SKRIPSI
Diajukan Oleh:
NIM : 050901009
DEPARTEMEN : SOSIOLOGI
2009
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
2
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat,
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Dalam penyusunan skripsi ini penulis baynak menghadapi hambatan, hal ini
disebabkan oleh keterbatasan wawasan peneliti dan kurangnya pengalaman. Akan tetapi,
berkat-Nya semua hambatan tersebut dapat dilalui, sehingga penulisan skripsi ini selesai.
Hal ini tidak luput dari banyak pihak yang selalu memberikan motivasi dan dorongan
doa. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
serta membantu dalam penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis
1. Bapak Prof. DR. Arif Nasution, MA, selaku Dekan fakultas Ilmu Sosial dan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
4
4. Ibu Harmona Daulay, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
5. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Dosen Wali yang telah
yang selalu mendidik dan mendukung penulis dengan kasih saying semenjak
7. Buat saudaraku tercinta, Ermayulis, Fandry dan Erickson. Terima kasih atas
Norirapenta. Terima kasih buat dukungan, semangat dan waktu nya selama
ini. Benturan karakter yang selama ini kita rasakan membuatku merasa paham
11. Buat senior 03, 04, terima kasih telah mengajarkan dunia kampus, serta
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
5
12. Buat responden, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk menjawab
13. Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saya
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
Lenny Simatupang
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
6
DAFTAR ISI
Abstraksi ........ i
Kata Pengantar ........... ii
Daftar Isi v
Daftar Tabel ... vii
BAB I PENDAHULUAN .. 1
I.1. Latar Belakang . 1
I.2. Perumusan Masalah . 7
I.3. Tujuan Penelitian . 7
I.4. Manfaat Penelitian .. 8
I.5. Kerangka Teori 9
I.6. Definisi Konsep ... 19
I.7. Operasionalisasi Variabel 21
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
7
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ........ 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
8
DAFTAR TABEL
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
9
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
10
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
11
BAB I
PENDAHULUAN
kepemimpinan, tidak mungkin terlepas dari individu yang berperan sebagai pemimpin.
aspek biologis yang melekat pada diri sang pemimpin yaitu berdasarkan perbedaan jenis
kelamin antara laki-laki dan perempuan. Akibatnya, timbul istilah ketimpangan gender
perempuan adalah sumber daya manusia yang jumlahnya besar, bahkan diseluruh dunia
101.625.819 jiwa atau 51% dari seluruh populasi ( BPS tahun 2000 ).
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
12
posisi laki-laki. Perempuan dinilai belum pantas menduduki jabatan yang berhubungan
Prediksi Naisbitt tentang kiprah perempuan yang akan semakin menonjol pada
abad 21 sedikit banyak telah menjadi kenyataan. Diberbagai negara sebagian perempuan
vertikal, kita lihat sekarang perempuan sudah banyak mengenyam dunia pendidikan yang
dan sebagainya.
perempuan telah mencapai massa kritis di hampir semua profesi pekerja kantor,
khususnya di dalam perusahaan. Namun pada tahun 1990, tempat kerja adalah dunia yang
sangat berbeda. Sejak tahun 1972 hingga 1990, presentase perempuan yang menjadi
dokter naik dua kali lipat. Perempuan menguasai sekitar 39,3 persen dari 14,2 juta
pekerjaan eksekutif, administratif dan manajemen, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja
(Amerika Serikat-penulis), meningkat hampir dua kali lipat angka tahun 1972. Pergeseran
posisi perempuan dari domestik ke sektor publik berimplikasi langsung pada wacana
Perusahaan besar, mulai dari produk makanan hingga barang manufaktur, mulai
dari produksi barang hingga jasa, banyak yang dimulai oleh para pendiri yang bergender
perempuan. Contoh: Perusahaan Ayam Goreng Nyonya Suharti, dengan outlets nya yang
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
13
tersebar di banyak kota besar di Nusantara, Jamu Nyonya Meneer, Kosmetik Mustika
Ratu, yang produknya bukan saja menjadi konsumsi masyarakat dalam negeri tingkat
bawah hingga tingkat atas, tetapi juga diekspor ke mancanegara. Perusahaan taksi di
ibukota milik keluarga Cakra dengan armadanya yang terbilang besar, juga didirikan oleh
seorang perempuan. Contoh lainnya dari bidang industri adalah salah satu perusahaan
garment di Bandung P.T. Gistex Garment, yang dimulai dengan pengisian waktu luang
oleh isteri pengusaha tekstil, dimulai secara kecil-kecilan, namun sekarang produknya
sudah berhasil diekspor hingga ke negara Jepang, yang terkenal dengan keketatan
sebagai penentu kebijakan atau pengambil keputusan di sektor publik yang didalamnya
yang pantas menjadi pemimpin organisasi atau komunitas masyarakat, maka pandangan
yang muncul seringkali menafikan perempuan. Pandangan yang toleran adalah : selama
masih ada laki-laki, maka laki-laki. Anggapan bahwa perempuan masih irasional atau
emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat muncul sikap
Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang
berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Di Jawa, dulu ada anggapan
bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya ke dapur juga. Bahkan
pemerintah pernah memiliki peraturan bahwa jika suami akan pergi belajar ( jauh dari
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
14
keluarga ) dia bisa mengambil keputusan sendiri. Sedangkan bagi istri yang hendak tugas
belajar ke luar negeri harus seizin suami. Dalam rumah tangga masih sering terdengar
jika keuangan keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil keputusan untuk
Praktik seperti ini sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
dimana mendudukkan posisi laki-laki melebihi perempuan, sehingga peran publik yang
seharusnya bisa juga dilakukan oleh perempuan seolah hanya menjadi monopoli laki-laki.
bahkan dalam lingkungan terkecil seperti keluarga, nuansa dominasi laki-laki sangat kuat,
terlebih di pedesaan. Label dan cap yang diberikan pada sosok perempuan sangat kental
sebagai orang lemah, tidak bermanfaat dan terbelenggu ketergantungan telah di doktrin
secara turun temurun. Perempuan dipersepsikan sebagai orang kelas dua yang seharusnya
kapitalisme.
Perempuan lemah tidak sepatutnya bergelut dengan dunia politik yang penuh
dengan kekerasan dan kekasaran permainan kekuasaan. Perempuan dinilai tidak mampu
tendensius mengutamakan perasaan sehingga jauh dari sikap rasionalitas. Persepsi negatif
tersebut dilekatkan pada perempuan sendiri telah terstruktur sedemikian rupa dibenak
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
15
bagi perempuan untuk ikut serta terlibat dan berpartisipasi di sektor publik. Oleh karena
itu, mereka menuntut hak yang sama dengan kaum laki-laki, seperti memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan pendidikan tinggi, dan lain sebagainya agar dapat
bersaing memasuki wilayah kepemimpinan yang selama ini didominasi oleh lawan jenis.
asasi manusia dan ketidakadilan sosial, dan salah bila dipersepsikan sebagai isu
perempuan saja, karena masalah dan kondisi sosial tersebut merupakan persyaratan
dalam proses pembangunan masyarakat yang adil dan kesejahteraan rakyat yang
orang ( laki-laki dan perempuan ) untuk melepaskan diri dari kemiskinan serta
Anggapan yang menyatakan bahwa perempuan tidak pantas dan tidak perlu
dilibatkan dalam kegiatan di sektor publik, harus diubah karena merugikan, menghambat,
dan tidak sesuai dengan semangat memanusiakan manusia serta program pemberdayaan
Dan usaha ini nampaknya telah mendapat dukungan dengan adanya berbagai
undang-undang dan peraturan yang melarang segala bentuk diskriminasi ras, agama, dan
perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan sudah terjamin dalam GBHN sejak
tahun 1978. Selain itu terdapat UU NO. 7/1984 yang menghapuskan segala macam
Dengan demikian terlihat bahwa secara de jure tidak ada hambatan struktural bagi
perempuan untuk menjadi setara dengan laki-laki, termasuk yang menyangkut faktor
keragaman biologis. Walaupun secara de facto, banyak perempuan yang secara sukarela
tidak dapat melepaskan faktor biologisnya, terutama yang berkaitan dengan aspek
reproduksi. Namun hal ini tidak dapat menghambat peluang bagi perempuan untuk dapat
bersaing menempati posisi yang strategis dalam organisasi dan berpartisipasi aktif di
bidang publik dan bidang-bidang lain yang selama ini hanya merupakan lahan bagi kaum
laki-laki, seperti halnya dalam tabel dibawah ini, tabel ini memperlihatkan bahwa adanya
Utara.
TABEL I.1
POSISI DAN KONDISI PEREMPUAN DI PROVINSI SUMATERA
UTARA
6. WABUP/WKIL 0 28 0%
WLKOTA
7. ESELON II 3 69 4.1 %
8. ESELON III 33 270 13 %
9. ESELON IV 231 805 22 %
Sumber: Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu
Melihat posisi dan kondisi perempuan di Provinsi Sumatera Utara, terlihat jelas
sendiri sangat besar, namun ironisnya jumlah perempuan yang ada dalam posisi strategis
untuk pengambilan keputusan jumlahnya sangat minim. Berbeda dengan posisi dan
kondisi perempuan di Pulau Jawa yang telah memiliki pemimpin perempuan, contoh :
I. 2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah
I. 3. Tujuan Penelitian
Sebagai sebuah kajian ilmiah dan sesuai dengan prinsip penelitian maka
I. 4. Manfaat Penelitian
Selain adanya tujuan yang hendak dicapai, penelitian ini pun diharapkan
bermanfaat bagi banyak pihak. Hasil dari penelitian ini kiranya bermanfaat sebagai
berikut :
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
19
I. 5. Kerangka Teori
1. Kepemimpinan
a. Definisi Kepemimpinan
Kata ini merupakan suatu kata yang diambil dari kamus umum dan dimasukkan ke dalam
kamus teknis sebuah disiplin ilmiah tanpa didefinisikan dengan tepat. Sebagai
kebingungan yang disebabkan oleh penggunaan dari istilah-istilah lain yang tidak tepat,
menggambarkan fenomena yang sama. Bennis ( 1959, hlm. 259 ) telah melakukan survei
perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
kepemimpinan, Stogdill ( 1974, hlm. 259 ) menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama
banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba
kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola
interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi oleh
orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Beberapa definisi yang dapat dianggap
cukup mewakili selama seperempat abad adalah sebagai berikut : ( Yukl 1998 : 2 )
1961, hlm. 24 )
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
21
7. Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi kontribusi yang
kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh
yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktifitas-
definisi mengenai kepemimpinan yang telah ditawarkan kelihatannya tidak terisi hal-hal
selain itu. Defenisi-defenisi tersebut berbeda dalam berbagai aspek, termasuk didalamnya
siapa yang menggunakan pengaruh, sasaran yang ingin diperoleh dari pengaruh tersebut,
bagaimana cara pengaruh tersebut digunakan, serta hasil dari usaha menggunakan
menginterpretasikan hasil-hasilnya.
kemampuan untuk menentukan secara benar apa yang harus dikerjakan. Menurut Gibson
dilakukan melalui hubungan interpersonal dan proses komunikasi untuk mencapai tujuan.
Newstrom & Davis (1999) berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses
mengatur dan membantu orang lain agar bekerja dengan benar untuk mencapai tujuan.
mempengaruhi kegiatan kelompok, dengan maksud untuk mencapaia tujuan dan prestasi
kerja. Oleh karena itu, kepemimpinan dapat dipandang dari pengaruh interpersonal
dengan memanfaatkan situasi dan pengarahan melalui suatu proses komunikasi ke arah
tercapainya tujuan khusus atau tujuan lainnya (Tanenbaum, Weschler & Massarik, 1981).
Pernyataan ini mengandung makna bahwa kepemimpinan terdiri dari dua hal yakni
proses dan properti. Proses dari kepemimpinan adalah penggunaan pengaruh secara tidak
memaksa, untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan dari para anggota yang
yang dirasakan serta mampu mempengaruhi keberhasilan pegawai (Vroom & Jago,
1988). Secara praktis, kepemimpinan dirumuskan sebagai suatu seni memobilisasi orang-
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
23
orang lain (bawahan dan pihak lain) pada suatu upaya untuk mencapai aspirasi dan tujuan
organisasi.
John Adair pada 1988, (dalam Karol Kennedy, 1998) mengemukakan definisi
kepemimpinan dalam tiga konsep Task, Team, and Individual dalam lingkaran saling
dan menyatakan leadership is about teamwork, creating teams. Teams tend to have
leaders, leaders tend to create teams. Adair berkeyakinan bahwa working groups atau
teams akan memberikan tiga kontribusi pada pemenuhan kebutuhan bersama, berupa
the need to accomplish a common task, the need to be maintained as acohesive social
unit or team, and the sum of the groupss individual needs; serta mengidentifikasi enam
fungsi kepemimpinan berikut : [1] Planning (seeking all available information; defining
groups tasks or goals; making a workable plan); [2] Initiating (briefing the group;
standard; ensuring progress towards objectives; prodding action sand decisions); [4]
disagreements); [5] Informing (clarifying task and plan; keeping group informed;
receiving information from the group; summarizing ideas and suggestions); dan [6]
hubungan itu, pada tahun 1990 John P. Kotter pada satu pihak mengidentifikasi tiga tugas
strategies for the future of the business; (2) Aligning people - getting others to
understand, accept and line up in the chosen direction, dan (3) Motivating and
inspiring people by appealing to very basic but often untapped human needs, value and
emotions. Pada lain pihak, ia pun mendefinisikan empat peran manajemen berikut, (1)
Planning and budgeting, setting short-to medium-term targets; (2) Establishing steps to
reach them and allocating resources; (3) Organizing and staffing, establishing an
organizational structure to accomplish the plan, staffing the jobs; communicating the
(4) Controlling and problem solving, monitoring results, identifying problems and
2. Feminisme Liberal
Feminisme Liberal lahir pertama kali pada abad 18 dirumuskan oleh Mary
abad 19 oleh John Stuart Mill dalam bukunya Subjection of Women dan Harriet Taylor
Mills dalam bukunya Enfranchisemen of Women, kemudian pada abat 20 Betty Friedan
dalam The Feminis Mistique dan The second Stage. Feminis Liberal ini mendasarkan
pemikirannya pada konsep liberal yang menekankan bahwa wanita dan pria diciptakan
sama dan mempunyai hak yang sama dan juga harus mempunyai kesempatan yang sama.
rasionalitas tersebut mempunyai dua aspek yaitu moralitas- pembuat keputusan yang
Hak individu bagi kaum Liberal harus diprioritaskan dari pada kebaikan. Setiap
individu diberikan kebebasan untuk memilih apa yang baik untuk dirinya asal tidak
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
25
merugikan orang lain. Liberalisme juga menekankan pada masyarakat yang adil yang
kebutuhannya. Dalam hal intervensi negara atas bidang publik (masyarakat sipil)
Liberallis Klasik berbeda dengan Liberallis Egalitarian. Bagi Liberalis Egalitarian setiap
orang yang memasuki pasar terlebih dahulu mempunyai, keuntungan material, koneksi
atau bakat yang berbeda. Apabila perbedaan tersebut sangat besar maka sulit bagi mereka
untuk mengejarnya. Oleh sebab itu Negara harus intervensi secara positif agar
pelayanan kesehatan, kesejahteraan sosial dan penyediaan makan bagi orang miskin. Bagi
Liberallis ini negara sebaiknya menfokuskan pada keadilan ekonomi bukan kebebasan
sipil. Sedangkan Liberallis Klasik dalam era pasar bebas setiap individu harus diberikan
bahwa negara harus melindungi kebebasan sipil seperti, hak memilih, hak berorganisasi,
hak kepemilikan dan kebebasan. Akan tetapi dalam hal intervensi Negara untuk
menjamin hak individu, kaum liberallis sepakat bahwa intervensi negara harus seminim
mungkin. Baik dalam aspek negara, organisasi, keluarga sampai ke tempat tidur.
didalam rumah tidak diberikan kesempatan untuk masuk dipasar tenaga kerja dan
yang sama juga bisa mengembangkan diri secara optimal, asal perempuan juga diberikan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
26
pendidikan yang sama dengan pria. Wollestone juga mengkritik Email, novel karya Jean
laki-laki lebih menekankan rasionalitas mempelajari ilmu alamiah, ilmu sosial dan
humaniora- karena nantinya akan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga sedangkan
pendidikan untuk perempuan lebih menekankan pada emosional mempelajari puisi, seni
karena perempuan akan menjadi istri yang penuh pengertian, responsive, perhatian dan
keibuan. Jalan keluar yang ditawarkan wollestone adalah mendidik perempuan sama
sehingga perempuan mampu menjadi diri sendiri tidak menjadi mainan laki-laki.
Feminis Liberal abat 19 Kesempatan hak Sipil dan Ekonomi bagi perempuan dan
laki-laki. Satu abad kemudian J S Mill dan Harriet Tailor Mill bergabung dengan
dan harriet Tailor Mill lebih jauh menekankan agar persamaan permpuan dan laki-laki
terwujud, tidak cukup diberikan pendidikan yang sama tetapi juga harus diberikan
kesempatan untuk berperan dalam ekonomi dan dijamin hak sipilnya yang meliputi hak
untuk berorganisasi, kebebasan untuk berpendapat, hak untuk memilih dan hak milik
pribadi serta hak-hak sipil lainnya. Sumbangan lain pemikiran mereka berdua adalah dua-
menekankan pada pendidikan dan hak, sedangkan Taylor lebih menekankan kemitraan.
Mill lebih jauh juga mempertanyakan superioritas laki-laki, menurutnya bahwa laki-laki
itu tidak lebih superior secara intelektual dari perempuan. Pemikiran Mill yang juga
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
27
perempuan karena perempuan tidak bisa menjadi diri sendiri, sebab ia akan menjadi
Feminisme Liberal abad 20 The Feminis Mistique yang ditulis oleh Betty
Frieden, bila kita bandingkan dengan buku yang ditulis sebelumnya oleh Wollestone, JS
Mills dan Harriet Tylor terkesan tidak radikal. Menurut Betty perempuan kelas menengah
yang menjadi ibu rumah tangga merasa hampa dan muram, sehingga mereka
nafsu suami dsb. Jalan keluar yang ditawarkan Frieden adalah kembali ke sekolah dan
berkontribusi dalam ekonomi keluarga dengan tetap berfungsi sebagai ibu rumah tangga
dengan masih tetap mencintai suami dan anak. Frieden meyakini bahwa karier dan rumah
tangga bisa berjalan seiring. Baru dua puluh tahun kemudian ia menyadari dalam
bukunya The Second Stage bahwa menangani karier dan rumah tangga sangat sulit
karena dia harus melayani dua majikan suaminya dan atasannya di kantor. Ia memberikan
memperbaiki kondisi. Bekerja sama dengan laki-laki untuk merubah pola pikir
masyarakat pada bidang publik kepemimpinan, struktur institusi- dan privat suami mulai
ikut memikul beban keluarga yaitu ekonomi, rumah dan anak-anak. secara
bersama.perempuan.
yang opresif. Mereka berargumentasi bahwa dalam masyarakat yang patriarkhi pekerjaan
yang cocok untuk perempuan diasosiasikan pada sifat feminine seperti guru, perawat,
sekretaris, kasir di bank dsb. Penentangan stereotipe tersebut harus melalui pendidikan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
28
androgini -yang mempunyai dimensi laki dan perempuan- baik disekolah maupun
dirumah. Androgini telah membantu mereka dalam meraih kebebasan, persamaan hak
dan keadilan. Negara ikut bertanggung jawab untuk menjamin tidak ada lagi diskriminasi
pada perempuan baik seksual maupun penghasilan dan menjamin perempuan terbebas
dari pelecehan seksual, pemerkosaan dan kekerasan. Feminis Liberal sangat penting
feminisme dengan perjuangannya untuk perempuan dibarat untuk meraih persamaan hak,
peniadaan diskriminasi ditempat kerja dan perubahan hukum yang lebih menguntungkan
perempuan.
I. 6. Defenisi Konsep
kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ( Singarimbun,
1989:33 ). Konsep sangat diperlukan dalam penelitian agar dapat menjaga masalah dan
dikehendaki.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
29
kultural.
Menurut masri Singarimbun dan Sofian Effendi ( 1982 : 32 ), bahwa salah satu
unsur yang sangat membantu komunikasi antara peneliti adalah definisi operasional yang
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
30
operasional dalam suatu penelitian akan mengetahui pengukuran suatu variabel sehingga
adalah pengukuran konsep yang abstrak teoritis menjadi kata-kata tentang tingkah
laku/gejala yang dapat diamati, dapat diuji dan dapat ditentukan kebenarannya oleh orang
bawahannya agar mereka mau bekerja atau berprilaku demi tercapainya tujuan
bersama.
d. Ketekunan (persistence)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Topik Gender bukan lagi merupakan hal yang baru bagi kalangan feminis,
umum lainnya di masyarakat. Berbagai studi telah dilakukan untuk melihat hubungan
yang kompleks antara Gender dengan isu-isu penting seperti politik, pendidikan,
kesehatan, pengelolaan sumberdaya alam, dan lain sebagainya. Berbagai institusi dan
lembaga baik dari sektor formal pemerintahan, LSM, lembaga penelitian, dan lain
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
32
Seks atau jenis kelamin adalah hal paling sering dikaitkan dengan Gender dan
kodrat. Dikarenakan adanya perbedaan jenis kelamin, perempuan dan laki-laki secara
kodrat berbeda satu sama lain Selama ini orang sering mencampuradukkan pengertian
Gender dan kodrat , masyarakat mulai memilah-milah peran sosial, seperti apa yang
dianggap pantas untuk laki-laki dan bagian mana yang dianggap sesuai untuk perempuan.
Misalnya, hanya karena kodratnya perempuan mempunyai rahim dan bisa melahirkan
berkembang jauh dimana perempuan dipandang tidak pantas sibuk di luar rumah karena
tugas perempuan mengurus anak akan terbengkalai. Kebiasaan ini lama kelamaan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
33
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
34
Tidak sedikit orang yang masih berpikir bahwa membicarakan kesetaraan Gender
adalah sesuatu yang mengada-ada. Hal yang terlalu dibesar-besarkan. Kelompok orang
yang berpikir konservatif seperti ini menganggap bahwa kedudukan perempuan dan laki-
adil) berdasarkan alasan Gender. Misalnya, seorang perempuan yang ditolak kerja
sebagai supir bis karena supir dianggap bukan pekerjaan untuk perempuan, atau seorang
laki-laki yang tidak bisa menjadi guru TK karena dianggap tidak bisa berlemah lembut
dan tidak bisa mengurus anak-anak kecil. Ketidakadilan Gender bisa terjadi pada
perempuan maupun laki-laki. Namun pada kebanyakan kasus, ketidakadilan Gender lebih
banyak terjadi pada perempuan. Itulah juga sebabnya masalah-masalah yang berkaitan
dengan Gender sering diidentikkan dengan masalah kaum perempuan .Secara garis besar
1. Penomorduaan (Subordinasi)
terhadap salah satu identitas sosial, dalam hal ini adalah terhadap perempuan. Cukup adil
dalam banyak hal, terutama dalam pengambilan keputusan. Suara perempuan dianggap
kepentingan umum. Akibatnya, perempuan tidak dapat mengontrol apabila keputusan itu
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
35
merugikan mereka dan tidak bisa ikut terlibat maksimal saat hasil keputusan tersebut
diimplementasikan. Tradisi, adat, atau bahkan aturan agama paling sering digunakan
dari sudut keagamaan), prinsip-prinsip tauhid (ketuhanan, berlaku untuk agama apapun)
pada dasarnya adalah menganggap semua mahluk yang ada di dunia ini sama
Dengan tingginya biaya pendidikan dan terbatasnya dana yang tersedia, anak
perempuan seringkali mendapat tempat kedua setelah anak laki-laki, dalam hal
penopang keluarga, pencari nafkah utama maka dia harus mempunyai tingkat pendidikan
lebih tinggi dari perempuan. Anggapan seperti ini bukan saja hanya merugikan
perempuan, tetapi juga memberikan tekanan dan tuntutan yang luar biasa berat pada laki-
laki. Laki-laki dituntut harus kuat, harus pandai, harus mempunyai pekerjaan yang bagus
dan sederet kata harus lainnya, sebagai konsekuensi dari pandangan masyarakat yang
menempatkan mereka pada kedudukan lebih tinggi daripada perempuan. Sementara itu,
perempuan yang dianggap nomor dua dan tidak begitu penting dalam peran sosialnya di
masyarakat, perlahan-lahan akan semakin tertinggal dan tidak bisa berkontribusi banyak
jika sampai saat sekarang ini, pembangunan di negara kita masih jauh tertinggal
dibandingkan negara-negara maju lainnya yang relatif lebih sedikit memiliki sumberdaya.
Salah satu sebabnya adalah sumberdaya manusia yang produktif dan dapat
jumlahnya.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
36
isi kepala perempuan itu: satu pikiran dan sembilan sisanya hanya emosi
saja
dibandingkan dengan laki-laki, tetapi tidak menyangka bahwa begitu kentalnya pelabelan
negatif yang dilekatkan pada diri perempuan. Pada saat perempuan berusaha
alasan, dianggap bahwa dia terlalu cerewet, emosional dan tidak berpikir rasional.
Sedangkan jika laki-laki berada pada kondisi yang sama, mungkin dianggap tegas dan
temukan di masyarakat. Contohnya, jika perempuan pulang larut malam dari tempatnya
bekerja dipandang sebagai perempuan tidak benar, sedangkan jika laki-laki dianggap
pekerja keras. Padahal mungkin mereka mempunyai jenis pekerjaan dan kesibukan yang
sama. Citra buruk perempuan yang emosional, tidak rasional, lemah, cerewet,
pendendam, penggoda dan lain sebagainya, secara tidak langsung telah menghakimi dan
menempatkan perempuan pada posisi yang tidak berdaya di masyarakat. Dalam pepatah
Jawa bahkan disebutkan bahwa perempuan itu kanca wingking (berperan di belakang)
yang swarga nunut neraka katut (ke surga ikut ke neraka juga menurut saja). Dengan
label-label negatif seperti itu, mustahil bagi perempuan untuk dapat memperoleh
kedudukan yang sejajar dengan laki-laki dalam pandangan masyarakat. Perempuan selalu
akan tertinggal di belakang karena dianggap memang posisi terbaiknya ada di belakang
laki-laki.
3. Peminggiran (Marginalisasi)
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
37
Dalam banyak hal, lemahnya posisi seseorang dalam bidang ekonomi mendorong pada
lemahnya posisi mereka dalam pengambilan keputusan. Lebih jauh hal ini akan berakibat
2.2. Birokrasi
Menurut Peter Blau ( 2000 ), birokrasi adalah tipe organisasi yang dirancang
mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis. Poin pikiran penting dari
definisi ini adalah bahwa birokrasi merupakan alat untuk mempermudah jalannya
birokrasi ( Dwijoyoto, 2001:177 ). Menurut Weber, tipe ideal birokrasi yang rasional itu
1. Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya
2. Jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hirarki dari atas ke bawah dan
kesamping. Konsekuensinya, ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula
yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil.
3. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hirarki itu secara spesifik
4. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas
6. Setiap pejabat memiliki gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai
Birokrasi, sepeti kata ahli psikologi sosial. Daniel Katz dan Robert L. Kahn,
bahwa organisasi dengan hirarki seketat birokrasi hanya bekerja baik sekali apabila
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
39
BAB III
METODE PENELITIAN
pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
40
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
Lokasi ini dipilih setelah melihat posisi dan kondisi perempuan di Sumatera Utara yang
karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian. Maka dari
atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu
berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
perempuan yang berada pada tingkatan eselon II dan eselon III di Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara. Pegawai eselon II berjumlah 3 orang dari 72 orang atau 4.1 % dari
keseluruhan sedangkan pegawai eselon III berjumlah 33 orang dari 303 orang atau 13 %
Mengingat jumlah populasi yang tidak terlalu besar, maka penulis memutuskan
untuk menjadikan seluruh populasi menjadi sampel, yaitu total sampel, sebanyak 36
orang.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
41
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
penelitian.
Analisa data pada penelitian ini adalah menggunakan teknik distribusi frekuensi.
Perhitungan data dengan distribusi frekuensi ini dapat dilakukan dengan menghitung
frekuensi data tersebut dipersentasekan. Penyajiannya dapat berbentuk tabel dan grafik
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
42
orang dikenal dengan frekuensi relatif. Untuk menghitung sebaran persentase dari
N= fx X 100 %
Keterangan :
N : Jumlah kejadian
fx : Frekuensi individu
Data yang telah dianalisis, diinterpretasikan dan dievaluasi akan diubah menjadi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Pra Observasi
2. ACC Judul
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
43
4. Seminar Penelitian
Proposal
7. Operasional Penelitian
8. Bimbingan
BAB IV
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
44
Propinsi Sumatera Utara terletak pada 1 - 4 Lintang Utara dan 98 - 100 Bujur
Timur, yang pada tahun 2004 memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan terdiri dari 328
kecamatan, secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara mempunyai 5.086 desa dan 382
kelurahan. Luas daratan Propinsi Sumatera Utara 71.680 km 2 , Sumatera Utara tersohor
negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh,
kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang,
sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia. Selain komoditas perkebunan,
Sumatera Utara juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan
buah-buahan); misalnya Jeruk Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan
Wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk
Sumatera Utara maupun antara Sumatera Utara dengan provinsi lainnya. Sektor swasta
juga terlibat dengan mendirikan berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel
dan lain-lain. Tentu saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi, industri,
pariwisata, pos dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga
di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil
pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara pada tanggal
31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2002, jumlah
penduduk Sumatera Utara diperkirakan sebesar 11,85 juta jiwa. Kepadatan penduduk
Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km 2 dan tahun 2002 meningkat menjadi
165 jiwa per km 2 , sedangkan laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun
tampak berfluktuasi. Pada tahun 2000. TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen, tahun
2001 naik menjadi 57,70 persen, tahun 2002 naik lagi menjadi 69,45 persen.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
46
lima, Perisai dan Rantai melambangkan kesatuan masyarakat didalam membela dan
Ikan, Daun padi dan Tulisan "SUMATERA UTARA" melambangkan daerah yang indah
Tujuh belas kuntum kapas, delapan sudut sarang laba-laba dan empatpuluh lima
butir padi menggambarkan tanggal bulan dan tahun Kemerdekaan dimana ketiga-tiganya
ini berikut tongkat dibawah kepalan tangan melambangkan watak kebudayaan yang
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
47
STRUKTUR PEMERINTAHAN
PROPINSI SUMATERA UTARA
GUBERNUR
H. SYAMSUL ARIFIN, SE
WAKIL GUBERNUR
SEKRETARIS DAERAH
ASISTEN
No. UNIT KERJA (INSTANSI) NAMA KEPALA UNIT KERJA (INSTANSI) ESELON
2. Asisten Ekonomi dan Pembangunan Drs. KASIM SIYO. MSi Eselon IIA
3. Asisten Pembinaan Hukum dan Sosial Drs. RAHUTMAN HARAHAP Eselon IIA
DINAS-DINAS DAERAH
No. UNIT KERJA (INSTANSI) NAMA KEPALA UNIT KERJA (INSTANSI) ESELON
7. Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Drs. RAPOTAN TAMBUNAN Eselon IIA
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
48
11. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Drs. H. MOHD. HASBI NASUTION Eselon IIA
12. Dinas Koperasi & Usaha Kecil Menengah Ir. JHONY PASARIBU Eselon IIA
16. Dinas Pertambangan dan Energi Ir. WASHINGTON TAMBUNAN Eselon IIA
17. Dinas Jalan dan Jembatan Ir. H. SYARIFULLAH HARAHAP, MSi Eselon IIA
18. Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Ir. SYARIFUDDIN SIREGAR Eselon IIA
No. UNIT KERJA (INSTANSI) NAMA KEPALA UNIT KERJA (INSTANSI) ESELON
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Ir. HT. AZWAR AZIZ Eselon IIA
6. Badan Investasi dan Promosi Ir. Hj. SABRINA, MSi Eselon IIA
8. Badan Pustaka dan Arsip Daerah Drs. SYAIFUL SAFRI Eselon IIA
10. Badan Informasi dan Komunikasi Drs. EDI SOFYAN, MAP Eselon IIA
12. Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan OLOAN SIHOMBING, SH, M.Hum Eselon IIA
Masyarakat
16. Rumah Sakit Umum Jiwa Dr. DONALD FIRDAUS, Sp.KJ, STH (PLT) Eselon IIIA
No. UNIT KERJA (INSTANSI) NAMA KEPALA UNIT KERJA (INSTANSI) ESELON
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
49
UNIT-UNIT KERJA
DINAS-DINAS
LEMBAGA TEKNIS SEKWAN & SETDA
DAERAH
01. Dinas Pendidikan 01. Badan Penelitian dan Pengembangan 01. Sekretariat DPRDSU
03. Dinas Kesehatan 03. Inspektorat 03. Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan
04. Dinas Pemuda dan Olahraga 04. Badan Pembangunan Daerah 04. Biro Pemerintahan
05. Dinas Peternakan 05. Badan Pendidikan dan Pelatihan 05. Biro Pembangunan
06. Dinas Sosial 06. Badan Investasi dan Promosi 06. Biro Bina Sosial
08. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 08. Badan Perpustakaan & Arsip Daerah 08. Biro Pemberdayaan Perempuan
09. Dinas Kehutanan 09. Badan Ketahanan Pangan 09. Biro Umum
10. Dinas Perhubungan 10. Badan Informasi dan Komunikasi 10. Biro Perlengkapan
11. Dinas Perindustrian dan Perdagangan 11. Badan Kepegawaian Daerah 11. Biro Keuangan
12. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil 12. Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan
12. Biro Hukum
Menengah Masyarakat
16. Dinas Pertambangan dan Energi 16. Rumah Sakit Umum Jiwa Badan Pusat Statistik
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
50
Sumut
VISI
Penjelasan Visi :
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa mengamalkan ajaran agamanya dengan
lain dalam bingkai keluarga besar masyarakat Sumatera Utara yang harmonis.
berpengetahuan dan sadar akan supremasi hukum serta menggunakan akal sehat,
3. Terwujudnya masyarakat Sumatera Utara yang mandiri serta percaya diri, yaitu
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
51
masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban yang sama secara proporsional
penegakan hukum.
MISI
Untuk mewujudkan Visi tersebut maka dibuatlah Misi seperti berikut ini :
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai
sumber moral dan akhlak yang baik untuk menunjang kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
masyarakat madani.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
52
masyarakat.
daerah dan kerjasama pemerintah daerah dengan swasta dan kerjasama Regional
dan Internasional.
pariwisata serta sector unggulan lainnya, dengan cara investasi dalam dan luar
cerdas, terampil, kreatif, inovatif, produktif dan memiliki etos kerja yang tinngi
masyarakat yang perwujudannya dapat terlihat dari antara lain, komposisi pejabat
1. Bidang Hukum
pencurian kayu (Ilegal logging) dan kebakaran hutan dan telah dibentuk tim
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
53
Operasional Pengamanan Hutan dan Hasil Hutan Propinsi Sumatera Utara yang
2. Ekonomi
baik
2. Pengembangan Agribisnis
Kab./Kota.
agroindustri.
3. Bidang Pendidikan
Propinsi.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
56
mendukung).
(SIMRENDA),
Root Program.
sampai dengan Maret 2004, dalam proyek ini JICA menempatkan Tenaga Ahli
sampai dengan Maret 2004 yaitu dalam bentuk pelatihan khususnya yang bersifat
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
58
sistem skoring serta kegiatan prioritas yang harus ditangani segera sesuai petunjuk
sharing biaya antara Pempropsu, Kota Medan, Kota Binjai dan Kab. Deli
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
59
Identitas responden yang disajikan adalah profil responden terkait dalam tingkat
usia, suku bangsa, pendidikan, status perkawinan, jumlah anak, pekerjaan suami, dan
Tabel 4.1.
Usia F %
30 35 0 0%
36 42 0 0%
43 56 36 100 %
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Dari tabel 1 diatas menunjukkan bahwa usia responden seluruhnya adalah dalam
Tabel 4.2.
Tingkat Pendidikan F %
SLTA / D3 0 0%
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
60
S1 / Sarjana 17 47,22 %
S2 / S3 19 52,78 %
Lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Tabel 2 menunjukkan bahwa responden memiliki pendidikan yang tinggi, hal ini
orang ( 52, 78 ). Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki pendidikan yang cukup
tinggi, dengan alasan bahwa melalui pendidikan, mereka bisa meningkatkan kemampuan
pribadi dan professional mereka dan bisa diaplikasikan dalam kegiatan kepemimpinan
mereka.
setiap bentuk kelompok, baik kelompok ras maupun yang bukan kelompok ras, yang
secara social dianggap berada dan telah mengembangkan subkulturnya sendiri. Dengan
kata lain, suatu kelompok etnik adalah kelompok yang diakui oleh masyarakat dan oleh
kelompok etnik itu sendiri sebagai suatu kelompok tersendiri. Walaupun perbedaan
kelompok dikaitkan dengan nenek moyang tertentu, namun ciri-ciri pengenalnya dapat
berupa bahasa, agama, wilayah kediaman, kebangsaan, bentuk fisik atau gabungan dari
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
61
kebudayaan yang kita lihat di sekitar kita secara umum masih memperlihatkan dengan
Dalam skripsi ini juga melihat dari sudut etnis responden yang berguna untuk
temannya. Persebaran etnis yang dapat diamati cukup beragam. Untuk lebih lengkapnya
Tabel 4.3.
Suku Bangsa F %
Batak 23 63,89 %
Melayu 4 11,11 %
Jawa 7 19,44 %
lainnya 2 5,56 %
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas suku bangsa responden adalah suku Batak
sebanyak 23 orang ( 63, 89 % ), suku Melayu sebanyak 7 orang ( 19, 44 % ), suku Jawa
sebanyak 4 orang ( 11,11 % ), dan untuk jawaban lainnya ada 2 orang ( 5,56 %)
responden yang menjawab, untuk lebih spesifiknya suku tersebut adalah suku Aceh. Suku
Batak merupakan suku mayoritas responden yaitu sebanyak 23 orang ( 63,89 % ), hal ini
karena suku Batak merupakan salah satu suku besar yang mendiami provinsi Sumatera
Utara. Suku Batak menganut sistem patrilineal, dimana laki-laki merupakan penerus
marga keluarga, sehingga dianggap lebih berharga dibandingkan anak perempuan yang
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
62
dan mendapatkan posisi yang utama dalam setiap hal sedangkan perempuan mendapat
Tabel 4.4.
Status perkawinan F %
Belum kawin 1 2,8 %
Kawin 24 66,7 %
Janda 11 30,5%
Lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Tabel diatas menunjukkan bahwa ada 24 orang ( 66,7 % ) yang menikah, 11 orang
( 30,5 % ) dengan status janda, dan terdapat satu orang ( 2, 8 % ) yang belum menikah.
orang ( 66,7 % ), sedangkan 11 orang lainnya ( 30,5 % ) adalah janda tetapi walaupun
demikian, kenyataannya adalah mereka sudah pernah menikah, hanya ada 1 responden
yang belum menikah. Hal ini menyatakan bahwa hampir seluruh responden pernah
menikah dan membuktikan bahwa lembaga pernikahan menjadi pilihan mutlak bagi
mayoritas responden.
bahwa ada enam nilai anak bagi orang tua , yaitu perekat cinta kasih, sumber tenaga
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
63
kerja, asuransi di hari tua, pelangsung keturunan,sumber rezeki, teman, penolong dan
pelindung. Alasan memiliki anak oleh para wanita berbeda-beda, banyak penelitian
tentang wanita bekerja dan kesimpulannya adalah bahwa wanita yang bekerja cenderung
mempunyai anak lebih sedikit, atau sebaliknya jumlah anak yang banyak dapat
mendorong wanita untuk bekerja agar dapat memnuhi kebutuhan keluarga. Kebanyakan
yang menjadi alasan utama terhadap jumlah anak adalah ekonomi. Jenis pekerjaan yang
digeluti wanita mampu menurunkan atau menambah kegunaan ekonomi yang diharapkan
dari anak akibatnya jumlah anak yang diinginkan akan berkurang atau sebaliknya
Tabel 4.5.
Jumlah anak F %
1 2 orang 19 54, 3%
3 4 orang 14 40 %
5 6 orang 2 5,7
Lainnya 0 0%
Jumlah 35 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
dan responden yang memiliki jumlah anak 1 2 orang berjumlah 19 orang ( 54,3 % ),
Mayoritas responden yaitu 19 orang ( 54,3 % ) memiliki jumlah anak yang lebih sedikit
dibandingkan yang lain yaitu 1-2 orang, kenyataan ini didukung oleh penelitian terhadap
perempuan yang bekerja cenderung memiliki jumlah anak yang lebih sedikit. Anggapan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
64
masyarakat bahwa banyak anak banyak rejeki dalam penelitian ini telah bergeser karena
Tabel 4.6
Pekerjaan suami F %
Pegawai negeri / 15 62,5 %
BUMN
Pegawai swasta 5 20,8 %
Wiraswasta 4 16,7 %
Lainnya 0 0%
Jumlah 24 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Berdasarkan tabel 4.4. responden yang telah menikah dan memiliki suami
berjumlah 24 orang. Responden yang memiliki suami dengan pekerjaan sebagai pegawai
orang ( 20,8 % ), dan wiraswasta berjumlah 4 orang ( 16,7 % ). Dapat diperhatikan bahwa
wanita yang bekerja sebagai PNS mayoritas mempunyai suami yang bekerja sebagai PNS
atau Pegawai BUMN. Hal ini dikarenakan bahwa pekerjaan sebagai PNS atau Pegawai
BUMN memiliki tingkat kesejahteraan yang stabil jika dibandingkan dengan pekerjaan
yang lain.
Tabel 4.7.
Pernyataan F %
Suami 19 52,8 %
Orang tua 8 22,2 %
Saudara sedarah 2 5,6 %
lainnya 7 19,4 %
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Dari table diatas, ditunjukkan bahwa yang paling mendukung responden dalam
kegiatan kepemimpinannya adalah suami dengan jumlah 19 orang ( 52,8 % ), orang tua
sebanyak 8 orang ( 22,2 % ), saudara sedarah sebanyak 2 orang ( 5,6 % ), dan yang
menjawab lainnya berjumlah 7 orang ( 19,4 % ), untuk lebih spesifiknya jawaban tersebut
bahwa sosok yang paling mendukung dalam kepemimpinannya adalah suami, hal ini
suami mereka.
Tabel 4.8.
Pernyataan F %
Ibu 12 33,3 %
Ayah 19 52,8 %
Suami 5 13,9
Lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
66
adalah ayah sebanyak 19 orang ( 52,8 % ), ibu sebanyak 12 orang ( 33,3 % ) dan suami
sebanyak 5 orang ( 13,9 ). Melihat jawaban responden bahwa sosok panutan adalah ayah,
Ayah masih merupakan sosok pemimpin dan dianggap sebagai patron dalam memimpin.
Hal ini ini dapat berasal dari masa lalu responden didalam keluarga, bahwa ayah
keluarga.
pengaruhan orang banyak kepada seseorang atau kelompok tertentu karena kelebihan-
Tabel 4.9.
Pernyataan F %
Sering 36 100 %
Jarang 0 0%
Tidak pernah 0 0%
Lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
arahan kepada bawahan, apakah, kapan, dimana, dan bagaimana suatu tugas
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
67
dilaksanakan. Pemberian arahan apakah, kapan, dimana dan bagaimana suatu tugas
dalam pemenuhan tugas. Mereka memberikan arahan agar bawahan dapat melakukan
Tabel 4.10.
Pernyataan F %
Sering 23 63,9 %
Jarang 13 36,1 %
Tidak pernah 0 0%
Lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
13 orang ( 36,1 % ). Hal ini membuktikan bahwa seorang pemimpin tetap harus
yang efektif untuk mencapai tujuan bersama, karena hal tersebut mampu memperbesar
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
68
partisipasi dan meningkatkan dedikasi serta loyalitas, karena setiap anggota kelompok
Tabel 4.11.
Pernyataan F %
Ya 36 100 %
Tidak 0 0%
Kadang-kadang 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
yang baik merupakan pemimpin yang tidak lepas tangan terhadap kesalahan yang
bawahan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama bukan saling menyalahkan
dan lepas tangan, Karena sebagai tim, pemimpin dan bawahan merupakan satu kesatuan.
Table 4.12.
Pernyataan F %
Sering 14 38.9 %
Jarang 22 61,1 %
Tidak pernah 0 0%
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
69
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
( 61,1 % ) jarang mengakui kepada bawahan bahwa mereka tidak sesempurna yang
mereka bayangkan, karena pada situasi tertentu, responden tidak memiliki semua
disatu sisi mereka merupakan manusia biasa yang terbatas dan disatu sisi mereka
4.2.2.5. Kesediaan responden menerima masukan berupa saran dan kritik dari
bawahan
Tabel 4.13
Pernyataan F %
Ya 36 100 %
Tidak 0 0%
Kadang 0 0%
Lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
( 100 % ) bersedia menerima masukan berupa saran dan kritik dari bawahan mereka.
Mayoritas responden menyatakan bahwa mereka menerima saran dan kritik sebagai
bentuk pernyataan bahwa mereka merupakan pemimpin yang tidak otoriter terhadap
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
70
bawahan dan mau berubah jika hal tersebut memang diperlukan untuk kepentingan
bersama.
Tabel 4.14.
Distribusi responden berdasarkan pengakuan prestasi
Pernyataan F %
Sering 21 58,33 %
Jarang 15 41,67 %
Tidak pernah 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
orang ( 41,67 % ) jarang memproklamirkan prestasi bawahan didepan umum dan tidak
didepan umum sebagai bentuk apresiasi mereka terhadap prestasi bawahan terbut, hal
tersebut akan memicu perasaan dihargai dari bawahan yang berprestasi dan memicu
kepada bawahan yang lain untuk berprestasi juga.Sedangkan bagi responden yang jarang
memproklamirkan prestasi bawahan menyatakan bahwa hal itu dilakukan agar tidak
bawahan.
Tabel 4.15.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
71
hubungan professional dengan bawahan seperti makan bersama, out bond, jalan ke luar
kota dan lain-lain. Hal tersebut dimaksudkan agar terbangun hubungan yang harmonis
antara pemimpin dan bawahan, karena dengan terciptanya suasana yang harmonis akan
membentuk suasana kerja yang nyaman dan tujuan bersama akan terwujud.
Tabel 4.16.
Distribusi perlakuan sebagai mitra sejajar
Pernyataan F %
Ya 27 75 %
Tidak 0 0%
Kadang-kadang 9 25 %
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
72
sejajar, maka akan terbentuklah hubungan yang harmonis dan kerjasama akan lebih
mudah dijalin.
Tabel 4.17.
Distribusi responden berdasarkan bentuk perlakuan sebagai mitra sejajar
Pernyataan F %
Menerima masukan dan kritik dari bawahan 6 16,7
Mengikutsertakan bawahan dalam setiap 14 38,9
pengambilan keputusan
Selalu mendengarkan alasan bawahan ketika 7 19,4
pekerjaannya tidak sesuai dengan harapan
lainnya 0 0%
Jumlah 27 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
perlakuan bawahan sebagai mitra sejajar dalam organisasi berjumlah 27 orang. Untuk
jawaban menerima masukan dan kritik dari bawahan sebanyak 6 orang ( 16,7 % ),
( 38,9 % ), dan selalu mendengarkan alasan bawahan ketika pekerjaannya tidak sesuai
Tabel 4.18.
Distribusi responden berdasarkan favoritisme pada staff yang berprestasi
Pernyataan F %
Sering 7 19,44 %
Jarang 13 36,11 5
Tidak pernah 16 44,50 %
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
73
favoritisme pada staff yang berprestasi sebanyak 16 orang ( 44,50 % ) dengan alasan agar
responden menyatakan bahwa hal tersebut dapat memicu kecemburuan sosial antara
sesama bawahan, sehingga favoritisme perlu dihindari sedangkan bagi responden yang
jarang menunjukkan favoritisme menyatakan bahwa ada waktu yang diperlukan untuk
menunjukkan favoritisme, tidak perlu sering sedangkan bagi responden responden yang
penghargaan bagi mereka yang berprestasi dan dorongan berprestasi bagi bawahan yang
lainnya.
Tabel 4.19.
Distribusi responden berdasarkan pemastian visi departemen
Pernyataan F %
Sering 36 100 %
Jarang 0 0%
Tidak pernah 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
pembagian visi departemen, karena dengan memastikan kejelasan visi departemen akan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
74
memudahkan bawahan untuk mencapai tujuan bersama dan pemimpin harus memastikan
hal tersebut.
Tabel 4.20.
Distribusi responden berdasarkan peningkatan perkembangan pribadi dan professional
Pernyataan F %
Ya, selalu 36 100 %
Tidak pernah 0 0%
Kadang-kadang 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
pemimpin mereka dituntut untuk lebih, lebih tahu, lebih peka terhadap situasi
Tabel 4.21.
Distribusi responden berdasarkan bentuk peningkatan perkembangan pribadi dan
professional
Pernyataan F %
Membeli buku yang berkaitan dengan 7 19,44 %
peningkatan kualitas diri
Mengikuti kursus-kursus kepribadian diri 4 11,11 %
Mengikuti seminar-seminar 3 8,35 %
lainnya 22 61,1 %
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
professional responden dalam membeli buku yang berkaitan dengan peningkatan kualitas
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
75
menjawab lainnya berjumlah paling banyak yaitu sebanyak 22 orang ( 61,1 % ), lebih
spesifiknya ada 15 responden yang menjawab ketiganya dan ada 7 orang yang menjawab
A dan C.
bawahan
Tabel 4.22.
( 72,2 % ) jarang memberikan reward dan punishment dan sebanyak 10 orang ( 27,8 % )
Tabel 4.23.
Distribusi responden berdasarkan bentuk reward
Pernyataan F %
Pujian 26 100 %
Bonus 0 0%
Cuti 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 26 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
76
responden yaitu sebanyak 26 orang ( 100 % ) memberikan pujian sebagai bentuk reward.
Bonus dan cuti tidak dikenal dalam birokrasi, oleh sebab itu responden tidak mengenal
bonus dan cuti sebagai bentuk reward, hal itu berlaku pada birokrasi di luar
pemerintahan.
Tabel 4.24.
Distribusi responden berdasarkan bentuk punishment
Pernyataan F %
Skorsing 0 0%
Surat peringatan 26 100 %
Penggandaan pekerjaan 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 26 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
responden yaitu sebanyak 26 orang ( 100 % ) menjawab bahwa bentuk punishment yang
skorsing biasanya telah melakukan kesalahan yang berat, sedangkan untuk penggandaan
Tabel 4.25.
Distribusi responden berdasarkan toleransi terhadap ketidakdisiplinan waktu
Pernyataan F %
Ya 0 0%
Tidak 14 38, 9 %
Kadang-kadang 22 61,1 %
lainnya 0 0%
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
77
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
mengaku bahwa mereka lebih fleksibel dalam hal toleransi terhadap ketidakdisiplinan
waktu, responden lebih bisa mengerti terhadap alasan yang diberikan oleh bawahan
Tabel 4.26.
Distribusi responden berdasarkan kebersediaan menerima keluhan-keluhan bawahan
Pernyataan F %
Ya 36 100 %
Tidak pernah 0 0%
Kadang-kadang 0 0%
Lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
dengan memperhatikan bawahan dan menerima keluhan-keluhan mereka, akan lebih baik
bahkan dituntut sebagai penasehat dan pelindung bagi para bawahannya. Pemimpin
menjadi tempat untuk berkeluh kesah dan tempat bertanya, tidak hanya menyangkubagai
hal yang ada kaitannya secara langsung dengan kehidupan organisasi, seperti pelaksanaan
akan tetapi juga mungkin yang sifatnya pribadi seperti masalah keluarga.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
78
Dalam BAB I pada skripsi ini juga telah disinggung mengenai komposisi dan
ratio pemimpin perempuan khususnya Sumatera Utara dalam beberapa posisi kunci,
seperti yang tertulis pada tabel I.1. pada skripsi ini. Komposisi pemimpin perempuan
yang berada pada lembaga yudikatif, eksekutif dan legislatif berjumlah 231
Melihat kondisi dan posisi perempuan khususnya Sumatera Utara, perempuan dan
kepemimpinan merupakan hal yang sulit diterima. Hal ini diakibatkan oleh konsep
patriarkhi yang selama ini dianut oleh sebagian besar masyarakat kita bahwa pemimpin
adalah laki-laki, maka selama masih ada laki-laki, laki-lakilah yang memimpin.
individu yang lain didalam kelompok. Maka ketika menjadi seorang pemimpin dituntut
harus memiliki kemampuan yang lebih untuk memimpin dan mengendalikan sumber
daya yang dimilikinya, karena memimpin adalah merupakan kegiatan yang kompleks,
dimana seseorang dituntut untuk dapat mengatasi berbagai persoalan yang rumit tempat
Tabel 4.27.
Distribusi responden berdasarkan perbedaan kinerja bawahan laki-laki dan perempuan
Pernyataan F %
Ya 10 27,7 %
Tidak 22 61,1 %
Kadang-kadang 4 11,1
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
79
( 61,1 % ) tidak melihat adanya perbedaan kinerja bawahan laki-laki dan perempuan,
yang melihat bahwa ada perbedaan kinerja antara bawahan laki-laki dan perempuan
sebanyak 10 orang ( 27,7 % ) dan ada 4 orang responden yang menjawab kadang-kadang
dengan alasan untuk pekerjaan jenis tertentu terlihat bahwa perempuan dan laki-laki
berbeda.
Tabel 4.28.
Distribusi responden berdasarkan kehilangan waktu bersama keluarga
Pernyataan F %
Ya 0 0%
Tidak pernah 13 36,11 %
Kadang-kadang 23 63,89 %
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
orang ( 36,11 % ) merasakan tidak pernah kehilangan waktu bersama keluarga. Mayoritas
harus ke luar kota untuk urusan tugas sehingga waktu yang seharusnya untuk keluarga
Tabel 4.29.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
80
Distribusi responden berdasarkan anggapan karir dan keluarga bisa berjalan beriringan
Pernyataan F %
Ya 36 100 %
Tidak 0 0%
Kadang-kadang 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
merasakan bahwa karir dan keluarga bisa berjalan beriringan tanpa harus mengorbankan
salah satunya. Intinya adalah manajemen waktu. Seorang pemimpin harus bisa mengatur
waktunya dalam rumah tangga dan pekerjaan. Sebagai ibu dan istri ia harus bisa
melaksanakan tanggung jawabnya dirumah dan sebagai pemimpin ia harus loyal terhadap
bawahan dan pekerjaannya, tanpa harus mengorbankan salah satu. Keduanya bisa
berjalan beriringan. Tidak seperti anekdot yang sering kita dengarkan bahwa seorang
pemimpin perempuan harus memilih antara keluarga dan karir, jika tidak salah satu atau
dua-duanya akan hancur. Contoh, karir bagus namun anak-anak kehilangan kasih sayang
dan akhirnya hancur. Namun seluruh responden merasa yakin bahwa keluarga dan karir
bisa berjalan beriringan, karena mereka merasa tidak ada yang perlu dikorbankan, yang
Tabel 4.30.
Distribusi responden berdasarkan apakah suami mereka memberikan dukungan
Pernyataan F %
Ya 24 100 %
Tidak 0 0%
Kadang-kadang 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 24 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
81
Berdasarkan tabel 4.4, responden yang telah menikah dan memiliki suami
dukungan penuh oleh suami mereka. Hal ini membuktikan bahwa seorang pemimpin
perempuan membutuhkan dukungan penuh dari suami, termasuk mereka. Karena dengan
dukungan tersebut, responden bisa menjalankan perannya sebagai pemimpin dengan baik
dan maksimal.
pemimpin dalam sektor publik, memiliki hambatan mendasar yang dapat disebut sebagai
faktor penghalang bagi perempuan untuk tampil di barisan depan diberbagai bidang.
Hambatan yang dipolakan oleh struktur sosial pada lapisan budaya masyarakat seperti,
hambatan fisik, hambatan teologis, hambatan sikap pandang serta hambatan historis.
Tabel 4.31.
Distribusi responden hambatan yang dihadapi pemimpin perempuan dalam dunia kerja
Pernyataan F %
Keluarga 12 33,35 %
Kondisi biologis perempuan 0 0%
Posisi tawar yang lemah 15 41,2 %
lainnya 9 25 %
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
hambatan yang dihadapi oleh perempuan jika ingin jadi pemimpin adalah posisi tawar
perempuan yang lemah yaitu sebanyak 15 orang ( 41,2 % ), keluarga sebanyak 12 orang (
) lebih spesifik jawabannya adalah kultur patriarki sebanyak 4 orang, mind set perempuan
yang tidak mau jadi pemimpin sebanyak 4 orang, dan tidak ada hambatan sebanyak 1
perempuan adalah posisi tawar yang lemah, jika melihat bahwa kondisi perempuan saat
ini, hal tersebut bisa jadi ada benarnya karena kenyataannya adalah bahwa perempuan
saat ini memiliki posisi tawar yang lemah dalam dunia kerja. Hal ini terlihat dalam
banyak kenyataan yang bisa kita lihat bahwa perempuan menduduki posisi yang tinggi
Tabel 4.32.
Disttribusi responden berdasarkan pernyataan bahwa perempuan bisa memimpin
layaknya laki-laki
Pernyataan F %
Ya 36 100 %
Tidak 0 0%
Tidak tahu 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
bisa memimpin layaknya laki-laki. Mereka merasa yakin bahwa perempuan dan laki-laki
memiliki kapasitas yang sama dalam memimpin dan hal tersebut sudah dibuktikan
melalui eksistensi mereka sebagai makhluk yang berjenis kelamin perempuan yang
dianggap sebagai makhluk yang tidak sanggup memimpin karena kapasitasnya sebagai
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
83
munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Sub
ordinasi karena gender ini terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat
ketempat, dari waktu kewaktu. Ketidak adilan yang lain adalah stereotipe perempuan
dengan label-label yang kurang menguntungkan, seperti perempuan adalah makhluk yang
lemah lembut, telaten dan penyayang, maka pekerjaan yang paling pantas untuknya
adalah mendidik anak dan mengurusi rumah tangga, bukan sebagai politikus atau pelaku
ekonomi yang menuntut perjuangan keras dan beresiko tinggi. Pendek kata, manifestasi
kekerasan, stereotipe maupun beban kerja ini terjadi diberbagai tingkatan, yakni tingkat
negara, ditingkat organisasi, ditingkat adat istiadat, dilingkungan keluarga, dan yang
paling serius adalah ditingkat ideologi umum yang telah mengakar sebagai suatu
keyakinan baik dalam diri laki laki maupun perempuan itu sendiri.
pemimpin laki-laki.
Tabel 4.33.
Distribusi responden berdasarkan pernyataan suaranya tidak didengarkan ketika bersama
pemimpin laki-laki
Pernyataan F %
Ya 0 0%
Tidak 12 33,33 %
Kadang-kadang 24 66,67 %
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
84
perempuan tidak didengarkan ketika bersama pemimpin laki-laki, dan sebanyak 12 orang
kelamin perempuan. Tidak didengarkan ketika bersama dengan dengan pemimpin yang
berjenis kelamin laki-laki dirasakan oleh mayoritas responden, hal ini diakibatkan oleh
kultur patriarkhi yang masih belum luntur. Banyak pihak, khususnya pemimpin laki-laki
pendapat, karena adanya stereotipe yang dilekatkan pada pemimpin perempuan, yaitu
Tabel 4.34.
Distribusi responden berdasarkan kenyamanan memberikan pendapat bersama pemimpin
laki-laki
Pernyataan F %
Ya 36 100 %
Tidak 0 0%
Kadang-kadang 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
85
tersebut tidaklah menjadi hambatan bagi mereka, seluruh responden merasa nyaman
memberikan pendapat, karena sebagai seorang pemimpin mereka harus tetap professional
Tabel 4.35.
Distribusi responden berdasarkan pernyataan bahwa pemimpin perempuan masih hal
yang sulit dalam masyarakat
Pernyataan F %
Ya 23 63,88 %
Tidak 13 36,12 %
Kadang-kadang 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
( 63,88 % ) menyatakan bahwa perempuan memimpin masih merupakan hal yang sulit
menyatakan bahwa perempuan menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang sulit,
4.2.4.4. Alasan pemimpin perempuan masih hal yang sulit dalam masyarakat
Tabel 4.36.
Distribusi responden berdasarkan alasan pemimpin pemimpin perempuan masih hal yang
sulit dalam masyarakat
Pernyataan F %
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
86
perempuan memimpin masih merupakan hal yang sulit dalam masyarakat kita adalah
kultur patriarkhi yang masih kental, yang masih menganggap jika masih ada laki-laki,
maka laki-laki lah yang memimpin, sedangkan responden yang menyatakan bahwa
alasan pemimpin perempuan masih merupakan hal yang sulit dalam masyarakat kita,
kultur patriarkhi masih terlalu kuat untuk dihilangkan karena telah menghegemoni
masyarakat kita sejak dahulu kala, sehingga sudah mengakar begitu dalam dan sulit untuk
dihilangkan.
4.2.4.5. Stereotipe perempuan tidak bisa memimpin karena emosional, cerewet, dan
Tabel 4.37.
Distribusi responden berdasarkan stereotype perempuan tidak bisa memimpin
Pernyataan F %
Setuju 0 0%
Kurang setuju 8 22,23 %
Tidak setuju 28 77,77 %
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
87
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
( 77,77 % )menyatakan bahwa tidak setuju dengan stereotype perempuan tidak bisa
memimpin karena emosional, cerewet,tidak tegas dan kurang focus karena mempunyai
tugas lain dirumah sebagai ibu dan istri, sedangkan responden yang menjawab kurang
tidak setuju dengan stereotype tersebut dengan asumsi bahwa anggapan tersebut
perempuan sehingga tidak bisa dijadikan hambatan untuk tidak bisa memimpin.
Tabel 4.38.
Distribusi responden berdasarkan keterwakilan perempuan dalam ranah publik
Pernyataan F %
Ya 7 19,45 %
Belum 29 80,55 %
Tidak sama sekali 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
menyatakan belum terwakili dalam ranah publik, sedangkan responden yang sudah
terwakili dalam ranah publik sebanyak 7 orang ( 19,45 % ). Melihat kenyataan yang
terjadi bahwa tidak banyak perempuan yang masuk dalam area publik dan menduduki
Tabel 4.39.
Distribusi responden berdasarkan perkembangan dan kemajuan perempuan dalam ranah
publik
Pernyataan F %
Sangat puas 0 0%
Puas 7 19,45 %
Belum 29 80,55 %
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
( 80,55 % ) belum puas dengan perkembangan atau kemajuan perempuan dalam ranah
publik, sedangkan responden yang merasa puas berjumlah 7 orang ( 19,45 % ). Mayoritas
dalam ranah publik seperti yang diinginkan. Perkembangan dan kemajuan yang dirasakan
masih jauh dari harapan. Perempuan masih mengalami subordinasi, marginalisasi dan
eksploitasi disegala aspek kehidupan, meskipun telah mengalami angka penurunan tetapi
Tabel 4.40.
Distribusi responden berdasarkan bentuk kemajuan perempuan
Pernyataan F %
30 % kuota perempuan dalam politik 2 28,56 %
Banyaknya perempuan yang mengenyam 2 28,56 %
pendidikan tinggi
Banyaknya perempuan yang mendapat posisi 3 42,88 %
strategis dalam perusahaan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
89
lainnya 0 0%
Jumlah 7 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
Berdasarkan tabel 4.2.30. responden yang sudah merasa puas dengan kemajuan
ranah publik adalah banyaknya perempuan yang memenuhi posisi strategis, 2 orang
merunut kembali sejarah dan perkembangan perempuan dalam ranah publik, perempuan
saat ini telah mengalami banyak perempuan, dan inilah yang dirasakan oleh responden.
Tabel 4.41.
Distribusi responden berdasarkan bentuk ketidakmajuan perempuan
Pernyataan F %
30 % kuota perempuan dalam politik sering 2 6,9 %
tidak terpenuhi
Masih banyaknya perlakuan diskriminasi 12 41,4 %
terhadap perempuan dalam ruang publik dan
domestik
Perempuan dianggap objek pembangunan, 6 20,6 %
bukan subjek pembangunan
lainnya 9 31,1 %
Jumlah 29 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
masih banyaknya perempuan yang mengalami perlakuan diskriminasi dalam ruang publik
perempuan sering tidak terpenuhi sebanyak 2 orang ( 6,9 % ), dan responden yang
menjawab lainnya sebanyak 9 orang ( 31,1 % ), lebih spesifiknya jawaban tersebut adalah
semua pilihan. Kuota 30 % sering tidak terpenuhi membuktikan bahwa perempuan tidak
berminat untuk turun ke arena politik dengan alsan arena politik hanya pantas untuk laki-
perempuan dianggap sebagai objek bukan subjek pembangunan, hal ini lagi-lagi
membuktikan bahwa perempuan adalah makhluk pasif yang hanya merupakan penikmat
4.2.4.10. Tindakan yang dilakukan oleh perempuan agar sejajar dengan laki-laki di
ruang publik.
Tabel 4.42.
Distribusi responden berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh perempuan agar setara
dengan laki-laki di ruang publik.
Pernyataan F %
Merubah pola pikir bahwa perempuan dan 6 16,67 %
laki-laki sama
Terus menerus meng-update diri melalui 13 36,11
pendidikan dan pengetahuan
Selalu terbuka dengan perubahan- 0 0%
perubahan yang terjadi di luar
lainnya 17 47,22 %
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
perempuan agar sejajar dengan laki-laki diruang publik adalah merubah pola pikir bahwa
jawaban tersebut adalah semua pilihan ( ketiga-tiganya ). Inti dari tindakan yang harus
dilakukan perempuan adalah berubah. Untuk bisa sejajar dengan laki-laki perempuan
harus merubah citra dirinya sebagai makhluk lemah. Untuk merubah kultur patriarkhi
merupakan hal yang sulit untuk dilakukan, untuk itu responden memilih lebih cenderung
Tabel 4.43.
Distribusi responden berdasarkan pendapat mengenai perbedaan kepemimpinan
perempuan dan laki-laki
Pernyataan F %
Ya 26 72,2 %
Tidak 10 27,8 %
Kadang-kadang 0 0%
lainnya 0 0%
Jumlah 36 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
kepemimpinan antara laki-laki dan perempuan mengakui bahwa perempuan dan laki-laki
memiliki kapasitas yang sama dalam memimpin, tidak ada yang membedakannya jika
dilihat dari perbedaan jenis kelamin. Hal yang membedakannya hanyalah kemampuan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
92
perbedaan kepemimpinan antara laki-laki dan perempuan dijelaskan pada tabel dibawah
ini.
Tabel 4.44.
Distribusi responden berdasarkan perbedaan kepemimpinan laki-laki dan perempuan
Pernyataan F %
Perempuan lebih rasional dalam mengambil 0 0%
keputusan sedangkan perempuan lebih
emosional
Laki-laki lebih keras karena berorientasi pada 26 100 %
pemenuhan tugas sedangkan perempuan lebih
peka terhadap situasi dan cenderung lebih
fleksibel
Laki-laki lebih berani mengambil resiko dan 0 0%
bisa keluar dari stress sedangkan perempuan
tidak bisa
lainnya 0 0%
Jumlah 26 100 %
Sumber. Kuesioner Lapangan Oktober 2008
gaya kepemimpinan antara laki-laki dan perempuan adalah laki-laki lebih keras karena
berorientasi pada pemenuhan tugas sedangkan perempuan lebih peka terhadap situasi dan
cenderung lebih fleksibel. Seluruh responden memilih bahwa letak perbedaannya adalah
bahwa perempuan dan laki-laki tetap berbeda dalam gaya memimpin meskipun dalam
kapasitas yang sama. Perempuan dan laki-laki memiliki gaya memimpin mereka masing-
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
93
baik secara teologis, filosofis maupun hukum. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia yang telah disetujui oleh negara-negara anggota PBB, termasuk oleh Indonesia,
memilih pemimpin maupun menjadi pemimpin. Begitu juga dalam Konvensi Mengenai
Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) nomor 7 tahun 1984 dan dalam Deklarasi
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, telah menjamin keterwakilan perempuan baik di
legislatif, eksekutif maupun yudikatif (pasal 46). Selain itu, Instruksi Presiden (Inpres)
nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarus Utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Namun dalam tataran realitas masih mengalami banyak tantangan dan hambatan
baik secara internal maupun eksternal. Perempuan masih dianggap tidak mampu
memimpin dan lebih baik dirumah mengurus suami dan anak-anak. Budaya masyarakat
yang bersumber dari tradisi telah berlangsung secara turun temurun menempatkan peran
perempuan di sektor domestik dan laki-laki di sektor publik mengakibatkan akses dan
partisipasi perempuan dalam dunia politik sangat rendah. Konsekwensi yang terjadi
kemudian, sangat logis kalau ranah politik hingga saat ini masih patriarkhis, laki-laki
aturan dan standar permainan politik yang menihilkan kepentingan perempuan. Begitu
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
94
juga budaya masyarakat yang bersumber dari pemahaman agama, khususnya di tingkat
Sistem nilai, norma dan beberapa stereotype yang dilekatkan pada perempuan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan perempuan
dengan laki-laki dalam struktur sosial yang ada. Sistem nilai atau norma merupakan
sebuah konsensus yang dikonstruksikan oleh masyarakat itu sendiri, yang kemudian
secara turun temurun dianut oleh masing-masing warga. Lahirnya konstruksi sosial
tentang status dan peran perempuan ini merupakan hasil dari cara pandang suatu
sangat terkait dengan kondisi sosio kultural. Ideologi patriarkhi yang secara hegemoni
sebagai sebuah kewajaran yang dibungkus oleh produk budaya dan tradisi.
patriarkhi.Hal ini didukung oleh penelitian ini dimana budaya patriarkhi masih tetap eksis
, hal ini dapat kita lihat pada tabel 4.3 dan 4.8. Pada tabel 4.3, mayoritas etnis responden
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
95
adalah etnis Batak yaitu sebanyak 23 orang ( 63,89 % ), baik itu Batak Mandailing, Toba,
Karo, Simalungun, Pak-pak. Dimana kita tahu bahwa etnis Batak merupakan salah satu
etnis yang menganut sistem patrilineal, dimana laki-laki lah yang menjadi pemimpin.
Disusul dengan etnis suku Melayu sebanyak 7 orang ( 19, 44 % ), suku Jawa sebanyak 4
orang ( 11,11 % ), dan Aceh sebanyak 2 orang ( 5,56 %). Garis keturunan etnis akan
berdampak pada kedudukan perempuan. Suku Batak umumnya menarik garis keturunan
melalui garis ayah ( patrilineal ). Hubungan kekerabatan yang timbul sebagai akibat dari
penarikan garis keturunan menjadi sangat penting, karena dalam urutan generasi setiap
ayah yang memiliki anak laki-laki menjadi bukti nyata dalam silsilah kelompok
patrilinealnya. Laki-lakilah yang dapat menurunkan marga bagi keturunannya, atau setiap
anak yang dilahirkan baik laki-laki maupun perempuan selalu mencantumkan marga
orang tua laki-lakinya dan bukan marga ibunya, sehingga menaikkan nilai anak laki-laki
Pada tabel 4.8 juga disebutkan bahwa tokoh yang menjadi panutan dalam kegiatan
kepemimpinan adalah mayoritas ayah yaitu sebanyak 19 orang ( 52,8 % ), ibu sebanyak
12 orang ( 33,3 % ) dan suami sebanyak 5 orang ( 13,9 ). Hal ini juga lebih menguatkan
nilai patriarkhi bahwa ayah sebagai pemimpin dalam keluarga. Ayah merupakan tokoh
dan panutan yang dianggap layak dan pantas untuk dijadikan patron dalam memimpin.
Patriarkhi merupakan sebuah sistem sosial dimana dalam tata kekeluargaan, sang ayah
menguasai semua anggota keluarganya, semua harta milik dan sumber-sumber ekonomi,
dan membuat keputusan penting. Dewasa ini sistem sosial yang patriarkhis mengalami
hukum suami, hukum laki-laki secara umum pada hampir semua institusi sosial, politik
dan ekonomi.
menduduki suatu jabatan sebagai pimpinan dengan cara mempengaruhi dan memotivasi
bawahannya agar mau bekerja demi tercapainya tujuan yang dikehendaki. Kepemimpinan
memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat menentukan dalam
orang lain, yaitu bawahan untuk melaksanakan secara langsung tugas-tugas, di samping
memelihara dan mengembangkan usaha dan iklim yang kondusif di dalam kehidupan
memiliki kriteria-kriteria yang diharapkan, dalam arti seorang pemimpin harus memiliki
kriteria yang lebih dari pada bawahannya misalnya jujur, adil, bertanggung jawab, loyal,
manajerial yang baik dan efektif, hal ini bisa dilihat dari tabel 4.9 bahwa seluruh
bagaimana dan dimana suatu tugas akan dilaksanakan. Selain itu tabel 4.19 menyatakan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
97
bawahan dalam proses pengambilan keputusan hal ini terlihat pada tabel 4.10,
Dalam penelitian ini, dapat kita lihat bahwa responden memiliki kemampuan
manejerial dan kepemimpinan yang efektif. Meskipun selama ini kepemimpinan selalu
diidentikkan dengan kaum lelaki yang kuat, pintar dan mampu mengatur dengan baik,
tetapi melihat kenyataan yang ada dilapangan bahwa perempuan juga sanggup untuk
memimpin dengan baik, sebaik lak-laki memimpin. Namun melihat gaya kepemimpinan
perempuan, kita bisa melihat bahwa terdapat perbedaan gaya kepemimpinan antara laki-
laki dan perempuan, hal ini bisa kita lihat pada tabel 4.13, tabel 4.15, tabel 4.24, tabel
4.25 dan tabel 4.26. Pada tabel 4.13 responden ( 100 % ) bersedia menerima kritik dan
saran yang berasal dari bawahan. Hal ini membuktikan responden sebagai pemimpin
diri. Tabel 4.15 menunjukkan bahwa seluruh responden ( 100 % ) sering meluangkan
professional, baik itu dengan makan bersama, out bond, dan jalan keluar kota. Hal ini
membuktikan bahwa tidak ada batasan yang jauh antara atasan dan bawahan, responden
sebagai pemimpin perempuan tidak merasa dirinya superior dan mau lebih akrab dengan
bawahan. Tabel 4.24 menyatakan bahwa responden tidak buru-buru dalam membuat
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
98
bawahannya serat menanyakan masalah yang sedang dihadapinya. Responden lebih bisa
mentolerir kesalahan bawahan jika memang alasan yang diberikan masuk akal. Tabel
waktunya masuk akal dan berhubungan dengan keluarga, misalnya anak sakit, orang tua
sakit atau yang lainya. Tabel 4.26 menyatakan bahwa responden secara keseluruhan ( 100
% ) bersedia menerima keluhan-keluhan yang berasal dari responden, baik itu yang
berasal dari pekerjaan ataupun masalah keluarga. Responden mengatakan bahwa mereka
biasa melakukan sharing dengan bawahan yang sedang dalam masalah. Hal ini
membuktikan bahwa responden sebagai pemimpin dekat dengan bawahan tetapi tetap
halus dan emosional. Sementara laki-laki digambarkan sebagai sosok yang gagah, berani
dan rasional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai makhluk yang
seolah-olah harus dilindungi dan senantiasa bergantung pada kaum laki-laki. Akibatnya,
jarang sekali perempuan untuk bisa tampil menjadi pemimpin, karena mereka tersisihkan
Goldring dan Chen (1994) mengatakan bahwa para perempuan di Inggris Raya dan di
manapun kebanyakan perempuan hanya berperan dalam profesi mengajar, namun relatif
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
99
sedikit dan jarang ada yang memiliki posisi-posisi penting pemegang otoritas dalam
Dengan jumlah yang dapat dikatakan berimbang antara laki-laki dan perempuan,
seharusnya perempuan bisa menjadi mitra sejajar bagi laki-laki dalam berbagai bidang
pembangunan khususnya dalam birokrasi. Tabel 4.27 kita melihat bahwa 61.1 %
responden menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kinerja antara bawahan laki-laki dan
perempuan, mereka memiliki kapasitas yang sama dalam bekerja sedangkan 27,7 %
ada perbedaan kinerja. Tabel 4.32 menyatakan bahwa 100 % responden menyatakan
responden menyatakan hambatan yang dihadapi pemimpin perempuan dalam dunia kerja
adalah posisi tawar yang lemah sebanyak 41,2 %, keluarga 33,35 %, kultur patriarkhi
sebanyak 11,11 %, dan mind set perempuan tidak dapat memimpin sebanyak 11,11 %.
Tabel 4.28 menyatakan bahwa 63,89 % responden menyatakan bahwa mereka kadang-
mengharuskannya sering keluar kota dan dan banyaknya tugas yang harus dikerjakan.
Tabel 4.33 menyatakan bahwa 66,67 responden kadang-kadang merasakan bahwa suara
mereka tidak didengarkan sebagai pemimpin perempuan ketika bersama pemimpin laki-
laki. Meskipun 77,77 % ( tabel 4,37 ) responden menyatakan bahwa mereka tidak setuju
dengan stereotipe perempuan tidak bisa memimpin karena emosional, cerewet, tidak
tegas dan tidak fokus karena punya kewajiban di rumah tetapi tetap belum menunjukkan
keterwakilan perempuan dalam ranah publik, hal ini ditunjukkan pada tabel 4.38 bahwa
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
100
80,55 % menjawab belum melihat keterwakilan perempuan dalam ruang publik, tabel
4.39 menyatakan bahwa 80,55 % responden belum puas dengan perkembangan dan
terlihat dalam perlakuan bahwa masih banyaknya perempuan yang mengalami perlakuan
diskriminasi dalam ruang publik dan domestik sebanyak 41,4 % , perempuan dianggap
perempuan sering tidak terpenuhi sebanyak 6,9 % , dan responden sebanyak 31,1 %
menjawab semua pilihan. Untuk mensejajarkan dirinya dengan laki-laki, tabel 4.42
menyatakan perempuan harus merubah pola pikir bahwa perempuan dan laki-laki sama
kepemimpinan laki-laki. Tabel 4.44 melihat bahwa ada perbedaan gaya kepemimpinan
gaya kepemimpinan antara laki-laki dan perempuan adalah laki-laki lebih keras karena
berorientasi pada pemenuhan tugas sedangkan perempuan lebih peka terhadap situasi dan
cenderung lebih fleksibel, meskipun tabel 4.43 dinyatakan bahwa responden yang
memiliki sisi feminim dan maskulin dalam dirinya ketika dia memimpin. Prinsip feminim
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
101
yang dimilikinya bisa dijadikan modal untuk mengembangkan sifat intuitif, berorientasi
dan berelasi dengan orang lain, mendahulukan dan memegang teguh nilai-nilai
kemanusiaan, peka rasa dan memahami perasaan orang lain. Sedangkan kualifikasi lain
seperti cerdas, tegas, kreatif, berpandangan luas, bukan monopoli laki-laki karena
perempuan pun dapat memiliki sifat-sifat tersebut. Prinsip feminim dan prinsip maskulin
akan saling mendukung dan melengkapi dalam kegiatan memimpin. Mereka tidak
mengadopsi cara berpikir laki-laki, tidak juga menghindari sifat kelemahlembutan yang
mereka miliki. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan itu memiliki cara berpikir sendiri.
BAB V
PENUTUP
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
102
5.1. Kesimpulan
Dari data-data yang telah diperoleh dan diuraikan, maka peneliti menarik
kesimpulan penting;
Kepemimpinan merupakan serangkaian proses dari suatu sistem atau strategi yang
digunakan oleh pemimpin untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya agar mau
melaksanakan kegiatan bersama, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Inti dari
proses yang berlangsung secara sadar dan terencana dengan mempertimbangkan berbagai
tujuan. Kepemimpinan tidak berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin, perempuan dan
tujuan yang telah ditetapkan, hal ini didukung oleh data penelitian yang menyatakan
bahwa seluruh responden ( 100 % ) mampu untuk memimpin layaknya laki-laki dengan
kemampuan yang sama. Hal ini membuktikan bahwa perempuan dan laki-laki
mempunyai hak dan kapabilitas yang sama untuk menjadi seorang pemimpin. Meskipun
waktu bersama keluarga, tetapi hal tersebut tidak mengurangi kapabilitas mereka sebagai
seorang pemimpin, seluruh responden ( 100 % ) menyatakan bahwa keluarga dan karier
Stigma yang selama ini melekat pada definisi kepemimpinan yang merupakan
dihubungkan dengan sifat kejantanan, yaitu tegas, keras, dan tidak kenal kompromi,
rasional, mandiri dan sebagainya, yang merupakan sifat kepemimpinan laki-laki, padahal
sifat-sifat tegas dan jantan sebenarnya dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. 72,2 %
rasa percaya diri yang tinggi, mempunyai sifat mau menghargai orang lain, mempunyai
sifat tegas, luwes, disiplin, tetapi manusiawi, mempunyai sifat sabar, teliti dan peka
terhadap perubahan, mempunyai sifat logis, intuitif, inovatif dan visioner dan mampu
yang androgini tidak mengadopsi cara berpikir laki-laki, tidak juga menghindari sifat
kelemahlembutan yang mereka miliki pada saat memimpin. Mereka menunjukkan jati
diri mereka sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki cara berpikir
Pada dasarnya perempuan mampu untuk menjadi pemimpin, hal ini tergantung
kepada perempuan itu sendiri, mengingat landasan hukum yang sudah kuat, juga situasi
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
104
dan kondisi yang kondusif terbuka didepan kaum perempuan, terpulang kepada kaum
perempuan itu sendiri untuk meningkatkan kualitas mereka, baik itu kemampuan
manajerial maupun kemampuan lainnya agar secara kualitatif setara dengan kaum laki-
laki, sehingga tidak ada alasan masyarakat untuk menolak perempuan menjadi pemimpin
semata-mata sebagai subordinatif. Penilaian itu bukanlah suatu yang mutlak, melainkan
terus berubah sejalan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Pada hakekatnya,
DAFTAR PUSTAKA
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
105
Ihromi, dkk. 2006. Peranan dan Kedudukan Wanita di Indonesia, Gajah Mada
Bandung.
Julia Cleves Mosse, 1996. Gender & Pembangunan, Pustaka Pelajar dan Rifka Annisa,
Yogyakarta.
Lips, Hillary M, 2005. Sex & Gender, McGraw Hill, New York.
Munir, Rozy (ed), 1999. Pemimpin Perempuan Mengapa Tidak ?, Panitia Muktamar
Nawawi, Hadari, 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Riduwan, 2004. Metode Penelitian dan Teknik Menyusun Tesis, Alfabeta, Bandung.
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009
106
Bandung.
Siagian, Sondang P, 1991. Teori & Praktek Kepemimpinan, PT Rineka Cipta, Jakarta.
LP3ES, Jakarta.
Thoha, Miftah, 2004. Birokrasi dan Politik Indonesia, PT Raja Grafindo, Jakarta.
Sumber-sumber lain
http://happy-susanto-files.blogspot.com/2007/08/menuju-birokrasi-yang-
Bahan
Lenny I.F.W. Simatupang : Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi (Studi Deskriptif Pada Kantor Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara, Medan), 2009.
USU Repository 2009