Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KELOMPOK

KESULTANAN ISLAM DAN CAPAIAN POLITIK, SOSIAL,


PENDIDIKAN, EKONOMI DAN BUDAYA
DI ALAM MELAYU NUSANTARA
Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
1. Risnawati Tanjung ( 1815401019 )
2. Vini Oktavia ( 1815401021 )
3. Wilakni ( 1815401022 )
4. Wulan Harliyarni (1815401023)
PRODI :
KEBIDANAN TINGKAT III

DOSEN PENGAMPU:
KHAIRUL ASHDIQ, Lc. M. HSc

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

1
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan yang
diharapkan. Dalam makalah ini saya akan membahas tentang “Kesultanan
Islam Dan Capaian Politik, Sosial, Pendidikan, Ekonomi Dan Budaya
Di Alam Melayu Nusantara“.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati saya
menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang
membacanya.

                                                                               

     Pekanbaru, 18 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................


i

DAFTAR ISI ..................................................................................................


ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................


3
1.2. Rumusan Masalah ...............................................................
3
1.3. Tujuan ..................................................................................
3

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Kesultanan Islam di Alam Melayu Nusantara.......................


4

2.2 Capaian Politik.....................................................................


15

2.3 Capaian Pendidikan..............................................................


16

2.4 Capaian Sosial Budaya (Adat Istiadat).................................


17

2.5 Capaain Ekonomi.................................................................


18

ii
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ..........................................................................


20

3.2. Saran ....................................................................................


20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Islamisasi merupakan salah satu tema penting dalam kajian sejarah
Islam di Nusantara. Para sejarawan masih terus memperdebatkan mengenai
kapan, dari mana, di mana, dan oleh siapa Islam pertama kali masuk di
kawasan tersebut. Sebagian sejarawan berpendapat bahwa Islam telah
masuk di Nusantara semenjak abad VII M dan VIII M, sedangkan sebagian
lainnya menyatakan bahwa Islam mulai masuk di kawasan ini semenjak
abad XIII M.
Langkah penyebaran Islam mulai dilakukan secara besar-besaran ketika
telah memiliki orang-orang yang khusus menyebarkan dakwah. Setelah fase
itu, kesultanan Islam mulai terbentuk di kepulauan ini, diantara kesultanan
islam yang di pimpin oleh sultan. Kedatangan Islam di Nusantara membawa
aspek-aspek peradaban dalam dimensi yang sangat luas, termasuk sistem
politik, ekonomi, budaya, sosial dan pendidikan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja kesultanan islam yang ada di Alam Melayu Nusantara ?
2. Bagaimana capaian di bidang Politik ?
3. Bagaimana capaian di bidang pendidikan ?
4. Bagaimana capaian di bidang Sosial Budaya (adat sitiadat) ?
5. Bagaimana capaian di bidang Ekonomi ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang kesultanan islam yang ada di Alam
Melayu Nusantara.
2. Untuk mengetahui tentang capaian di bidang Politik.
3. Untuk mengetahui tentang capaian di bidang Pendidikan.
4. Untuk mengetahui tentang capaian di bidang Sosial Budaya (adat
istiadat).
5. Untuk mengetahui tentang capaian di bidang Ekonomi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kesultanan Islam Di Alam Melayu Nusantara


Kesultanan dipimpin oleh sultan untuk sistem kesultanan masa Islam.
Dunia Melayu (Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Baru/KBI) ialah
Kawasan kepemimpinan diwilayah masyarakat yang menjadi pendukung
Kebudayaan Melayu juga dikenal sebagai Tanah Melayu. Dalam konteks
Islam Nusantara pembentukan kesultanan beserta kota-kotanya sebagai
pemerintahan otonom yang mandiri khususnya antara abad ke-14-18,
dipandang sebagai upaya pencapaian sebuah peradaban. (Wibisono, Sonny
C. 2014)

A. Kesultanan Malaka (803-917 H/1400-1511M)

Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara, sebutan ini


diberikan mengingat peranannya sebagai jalan lalu-lintas bagi
pedagang-pedagang asing yang berhak masuk dan keluar pelabuhan-
pelabuhan di Indonesia. Letak geografis Malaka sangat
menguntungkan, yang menjadi jalan silang antara AsiaTimur dan Asia
Barat. Dengan letak geografis yang demikian membuat Malaka menjadi
kerajaan yang berpengaruh atas daerahnya. Setelah Malaka menjadi
kerajaan Islam, para pedagang, mubaligh, dan guru sufi dari negeri
Timur Tengah dan India makin ramai mendatangi kota Bandar Malaka.
Dari bandar ini, Islam di bawa ke Pattani dan tempat lainnya di
semenanjung seperti Pahang, Johor dan Perlak. Kerajaan Malaka
menjalin hubungan baik dengan Jawa, mengingat bahwa Malaka
memerlukan bahan-bahan pangan dari Jawa. Di mana hal ini untuk
memenuhi kebutuhan kerajaannya sendiri. Persediaan dalam bidang
pangan dan rempah-rempah harus selalu cukup untuk melayani semua
pedagang-pedagang. Begitu pula pedangan-pedagang Jawa juga
membawa rempah-rempah dari Maluku ke Malaka. (Kuntowijaya.
1995)

5
Selain dengan Jawa, Malaka juga menjalin hubungan dengan Pasai,
pedagang- pedangan Pasai membawa lada ke pasaran Malaka. Dengan
kedatangan pedagang Jawa dan Pasai, maka perdagangan di Malaka
menjadi ramai dan lebih berarti bagi para pedagang Cina. Selain dalam
bidang ekonomi Malaka juga maju dalam bidang keagamaan, banyak
alim ulama datang dan ikut mengembangkan agama Islam di kota ini,
penguasa Malaka dengan sendirinya sangat besar hati. Meskipun
penguasa belum memeluk agama Islam namun pada abad ke-15 mereka
telah mengizinkan agama Islam berkembang di Malaka. Penganut-
penganut agama Islam diberi hak-hak istimewa bahkan penguasa
membuatkan bangunan masjid. (Kuntowijaya. 1995)

Kesultanan Malaka mempunyai pengaruh di daerah Sumatera dan


sekitarnya, dan mempengaruhi daerah-daerah tersebut untuk masuk
Islam seperti: Rokan Kampar, India Giri dan Siak. Kesultanan Malaka
merupakan pusat perdagangan internasional antara Barat dan Timur
atau disebut dengan pelabuhan transit. Kerajaan Malaka mempunyai
peraturan- peraturan tertentu, yang memberi jaminan lumayan kepada
keamanan perdagangan. Seperti contohnya aturan bea cukai, aturan
tentang kesatuan ukuran, sistem pemakaian uang logam dan sebagainya.
Di samping aturan yang diterapkan juga sistem pemerintahannya sangat
baik dan teratur. Dengan didudukinya Kesultanan Malaka oleh Portugis
tahun 1511, maka kerajaan di Nusantara menjadi tumbuh dan
berkembang karena jalur Selat Malaka tidak digunakan lagi oleh
pedagang Muslim sebab telah diduduki oleh Portugis. (Kuntowijaya.
1995)

B. Kesultanan Aceh (920-1322 H/1514-1904 M)

Pada abad ke-16, Aceh mulai memegang peranan penting di bagian


utara pulau Sumatra. Pengaruh Aceh ini meluas dari Barus di sebelah
utara hingga sebelah selatan di daerah Indrapura. Indrapura sebelum di
bawah pengaruh Aceh, yang tadinya merupakan daerah pengaruh

6
Minangkabau. Pendiri kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim (1514-
1528), ia berhasil melepaskan Aceh dari Pidie. Aceh menerima Islam
dari Pasai yang kini menjadi bagian wilayah Aceh dan pergantian
agama diperkiraan terjadi mendekati pertengahan abad ke-14. Kerajaan
Aceh yang letaknya di daerah yang sekarang dikenal dengan Kabupaten
Aceh Besar, terletak ibu kotanya. (Kuntowijaya. 1995)

Aceh mengalami kemajuan ketika saudagar-saudagar Muslim yang


sebelumnya dagang di Malaka kemudian memindahkan
perdagangannya ke Aceh, ketika Portugis menguasai Malaka tahun
1511. Ketika Malaka di kuasa Portugis tahun 1511, maka daerah
pengaruhnya yang terdapat di Sumatera mulai melepaskan diri dari
Malaka. Hal ini sangat menguntungkan kerajaan Aceh yang mulai
berkembang. Di bawah kekuasaan Ibrahim, kerajaaan Aceh mulai
melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah sekitarnya. Operasi-
operasi militer diadakan tidak saja dengan tujuan agama dan politik,
akan tetapi juga dengan tujuan ekonomi. Kebesaran kerajaan Aceh
ketika diperintah oleh Alauddin Riayat Syah, kekuasaannya sampai ke
wilayah Barus. Dua putra Alauddin Riayat Syah kemudian diangkat
menjadi Sultan Aru dan Sultan Parlaman dengan nama resmi Sultan
Ghori dan Sultan Mughal. (Kuntowijaya. 1995)

Dalam menjaga keutuhan kerajaan Aceh, maka di mana-mana di


daerah pengaruh kekuasaan Aceh terdapat wakil-wakil Aceh. Aceh
menjalin hubungan yang baik dengan Turki dan negara-negara Islam
lain di Indonesia, hal ini terbukti di mana ketika Aceh menghadapi bala
tentara Portugis, Aceh meminta bantuan Turki dalam membangun
angkatan perangnya. Puncak kejayaan kerajaan Aceh ketika
diperintahkan oleh Iskandar Muda, Ia mampu menyatukan kembali
wilayah yang telah memisahkan diri dari Aceh ke bawah kekuasaannya
kembali. Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir
Timur dan Barat Sumatera, dari Aceh tanah Gayo yang berbatasan di
Islamkan, begitu juga Minangkabau. (Kuntowijaya. 1995)

7
Dimasa pemerintahannya, Sultan Iskandar muda tidak bergantung
kepada Turki Usmani. Untuk mengalahkan Portugis, Sultan kemudian
bekerjasama dengan musuh Portugis, yaitu Belanda dan Inggris. Setelah
Iskandar Muda digantikan oleh penggantinya, Iskandar Tsani bersikap
lebih lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk
masa beberapa tahun dan pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan
tetap tatkala beberapa sultan perempuan menduduki singgasana tahun
1641-1699, beberapa wilayah taklukannya lepas dan kesultanan
menjadi terpecah belah. Pada abad 18 Aceh hanya sebagai kenangan
masa silam dari bayangannya sendiri, akhirnya kesultanan Aceh
menjadi mundur. (Kuntowijaya. 1995)

C. Kesultanan Demak (918- 960 H/ 1512-1552 M)

Di Jawa, Islam di sebarkan oleh para wali songo (wali sembilan),


mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga
dalam hal pemerintahan dan politik, bahkan sering kali seorang raja
seolah-olah baru sah seorang raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi
wali songo. Para wali menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran
Islam dan sekaligus menjadikannya sebagai kerajaan Islam yang
menunjuk Raden Patah sebagai Rajanya. Kerajaan ini berlangsung kira-
kira abad 15 dan abad 16 M, disamping kerajaan Demak juga berdiri
kerajaan-kerajaan Islam lainnya seperti Cirebon, Banten dan Mataram.
(Kuntowijaya. 1995)

Demak merupakan salah satu kerajaan yang bercorak Islam yang


berkembang di pantai utara Pulau Jawa. Raja pertamanya adalah Raden
Patah, sebelum berkuasa penuh atas Demak, Demak masih menjadi
daerah Majapahit. Raden Patah berkuasa penuh setelah mengadakan
pemberontakan yang dibantu oleh para ulama atas Majapahit. Dapat
dikatakan bahwa pada abad 16, Demak telah menguasai seluruh Jawa.
Setelah Raden Patah berkuasa kira-kira diakhir abad ke-15 hingga abad
ke-16, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Pati Unus. Dan

8
kemudian digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung
Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada
tahun 1524-1546 dan berhasil menguasai beberapa daerah.
Perkembangan dan kemajuan Islam di pulau Jawa ini bersamaan dengan
melemahnya posisi raja Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada
raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat-pusat kekuasaan
yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus,
meskipun bukan yang tertua dari wali songo, Demak akhirnya berhasil
menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat. Kerajaan Demak
menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat dan tidak dapat
dipisahkan dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomi. Politiknya
adalah untuk mematahkan kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di
daerah pedalaman, dan dengan Portugis di Malaka. (Kuntowijaya.
1995)

D. Kesultanan Banten (960-1096 H/1552-1684 M)

Banten merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada


abad ke-16, setelah pedagang-pedagang India, Arab, Persia, mulai
menghindarai Malaka yang sejak tahun 1511 telah dikuasai Portugis.
Dilihat dari geografinya, Banten merupakan pelabuhan yang penting
dalam sektor ekonomi karena mempunyai letak yang strategis dan
menguasai Selat Sunda, yang menjadi urat nadi dalam pelayaran dan
perdagangan melalui lautan Indoneia di bagian selatan dan barat
Sumatera. Kepentingannya sangat dirasakan terutama waktu selat
Malaka di bawah pengawasan politik Portugis di Malaka.
(Kuntowijaya. 1995)

Sejak sebelum kedatangan Islam, ketika berada di bawah kekuasaan


raja-raja Sunda (dari Pajajaran), Banten sudah menjadi kota yang
berarti. Pada tahun 1524 Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakkan
dasar bagi pengembangan agama dan Kerajaan Islam serta bagi
perdagangan orang-orang Islam di sana. Kerajaan Islam di Banten yang

9
semula kedudukannya di Banten Girang dipindahkan ke kota
Surosowan, di Banten lama dekat pantai. Dilihat dari sudut ekonomi
dan politik, pemindahan ini dimaksudkan untuk memudahkan
hubungan antara pesisir utara Jawa dengan pesisir Sumatera, melalui
selat Sunda dan samudra Indonesia. Situasi ini berkaitan dengan kondis
politik di Asia Tenggara masa itu setelah Malaka jatuh ke tangan
Portugis, para pedagang yang segan berhubungan dengan Portugis
mengalihkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. (Kuntowijaya.
1995)

Tentang keberadaan Islam di Banten, Tom Pires menyebutkan


bahwa di daerah Cimanuk Kota Pelabuhan dan batas kerajaan Sunda
dengan Cirebon, banyak dijumpai orang Islam. Ini berarti pada akhir
abad ke-15 M diwilayah kerajaan Sunda Hindu sudah ada masyarakat
yang beragama Islam. Karena tertarik dengan budi pekerti dan
ketinggian ilmunya, maka Bupati Banten menikahkan Syarif
Hidayatullah dengan adik perempuannya yang bernama Nhay
Kawunganten. Dari pernikahan ini Syarif Hidayatullah dikaruniai dua
anak yang diberi nama Ratu Winaon dan Hasanuddin. Tidak lama
kemudian, karena panggilan uwaknya, Cakrabuana, Syarif
Hidayatullah berangkat ke Cirebon menggantikan uwaknya yang sudah
tua. Sedangkan tugas penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada
anaknya yaitu Hasanuddin yang menikahi puteri Demak dan
diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. Hasanuddin
meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu
ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan. Pada tahun 1568,
disaat kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Hasanuddin
memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia dianggap
sebagai seorang raja Islam yang pertama di Banten. Banten sejak
semula memang merupakan vassal dari Demak. Pada masa kekuasaan
Maulana Hasanuddin, banyak kemajuan yang dicapai Banten dalam
segala bidang kehidupan. Maulana Hasanuddin wafat pada tahun 1570

10
dan dimakamkan di samping Masjid Agung. Untuk meneruskan
kekuasaannya beliau digantikan oleh anaknya yaitu Maulana Yusuf.
Pada masa pemerintahan dijalankan oleh Maulana Yusuf, strategi
pembangunan lebih dititikberatkan pada pengembangan kota,
keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian. (Kuntowijaya. 1995)

Di tahun 1579 Maulana Yusuf dapat menaklukan Pakuan, ibukota


kerajaan Pajajaran yang belum Islam yang waktu itu masih menguasai
sebagian besar daerah pedalaman Jawa Barat. Maulana Yusuf
meninggal dunia pada tahun 1580, dan di makamkan di pakalangan
Gede dekat kampung Kasunyatan. Setelah meninggalnya Maulana
Yusuf, pemerintahan selanjutnya di teruskan oleh anaknya yaitu
Muhammad yang masih muda belia. Selama Maulana Muhamad masih
di bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh qadhi.
(Kuntowijaya. 1995)

Maulana Muhamad terkenal sebagai orang yang saleh, untuk


kepentingan penyebaran agama Islam ia banyak mengarang kitab-kitab
agama yang kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya. Pada
masa pemerintahannya Masjid Agung yang terletak di tepi alun-alun
diperindahnya, tembok masjid dilapisi dengan porselen dan tiangnya
dibuat dari kayu cendana. Untuk tempat solat perempuan dibuatkan
tempat khusus yang disebut pawestren atau pawedonan. Maulana
Muhamad meninggal tahun 1596 M, ketika sedang mengadakan
penyerangan terhadap Palembang. (Kuntowijaya. 1995)

Pemerintahan Banten kemudian di pegang oleh anak Maulana


Muhammad yang bernama Sultan Abdul Mufakir Mahmud
Abdulkadir, dinobatkan pada usia 5 bulan. Dan untuk menjalankan
roda pemerintahannya ditunjuk Mangkubumi Jayanagara sebagai
walinya, ia baru aktif memegang kekuasan pada tahun 1626. Pada
tahun 1651 ia meninggal dunia, dan digantikan oleh cucunya Sultan
Abulfath. Pada masa pemerintahannya pernah terjadi beberapa kali

11
peperangan antara Banten dengn VOC, dan berakhir dengan perjanjian
damai tahun 1659 M. (Kuntowijaya. 1995)

E. Kesultanan Goa (Makasar) (1078 H/1667 M)

Kerajaan yang bercorak Islam di Semenanjung Selatan Sulawesi


adalah Goa-Tallo, kerajaan ini menerima Islam pada tahun 1605 M.
Rajanya yang terkenal dengan nama Tumaparisi-Kallona yang
berkuasa pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16. Ia adalah
memerintah kerajaan dengan peraturan memungut cukai dan juga
mengangkat kepala- kepala daerah. Kerajaan Goa-Tallo menjalin
hubungan dengan Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri.
76 Penguasa Ternate mengajak penguasa Goa-tallo untuk masuk
agama Islam, namun gagal. Islam baru berhasil masuk di Goa-Tallo
pada waktu datuk di Bandang datang ke kerajaan Goa-Tallo.
(Kuntowijaya. 1995)

Sultan Alauddin adalah raja pertama yang memeluk agama Islam


tahun 1605 M. Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi ke Bone
tahun 1611, namun ekspansi itu menimbulkan permusuhan antara Goa
dan Bone.78 Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Goa-Tallo
berhasil, hal ini merupakan tradisi yang mengharuskan seorang raja
untuk menyampaikan hal baik kepada yang lain. Seperti Luwu, Wajo,
Sopeng, dan Bone. Luwu terlebih dahulu masuk Islam, sedangkan
Wajo dan Bone harus melalui peperangan dulu. Raja Bone yang
pertama masuk Islam adalah yang dikenal Sultan Adam. (Kuntowijaya.
1995)

F. Kerajaan Maluku

Kerajaan Maluku terletak di bagian Timur Indonesia, kedatangan


Islam di Indonesia bagian Timur yaitu di Maluku, tidak dapat
dipisahkan dari jalan perdagangan yang terbentang antara pusat lalu
lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan Maluku.
Diceritakan bahwa pada abad ke-14 Raja Ternate yang keduabelas,

12
Molomateya, (1350-1357) bersahabat baik dengan orang Arab yang
memberikan petunjuk bagaimana pembuatan kapal-kapal, tetapi
agaknya bukan dalam kepercayaan. Manurut tradisi setempat, sejak
abad ke-14 Islam sudah datang di daerah Maluku. Pengislaman di
daerah Maluku, di bawa oleh maulana Husayn, dan terjadi pada masa
pemerintahan Marhum di Ternate. (Kuntowijaya. 1995)

Raja pertama yang benar-benar muslim adalah Zayn Al- Abidin


(1486-1500), Ia sendiri mendapat ajaran agama tersebut dari madrasah
Giri. Zainal Abidin ketika di Jawa terkenal sebagai Raja Bulawa,
artinya raja cengkeh, karena membawa cengkeh dari Maluku untuk
persembahan. Sekembalinya dari jawa, Zainal abiding membawa
mubaligh yang bernama Tuhubabahul. Yang mengantar raja Zainal
Abidin ke Giri yang pertama adalah Jamilu dari Hitu. Hubungan
Ternate, Hitu dengan Giri di Jawa Timur sangat erat. Tentang
masuknya Islam ke Maluku, Tome Pires mengatakan bahwa kapal-
kapal dagang dari Gresik ialah milik Pate Cucuf. Raja ternate yang
sudah memeluk Islam bernama Sultan Bem Acorala, dan hanyalah raja
ternate yang disebut sultan sedang yang lainnya digelari raja.
Dijelaskan bahwa ia sedang berperang dengan mertuanya yang menjadi
raja Tidore yang bernama Raja Almancor. (Kuntowijaya. 1995)

Di Banda, Hitu, Maluku dan Bacan sudah terdapat masyarakat


Muslim. Di daerah Maluku itu raja yang mula-mula masuk Islam
sebagaimana dijelaskan Tome Pires sejak kira- kira 50 tahun yang lalu,
berarti antara 1460-1465. Tahun tersebut boleh dikatakan bersama
dengan berita antonio Galvano yang mengatakan bahwa Islam di
daerah ini di mulai 80 atau 90 tahun yang lalu yang kalau dihitung dari
waktu Galvano di sana sekitar 1540-1545 menjadi 1460-1465.
(Kuntowijaya. 1995)

Karena usia Islam masih muda di Ternate, Portugis yang sampai di


sana tahun 1522 M, berharap dapat menggantikannya dengan agama

13
Kristen. Harapan itu tidak terwujud. Usaha mereka hanya
mendatangkan hasil yang sedikit. Dalam prosesIslamisasi di Maluku
menghadapi persaingan politik dan monopoli perdagangan diantara
orang-orang Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Persaingan
diantara pedagang-pedagang ini pula menyebabkan persaingan diantara
kerajaan-kerajaan Islam sendiri sehingga pada akhirnya daerah Maluku
jatuh ke bawah kekuasaan politik dan ekonomi kompeni Belanda.
(Kuntowijaya. 1995)

G. Kesultanan Palembang

Madjid (2014:31-32) menjelaskan bahwa Kerajaan Palembang


tidak bisa dilepaskan dengan diaspora Adipati Majapahit bersama Ario
Damar pada 1447. pada awalnya menganut agama Hindu dan
kemudian menganut Islam namanya Ario Abdillah atau Ario Dillah,
gelar Panembahan Palembang, menunjukkan adanya pemukiman
muslim di Palembang. Istrinya dari Kertabumi, bernama Putri
Campa,1435 melahirkan diberi nama Raden Patah, raja pertama
Demak. Hubungan Palembang dengan Majapahit terjalin baik sampai
masa Demak dan Pajang dan longgar ketika Mataram. Ketika
Palembang dibawah kepemimpinan Pangeran Madi Ing Soko bergelar
Pangeran Ratu Sultan Jamaluddin Amangkurat I memerintah 1587-
1622, Palembang protektorst Mataram. Kesultanan Palembang
Darussalam diproklamirkan oleh Ario Kusumo Abdul Rahim pada
tahun 1653. Daerah kekuasaan meliputi Lampung Utara hingga Krui,
pulau Bangka Belitung, dan ekskresidenan Palembang, memerintah
hingga 1707. (Kuntowijaya. 1995)

Palembang menginjak kejayaan pada paruh kedua abad ke-18.


Sultan Muhammad Badaruddin II memerintah bijaksana dan membuka
peran timah yang luas,pelabuhanya menjadi antar pulau dan antar
benua, hubungan ke Jawa, Riau, Malaka dan Cina sudah sejak lama
dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Palembang melajutkan

14
kejayaan sejak Sriwijaya. Raja Palembang menyebut dirinya sebagai
Sultan yaitu Sultan Abdul Rahman (1602-1702), disebutkan HJ de
Graaf serta TH.G.Pigeud (1985), Sultan sudah memeluk Islam dan
mengislamkan rakyatnya. (Kuntowijaya. 1995)

H. Kesultanan di Riau

Kesultanan di kawasan Selat Malaka (Laut Malayu) dikembangkan


pada masa Malaka tetapi kemudian Malaka diduduki Portugis sejak
1511 M sampai 1641 M, maka ibu negerinya dipindahkan ke Johor di
Saluyut atau Kota Tinggi, tetapi serangan Portugis dilanjutkan maka
pemimpinnya yang bergelar Sultan dan diakhir namanya diberi sebutan
Shah. Sultan menyingkir ke Riau dan terbentuk Kemaharajaan/
Kesultanan Melayu Johor–Riau dengan silsilah pemerintahan
keturunan Malaka sampai taqhun1699 M. Meninggalnya Sultan
Mahmud Shah II (1699). Seterusnya salasilah diteruskan oleh
keturunan Tun Habib yang ditundukaan oleh Raja Kecil putra Sultan
Mahmud mangkat Dijulang (Sultan Mahmud Shah II, (1685-1699 )
Pemerintahan diteruskan oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Shah (1699-
1719), selanjutnya diteruskan oleh Raja Kecil bergelar Sultan Abdul
Jalil Rahmad Shah (1719- 1722), digantikan Sultan Suleman Badrul
Alam Shah (1722- 1761),.dilanjutkan Sultan Mahmud Shah III (1761-
1812); digantikan oleh Sultan Abdur Rahman Muazam Shah (1812-
1832), sejak Treaty of London pada 1824 terpecah kemaharajaan
Melayu Johor-Riau. Belanda menguasai jajahannya di Indonesia,
Inggris menguasai Semananjung Malaya dan Kalimantan Utara.
Seterusnya Kesultanan itu terkenal dengan nama Kesultanan Riau-
Lingga yang berakhir sampai tahun 1913. Kesultanan Riau Lingga
mampu mengangkat Peradaban Melayu melalui bahasa dan sastra
sebagaimana terlihat dari karya para pujangganya seperti Raja Ali Haji,
Raja Ali Kelana dan mereka membentuk Kelompok intelektual
bernama Rusydiah Club dan dibidang ekonomi dibentuk: Serikat
Dagang Ahmadi (1892). Keagungan Tamadun Melayu ini pula yang

15
diangkat kembali oleh pemerintah provinsi Riau tahun 2001,
menetapkan visi Riau “mewujudkan kan Riau sebagai pusat
perekonomian dan Kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada 2020”
tertuang dalam Perda no.36 tahun 2001. (Kuntowijaya. 1995)

I. Kemaharajaan/Kesultanan Melayu Johor – Riau – Lingga-


Pahang

Kemaharajaan diatas dapat diikuti uraian dibawah ini: Malaka


diduduki Portugis sejak 1511 M - 1641 M, maka ibu negerinya
dipindahkan ke Johor di Saluyut atau Kota Tinggi, tetapi serangan
Portugis dilanjutkan maka sultan menyingkir ke Riau dan terbentuk
Kemaharajaan Johor –Riau dengan silsilah pemerintahan keturunan
Malaka sampai tahun 1699 M dengan meninggalnya Sultan Mahmud
Shah II (1699), seterusnya silsilah diteruskan oleh keturunan Tun
Habib yang ditundukaan oleh raja Kecil putra Sultan Mahmud mangkat
Dijulang (Sultan Mahmud Shah II, 1685-1699). Pemerintahan
diteruskan oleh Sultan- Sultan lainnya. (Kuntowijaya. 1995)

Kemudian isteri Sultan Abdul jalil Ria’ayat Syah IV melahirkan


diberi nama: Raja Sulaiman, lahirlah dinasti baru, yang seterusnya
perjanjian London 1824 memisahkan Riau-Lingga (bagian jajahan
Belanda), sedangkan Johor- Pahang bagian jajahan British. Sejak masa
itu terjadi pembauran Bugis dalam kemaharajaan Melayu, dimana
keturunan Daeng Rilakka dengan 5 putranya diangkat sebagai Raja
Muda di kesultanan Riau-Lingga. (Kuntowijaya. 1995)

2.2 Pencapaian Politik

Pada zaman prasejarah masyarakat Melayu belum mempunyai sistem


politik yang kompleks, tetapi mereka sudah mengenal musyawarah dan
mufakat untuk melakukan sesuatu pekerjaan.Pada awalnya, susunan
organisasi kemasyarakatan dalam bentuk unit-unit
perkampungan.Hubungan mereka pada masa lampau berdasarkan asas
kekeluargaan dan kesukuan.Menurut Koentjaraningrat dari organisasi

16
desa, suku-suku itu berkembang menjadi sebuah negara melalui
penaklukan oleh salah satu persekutuan kelompok-kelompok
kecil.Struktur organisasi politik Melayu tradisional berawal dari desa
dan kampung, kemudian diikuti dengan daerah atau jajahan dan
seterusnya menjadi negeri. Ketika pengaruh Hindu Buddha masuk,
organisasi politik pada awal Masehi mulai berkembang dari penguasaan
kawasan kecil kepada organisasi politik yang besar dan menguasai
kawasan yang lebih luas.Sistem politik Hindu diserap oleh orang
Melayu dengan berbagai penyesuaian. Setelah para raja Melayu
menganut agama Islam, sistem pemerintahan pun disesuaikan dengan
ajaran Islam. Walaupun pengaruh Hindu Buddha masih ada, namun
beberapa perubahan terus terjadi, misalnya gelar Sri Maharaja yang
dipakai dalam kerajaan Sriwijaya diubah menjadi gelar Sultan seperti
Raja Samudra Pasai bergelar Sultan Malikussalih, Raja Palembang
Darussalam bergelar Sultan Mahmud Badaruddin, Raja Banten bergelar
Sultan Hasanuddin dan lainnya. Demikian layaknya gelar sultan pada
raja-raja Islam yang ada di India dan Asia Barat. (Mugiyono. 2016)

2.3 Pencapaian Pendidikan

Para ulama, guru-guru agama, raja berperan besar dalam proses


Islamisasi, mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan yaitu
dengan mendirikan pondok-pondok pesantren merupakan tempat
pengajaran agama Islam bagi para santri. Pada umumnya di pondok
pesantren ini diajarkan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, atau ulama-
ulama. Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab-
kitab, setelah keluar dari suatu pesantren itu maka akan kembali ke
masing-masing kampung atau desanya untuk menjadi tokoh
keagamaan, menjadi kyai yang menyelenggarakan pesantren lagi.
Semakin terkenal kyai yang mengajarkan semakin terkenal
pesantrennya, dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh
lagi. (Zamachsyari, Dhofier. 1982)

17
2.4 Pencapaian Budaya-Sosial (Adat Istiadat)

Dalam Islam, konsep budaya merupakan derivasi dari konsep


agama, karena budaya merupakan subbordinat dari agama. Budaya
merupakan wujud eksistensi manusia terus-menerus berada dalam
proses, yaitu proses pernyataan keberadaan, baik yang bersifat
individual maupun kolektif. Proses inkulturasi nilai-nilai Islam dalam
kebudayaan Melayu Patani merupakan proses tarik menarik antara
nilai-nilai Islam dengan budaya Melayu dan menghasilkan sebuah
dinamika kebudayaan masyarakat. Proses inkulturasi nilai-nilai Islam
dalam kebudayaan Melayu Patani, dimana aspek kepercayaan dan ritual
keagamaan merupakan suatu instrumen yang penting dalam terjadinya
proses inkulturasi. (Mugiyono. 2016)

Bentuk inkulturasi nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Melayu


Patani tampak jelas, seperti dalam pelaksanaan upacara pengobatan
tradisional, mantra-mantra dan doa yang dibaca oleh tok bomo (bomoh)
dalam pengobatan, jamuan (sajian) dalam upacara persembahan di
makam orang alim, menggunakan pelarisuntuk menambah rizki, dan
menggunakan ‘azimat(jimat) untuk menjaga diri dari segala bahaya
kejahatan dan sebagainya. Ritual keagamaan masyarakat Melayu Patani
seperti upacara hari Sora, upacara hari Maulid Nabi, upacara hari Nisfa
Sya’ban, upacara dalam bulan Ramadhan, upacara Hari Raya (Raya
Fitri, Raya Adha dan Raya Tasbih), upacara Pulut Nikah (Kenduri
Pernikahan), Pulut Masuk Jawi(Kenduri Sunatan), upacara Puja Sawah
(Makan Beras Baru) dan Kenduri Arwahan (Tahlilan) dan sebagainya.
(Mohd. Taib Osman. 1988)

Pelaksanaan adat istiadat dalam masyarakat Melayu sudah


dilakukan sejak seseorang terlahir hingga meninggal dunia. Seperti adat
melenggang perut sewaktu ibu mengandung, mencecah garam,
menjejak kaki ke bumi dan beberapa acara pernikahan dan
kematian.Setelah mereka menganut Islam adat ini diganti dengan acara-

18
acara Islami.Pembacaan mantera yang biasa dilakukan pada acara adat
diganti dengan pembacaan surah Al-Fatihah, Surah Al-Ikhlas atau
Surah Yasin dan doa-doa kepada Allah. Dalam adat pernikahan
diadakan upacara bersanding, pasangan pengantin di atas pelaminan.
Penggunaan sirih pinang, beras kunyit dan inai merupakan pengaruh
Hindu. Setelah mereka memeluk Islam adat ini berubah.Walaupun
unsur budaya lama seperti meminang, berinai, dan bersanding masih
dilakukan oleh sebagian orang Melayu, namun sudah banyak
disesuaikan dengan aturan-aturan dalam agama Islam dan tidak
bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Islam.Jika seseorang
meninggal dunia, ahli warisnya mengadakan acara adat kematian
berupa kenduri arwah memperingati 7 hari, 40 hari dan 100 hari.Setelah
mereka memeluk Islam acara semacam ini lambat laun berkurang,
mereka hanya melakukan acara ta`ziyah malam pertama, kedua dan
ketiga. (Mugiyono. 2016)
2.5 Pencapaian Ekonomi

Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya


ialah melalui perdagangan yang merupakan aspek dalam pencapaian
ekonomi. Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-
7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat,
Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana pedagang-pedagang
Muslim (Arab, Persia, India) turut serta menggambil bagiannya di
Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi melalui perdagangan itu
sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara
masyarakat Indonesia dan pedagang. Dijelaskan di sini bahwa proses
islamisasi melalui saluran perdagangan itu dipercepat oleh situasi dan
kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir
berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang
mengalami kekacauan dan perpecahan.

Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui

19
perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: mula-
mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan
kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk
sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka
berkembang menjadi perkampungan-perkampungan. Perkampungan
golongan pedagang Muslim dari negeri-negeri asing itu disebut
Pekojan. (Mugiyono. 2016)

20
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dalam konteks Islam Nusantara pembentukan kesultanan beserta kota-
kotanya sebagai pemerintahan otonom yang mandiri khususnya antara abad
ke-14-18, dipandang sebagai upaya pencapaian sebuah peradaban. Berbagai
kesultanan islam di alam melayu nusantara yakni kesultanan Malaka,
Kesultanan Aceh, Kesultanan Demak, Kesultanan Banten, Kesultanan Goa,
Kesultanan Maluku, Kesultanan Palembang, Kesultanan di Riau,
Kesultanan Melayu Johor-Riau-Lingga-Pahang.
Masuknya pengaruh Islam ke dalam peradaban Melayu tidak hanya
pada tataran religius saja, namun lebih luas dan komprehensif, di antaranya
meliputi; ilmu pengetahuan, politik, kebudayaan sosial dan adat istiadat
serta ekonomi.
4.2 Saran
Makalah ini telah disusun berdasarkan dengan ruang lingkup
pembelajaran yang ada. Namun, kami menyadari bahwasanya masih banyak
kesalahan maupun kekurangan baik didalam penulisan ataupun isinya. Oleh
karena itu, kami minta kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga materi yang ada didalam
makalah ini dapat berguna bagi kita semua yang mempelajarinya

21
DAFTAR PUSTAKA

Armansyah. Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan vol. 2, no. 1,


P3M Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Curup–
Bengkulu Available online:
http://journal.staincurup.ac.id/index.php/JF, p-ISSN 2548-334X, e-
ISSN 2548-3358, 2017
Kuntowijaya. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya.
Mohd. Taib Osman. 1988. Kebudayaan Melayu dalam Beberapa Persoalan.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Mugiyono. Integrasi Pemikiran Islam Dan Peradaban Melayu: Studi
Eksploratif Historis Terhadap Perkembangan Peradaban Melayu
Islam Di Nusantara.
https://media.neliti.com/media/publications/98668-ID-integrasi-
pemikiran-islam-dan-peradaban.pdf. ISSN: 2443-0919 Jurnal
JIA/Juni 2016/Th.17/Nomor 1.
Wibisono, Sonny C. Aspek-Aspek Kajian Islam di Nusantara : Langkah
Meniti Peradaban. Artikel Kalpataru, majalah arkeologi vol. 23 no.
1, file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/50-Article%20Text-91-
1-10-20170202.pdf. Mei 2014.
Zamachsyari, Dhofier. 1982 Tradisi Pesantren (Studi Tentang
Pandangan Hidup Kya. Jakarta: LP3S.

Zed, Mestika. 2001. Menggugat Tirani Sejarah Nasional Suatu Telaah


Pendahuluan Tentang Wacana Sejarah Nasional Dalam Perspektif
Perbandingan. Makalah. Disampaikan Dalam Konferensi Nasional
Sejarah Indonesia VII. Jakarta. 28-31 Oktober 2001.

22
23
1

Anda mungkin juga menyukai