarta

2. Untuk mengetahui penyebaran agama islam di Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui tentang islam dan masyarakat Yogyakarta

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Masuknya Kebudayaan Islam Di Yogyakarta

Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk di provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sensus BPS tahun 2010 menyebutkan lebih dari 92% atau sebanyak
3.179.129 dari 3.457.491 jiwa penduduk Jogyakarta memeluk agama Islam.Yogyakarta juga
merupakan basis dan tempat didirikannya Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi
reformis Islam yang besar dan berpengaruh di Indonesia.

Tersebarnya Islam di Yogyakarta dimulai sekitar akhir abad ke-16 dengan berdirinya
Kesulatanan Mataram Islam yang berasal dari Demak, pindah ke Pajang lalu kemudian ke
Kotagede. Wilayah kekuasaan Mataram kala itu meliputi Jawa bagian tengah dan timur.
Perjanjian dengan belanda pada tahun 1755 memecah Kesultanan menjadi dua, Yogyakarta dan
Surakarta. Kesultanan Yogyakarta ini kemudian dimasa kemerdekaan berubah menjadi
Provinsi Daerah Istimewa. Berdirinya kerajaan Islam ini berangsur menjadi sarana
berkembangnya Islam menggantikan keyakinan mayoritas yang dianut oleh masyarakat
setempat sebelumnya, yaitu Hindu dan kepercayaan lokal.

Masuknya Islam ini ditandai oleh salah kesultanan Islam di Indonesia yakni
Kesultanan Mataram. Kerajaan ini dulunya memiliki pusat di Kotagede.

Dahulu, Kesultanan Mataram dibagi menjadi Kesultanan Surakarta Hadiningrat dan


Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat karena adanya perjanjian Giyanti. Setelah terbagi,
Kerajaan Ngayogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian mempunyai
gelar Sultan Hamengku Buwono I.

Islam diterima secara perlahan dan mempengaruhi kehidupan masyaarkat


Yogyakarta. Tokoh yang menyebarkan agama Islam adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga
mengajarkan agama Islam menggunakan adat atau kebiasaan setempat. Salah satu media
penyebaran agama yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga adalah wayang dengan menambahkan
cerita bertema Islam.

Penyebaran agama Islam bertambah pesat seiring dengan meluasnya wilayah


Kerajaan Mataram Islam pada saat pemerintahan Panembahan Senopati sehingga mencapai
Pati, Kediri dan Pasuruan. Pesatnya perkembangan Islam di Kerajaan Mataram yang berpusat
di Kotagede inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya Daerah Istimewa Yogyakarta.

Adanya kerajaan Islam di masa lalu tentu memberikan beberapa warisan budaya
bernuansa Islami. Berikut adalah bukti warisan kebudayaan Islam di Yogyakarta:

• Warisan budaya Kraton yang menjunjung tinggi sikap halus dalam bertata krama

• Keberadaan pihak Kraton sebagai pendukung dan pelindung agama

• Bangunan-bangunan bersejarah bernuansa Islami seperti Masjid Gedhe Kauman, Masjid


Agung Kotagede, Masjid Pakualaman, dan Keraton Yogyakarta.

3
B. Penyebaran Agama Islam Di Yogyakarta

Pada abad ke-8 Yogyakarta dan sekitarnya merupakan pusat kerajaan Mataram
dengan sebutan Rajya Medang I Bhumi Mataram atau kerajaan Medang dengan Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya sebagai raja pertamanya. Kerajaan ini sempat pindah ke Jawa
Timur pada abad 10 sebelum akhirnya runtuhnya pada awal abad 11. Agama yang dianut oleh
kerajaan ini adalah Hindu. Oleh karenanya, untuk membedakan antara kerajaan Mataram
abad 8 dan Mataram abad 16, maka ahli sejarah sering menyebutnya dengan kerajaan Mataram
Hindu (Mataram Kuno) dan kerajaan Mataram Islam.

Berdasarkan perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 yang ditandatangani oleh Sunan
Paku Buwana III serta Nicolaas Hartingh di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak
lain, Kerajaan Mataram dibagi dua. Yaitu Kasunanan Surakarta yang di pimpin oleh Sunan
Paku Buwono III sebagai rajanya dan Kesultanan Ngayoyakarta dimana Pangeran
Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengkubuwana I sebagai rajanya. Jika diamati dari
sumber sejarah yang ada, akan terlihat bahwa perpecahan yang terjadi sesungguhnya
merupakan strategi Belanda (VOC) untuk memecah belah kesultanan Islam saat itu, yaitu
dengan mengangkat Pakubuwana I atau Pangeran Puger ((1704-1719) menjadi raja karena
ketidaksukaannya pada raja Amangkurat III (1703-1708) yang saat itu berkuasa yang
menentang VOC. Akibatnya Mataram memiliki dua raja yang akhirnya memicu perpecahan
internal dan muncullah perjanjian Giyanti, yang sekaligus menandai runtuhnya era
Kesultanan Mataram Islam sebagai kesatuan politik dan wilayah.

Jogja seperti juga daerah lainnya di tanah Jawa, sebelum masuknya Islam dikenal
sebagai wilayah yang penduduknya beragama Hindu dan Budha. Perbedaan status dalam
kasta-kasta mewarnai kehidupan masyarakat kala itu, yang terbagi dalam kasta Brahma,
Ksatria, Waisya dan Syudra. Ritual keagamaan, paham, mistisisme legenda menyertai interaksi
diantara mereka.

Masuknya Islam sebagai sebuah ajaran baru perlahan mempengaruhi kebudayaan


dan kebiasaan di masyarakat Jawa, khususnya Jogja. Wali Songo, utamanya Sunan Kalijaga
(Raden Said) merupakan tokoh sentral dalam pembentukan masyarakat Islam di Jogja.
Keberadaan Wali Songo dalam khasanah perkembangan Islam di Indonesia ternyata menjadi
catatan penting yang menunjukkan adanya hubungan antara negeri Nusantara dengan
kekhilafahan Islamiyah, yang kala itu di pimpin oleh Sultan Muhammad I (808H/1404M), juga
dikenal sebagai Sultan Muhammad Jalabi atau Celebi dari Kesultanan Utsmani. Wali Songo
memberikan pengaruh yang sangat besar kepada kesultanan-kesultanan yang muncul di
Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah kesultanan Mataram di Yogyakarta.

Mengutip catatan Adaby Darban, dalam “Sejarah Kauman. Menguak Identitas


Kampung Muhammadiyah”. Pada masa kekuasaan Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwana
I), dibangunlah keraton Yogyakarta pada 9 Oktober 1775 M. Keraton menjadi simbol eksistensi
kekuasaan Islam, meski berada dalam penguasaan Belanda. Sebagaimana kerajaan Islam di
Jawa sebelumnya, seperti Demak, Jipang, Pajang, di setiap keraton memiliki masjid dan alun-
alun. Masjid inilah yang nantinya memegang peranan penting dalam membangun kebudayaan
Islam termasuk dipergunakan oleh sultan untuk berhubungan dengan para bawahannya dan
masyarakat umum.

4
C. Islam Dan Masyarakat Yogyakarta

Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan
demikian tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak ada
kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya. Dua orang Antropolog
terkemuka yaitu Melville J. Herskovits dan Bronislaw MalinowsKi mengemukakan bahwa
Cultural Determinism berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan
adanya oleh kebudayaannya yang dimiliki oleh masyarakat itu (Soemardjan, dkk.,1964: 115)
Kajian Budaya (Cultural Studies) menyajikan bentuk kritis atas definisi budaya yang mengarah
pada “the complex everyday world we all encounter and through which all move” (Edgar, 1999:
102). Budaya secara luas adalah proses kehidupan sehari-hari manusia dalam skala umum,
mulai dari tindakan hingga cara berpikir, sebagaimana konsep budaya yang dijabarkan oleh
Kluckhohn.

Budaya masyarakat Yogjakarta, jika menurut teori tersebut, tentunya Islam yang
membawa nilai-nilai dalam bentuk aturan dalam kehidupan sehari-hari telah secara tidak
langsung mempengaruhi proses kehidupan sehari-hari masyarakat dan tentunya juga pada
tindakan cara berpikir, sehingga banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan bernafaskan Islami.
Untuk kepentingan analisis dalam penulisan ini, maka dari sudut struktur dan tingkatan
dikenal adanya culture dan sub culture. Di dalam suatu culture yang mungkin berkembang
lagi kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak bertentangan dengan kebudayaan „induk‟,
maka disebut sub culture (Soekamto, 2002:174). Islam masuk tanah Jawa melalui socio culture.
Pelaksanaan syariat Islam agar dapat mudah diterima, maka yang dapat dilakukan adalah
melalui penyesuaian dengan budaya masyarakat Jawa. Islam dengan nilai-nilainya yang tidak
bertentangan dengan budaya masyarakat Jawa (culture) merupakan subculture yang
selanjutnya dengan mudahnya Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Seperti
diceritakan di dalam naskah keraton (antara lain: Serat Cebolek dan Babad Giyanti)
menceritakan, bahwa Pangeran Mangkubumi (Pendiri Keraton Yogya), Putra Amangkurat IV
adalah seorang pejuang yang taat beragama. Dikisahkan, Sholat lima waktunya tidak pernah
ditinggalkan, gemar mengaji bahkan hafal sebagian ayat-ayat Al-Qur‟an, dan melakukan
Puasa Senin dan Kamis, peduli pada fakir miskin, kaum yang lemah dipedesaan (Serat
Cebolek).

Ketika Perang melawan Penjajah Belanda, Pangeran Mangkubumi selalu membuat


Musholla, di pos-pos pasukannya di pedesaan. Musholla itu difungsikan untuk jama‟ah Sholat
fardlu, juga untuk mensholatkan para Syuhada yang gugur dalam perjuangan (Babad Giyanti).
Setelah Perjanjian Giyanti, Panembahan Senopati, dinobatkan menjadi Sri Sultan
Hamengkubuwono I, dengan gelar,” Sri Sultan Hamengkubuwana Senopati Ing Ngalaga
Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ing Ngayogyakarta”.Kesenjangan melalui
penyimpangan budaya Jawa sebagai budaya induk, akan mempersulit Islam dapat diterima di
tanah Jawa.Oleh sebab itu pelaksanaan syariat dan nilai-nilai Islam juga harus dikemas dalam
budaya masyarakat Jawa. Dengan demikian ada banyak budaya Jawa yang kemudian terbentuk
dengan nuansa Islami.

5
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk di provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta juga merupakan basis dan tempat didirikannya
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi reformis Islam yang besar dan berpengaruh
di Indonesia. Tersebarnya Islam di Yogyakarta dimulai sekitar akhir abad ke-16 dengan
berdirinya Kesulatanan Mataram Islam yang berasal dari Demak, pindah ke Pajang lalu
kemudian ke Kotagede. Berdirinya kerajaan Islam ini berangsur menjadi sarana
berkembangnya Islam menggantikan keyakinan mayoritas yang dianut oleh masyarakat
setempat sebelumnya, yaitu Hindu dan kepercayaan lokal.
Tokoh yang menyebarkan agama Islam adalah Sunan Kalijaga. Salah satu media
penyebaran agama yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga adalah wayang dengan
menambahkan cerita bertema Islam. Pesatnya perkembangan Islam di Kerajaan Mataram
yang berpusat di Kotagede inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya Daerah Istimewa
Yogyakarta.

6
DAFTAR PUSTAKA

ISLAM_DAN_BUDAYA_MASYARAKAT_YOGYAKARTA_DITINJAU_DA.pdf
MAKALAH HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
(tradentriolanwijaya.blogspot.com)
Makalah Masuknya Agama Islam di Jawa - Makalah Sharpa (underpapers.blogspot.com)
Sejarah Masuknya Agama Islam di Yogyakarta - Kompasiana.com
Islam di Yogyakarta - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Munsir Berbagi: Sejarah Berdiri, Runtuh dan Perkembangan Islam di Kerajaan Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai