wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Selanjutnya sumber-sumber PAD terdiri dari beberapa unsur yaitu; pajak
daerah, retribusi daerah, Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkannya, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Menurut pasal 1 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Dengan adanya perluasan wewenang pemerintah daerah ini dapat menciptakan local
accountability yaitu meningkatnya kemampuan daerah dalam memperhatikan hak-hak
masyarakat terutama pada penyediaan barang publik (Khusaini, 2006). Pada dasarnya
terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu: a)
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. b)
Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah. c) Memberdayakan dan
menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Salah satu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah kewenangan dalam
pengelolaan keuangan daerah. Menurut Mamesh dalam Halim (2004:18), “Keuangan daerah
adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang”, demikian pula segala sesuatu
baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki atau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keuangan daerah memiliki lingkup
yang terdiri atas keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) https://media.neliti.com/media/publications/328161-strategi-
optimalisasi-pendapatan-asli-da-1cb6866f.pdf
Pendahuluan
A. Sumber Sumber Penerimaan Pemerintah Daerah dalam Perspektif Teoritis (Fokus pada
Non-PAD)
Dana perimbangan adalah dana bersumber dari penerimaan APBN, yang dialokasikan
kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari (Mardiasmo, 2002): Dana ini
bertujuan untuk menyetarakan kebutuhan daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi. Nah, dana perimbangan itu sendiri terbagi menjadi 3,
yakni
a. Dana bagi hasil (DBH), Dana bagi hasil (DBH) ini dialokasikan kepada daerah
dengan persentase tertentu dari pajak dan sumber daya alam. Hal ini
berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 1999 menyediakan dana bagi hasil yang
dibagi berdasarkan persentase tertentu bagi Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah. Tujuannya ya untuk mendanai kebutuhan daerah.
Sementara itu, penerimaan negara yang dibagi hasilkan terdiri atas: (1)
Penerimaan Pajak, yang terdiri dari: pajak bumi dan bangunan (PBB), bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), PPh orang pribadi. (2)
Penerimaan Bukan Pajak (SDA), yang terdiri dari: sektor kehutanan, sektor
pertambangan, sektor minyak bumi dan gas, dan sektor alam perikanan
b. dana alokasi umum (DAU), (DAU) itu tujuannya untuk pemerataan
kemampuan keuangan daerah.
Dana Alokasi Umum diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk
tujuan mengisi kesenjangan antar kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan
didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang
secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus
menerima lebih banyak daripada daerah kaya. Dengan kata lain, tujuan
penting alokasi DAU adalah dalam rangka pemerataan kemampuan
penyediaan pelayanan publik antar Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, DAU
sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah berfungsi
sebagai faktor pemerataan fiskal antar daerah-daerah serta memperkecil
kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah. DAU yang
dibagikan daerah berasal dari APBN dengan tujuan untuk pemeratan
kemampuan keuangan antar daerah dan nilai minimumnya 25% dari anggaran
rutin dalam APBN.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan pendapatan yang diterima oleh
Pemerintah Daerah yang sah terdiri dari pendapatan hibah dan pendapatan dana
darurat. Pendapatan hibah merupakan bantuan yang berupa uang dan/atau jasa yang
berasal dari Pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri.
26 Pendapatan dana darurat merupakan bantuan Pemerintah Pusat dari APBN kepada
Pemerintah Daerah untuk mendanai keperluan yang mendesak yang diakibatkan
peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD. Bagi daerah, pemasukan kas
daerah dari sumbangan pendapatan lain-lain memang tidak begitu besar, namun
diharapkan mampu membiayai pengeluaran pembangunan yang akan dilaksanakan.
Penghasilan yang termasuk dalam pendapatan lain-lain adalah: Jasa giro, angsuran
cicilan rumah dinas, angsuran cicilan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat,
penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah, pelelangan iklan, setoran pembinaan
lembaga keuangan daerah, dan lain-lain pendapatan.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan Daerah selain
pendapatan asli daerah dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-
lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. darurat yang
digunakan untuk keperluan mendesak seperti bencana alam atau peristiwa
luar biasa lainnya
https://e-journal.uajy.ac.id/991/4/2EP16886.pdf
B. Sumber Sumber Lain Pendapatan Pemerintah Daerah(Non-PAD)
C. Pembiayaan Daerah
(https://ppid.tegalkab.go.id/open/file/5e71890fc1aaf/6a910acf2fe53fdc2b5eb46106e328
ff)
Pembiayaan Daerah adalah transaksi keuangan atas semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah
digunakan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus anggaran dalam APBD.
Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan
Penerimaan Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-
tahun anggaran berikutnya dan dianggarkan secara bruto dalam APBD.
Penerimaan pembiayaan, meliputi : a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun
Anggaran Sebelumnya (SiLPA); b. Pencairan Dana Cadangan; c. Hasil Penjualan
Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan; d. Penerimaan Pinjaman Daerah; e.
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman; f. Penerimaan Piutang Daerah.
Pengeluaran Pembiayaan
Pengeluaran pembiayaan daerah adalah semua pengeluaran yang perlu
diterimakan kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun
pada tahun-tahun anggaran berikutnya dan dianggarkan secara bruto dalam
APBD. Pengeluaran pembiayaan, meliputi : a. Pembentukan Dana Cadangan; b.
Penyeretaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah; c. Pembayaran PokokUtang;
d. Pemberian Pinjaman Daerah.
https://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/
DOCRPIJM_15030316659.BAB_IX_ASPEK_PEMBIAYAAN_PEMBANGUNAN_BIDANG_CIPTA_KARYA
_DI_KABUPATEN.pdf
https://medina.co.id/belajar/permendagri77/docs/apbd_pembiayaan/ (KILL)
Adanya DAU yang banyak tersedot untuk belanja pegawai ini dikarenakan kurangnya perhatian dari
pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya, sebab proposi belanja modal
yang dianggarkan masih rendah. Ketika anggaran yang tersedia sebagian besar terserap untuk
kebutuhan belanja pegawai maka hal ini akan berdampak pula pada pengalokasian belanja yang tidak
efektif. Hal ini berarti pula bahwa belanja pemerintah masih belum mencerminkan kepentingan
publik, sebab pengalokasian belanja tidak dialokasikan untuk belanja yang produktif yang dapat
meningkatkan pelayanan publik. Dan untuk mengatasi hal ini diharapkan pemerintahan daerah untuk
mengkaji kembali kebutuhan pegawai dan kebutuhan lainnya agar nantinya tidak menjadi beban
dalam penganggaran. Serta perlu adanya peningkatan dalam hal monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan urusan pemerintah daerah terkait dengan pengalokasian pendapatan daerah.
Dengan besarnya anggaran yang terserap untuk menutupi kebutuhan belanja tidak langsung maka
dengan sendirinya anggaran belanja untuk melaksanakan program dan kegiatan akan berkurang yang
konsekuensinya adalah terhambatnya pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik didaerah.
Temuan penelitian ini juga sejalan dengan argumentasi yang dinyatakan dalam studi Yudartha
(2018) bahwa proporsi belanja lebih dominan pada belanja tidak langsung di bandingkan
dengan belanja langsung daerah. Hal ini berarti belanja pemerintah masih belum
mencerminkan kepentingan publik, sebab pengalokasian belanja tidak di alokasikan untuk belanja
yang produktif yang dapat meningkatkan pelayanan publik.
Strategi lain
1.Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar instansi pemerintah pusat, dan antar
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (W1, O2)
2.Peningkatan efektivitas penyusunan anggaran Dana Perimbangan melalui peningkatan
peran aktif Pemerintah Daerah
3. Peningkatan efektivitas pemanfaatan Dana Perimbangan untuk belanja
yang mendukung peningkatan pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi di daerah (
4.Implementasi integrasi Sistem Informasi Keuangan Daerah dengan Sistem Informasi
Keuangan Pusat
5.Peningkatan efektivitas pelaksanaan monitoring dan evaluasi Dana Perimbangan
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpd/article/view/
22705/14973