Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Dalam era otonomi daerah ini, bentuk hubungan keuangan Pemerintah Pusat dan daerah terdiri
dari dari:

A. Desentralisasi;
B. Dekonsentrasi dan tugas pembantuan;
C. Pinjaman daerah.

A. Pengertian dan Konsep Desentralisasi

Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, khususnya
dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih baik dan menciptakan proses
pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis.

Secara umum, desentralisasi mencakup aspek-aspek politik (political decentralization);


administratif (administrative decentralization); fiskal (fiscal decentralization); dan ekonomi
(economic or market decentralization).

 Desentralisasi administratif pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 bentuk, yaitu


1. Dekonsentrasi (deconcentration), yaitu pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat
kepada pejabat di daerah yang berada dalam garis hirarkinya.
2. Devolusi (devolution), yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat pemerintahan yang
lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas pemerintahan dan pihak Pemerintah
Daerah mendapat discretion yang tidak dikontrol oleh Pemerintah Pusat.
3. Pendelegasian (delegation or institutional pluralism) yaitu pelimpahan wewenang untuk
tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar struktur birokrasi reguler yang
dikontrol secara tidak langsung oleh Pemerintah Pusat.

 Desentralisasi fiskal, merupakan komponen utama dari desentralisasi. Apabila


Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan
dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus
mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun
Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau didukung faktor-faktor
berikut:

 Pemerintah Pusat yang mampu melakukan pengawasan dan enforcement;


 SDM yang kuat pada Pemda guna menggantikan peran Pemerintah Pusat;
 Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan
kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.

Pendapatan Asli Daerah

Salah satu wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan
bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing.
Kewenangan Daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan UU 34/2000 yang
merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan
pelaksanaan-nya dengan PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66
Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Berdasarkan UU dan PP tersebut, Daerah diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak
dan 28 jenis retribusi. Penetapan jenis pajak dan retribusi didasarkan pertimbangan bahwa jenis
pajak dan retribusi tersebut secara umum dipungut oleh hampir semua Daerah dan merupakan
jenis pungutan yang secara teoritis dan praktis merupakan pungutan yang baik.

Selain jenis pajak dan retribusi tersebut, Daerah juga diberikan kewenangan untuk memungut
jenis pajak (kecuali propinsi) dan retribusi lainnya sesuai kriteria-kriteria tertentu yang
ditetapkan dalam undang-undang.

Dana Alokasi Umum

Untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak


antara Pusat dan Daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan
Daerah (dengan kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 25% dari Penerimaan Dalam
Negeri). Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi
Daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan
pengeluaran yang menjadi tanggungjawabnya.

Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu Daerah (Propinsi, Kabupaten, dan Kota)
ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu
Daerah ditentukan oleh kebutuhan Daerah (fiscal needs) dan potensi Daerah (fiscal capacity).
Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena
kebutuhan Daerah melebihi dari potensi penerimaan Daerah yang ada.
Dana Alokasi Khusus

Pada hakikatnya pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari
APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus.
Alokasi DAK ditentukan dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN

. Sesuai dengan UU 25/1999, yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah

(i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum,
dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan Daerah lain,
misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/
prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dan
saluran drainase primer; dan
(ii) kebutuhan yang merupakan komitmen/prioritas nasional.

B. Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai


wakil Pemerintah Pusat di propinsi. Dalam pelaksanaanya, instansi yang melaksanakan adalah
dinas propinsi sebagai perangkat Pemerintah Daerah Propinsi. Latar belakang adanya dekon ini
karena ada kegiatan-kegiatan yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat yang harus dilakukan di
daerah. Sesuai dengan pengertiannya, karena wewenang tersebut sebenarnya merupakan
wewenang Pemerintah Pusat, maka pendanaan atas pelaksanaan wewenang tersebut merupakan
tanggungjawab Pemerintah Pusat dan dengan sendirinya bersumber dari APBN.

Penugasan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan melalui dekonsentrasi antara lain fasilitasi kerja
sama dan penyelesaian perselisihan antar Daerah dalam wilayah kerjanya, penciptaan dan
pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum, pembinaan penyelenggaraan tugas-tugas umum
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan sebagainya

Tugas Pembantuan

Walaupun terpisah, bisa dikatakan bahwa bentuk hubungan tugas pembantuan mirip dengan
dekonsentrasi, hanya yang menjadi sasaran Pemerintah Pusat ini adalah Pemerintah Daerah dan
Desa serta sifatnya bukan pelimpahan kewenangan tapi penugasan. Disamping itu, pihak yang
memberikan tugas pembantuan tidak terbatas dari Pemerintah Pusat tapi bisa berasal dari
tingkatan pemerintah di atasnya seperti dari Pemerintah Propinsi ke Kabupaten atau Kabupaten
ke Desa.
C. Pinjaman Daerah

Untuk membiayai kebutuhan Daerah berkaitan dengan penyediaan prasarana yang dapat
menghasilkan (pengeluaran modal), Daerah dapat melakukan pinjaman baik dari dalam negeri
(Pemerintah Pusat dan Lembaga Keuangan) maupun dari luar negeri dengan persetujuan dan
melalui Pusat. Sumber pinjaman bisa berasal dari sumber di luar keuangan negara, yaitu jika
pinjaman berasal dari lembaga swasta atau masyarakat langsung.

 Pengelolaan Keuangan Daerah

Sebagai penjabaran dari UU 25/1999 dalam bidang pengelolaan keuangan daerah, pemerintah
mengeluarkan PP 105/2000 yang antara lain menjelaskan:

• APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam tahun anggaran


tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan dana Pemda;
• Struktur APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yang memuat sasaran yang
diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan dan
perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, bagian
pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi
dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan;
• Kepala Daerah menyusun laporan pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang
terdiri atas Laporan Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD, Laporan
Aliran Kas, dan Neraca Daerah.

Anda mungkin juga menyukai