Anda di halaman 1dari 14

BAB : 2 (9)

PENGERTIAN DAN STRUKTUR APBD

A. Pengertian APBD.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah
suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan
Negara).
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1
Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga
pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan
berdasarkan kerangka waktu tersebut.

Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola
dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan
tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan
pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau
input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan.
Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan
dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap
jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang
berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran.
APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD.
Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam
APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi
dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
B. FUNGSI-FUNGSI ANGGARAN DAERAH.
Berdasarkan  ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Fungsi APBD adalah sebagai berikut  :
1.    Fungsi Otorisasi : Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan
Dan belanja pada tahun yang bersangkutans.

2.    Fungsi Perencanaan : Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3.    Fungsi Pengawasan : Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4.    Fungsi Alokasi : Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
Pemborosan Sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

5.    Fungsi Distribusi : Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan

6.    Fungsi Stabilisasi : Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

C.PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN DAERAH.


Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah
yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi
penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1. Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.

2. Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan


ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.

3.Tahunan : Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun
tertentu

4. Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan


terinci secara jelas peruntukannya.

5. Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani


Untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan
anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun

sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas

6. Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada
saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah

C. STRUKTUR APBD.
Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
1.    Pendapatan Daerah
2.    Belanja Daerah
3.    Pembiayaan
Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus anggaran,
tapi apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit anggaran. Jumlah pembiayaan
sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran.

1.     Pendapatan Daerah


Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum
Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah.
Pendapatan daerah terdiri atas:
a.    Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari :
1)    pajak daerah;
2)    retribusi daerah;
3)    hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4)    lain-lain PAD yang sah, terdiri dari :
(1)    hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(2)    hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(3)    jasa giro;
(4)    pendapatan bunga;
(5)    tuntutan ganti rugi;
(6)    keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
(7)    komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

c.    Dana Perimbangan; terdiri dari :


1)    Dana Bagi Hasil
2)    Dana Alokasi Umum (DAU), dan
3)    Dana Alokasi Khusus (DAK)

5)    Lain-lain pendapatan daerah yang sah, meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain
Pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari
Lain-
lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau
jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau
luar
negeri yang tidak mengikat.

2. Belanja Daerah
Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah meliputi
semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar,
yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh Daerah.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan
pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.Urusan wajib adalah urusan
yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat
yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan
potensi keunggulan daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut diprioritaskan
untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi
kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,
kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem
jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja
dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan,
serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
organisasi pemerintahan daerah. Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari:
a.    klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
b.    klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut
kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.
Sedangkan klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan negara digunakan untuk tujuan
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:
a.    pelayanan umum;
b.    ketertiban dan keamanan;
c.    ekonomi;
d.    lingkungan hidup;
e.    perumahan dan fasilitas umum;
f.    kesehatan;
g.    pariwisata dan budaya;
h.    agama;
i.    pendidikan; serta
j.    perlindungan sosial.
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi belanja menurut jenis
belanja terdiri dari:
a.    belanja pegawai;
b.    belanja barang dan jasa;
c.    belanja modal;
d.    bunga;
e.    subsidi;
f.    hibah;
g.    bantuan sosial;
h.    belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
i.    belanja tidak terduga.
Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja berdasarkan ketentuan perundang-
undangan.

3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
a.    SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
b.    pencairan dana cadangan;
c.    hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d.    penerimaan pinjaman; dan
e.    penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
a.    pembentukan dana cadangan;
b.    penyertaan modal pemerintah daerah;
c.    pembayaran pokok utang; dan
d.    pemberian pinjaman.
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap
pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.
5.Proses Penyusunan APBD.
a.Tahap Persiapan ( Budget Preparation ).
Pada tahap ini dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan secara
akurat yang tersedia sebelumnya.Disini sangat perlu dipertimbangkan paktor ketidak pastian (
uncertainty ) dengan cermat.Dalam penyusunan APBD dengan Paradigma baru yang
mengacu pada Pemerintah Pusat yang tertuang dalam dokumen GBHN, PROPENAS
( Program Pembangunan Nasional ), RENSTRA ( Rencana Strategi ), REPETA ( Rencana
Pembangunan Tahunan ). Sikronisasi pembangunan pusat dengan daerah diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 105 ( Analisis Fiskal dan Ekonomi ) dan 108 Tahun 2000.
Sementara untuk di tingkat daerah ( propinsi, kabupaten/kota ) berdasarkan ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 dimana pemerintah daerah disyaratkan
membuat yang terdiri dari PRPPEDA, RENSTADA, dalam jangka waktu 5 tahun dimana
untuk setiap tahunya digunakan sebagai masukan dalam menysusun REPEDADA & APBN.

b. Tahap Ratifikasi Anggaran ( Budget Implementation ).


Pada tahap ini pinpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan
memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan batahan-
batahan pihak legeslatif (DPRD).

c.Pelaksanaan Anggaran (Tahap Budget Implementation ).


Pada pelaksanaan ini dimana hal yang terpenting harus diperhatikan oleh manager
Keuangan Publik adalah dimilikinya system ( informasi ) akuntansi dan Sistem Pengendalian
Manajemen. Disini Manager Keuangan Publik dalam hal ini harus bertanggung jawab untuk
menciptakan system akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan
pengendalian anggaran yang telah disepakati.

d.Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran.


Pada tahap ini terkait pada aspek akuntabilitas, dimana bila pada tahap implementasi
telah didukung dengan system akuntansi dan system pengendaslian manajemen yang baik,
maka diharapkan pada tahap budget reporting and evaluation tidak akan menemui
banyak masalah.

Proses Penyusunan APBD ( Permendagri No. 13 Tahun 2006 ).


Gambar :2
Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Penyusunan Penyusunan Penetapan Perda APBD


KUA&PPAS
Raperda APBD.

Program
Proses Penyusunan Pembahasan
Perencanaan RKA-SKPD Raperda APBD (A5)
(A2)

RKPD Persetujuan
Penyusunan Bersama Raperda
RKA & SKPD APBD
(A3)
Topik : 2
Penyusunan
1. KUA
Pendahuluan
& : Evaluasi
PPAS (A1) RKA&SKP Gubernur,
D Mendagri (A5)

Nota
Kesepakatan Perda Pembatalan
KUA & RAPERDA APBD Perda APBD
PPAS APBD (A7) (A8)
QUESTIONS AND ANSWER
https://medium.com/@Yuriyurianto/apakah-apbd-dapat-dirubah-63d6d29b53bc
1. APBD itu kan dari APBN, jadi mengapa banyak sekali terjadi pemerintahan daerah yang
korupsi. apa pemerintah tidak menyalurkannya dengan pengawasan yang ketat. jelaskan
secara detail?
2. realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Apa
akibat jika realisasi belanja melebihi jumlah anggaran belanja yang sudah ditetapkan?
3. Apa yang dimaksud dengan surplus APBD dan bagaimana tindak
lanjutnya?
4. Apa yg dimaksud dengan defisit APBD dan bagaimana tindak lanjut
kedepannya? (pertanyaan 3&4 jadi satu?)
5.
1. Pengertian APBD
Diambil dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan, APBD merupakan salah satu instrumen kebijakan yang digunakan
sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di
daerah. Menurut Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, APBD adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah
daerah dan DPRD, serta ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan
instrument kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran daerah juga
digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran. Selain
itu membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, serta otorisasi
pengeluaran di masa-masa yang akan datang.
2. Unsur-Unsur APBD
Terdapat beberapa unsur APBD, yaitu:
 Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
 Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi
biaya terkait aktivitas tersebut.
 Adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan
dilaksanakan.
 Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka
 Periode anggaran yang biasanya satu tahun
3. Jenis APBD
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, sumber pendapatan
maupun juga penerimaan daerah terdiri dari:
 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD yang dimaksud terbagi menjadi empat kelompok pendapatan, di
antaranya:
a. Pajak Daerah terdiri dari pajak hotel, restoran, hiburan, reklame,
penerangan jalan, pengambilan bahan galian golongan C, dan parkir.
b. Retribusi daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan yang dimiliki daerah. Dipisahkan menjadi
tiga bagian, yaitu bagian laba atas penyertaan modal pada BUMD,
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan BUMN, dan
bagian laba penyertaan modal pada perusahaan swasta.
d. PAD lainnya yang sah berasal dari lain-lain milik Pemda. Misalnya
hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,
pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah, dan
lainnya.
Kemandirian APBD berkaitan erat dengan kemandirian PAD. Hal ini karena
semakin besar sumber pendapatan dari potensi daerah, maka daerah akan semakin
leluasa untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Di mana kepentingan
masyarakat tanpa muatan kepentingan pemerintah pusat yang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat di daerah.
 Dana Bagi Hasil
Menurut PP No 55 Tahun 2005 Pasal 19 Ayat 1, dana bagi hasil (DBH)
terdiri atas pajak dan sumber daya alam. DBH pajak meliputi Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
dan Pajak Penghasilan. Sedangkan DBH sumber daya alam meliputi
kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas, dan pertambangan panas bumi. Besaran DBH sebagai
berikut:
a. Besaran dana bagi hasil penerimaan negara dari PBB dengan imbangan
10 persen untuk daerah.
b. Besaran dana bagi hasil penerimaan negara dari BPHTB dengan
imbangan 20 persen untuk pemerintah dan 80 persen untuk daerah.
c. Besaran dana bagi hasil pajak penghasilan dibagikan kepada daerah
sebesar 20 persen. Dana bagi hasil dari sumber daya alam ditetapkan
masing-masing seusai peraturan perundang-undangan.
 Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang berasal dari APBN,
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaa
desentralisasi. Cara menghitung DAU sesuai ketentuannya sebagai berikut:
a. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan dalam
negeri yang ditetapkan dalam APBN.
b. DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan masing-
masing 10 persen dan 90 persen dari dana alokasi umum
c. DAU untuk suatu daerah kabupaten atau kota tertentu ditetapkan
berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah
kabupaten atau kota yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah
kabupaten atau kota.
d. Porsi daerah kabupaten atau kota sebagaiman dimaksud diatas
merupakan proporsi bobot daerah kabupaten atau kota di seluruh
Indonesia.
e. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal suatu
daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan potensi
daerah.
 Dana Alokasi Khusus
Menurut UU No 33 Tahun 2004, dana alokasi khusus (DAK) adalah dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu. Tujuan DAK untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kegiatan
khusus tersebut adalah:
a. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan alokasi umum.
b. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

4. Fungsi APBD
Pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, APBD memiliki beberapa fungsi, di
antaranya:
 Fungsi Otorisasi
APBD bisa melaksanakan pendapatan dan belanja daerah di tahun
bersangkutan.
 Fungsi Perencanaan
APBD menjadi sebuah pedoman bagi manajemen di dalam hal merencanakan
sebuah aktivitas atau kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
 Fungsi Pengawasan
APBD menjadi sebuah pedoman untuk bisa menilai apakah aktivitas
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
 Fungsi Alokasi
APBD diarahkan untuk bisa menciptakan lapangan kerja maupun mengurangi
pengangguran. Serta meningkatkan efesiensi serta efektivitas perekonomian.
 Fungsi Distribusi
APBD harus memperhatikan pada rasa keadilan serta kepatutan.
 Fungsi Stabilitasi
APBD menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian pada suatu daerah.

5. Tujuan APBD
APBD disusun sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan
serta belanja. Berikut beberapa tujuan APBD, di antaranya:
a. Membantu pemerintah daerah mencapai tujuan fiskal.
b. Meningkatkan pengaturan atau juga kordinasi tiap bagian yang berada di
lingkungan pemerintah daerah.
c. Menciptakan efisiesnsi terhadap penyediaan barang dan jasa.
d. Menciptakan prioritas belanja pemerintah daerah.

6. Prinsip-Prinsip APBD
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah
yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi
penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :

1. Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja


Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan
ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan : Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun
tertentu.
4. Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci
secara jelas peruntukannya.
5. Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk
pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk
penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar
atau belum diterima pada kas.
6. Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat
terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah
Proses penetapan APBD melalui tahapan sebagai berikut:
1. Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda
beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada
masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling
lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun
anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan
keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dimulai.
Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan.
Raperda APBD tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah
disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan
kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari Gubernur terkait. Selanjutnya
menurut Pasal 108 ayat (2) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, apabila dalam
waktu 30 (tiga puluh hari) setelah penyampaian Raperda APBD Gubernur tidak
mengesahkan raperda tersebut, maka kepala daerah (Bupati/Walikota) berhak
menetapkan Raperda tersebut menjadi Peraturan Kepala Daerah.
2. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan
rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan
oleh Bupati. Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja.
Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah
dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan
aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah
lainnya.
Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan
disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas ) hari kerja terhitung
sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.
3. Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD
Tahapan terakhir adalah menetapkan raperda APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi tersebut menjadi
Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu
Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh
Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
tanggal ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai