Anda di halaman 1dari 123

FENOMENA BODY SHAMING TERHADAP PEREMPUAN

(STUDI KASUS MAHASISWI FISIP USU)

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

JOCHELIN CLARESTA SIHOMBING

170901068

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

Universitas Sumatera Utara


FENOMENA BODY SHAMING TERHADAP PEREMPUAN

(STUDI KASUS MAHASISWI FISIP USU)

SKRIPSI

Oleh :

JOCHELIN CLARESTA SIHOMBING

170901068

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
4

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
FENOMENA BODY SHAMING TERHADAP PEREMPUAN
(STUDI KASUS MAHASISWI FISIP USU)

ABSTRAK

Body shaming merupakan suatu tindakan memberikan komentar negatif


tentang ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan berat badan yang dimiliki seseorang. Hal
ini terjadi karena konsep kecantikan fisik yang ideal masih menjadi sesuatu yang
subjektif dikalangan masyarakat khususnya dikalangan mahasiswa. Penelitian ini
mengkaji tentang fenomena body shaming terhadap perempuan yang terjadi di
FISIP USU. Dalam penelitian ini peneliti menemukan perilaku-perilaku
mahasiswa yang menunjukkan adanya body shaming. Body shaming sering terjadi
dalam interaksi sesama teman atupun omongan basa basi juga sering mengarah
kepada perilaku body shaming baik dengan maksud sengaja ataupun tidak
sengaja. Fenomena body shaming kebanyakan dilakukan oleh teman terdekat
korban sendiri yang telah merajalela dan menjadi hal yang biasa, candaan atau
basa basi sering dijadikan alasan penyebab body shaming. Tujuan utama dari
penelitian ini untuk mengetahui mengapa praktik body shaming terjadi di FISIP
USU serta mengetahui bagaimana respon para mahasiswi yang mengalami body
shaming di FISIP USU. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan
melakukan wawancara dan menganalisis body shaming yang dialami oleh
kesepuluh informan. Penelitian ini menggunakan teori feminis interseksionalitas.
Dalam studi ini body shaming yang dialami oleh kesepuluh informan terjadi
karena adanya budaya patriarki yang diadopsi oleh para pelaku, latar belakang
etnis dan konstruksi patriarki tentang standar cantik yang saling berinterseksi
sehingga menghasilkan penindasan terhadap perempuan dalam bentuk body
shaming. Kemudian mahasiswi yang mengalami body shaming memperlihatkan
respon yang beragam yaitu respon secara apatis; tidak perduli, pasif; menerima
begitu saja, dan asertif; bertindak secara tegas.
.

Kata Kunci : Body Shaming, Perempuan, Mahasiswi, Teori Interseksionalitas

Universitas Sumatera Utara


THE PHENOMENON OF BODY SHAMING TOWARDS WOMEN
(CASE STUDY METHOD BY FEMALE STUDENT IN FACULTY OF
SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE UNIVERSITY OF NORTH
SUMATERA)

ABSTRACT

Body shaming is an act of giving negative comments about a person's body size,
body shape, and weight. This happens because the concept of ideal physical
beauty is still something subjective among the public, especially among students.
This study examines the phenomenon of body shaming against women that occurs
at Faculty of Social and Political Science University of North Sumatera. In this
study, researchers found student behaviors that indicated the existence of body
shaming. Body shaming often occurs in peer-to-peer interactions or small talk
also often leads to body shaming behavior either intentionally or unintentionally.
The phenomenon of body shaming is mostly carried out by the victim's closest
friends, which have become rampant and become commonplace, jokes or small
talk are often used as reasons for body shaming. The main purpose of this study is
to find out why the practice of body shaming occurs at Faculty of Social and
Political Science University of North Sumatera. and to find out how the response
of female students who experience body shaming at Faculty of Social and
Political University of North Sumatera. This study uses a case study method by
conducting interviews and analyzing the body shaming experienced by the ten
informants. This study uses the feminist theory of intersectionality. In this study,
the body shaming experienced by the ten informants occurred because of the
patriarchal culture adopted by the actors, ethnic background and patriarchal
construction of beautiful standards that interact with each other resulting in
oppression of women in the form of body shaming. Then female students who
experienced body shaming showed various responses, namely apathetic
responses; indifferent, passive; take it for granted, and assertive; act decisively.
.

Keywords: Body Shaming, Female, Female Student Intersectionality


Theory

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat yang

telah diberikan kepada penulis, kesehatan, kelancaran, dan anugerah yang

melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang

berjudul “FENOMENA BODY SHAMING TERHADAP PEREMPUAN

(STUDI KASUS MAHASISWI FISIP USU)”.

Penulis menyadari sepenuhnya keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki, sehingga skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.

Demi penyempurnaan, penulis mengharap kritik, saran, dan masukan dari semua

pihak yang berkompeten dalam bidang ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan

memberikan motivasi dan dukungan baik melalui kata-kata penguatan, dukungan

moril maupun materil. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Rektor Universitas Sumaera

Utara

2. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, MSP selaku Ketua Program Studi Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, sekaligus

sebagai ketua penguji pada skripsi ini.

4. Ibu Dra. Linda Elida, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, sekaligus

iii

Universitas Sumatera Utara


dosen penguji yang telah memberikan bimbingan dan masukan-masukan

yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Hadriana Marhaeni Munthe, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi.

Penulis ucapkan terimakasih banyak atas ilmu pengetahuan yang diberikan

serta kesabaran dalam membimbing dan mendukung saya selama perjalanan

studi dan penulisan skripsi ini. Semoga berkat Tuhan melimpah dan Tuhan

berikan panjang umur serta kesehatan selalu kepada Ibu.

6. Bapak Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, M.Si selaku dosen pembimbing

akademik. Terimakasih telah memberikan bimbingan dan masukan selama

menjalankan perkuliahaan.

7. Dosen-Dosen Program Studi Sosiologi yang sudah memberikan kepada saya

ilmu pengetahuan, bimbingan serta motivasi selama menjalankan perkuliahan

di Universitas Sumatera Utara.

8. Tenaga pendidikan program studi Sosiologi yaitu Kak Ernita dan Bang Abel

yang telah penulis sibukkan dengan urusan berkas-berkas hingga penulis

dapat menyelesaikan studi S1 Sosiologi.

9. Kedua orangtua saya yang saya cintai dan kasihi, yaitu Ayah saya Mansari

Sihombing dan Ibu saya Demi Ompusunggu. Kalian adalah orangtua terbaik

terimakasih sudah membesarkan serta mendidik saya sampai saat ini,

terutama tidak henti-hentinya telah mendoakan saya. Terimakasih karena

selalu ada untuk saya, terimakasih sudah menyekolahkan saya sampai ke

jenjang sarjana. Kalian adalah anugerah terbesar yang Tuhan berikan dalam

hidup saya. Semoga berkat Tuhan dan umur panjang selalu menyertai kalian.

iv

Universitas Sumatera Utara


10. Adik saya yang paling saya sayangi Felix Raynaldi Sihombing terimakasih

sudah melengkapi saya, mendukung saya, dan mendoakan saya dalam

penyusunan skripsi. Semoga Tuhan berikan kelancaran untuk pendidikan kita

dan bisa menjadi anak yang membanggakan kedua orangtua.

11. Desno Reza Sitompul, A. Md yang selalu menemani saya saat keadaan suka

dan duka, mendukung dari awal sampai akhir perkuliahan saya dan juga

sebagai salah satu penasehat terbaik. Terimakasih sudah selalu ada sampai

saat ini.

12. Keluarga besar Pomparan Op. Riduan Sihombing dan keluarga besar

Pomparan Op. Rico Ompusunggu. Terimakasih atas segala doa dan dukungan

yang telah diberikan mulai dari awal perkuliahaan sampai mendapat gelar

sarjana. Semoga kita tetap sehat dimanapun kita berada.

13. Evan J. A. Sitorus, A. Md Terimakasih telah setia menemani dan menghibur

saya dan juga sebagai editor terbaik dalam penulisan skripsi ini.

14. Teman seperdopingan : Eklesia Simatupang, Murni Harahap. Terimakasih

sudah ada bersama di setiap bimbingan sekaligus teman untuk bertukar

pikiran.

15. Teman-teman seperjuangan gelar S.Sos “Mahasiswa Sosiologi Stambuk

2017” yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah sama-sama

memberi dukungan dan motivasi tiap kali ada yang melaksanakan seminar,

tetapi apapun itu penulis sangat menyayangi kalian. Terima kasih untuk

segala cerita dan pengalaman yang telah kita lalui bersama. Semoga kita

bertemu di puncak kesuksesan kita masing-masing kelak.

Universitas Sumatera Utara


16. Kesepuluh informan peneliti yang telah membantu dan bersedia berbagi serta

memberi waktunya dengan ramah sehingga saya dapat mendapatkan data

dalam menyusun skripsi ini.

Medan, Oktober 2021

Penulis

Jochelin Claresta Sihombing

170901068

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK...................................................................................................................... i
ABSTRACK .................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii


DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ . 1
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................................ 9
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 9
1.4. Manfaat Penelitian .........................................................................................10
1.4.1. Manfaat Teoritis ...................................................................................10
1.4.2. Manfaat Praktis ....................................................................................10
1.5. Definisi Konsep .............................................................................................11
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................................13

2.1. Tinjauan Pustaka ............................................................................................13


2.1.1. Body Shaming ......................................................................................13
2.1.1.1 Ciri-ciri Body Shaming ..............................................................15
2.1.1.2 Jenis Body Shaming ...................................................................16
2.1.1.2 Dampak Body Shaming .............................................................17
2.1.2. Kekerasan Verbal .................................................................................18

2.2. Landasan Teori ..............................................................................................21


2.3. Hasil Penelitian Terdahulu .............................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................................29
3.1. Jenis Penelitian ..............................................................................................29
3.2. Lokasi Penelitian............................................................................................29
3.3. Unit Analisis dan Informan ............................................................................30

vii

Universitas Sumatera Utara


3.3.1. Unit Analisis ........................................................................................30

3.3.2. Informan ..............................................................................................30


3.4. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................31
3.4.1.Data Primer ...........................................................................................31
3.4.2.Data Sekunder .......................................................................................33
3.5. Interpretasi Data .............................................................................................33
BAB IV INTERPRETASI DATA DAN HASIL PENELITIAN ................................36

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ...........................................................................36


4.1.1. Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .......................................36
4.1.2. Program Studi ......................................................................................38
4.1.3. Struktur Pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ......................39
4.1.4. Visi Misi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ....................................41
4.1.5. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ...................................................43
4.1.6. Organisasi Mahasiswa dilingkungan FISIP USU ..................................44

4.2. Fenomena Body Shaming di FISIP USU.........................................................47


4.3. Profil Informan ..............................................................................................48
4.3.1. Informan I ............................................................................................48
4.3.2. Informan II ...........................................................................................50
4.3.3. Informan III..........................................................................................51
4.3.4. Informan IV .........................................................................................53

4.3.5. Informan V ...........................................................................................54


4.3.6. Informan VI .........................................................................................55
4.3.7. Informan VII ........................................................................................57
4.3.8. Informan VIII .......................................................................................58
4.3.9. Informan IX .........................................................................................59
4.3.10. Informan X .........................................................................................61

4.4. Pemahaman Informan Mengenai Body Shaming .............................................64


4.5. Pengalaman Body Shaming ............................................................................66

viii

Universitas Sumatera Utara


4.6. Tanggapan Korban Body Shaming..................................................................69

4.7. Dampak Body Shaming Terhadap Kepercayaan Diri Informan .......................72


4.8. Pelaku Body Shaming Menurut Keterangan Informan.....................................74
4.9. Analisis Teori Feminis Interseksionalitas .......................................................77
4.10 Respons Mahasiswi FISIP USU yang Mengalami Tindakan Body
Shaming ................................................................................................................84
BAB V PENUTUP .......................................................................................................89
5.1. Kesimpulan ....................................................................................................89
5.2. Saran..............................................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................92

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ........................................................35


Tabel 4.1. Organisasi Mahasiswa dilingkungan FISIP USU ...........................................46

Tabel 4.2. Profil Informan ..............................................................................................63


Tabal 4.3. Pemahaman Informan Mengenai Body Shaming ............................................64
Tabel 4.4. Pengalaman Body Shaming ............................................................................67
Tabel 4.5. Tanggapan Korban Body Shaming .................................................................71
Tabel 4.6. Dampak Body Shaming Terhadap Kepercayaan Diri Informan.......................73
Tabel 4.7. Pelaku Body Shaming Menurut Keterangan Informan ....................................75

Tabel 4.8. Tindakan Body Shaming Terhadap Mahasiswi FISIP USU ............................77

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ..................................................................................95


Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian ..............................................................................97

xi

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perempuan sangat identik dengan kata “cantik”. Kecantikan

merupakan suatu hal yang didambakan oleh setiap perempuan diberbagai

belahan dunia. Kecantikan tidak bisa dilepaskan dari citra tubuh dan

seksualitas (Melliana, 2006). Sebagian besar perempuan menginginkan

dirinya dianggap cantik dan prestis untuk terlihat lebih mencolok dari yang

lain. Penampilan fisik yang cantik dianggap sebagai salah satu faktor dalam

menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri. Mitos kecantikan adalah

hasil dari pembelajaran manusia untuk mengatur hubungan antara laki-laki

dan perempuan (Murniarti, 2004).

Pada era modern saat ini kecantikan perempuan merupakan salah satu

standarisasi yang sangat besar pengaruhnya. Standar kecantikan dapat

dipandang sebagai suatu konstruksi sosial. Konstruksi sosial digunakan

untuk menekankan konsep mengenai bagaimana realitas subjektif (analisa

tingkat individu) semakin menantang realitas objektif (analisa tingkat

kolektif) serta bagaimana makna diperoleh khususnya dalam bentuk realitas

objektif yang sah karena seperti yang diketahui bahwa konsep makna

merupakan konsep sentral bagi sebagian besar sosiologi interpretatif

(Poloma, 2000).

Standar kecantikan di setiap negara tentunya berbeda. Di Indonesia

sendiri standar kecantikan terus mengalami perkembangan. Pada jaman

Universitas Sumatera Utara


dahulu, perempuan dianggap cantik apabila dia memiliki kulit kuning

langsat, menggunakan kebaya dan memiliki rambut hitam panjang. Namun,

pada era modern pemaknaan cantik itu sendiri telah bergeser dikarenakan

mulai berkembangnya teknologi yang menjadikan budaya luar sebagai role

model dalam perkembangan standar kecantikan di Indonesia. Saat ini, cantik

digambarkan dengan perempuan yang memiliki kulit putih, tubuh langsing,

tinggi, hidung mancung dan wajah yang putih mulus.

Tidak sedikit pula perempuan di Indonesia memiliki bentuk tubuh

yang dinilai kurang ideal seperti memiliki hidung pesek, yang jauh dari kata

langsing, yang tingginya tidak sesuai dengan kebanyakan, berwarna kulit

gelap ataupun mempunyai masalah di wajah seperti berjerawat. Sebagian

mereka mungkin memiliki bentuk tubuh yang diwariskan oleh keturunan,

ataupun karena faktor lain (Gunawan, 2012). Sebagian mereka yang

mempunyai bentuk tubuh kurang ideal berusaha keras merombak

penampilan mereka, sampai mungkin rela mengeluarkan uang banyak

dengan berbagai cara seperti perawatan kulit, diet ketat ataupun oplas

(operasi plastik) untuk menyesuaikan bentuk tubuh mereka dengan apa kata

budaya masyarakat mengenai standar kecantikan tersebut. Tingginya angka

operasi plastik membawa sudut pandang bahwa kecantikan merupakan hal

yang paling utama dalam kehidupan sosial, termasuk dalam persaingan

pekerjaan sampai kepada persaingan untuk mendapatkan pasangan. Bahkan

orangtua rela menabung jumlah yang besar untuk kemudian membiayai

operasi plastik anak gadisnya ketika dewasa (Esvandiary, 2014). Berbeda

halnya dengan yang kesulitan untuk merombak penampilannya. Akan

Universitas Sumatera Utara


muncul masalah tersendiri ketika mereka dianggap tidak mampu merubah

penampilan agar terlihat lebih cantik. Mereka tidak jarang mendapat

perkataan kasar, cacian atau komentar negatif yang menyinggung kondisi

fisik mereka yang dianggap tidak sesuai dengan standar kecantikan yang

masyarakat idealkan. Pada hakikatnya kondisi inilah yang disebut sebagai

tindakan “Body Shaming”.

Body shaming menurut kamus Oxford adalah perilaku

mempermalukan seseorang dengan menghina atau membuat komentar

negatif mengenai bentuk atau ukuran tubuh seseorang. Body shaming

diartikan sebagai salah satu bentuk tindakan bullying secara verbal maupun

fisik. Dari berbagai penelitian, menjelaskan bahwa body shaming memang

lebih banyak dialami oleh perempuan dibanding laki-laki. Hal ini terjadi

karena perempuan cenderung menginternalisasi penilaian pengamat yang

mengobyekkan tubuhnya dibandingkan laki-laki (Knauss, Paxton &

Alsaker, 2008). Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa bukan hanya

perempuan saja tetapi pria juga mengalami body shaming, walaupun

perempuan mengalami body shaming yang lebih tinggi dibandingkan pria

(Knauss, Paxton & Alsaker, 2008). Sebuah artikel ilmiah menjelaskan

ditemukan data bahwa perempuan memiliki skor yang lebih tinggi

dibandingkan laki-laki dalam hal terjadinya body shaming pada dirinya

yang kemudian berpengaruh pada nilai kepercayaan diri perempuan yang

lebih rendah dibanding laki-laki (Brennan, Lalonde, & Bain, 2010).

Body shaming termasuk kedalam kekerasan psikis atau kekerasan

verbal. Kekerasan verbal didefinisikan sebagai kekerasan terhadap perasaan

Universitas Sumatera Utara


yang menggunakan kata-kata yang kasar tanpa menyentuh fisiknya. Kata-

kata memfitnah, mengancam, menakutkan, menghina dan membesar-

besarkan kesalahan orang lain (Sutikno, 2010). Body shaming merupakan

suatu bentuk kekerasan verbal emosional yang sering tidak disadari oleh

pelakunya karena umumnya dianggap wajar (Briggita, 2018). Kekerasan

verbal dapat menyebabkan trauma psikis karena ucapan yang menyakitkan

atau tidak menyenangkan, seperti mempermalukan di depan publik dan

tentunya body shaming termasuk dalam bentuk kekerasan secara verbal atau

bullying. (Brigitta, 2018). Dalam jurnal (Putri dan Santoso, 2012) tindakan

verbal ini dapat menjadi perilaku kekerasan.

Kasus kekerasan secara verbal sekarang masuk kedalam tindak

kekerasan terhadap perempuan. Perempuan selalu menjadi korban dalam

kasus ini. Perempuan juga selalu disalahkan dalam bentuk tubuh yang

terlalu berlebihan atau kekurangan, karena dianggap tidak enak dipandang.

Budaya memiliki tuntutan yang lebih besar terhadap standar tubuh

perempuan (Dolezal, 2015). Perempuan mendapat tekanan bertubi-tubi

dalam fenomena body shaming ini. Hal ini terjadi karena adanya budaya

yang masih menganggap bahwa tubuh perempuan sebagai domain publik

yang secara terus menerus dilihat, dikomentari dan dievaluasi oleh banyak

yang membuat perempuan menjadi terinisiasi dengan objektifikasi seksual.

Pengalaman body shaming selalu meninggalkan bekas terutama pada

ingatan seseorang yang akan berdampak dalam kehidupan sosial korban.

Dampak akibat dari tindakan body shaming akan membawa pengaruh

negatif kepada korban, seperti memiliki kecenderungan mengalami

Universitas Sumatera Utara


kesulitan untuk hidup bermasyarakat. Dari kajian pustaka dan penelusuran

literatur dari penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti menemukan bahwa

body shaming juga turut memicu terjadinya gangguan pola makan (eating

disorder) dan kebiasaan diet ekstrim pada korban yang mengalami fat

shaming hingga dapat berujung pada anorexia dan bulimia nervosa (Moradi,

Dirks, & Matteson, 2005). Selain itu, perundungan yang banyak dilakukan

dan paling berdampak pada psikis korban adalah perundungan verbal salah

satunya adalah body shaming dan menjadi salah satu faktor yang memicu

keinginan bunuh diri pada korbannya. Body shaming juga memiliki banyak

dampak serius pada korban, mulai dari depresi, introvert, psychosomatic

dan yang paling fatal, korban bisa bunuh diri (Noorvitri, 2019).

Fenomena body shaming bukanlah fenomena yang baru, fenomena ini

sudah ada sejak dulu, di Indonesia sendiri marak terjadi kasus body

shaming. Tercatat ada 966 kasus penghinaan fisik atau body shaming yang

ditangani polisi dari seluruh Indonesia sepanjang 2018 dan kebanyakan

korbannya adalah perempuan. Ini menunjukkan bahwa kasus body shaming

di Indonesia mencapai angka yang cukup tinggi. Fenomena body shaming

banyak ditemui di media sosial, media sosial dijadikan tempat untuk

menyerang seseorang dengan perkataan negaif atau bahkan menjadikan

kondisi fisik seseorang sebagai bahan tawaan atau guyonan.

Contoh kasus body shaming di Indonesia yang baru-baru ini viral

menimpa penyanyi Maria Simorangkir yang merupakan jebolan ajang

pencarian bakat Indonesian Idol 2018. Maria Simorangkir mengaku

mendapat banyak perkataan kasar yang mengarah ke body shaming melalui

Universitas Sumatera Utara


akun instagram nya. Ia banyak mendapat hujatan seperti dikatai “jelek”,

“hitam”, “besar”. Kondisi ini sempat membuat mental nya terganggu.

Selain Maria Simorangkir, salah satu contoh perilaku body shaming yang

menjadi pemberitaan di media adalah kasus yang menimpa Maulina Pia

Wulandari salah satu dosen di Universitas Brawijaya (Jawapost.com, 2018).

Pia mendapatkan perilaku body shaming yang kemudian ia melaporkan

kepihak kepolisian dan menuntut agar pelaku mendapat hukuman

(Aminudin, 2018). Perilaku body shaming yang menimpanya membuktikan

bahwa perilaku body shaming di media sosial tidak hanya menimpa

kalangan selebritas, bahkan pengguna biasa juga turut menjadi korban dari

perilaku body shaming.

Selain di media sosial, body shaming juga rentan terjadi di lingkungan

masyarakat termasuk lingkungan anak muda. Dalam pertemanan anak muda

memang memerlukan peranan teman sebaya dalam pembentukan diri

sehingga tidak dapat untuk dielakkan bahwa fisik sering menjadi topik

pembahasan dalam pertemanan. Mulai dari persoalan ketertarikan dengan

lawan jenis yang tentunya berkaitan erat dengan penilaian fisik seseorang,

hingga guyonan ala anak muda yang sering menjadikan fisik sebagai pokok

bahasannya.

Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

(FISIP USU) misalnya, peneliti menemukan perilaku-perilaku mahasiswa

yang menunjukkan adanya body shaming. Mahasiswa dan mahasiswi FISIP

USU sangatlah beragam mulai dari latar belakang, asal daerah, suku, agama,

usia, bahkan fisik dan bentuk tubuh yang beragam. Kondisi fisik dan bentuk

Universitas Sumatera Utara


tubuh yang sesuai dengan citra yang di idealkan juga mempengaruhi

hubungan sosial antar teman sebaya. Oleh sebab itu tindakan seperti body

shaming kerap ditemui di Fakultas ini.

Body shaming cenderung dialami oleh mahasiswi dengan rentang usia

19-23 tahun. Beberapa mahasiswi terdengar dipanggil dengan kondisi fisik

paling menonjol yang dimilikinya. Berdasarkan hasil pengamatan

mahasiswi yang mengalami tindakan body shaming adalah mahasiswi yang

dianggap memiliki bentuk tubuh yang tidak ideal atau kurang menarik.

Mahasiswi yang mengalami body shaming memiliki pengalaman body

shaming yang berbeda-beda, baik saat berada dilingkungan kampus maupun

diluar kampus. Perilaku body shaming yang dialami beberapa mahasiswi

FISIP USU diantaranya dalam bentuk panggilan atau julukan dengan

kondisi fisik yang paling menonjol dalam dirinya seperti dipanggil

“mokmok (besar)”,“gajah bengkak” karena memiliki tubuh yang gemuk,

dipanggil “tepos” karena memiliki tubuh kecil, rata atau tidak berbentuk.

Tidak hanya dalam bentuk panggilan, berdasarkan hasil pengamatan

dalam interaksi dengan sesama teman, omongan basa-basi juga sering

mengarah kepada perilaku body shaming baik dengan maksud sengaja

ataupun tidak sengaja. Salah satu contoh dalam sebuah interaksi, mahasiswi

bertubuh gemuk mendapat omongan basa basi oleh temannya “kelamaan

libur kampus makin bengkak aja ya”. Hal ini kemudian membuat mahasiswi

merasa tidak nyaman untuk melanjutkan interaksi tersebut.

Tidak hanya dialami oleh mahasiswi bertubuh gemuk, ada juga

mahasiswi yang mendapatkan perilaku body shaming disebabkan adanya

Universitas Sumatera Utara


jerawat atau beruntusan pada wajahnya. Mahasiswi tersebut dianggap tidak

bisa merawat wajah dengan baik. Ia juga mendapat omongan basa basi yang

mengarah kepada body shaming “makanya pake skincare dong biar mulus”.

Berdasarkan hasil pra observasi peneliti melihat body shaming juga

kerap dialami oleh mahasiswi dari etnis Papua, body shaming yang dialami

mahasiswi Papua dikarenakan perbedaan warna kulit, bentuk tubuh dan

model rambut. Menurut mahasiswi X yang berasal dari etnis Papua bentuk

tindakan body shaming yang diterima mahasiswi tersebut adalah komentar

yang menyinggung kepada bentuk tubuh dan warna kulit yang dimilikinya.

Mahaiswi tersebut juga terkadang menyadari bahwa ketika X berjalan di

hadapan orang, mereka sering mendapat tatapan sinis dan merasa bahwa

bentuk tubuh X sering dijadikan topik pembicaraan atau bahan guyonan

oleh orang lain.

Fenomena body shaming sendiri telah merajalela dan menjadi hal

yang biasa, beberapa korban body shaming menolak tindakan body shaming

yang dilontarkan pada dirinya tetapi sayangnya sebagian orang lagi

cenderung cuek dengan adanya tindakan body shaming dalam keseharianya.

Merujuk pada lingkungan anak muda khususnya kampus yang merupakan

tempat bagian akademisi yang berpedoman pada nilai-nilai akademis,

perilaku body shaming tidak seharusnya terjadi. Candaan atau basa basi

sering dijadikan alasan dalam fenomena body shaming pada perempuan,

padahal body shaming yang ditujukan merupakan suatu kekerasan secara

verbal yang dapat mempengaruhi baik fisik maupun psikis perempuan.

Fenomena body shaming akan menimbulkan respon yang mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara


kehidupan perempuan. Berangkat dari hal inilah penelitian body shaming

yang lebih cenderung dialami oleh perempuan dianggap penting dan

menarik untuk diteliti

1.2. Perumusan Masalah

Dalam suatu penelitian yang sangat signifikan untuk dapat memulai

penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar

dapat dilaksankan penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah

merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas dimana harus

dimulai, kemana harus pergi dan dengan apa penelitian dilaksanakan

(Arikunto,1996). Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan

diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Mengapa praktik body shaming terjadi pada mahasiswi FISIP USU ?

2. Bagaimana respons mahasiswi FISIP USU terhadap body shaming yang

dialaminya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui praktik body shaming yang terjadi pada mahasiswi

FISIP USU.

2. Untuk mengetahui respons mahasiswi FISIP USU terhadap body

shaming yang dialaminya.

Universitas Sumatera Utara


1.4. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat kepada

peniliti maupun kepada pihak lain baik secara langsung maupun tidak

langsung. Adapun penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk

informasi data terbaru dan bahan masukan bagi perkembangan

pemikiran Ilmu Sosiologi khususnya dibidang Sosiologi Gender

dalam memecahkan masalah sosial serta uji teori feminis

interseksionalitas bagi mahasiswa sosiologi dan menambah wawasan

di bidang ilmu sosial pada pembaca dan masyarakat umum.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

praktis sebagai berikut :

1. Untuk dapat meningkatkan kemampuan penulis mengenani

permasalahan yang diteliti dan memperluas kajian keilmuan

dibidang Sosiologi yang dapat diterapkan di dalam kehidupan

masyarakat.

2. Untuk masyarakat umum dapat mengerti dan memahami betapa

pentingnya untuk lebih bijak dalam menyikapi tindakan body

shaming serta kedepannya dapat mencegah tindakan body shaming

terhadap perempuan.

3. Untuk pemerintah dapat lebih peka dan tegas terhadap pelaku

tindakan kekerasan perempuan dalam bentuk body shaming.

10

Universitas Sumatera Utara


1.5. Definisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan

untuk mempermudah dan menfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi

abstrak mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang nantinya

akan menjelaskan gejalanya (Suyanto & Sutianah, 2005). Adapun konsep

yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian adalah sebagai berikut:

Fenomena

Fenomena merupakan rangkaian peristiwa dan bentuk keadaan yang

dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu

tertentu. Fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fenomena

sosial. Fenomena sosial dapat diartikan sebagai gejala-gejala atau peristiwa-

peristiwa yang terjadi dan dapat diamati dalam kehidupan sosial. Salah satu

fenomena sosial yang terdapat dalam kehidupan kita sehari-hari adalah

adanya masalah-masalah sosial yang timbul baik dalam kehidupan keluarga

maupun masyarakat.

Body Shaming

Body shaming merupakan tindakan yang mengomentari atau

mengeluarkan pendapat negatif kepada seseorang ataupun diri sendiri

mengenai tubuh yang dimilikinya. Pendapat yang diberikan merupakan

pendapat yang mempermalukan atau meremehkan bentuk tubuh. Body

shaming juga merupakan istilah dari perkataan diri sendiri atau orang lain

yang mengkritik bentuk tubuh yang menurutnya tidak ideal. Seperti

mengejek terlalu kurus atau terlalu gemuk, terlalu hitam atau terlalu putih,

kulit berjerawat.

11

Universitas Sumatera Utara


Perempuan

Pengertian perempuan secara etimologis berasal dari kata empu yang

berarti “tuan”, yaitu orang yang mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang

paling besar. Namun dalam sosiologi, perempuan sebagai suatu objek studi

banyak diabaikan. Hanya dibidang perkawinan dan keluarga ia dilihat

keberadaannya. Kedudukannya dalam sosiologi, dengan kata lain, bersifat

tradisional sebagaimana ditugaskan kepadanya oleh masyarakat yang lebih

besar: tempat kaum perempuan adalah di rumah” (Ehrlich, 1997). Menurut

(Zaitunah Subhan, 2004) kata perempuan berasal dari kata empu yang

artinya dihargai. Perempuan merupakan istilah untuk konstruksi sosial yang

dianggap lemah lembut, cantik, keibuan, pasif, dan emosional. Dalam

penelitian ini perempuan yang dimaksud adalah mahasiswi dengan rentang

usia 19-23 tahun yang sedang menempuh pendidikan tinggi di FISIP USU.

12

Universitas Sumatera Utara


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Body Shaming

Body shaming merupakan sebuah frasa dari gabungan 2 kata

yang berasal dari bahasa Inggris yaitu body (tubuh) dan shaming

(memalukan) sehingga menghasilkan arti berupa mempermalukan

tubuh (Cambridge dictionary, 2019). Kini body shaming merupakan

sebuah istilah yang dikenal sebagai perlakuan atau tindakan seseorang

dalam memberikan komentar buruk terhadap kondisi tubuh atau rupa

seseorang baik secara disadari maupun tidak disadari.

Menurut Evans, body shaming adalah kritikan terhadap diri

sendiri ataupun orang lain. Selanjutnya dikatakan bahwa body

shaming yang terjadi secara terus menerus terhadap orang lain akan

mendatangkan dampak depresi kepada korbannya karena perasaan

stres dan tertekan terhadap lingkungan sekitar yang dianggap tidak

dapat menerima keberadaannya karena kondisi fisik yang dimiliki

tidak sesuai dengan citra tubuh ideal yang terbentuk di tengah

masyarakat.

Perlakuan body shaming adalah pengalaman yang di alami

individu ketika kekurangan di pandang sebagai sesuatu yang negatif

oleh orang lain dari bentuk tubuhnya. Perlakuan body shaming

termasuk bullying secara verbal dengan membully badan seseorang

13

Universitas Sumatera Utara


(Dolezal, 2015). (McKinley & Hyde, 1996) mengatakan bahwa body

shaming sebagai rasa malu dan rasa bersalah yang munvul ketika

penampilan seseoramg tidak sesuai dengan standar budaya ideal.

Karena standar budaya terhadap perempuan hampir tidak bisa tercapai

sepenuhnya, perempuan yang menginternalisasi dan menghubungkan

pencapaian standar itu sebagai identitas, mereka akan merasa malu

jika tidak dapat mencapainya.

Body shaming yang sering kita jumpai adalah pada lingkungan

sekitar, dimana body shaming itu dilakukan tanpa kesengajaan atau

bahkan memang disengaja. Mulai dari basa-basi kemudian bercanda

yang merendahkan. Hal yang biasa terjad pada lingkungan sekitar

adalah dimana teman-teman kita sendiri sering mengejek bentuk tubuh

yang tidak sempurna dan hal ini membuat korban tidak percaya diri,

merasa direndahkan oleh orang-orang dan berusaha untuk membentuk

tubuh yang lebih ideal (Samosir & Sawitri, 2015).

Efek dari perlakuan body shaming sangat banyak negatifnya,

hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan body shaming dapat

bedampak pada pola pikir yang negatif pada seseorang. Hasilnya

menunjukan bahwa perlakuan body shaming dapat menimbulkan

penilaian diri sendiri yang buruk (Eva, 2016).

Penelitian pada sampel wanita dengan gangguan makan

memperoleh hasil yang menunjukan bahwa pengalaman malu sejak

dini dikaitkan dengan tanda gangguan makan lebih parah karena efek

dari rasa malu yang sangat tinggi terutama citra tubuh. Efek dari rasa

14

Universitas Sumatera Utara


malu pada tubuh dapat memberi efek negatif sehingga cenderung

untuk mengikuti apa yang orang lain sampaikan terkait dengan

kondisi tubuh, prilaku makan tidak teratur di pengaruhi oleh

sejauhmana pengalaman rasa malu di alami sehingga menjadikan rasa

tidak percaya diri, tidak menarik, tidak layak dalam kelompok sosial.

Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan antara pengalaman

perlakuan body shaming terhadap wanita dengan gangguan makan.

Pada wanita dengan gangguan makan, pengalaman rasa malu dengan

penampilan fisik tampaknya memegang peran dalam penelitian ini.

Apalagi hasil penelitian ini menunjukan adanya perubahan fungsi

kognitif tubuh yang signifikan (Duarte, 2017).

2.1.1.1. Ciri ciri Body Shaming

Tindakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai

tindakan body shaming adalah tindakan:

1. Mengkritik bentuk fisik diri sendiri dan

membandingkannya dengan diri orang lain yang dirasa

lebih baik dari diri sendiri seperti “enak ya jadi dia

langsing. Lah aku gendut” atau dengan redaksi yang mirip

lainnya.

2. Mengkritik bentuk tubuh orang lain di depan orang

tersebut, baik itu basa basi, bercanda atau serius. Seperti

“kamu makin gendut aja ya, pasti makannya enak-enak

terus.”

15

Universitas Sumatera Utara


3. Mengkritik bentuk tubuh orang lain tapi tidak didepan

orang tersebut, atau tanpa diketahui orang yang sedang

dikritik. Seperti “kamu tau ga, si itu gendut banget seperti

gentong”

2.1.1.2. Jenis Body Shaming

Menurut Dolezal Body shaming terdiri dari dua jenis

yaitu actue body shame dan chronic body shame

1. Actue Body Shame

Actue body shame lebih berhubungan dengan aspek

perilaku dan tubuh seperti pergerakan atau tingkah laku.

Istilah itu biasa dikenal dengan embarrasment, tipe body

shaming yang biasa terjadi pada persiapan yang tak diduga

atau tidak direncanakan. Jenis body shaming ini terjadi

pada kasus seperti kejadian yang terjadi dalam interaksi

sosial seperti sebuah presentasi diri yang mengalami

kegagapan, gagal atau tidak sesuai dengan tingkah laku

yang diharapkan, muncul sebagai hasil dari pelanggaran

perilaku, penampilan atau pertunjukan, atau kehilangan

kontrol sementara dan tidak terduga atau suatu tubuh atau

fungsi tubuh. Actue body shaming ini merupakan rasa

malu yang wajar terjadi dalam interaksi sosial bahkan rasa

malu ini dibutuhkan dalam interaksi sosial.

16

Universitas Sumatera Utara


2. Chronic Body Shame

Chronic body shame muncul disebabkan oleh bentuk

permanen dan terus menerus dari sebuah penampilan atau

tubuh seperti berat badan, tinggi, dan warna kulit. Selain

itu, body shaming ini juga munul karena stigma atau cacat

seperti bekas luka atau kelumpuhan. Selain penampilan,

chronic body shame berhubungan dengan fungsi tubuh

dan kecemasan yang biasa dialami seperti jerawat,

penyakit, hal buang air besar, penuaan dan sebagainya.

Tambahan, body shaming ini dapat muncul pada saat

gagap ataupun canggung yang kronis. Apapun yang

menginduksinya body shaming jenis ini akan muncul

secara menahun dan berulang-ulang pada suatu kesadaran

dan membawa rasa sakit yang berulang dan mungkin

konstan. Body shaming kronis menekan dan menyakiti.

Body shaming ini dapat menuntun pengurangan

pengalaman tubuh yang konstan mempengaruhi harga diri

dan nilai diri (self-esteem dan self-worth)

2.1.1.3. Dampak Body Shaming

Standar kecantikan dan fenomena body shaming

berpotensi membuat seseorang melakukan self-

objectification. Self-objectification adalah keadaan dimana

seseorang memandang dirinya sebagai sebuah objek atau

menilai diri sendiri berdasarkan penampilan. Kecenderungan

17

Universitas Sumatera Utara


untuk melakukan self-objectification ini dapat menimbulkan

perasaan malu atas diri sendiri (shame) atau kecemasan

(anxiety) terhadap bentuk atau ukuran tubuh. Orang-orang

yang tidak dapat menerima perlakuan body shaming akan

cenderung merasa ada yang salah dalam dirinya. Atau merasa

tidak kompeten untuk melakukan sesuatu karena rendahnya

kepercayaan terhadap diri sendiri. Pada perempuan, dampak

body shaming bisa sangat terlihat. Perempuan yang

cenderung memperhatikan penampilan fisiknya, seringkali

bukan karena keinginan dari dalam diri, melainkan untuk

menghindari komentar negatif yang kemungkinan akan

ditujukan pada dirinya (McKinley & Hyde, 1996)

Dalam penelitian sebelumnya ada beberapa penelitian

yang menjelaskan bagimana dampak dari body shaming yaitu

seperti gangguan makan, korban mengalami gangguan makan

karena korban merasa tidak percaya diri. Akibat dari

perkataan yang dikatakan oleh orang lain yang menganggap

bahwa bentuk tubuh yang dimilikinya tidak ideal hal ini

dikatakan dalam penelitian (Samosir dan Sawitri, 2015).

2.1.2. Kekerasan Verbal

Kekerasan verbal sering disebut sebagai kekerasan psikis yang

merupakan suatu tindakan kekerasan yang berupa ucapan yang

mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri dan meningkatnya rasa

18

Universitas Sumatera Utara


tidak berdaya (Susilowati, 2008). Kekerasan verbal adalah bentuk

kekerasan kata-kata sebagai alat penindasan yang paling sering

digunakan oleh anak laki-laki maupun anak perempuan (Coloroso,

2003). Sedangkan menurut (Sutikno, 2010) kekerasan verbal

merupakan “kekerasan terhadap perasaan”. Mengeluarkan kata kata

kasar tanpa menyentuh fisik, kata-kata yang memfitnah, kata-kata

yang mengancam, menakutkan, menghina atau membesar-besarkan

kesalahan orang lain merupakan bentuk dari kekerasan verbal.

(Sutikno, 2010) menjelaskan bahwa bentuk dari kekerasan

verbal itu merupakan kata-kata yang memfitnah, kata-kata yang

mengancam, menakutkan, menghina atau membesar-besarkan

kesalahan orang lain. Bahkan (Jallaludin, 2007) menambahkan bahwa

ancaman atau intimidasi merusak hak dan perlindungan korban,

menjatuhkan mental korban, perlakuan yang menyakitkan dan

melecehkan, atau memaki-maki dan berteriak-teriak keras juga

dikategorikan sebagai bentuk kekerasan yang bersifat verbal

Karakteristik Kekerasan Verbal

(Anderson, 2011) membagi karakteristik kekerasan verbal

menjadi tujuh. Ketujuh karakteristik tersebut yaitu:

1. Sangat menyakitkan dan selalu mencela sifat dan kemampuan.

2. Mungkin bersifat terbuka (Hal ini bisa melalui luapan kemarahan

dan melalui nama panggilan) atau tertutup (melibatkan komentar

yang sangat tajam).

19

Universitas Sumatera Utara


3. Merupakan manipulasi dan mengontrol komentar yang

merendahkan mungkin terdengar sangat jujur dan mengenai

sasaran. Tetapi tujuannya adalah untuk memanipulasi dan

mengontrol.

4. Merupakan melakukan kejahatan secara diam-diam. Kekerasan

verbal menyusutkan rasa percaya diri seorang.

5. Tidak dapat diprediksikan Pada kenyataannya, tidak dapat

diprediksikan merupakan satu dari beberapa karakteristik kekerasan

verbal yang sangat signifikan. Hal ini dapat melalui mencaci maki,

merendahkan, dan komentar yang menyakitkan.

6. Mengekspresikan pesan ganda. Tidak ada kesesuaian antara tujuan

dari ucapan kasar dan bagaimana perasaannya. Sebagai contoh,

mungkin terdengar sangat jujur dan baik ketika mengucapkan apa

yang salah dengan seseorang.

7. Selalu meningkat sedikit demi sedikit. Dalam hal ini meningkat

dalam intensitasnya, frekuensi, dan jenisnya. kekerasan verbal

mungkin dimulai dengan merendahkan dengan tersembunyi seperti

bercanda.

Body shaming merupakan tindakan kekerasan verbal atau

pembullyan. segala bentuk penghinaan yang dilakukan terhadap

bentuk tubuh seseorang. Munculnya penyebab seseorang menjadi

tidak percaya diri dengan bentuk tubuhnya yang dianggap tidak ideal

dan dalam berpenampilan,merasa minder karena bentuk tubuh yang

berbeda dengan yang lain baik merasa kegemukan bahkan terlalu

20

Universitas Sumatera Utara


kurus, mengalami stress karena cibiran dari orang disekitarnya yang

ditimbulkan dari perilaku kekerasan verbal yang menyebabkan

seseorang mengalami body shaming. Dan menurut Agresi verbal yaitu

tidakan untuk menyakiti seseorang dan dijelaskan lebih detail oleh

(Myres, 2012) yang menyatakan bahwa: “

Agresi (aggression) sebagai perilaku fisik atau kekerasan verbal

yang dimaksud untuk menyakiti seseorang. Dalam eksperimen

laboratrium, hal ini dapat berarti memberikan kejutan elektrik atau

ucapan sesuatu yang mungkin menyakiti perasaan orang lain.

Selanjutnya, Jhon Archer dari hasil statistiknya mencerna selusin

penelitian yang menyatakan bahwa wanita nampaknya lebih banyak

melakukan tindakan agresi verbal yang tidak langsung, seperti

menyebabkan gosip kejahatan. Namun, pada semua bagian di dunia

dan pada semua usia, pria lebih sering melukai orang lain dengan

agresi fisik”.

2.2. Landasan Teori

Teori Feminis Interseksionalitas (Intersectionality Theory)

Teori ini dimulai dengan pemahaman bahwa perempuan mengalami

penindasan dalam berbagai konfigurasi dan derajat intensintas yang

berbeda. Penjelasan untuk variasi itu dan penjelasan ini merupakan subjek

sentral dari teori interseksionalitas adalah bahwa sementara semua

perempuan secara potensial mengalami penindasan atas dasar gender,

bagaimanapun juga perempuan ditindas secara berlebihan oleh berbagai

21

Universitas Sumatera Utara


interseksi (titik silang) ketimpangan sebagai vektor atau dimensi penindasan

dan previlese, yang tidak hanya mencakup gender tetapi juga kelas, ras,

lokal global, prefensi seksual dan usia. Variasi dari interaksi ini secara

kualitatif mengubah pengalaman perempuandan perubahan ini, dan

diversitas ini, harus dipertimbangkan dalam menyusun teori tentang

“perempuan”.

Argumen dalam teori interseksionalitas adalah bahwa pola interseksi

itu sendiri menghasilkan pengalaman penindasan tertentu bukan hanya satu

variabel tertentu yang menonjol dari salah satu vektor. (Crenshaw, 1989)

menunjukan bahwa perempuan kulit hitam sering kali mengalami

diskriminasi di tempat kerja karena mereka adalah perempuan berkulit

hitam, tetapi pengadilan secara rutin menyangkal adanya diskriminasi ini

kecuali ia dapat ditunjukan menjadi sebuah kasus dari apa yang dianggap

sebagai diskriminasi umum, “diskriminasi jenis kelamin” atau “diskriminasi

ras”. Dalam mengkarakteristikan hal tersebut sebagai vektor penindasan dan

previlese kita ingin menunjukan pandangan fundamental tentang teori

interseksionalitas bahwa previlese yang dijalankan oleh beberapa

perempuan dan lelaki berubah menjadi penindasan atas perempuan dan

lelaki lain. Teori interseksionalitas pada intinya memahami tatanan

ketimpangan ini sebagai struktur hierarkis yang didasarkan pada relasi

kekuasaan yang tidak adil.

Teori interseksionalitas mengakui kaitan fundamental antara ideologi

dan kekuasaan yang mengizinkan pihak dominan untuk mengontrol pihak

dominan untuk mengontrol pihak subordinat dengan menciptakan politik

22

Universitas Sumatera Utara


dimana perbedaan ini menjadi alat konseptual untuk menjustifikasi tatanan

penindasan. Dalam praktik sosial, pihak dominan menggunakan perbedaan

di antara orang untuk menjustifikasi praktik penindasan dengan

menerjemahkan perbedaan itu ke dalam model inferioritas/superioritas;

orang disosialisasikan untuk menghubungkan perbedaan bukan sebagai

sumber diversitas, kepentingan dan kekayaan kultural, tetapi dari segi

penilaian “lebih baik” atau “lebih buruk”.

Teori interseksionalitas mengembangkan suatu kritik atas karya yang

dilakukan di dalam feminisme gelombang kedua dan gelombang pertama

sebagai karya yang mencerminkan pengalaman dan keprihatinan para

feminis kelas kulit putih, kelas yang memiliki hak istimewa di masyarakat

Atlantik Utara. Teori Interseksionalitas adalah salah satu tradisi paling tua di

dalam feminisme. Teori feminis yang dapat digunakan untuk menganalisis

permasalahan yang dialami oleh perempuan salah satunya teori

interseksionalitas. Teori interseksionalitas dikembangkan oleh para feminis

berkulit hitam yang beranggapan bahwa teori-teori feminis sebelumnya

sangat berorientasi pada perempuan kulit putih.

(Carastathis, 2014) dalam artikelnya ia menjelaskan tentang asal-usul

teori interseksionalitas ini dalam perkembangan teori feminis. Dalam

tulisannya, Carastathis memahami bahwa hidup perempuan dikonstruksi

oleh tidak hanya satu, tetapi banyak sistem dan saling bertumpuk dan

mengopresi perempuan. Teori interseksionalitas ini salah satu teori yang

tepat dalam menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini. Pertama kali

teori ini muncul dari pemahaman Black Feminist, dimana dalam

23

Universitas Sumatera Utara


pemahaman ini perempuan yang memiliki etnis Afrika itu mendapat

tindasan yang bertumpuk dari sistem kelas, ras dan gender. Kata

interseksionalitas ini sebelumnya hanya dijadikan pemakaian kata untuk

menjelaskan bagaimana sistem penindasan dapat bertumpuk satu sama lain.

Teori interseksionalitas kemudian dikembangkan menjadi analisis

interseksionalitas untuk mempelajari berbagai diskriminasi yang dialami

oleh perempuan akibat kombinasi identitas diri mereka. (Darling, 2002)

memerinci berbagai identitas diri dan faktor-faktor bersilangan tersebut

sebagai berikut: ras dan warna kulit, kasta, usia, etnik, bahasa, keturunan,

baik/tidak baik, orientasi seksual, agama, kelas sosial ekonomi, cacat/tidak

cacat, budaya.

Crenshaw, membagi interseksionalitas menjadi tiga, yakni

interseksionalitas struktural, interseksionalitas politis, dan interseksionalitas

representasional.Pertama, (Crenshaw, 1989) menjelaskan interseksionalitas

struktural tempat perempuan menghadapi serangkaian ketertindasan dalam

kehidupan mereka, mulai dari kemiskinan hingga permasalahan pekerjaan.

Banyak perempuan, terutama kulit hitam, menjadi korban diskriminasi ras

dalam kelas sosial dan pekerjaan yang terjadi dalam masyarakat. Kemudian,

dijelaskan bahwa penindasan terhadap perempuan juga terjadi pada undang-

undang yang diterbitkan oleh pemerintah ketika posisi perempuan dianggap

marginal. Kedua, interseksionalitas politis terjadi ketika perempuan

berkonflik dalam agenda politis. Ras dan gender kerap menjadi konflik dan

diperjuangkan dalam bidang politik sehingga perempuan terus

terpinggirkan. Ketiga, yakni interseksionalitas representasional, artinya

24

Universitas Sumatera Utara


perempuan hanya menjadi minoritas dan isu perempuan bukan yang

signifikan. Selain itu, interseksionalitas representasional juga meliputi cara

pembangunan budaya populer membentuk citra perempuan dalam ras dan

gender yang berakibat pada marginalisasi perempuan itu sendiri karena

mengabaikan kepentingan utamanya.

Ketiga bentuk interseksionalitas tersebut akan terjadi pada perempuan

yang tertindas. Mereka mendatangkan posisi dari berbagai arah untuk

merendahkan perempuan. Padahal, perempuan seharusnya memiliki posisi

terhormat yang dilindungi dan diutamakan dalam segala kepentingan.

Interseksionalitas bekerja pada semua tahapan. Individu menduduki posisi

interseksi pada struktur sosial. Posisi itu dikonstruksi pada berbagai

ketimpangan, ketidakadilan rezim yang menekan perempuan.

Interseksionalitas lazim terjadi pada kehidupan perempuan yang hidup

dalam tradisi patriarki.

Dari perkembangannya teori interseksionalitas sering dianggap

memiliki berbagai keuntungan untuk dijadikan teori yang tepat dalam

melihat opresi, kekerasan maupun diskriminasi yang dialami oleh

perempuan. Teori interseksionalitas ini berbeda dengan teori lainnya, teori

ini fokusnya tidak hanya pada kerangka gender saja namun juga fokus

terhadap faktor-faktor lain selain dengan gender perempuan, hal yang

melekat pada diri perempuan yang dapat bersinggungan satu sama lain dan

menjadi pemicu timbulnya penindasan dan kekerasan yang dialami oleh

perempuan.

25

Universitas Sumatera Utara


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis feminis sebagai

mata untuk melihat, membaca, mengamati dan memahami setiap temuan

dilapangan. Melalui teori interseksionalitas ini peneliti mencoba untuk

menganalisis perempuan yang mengalami kekerasan verbal dalam bentuk

body shaming. Peneliti mencoba menggunakan teori ini untuk melihat

adanya identitas serta faktor yang dapat menjelaskan mengapa tindakan

kekerasan dalam bentuk body shaming dialami oleh perempuan.

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang telah diteliti dan untuk perbandingan bahwa

masalah yang akan dibahas belum pernah diteliti sebelumnya. Berikut

adalah hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan yang peneliti

angkat, yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh (Rahmat, Eka dan Rina 2019) dengan

judul penelitian “Hubungan perlakuan body shaming dengan citra diri

mahasiswa” Hasil penelitian jurnal ini adalah mahasiswa yang mendapat

perlakuan body shaming menunjukkan bahwa sebagian besar memiliki

citra diri negatif, mereka menganggap serius seseorang yang mengejek

mereka gendut ataupun kurus sehinggaa mempengaruhi citra dirinya

yang negatif menjadikan rasa tidak percaya diri, merasa malu, tidak mau

makan.

 Persamaan: Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang

akan penulis lakukan yaitu sama-sama membahas kasus body shaming

yang terjadi pada mahasiswa.

26

Universitas Sumatera Utara


 Perbedaan: Pada penelitian terdahulu berfokus pada dampak yang

ditimbulkan dari body shaming terhadap citra diri mahasiswa.

Sedangkan, pada penelitian ini mengkaji mengapa praktik body

shaming terjadi pada mahasiswi.

2. Penelitian yang dilakukan oleh (Fajariani dan Rastri 2019) dengan judul

penelitian “Memahami Pengalaman body shaming pada remaja

perempuan” Hasil penelitian ini adalah pengalaman body shaming seperti

mendapat uraian body shaming di tempat ramai dan mendapat body

shaming yang disertai dengan kekerasan fisik. Body shaming dari teman

laki-laki atau dari kekasih memberi tekanan lebih dengan komentar

berupa tubuh tidak menarik dan wajah tidak cantik.

 Persamaan: Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang

akan penulis lakukan yaitu melihat bagaimana pengalaman perempuan

sebagai korban tindakan body shaming.

 Perbedaan: Penelitian yang akan penulis lakukan adalah menggunakan

teori interseksionalitas dimana penulis melihat body shaming menjadi

suatu bentuk kekerasan dan penindasan terhadap perempuan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh (Mawwadah, Nadiatul 2020) dengan

judul penelitian “Dampak body shaming terhadap kepercayaan diri

remaja putri di Desa Muara Uwai Kecamatan Bangkinang” Hasil

penelitian skripsi ini adalah remaja yang mengalami tindakan body

shaming mengalami kehilangan kepercayaan diri sehingga mengalami

kesulitan dalam kehidupan sosial yang dibuktikan dengan tidak mampu

berteman secara fleksibel, mudah terpengaruh oleh orang lain, tidak

27

Universitas Sumatera Utara


berani, tidak tegas dalam penampilan dan tingkah laku, mrnghindari

lingkungan, kesulitan belajar, sedikit demi sedikit kehilangan sikap

toleransi terhadap sesama dan juga tidak dapat bersikap tenang dalam

menghadapi beberapa situasi.

 Persamaan: Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang

akan penulis lakukan yaitu perempuan sebagai korban tindakan body

shaming.

 Perbedaan: Penelitian sebelumnya lebih melihat dampak terhadap

kepercayaan diri yang diakibatkan oleh body shaming. Sedangkan

penelitian ini mengkaji bagaimana praktik dan respon terhadap body

shaming yang dialami oleh mahasiswi FISIP USU.

28

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian

kualititatif dengan metode deskriptif adalah penelitian yang bermaksud

untuk memahami suatu fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi motivasi, tindakan dan lain-lain

secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam

bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Meleong, 2006).

Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan sebagai penelitian yang

memotret fenomena individual, situasi atau kelompok yang baru terjadi.

Selain itu berusaha secara akurat menjelaskan fenomena atau tindakan

individual, situasi atau kelompok tertentu. Pada penelitian ini penulis

berusaha menggali dan menjelaskan mengenai fenomena body shaming

sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan di Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat yang menjadi objek dari proses

pencarian sumber informasi untuk penelitian. Dalam melakukan penelitian

ini penulis memilih lokasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

29

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara (FISIP USU). Pemilihan lokasi di FISIP USU

ini dikarenakan penulis merupakan salah satu mahasiswi FISIP USU yang

secara langsung melihat kerapnya tindakan body shaming terjadi di Fakultas

ini.

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis merupakan keseluruhan unsur yang menjadi fokus

penelitian. Unit analisis dalam penelitian adalah suatu satuan tertentu

yang diperhitungkan sebagai suatu subjek penelitian atau keseluruhan

unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Salah satu ciri

atau karakteristik dari hasil penelitian sosial adalah apa yang disebut

dengan “unit of analysis”. Dalam penelitian ini yang menjadi unit

analisis adalah seluruh mahasiswa atau mahasiswi di FISIP USU.

3.3.2. Informan

Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan

penelitian sebagai perilaku maupun orang yang memahami

permasalahan objek penelitian (Bungin, 2007).

Pada penelitian yang dilakukan ini, informan utama penelitian

diambil dengan menggunakan teknik purvosive sampling. Purvosive

sampling merupakan suatu teknik pengumpulan data yang sering

digunakan. Purvosive sampling artinya pemilihan informan dilakukan

secara sengaja dengan mempertimbangkan ciri-ciri tertentu sesuai

dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil

30

Universitas Sumatera Utara


informan dengan ciri-ciri yang telah dipertimbingkan, yaitu mahasiswi

yang pernah mengalami body shaming dengan rentang usia 19-23

tahun, dengan latar belakang etnis yang berbeda-beda yaitu etnis

Batak Toba, Karo, Mandailing, Jawa, Nias dan etnis Papua dengan

melihat kondisi fisik yang mereka miliki yang tidak sesuai dengan

citra tubuh ideal yang dikonstruksikan di tengah masyarakat.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu langkah yang amat penting dalam

melakukan penelitian. Agar mendapatkan data valid dibutuhkan teknik

pengumpulan data. Pada tahap penelitian ini peneliti mengumpulkan berupa

data primer dan data sekunder yang dibutuhkan oleh peneliti agar dapat

mengolaah data yang didapatkan saat berada di lapangan.

3.4.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung oleh

peneliti dengan kegiatan langsung untuk mencari data-data yang

lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Adapun cara

mendpatkan data primer adalah :

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang

diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

melibatkan semua indera (penglihatan, pendengaran, penciuman,

dan perasa) untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam

penelitian. Manfaat dari teknik ini antara lain peneliti akan lebih

31

Universitas Sumatera Utara


mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial,

jadi akan diperoleh pandangan yang holistic atau menyeluruh,

dengan observasi akan dipeoleh pengalaman langsung (Danu Eko

Agustinova, 2015).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi langsung

ke lokasi penelitian dan mengamati interaksi dan berbagai kegiatan

yang dilakukan oleh mahasiswa FISIP USU sebelum dilanjutkan

kepada wawancara.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab yang dilakukan

peneliti kepada orang yang menjadi objek penelitian atau informan.

Mengingat situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung

sampai saat ini, proses tanya jawab dalam penelitian ini dilakukan

secara virtual menggunakan media whatssapp dengan vitur

voicenote dan videocall. Peneliti bertanya kepada informan tentang

hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang ingin diteliti

dengan teknik bertanya secara bebas dan berpedoman. Wawancara

bertujuan untuk memperoleh data atau informasi secara lengkap

tentang kehidupan sosial objek masalah yang akan diteliti. Hal

yang membantu peneliti dalam melakukan tanya jawab adalah

menggunakan alat bantu perekam seperti handphone untuk lebih

memudahkan dan membantu peneliti dalam mengingat dan

menangkap informasi yang diberikan kepada informan.

32

Universitas Sumatera Utara


3. Dokumentasi

Dokumentasi menurut (Sugiono,2015) adalah suatu cara yang

digunakan memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku,

arsip, dokumen, tulisan gambar dan berupa laporan serta

keterangan yang dapat mendukung penelitian. Pengumpulan data

dengan cara dokumentasi merupakan suatu hal yang dilakukan

oleh peneliti guna mengumpulkan data dari berbagai narasumber

yang akan diteliti. Dokumentasi dalam penelitian ini berupa

screenshoot videocall dan screenshoot bukti percakapan melalui

media whatssapp.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber yang ada (Hasan,

2002). Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak

langsung dari objek atau lokasi penelitian Data diperoleh dapat

bersumber dari buku-buku, laporan penelitian, tulisan ilmiah, serta

media elektronik dan sumber online yang juga dapat dijadikan

menjadi sumber data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Interpretasi Data

Data yang didapat dari lapangan berdasarkan observasi dan

wawancara. Akan dioah secara kualitatif dan dianalisis menggunakan

kalimat-kalimat yang logis dan sesuai dengan situasi serta kondisi lapangan

lapangan yang ada. Agar bisa dimengerti dan mudah dipahami pada tiap-

33

Universitas Sumatera Utara


tiap data yang dikumpulkan. Kemudian data dipersentasikan dengan

permasalahan yang ditetapkan, hal ini bertujuan untuk melihat kelengkapan

data hasil dari observasi dan wawancara. Lalu hasil pembahasan dari

penelitian dirumuskan dalam suatu kesimpulan dan saran. Miles dan

Hubermen (Sugiyono,2011) mengungkapkan komponen dalam analisis data,

yaitu:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Melakukan pengumpulan terhadap informasi penting yang terkait

dengan masalah penelitian, selanjutnya data dikelompokkan sesuai topik

masalah. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data (Display)

Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori. Untuk menyajikan data dalam penelitian

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay

data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi.

3. Verifikasi Data (Verification)

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap berikutnya. Dan jika kesimpulan didukung oleh bukti-bukti

yang valid maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

yang kredibel.

34

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian

Bulan Ke -
No. Jadwal Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7

1 Pra observasi

2 Acc judul

3 Penyusunan proposal penelitian

4 Seminar proposal penelitian

5 Revisi proposal penelitian

6 Penyerahan hasil seminar proposal

7 Operasional penelitian

8 Bimbingan

9 Penulisan laporan akhir

10 Sidang meja hijau

35

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

INTERPRETASI DATA DAN HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara merupakan kampus yang dibangun

guna mempersiapkan pusat pendidikan di kawasan Barat Indonesia.

Pada tahun 1952 USU adalah sebuah yayasan yang kemudian beralih

status menjadi PTN pada tahun 1957 dan selanjutnya berubah menjadi

PT-BUMN Pada 2003. Saat ini terdapat 15 fakultas di USU

diantaranya Kedokteran, Kedokteran gigi, Hukum, Pertanian, Teknik ,

Ekonomi dan Bisnis, Farmasi, Ilmu Budaya, Ilmu Komputer dan

Teknologi Informasi, Kehutanan, Keperawatan, Kesehatan

Masyarakat, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Psikologi ,

Ilmu Sosial dan Politik dan Sekolah Paca Sarjana. Berdirinya Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( FISIP ) Universitas Sumatera Utara

sebagai Fakultas ke -9 di prakarsai oleh beberapa dosen dari bidang

ilmu sosial, beberapa dosen fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara tahun 1979. Proposal pendirian fakultas

ini disusun oleh Drs. M. Adham Nasution, Asma Afan, MPA, Dr. A.P.

Parlindungan, SH. yang pada saat itu menjabat sebagai Rektor USU,

kemudian mengajukan proposal tersebut sehingga akhirnya

didirikanlah FISIP.

36

Universitas Sumatera Utara


Dalam proses pengembangannya, jurusan yang ada di FISIP

tidak dibuka sekaligus . hal ini disesuaikan dengan kebutuhan

masyarakat dan pemerintah daerah serta tenaga pengajar yang di

butuhkan sesuai dengan bidangnya. Pada awalnya (1980/1981 ), FISIP

USU hanya membuka dua jurusan, yaitu 1) Jurusan Ilmu Administrasi

Negara; 2) Jurusan llmu Komunikasi. Tahun ajaran 1983/1984, FISIP

kembali membuka dua jurusan baru yaitu 1) Jurusan Sosiologi dan 2)

Jurusan Kesejahteraan Sosial; serta menerima perpindahan jurusan

Antropologi dari Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Sesuai

SK Mendikbud RI No. 0535/0/83 tahun 1983 tentang jenis dan jumlah

jurusan pada fakultas di lingkungan Universitas Sumatera Utara,

FISIP USU mempunyai 6 ( enam ) Jurusan yaitu; Jurusan Sosiologi,

Urusan Kesejahteraan Sosial, jurusan Antropologi Sosial, jurusan

Ilmu Kesejahteraan Sosial, Jurusan Ilmu Komunikasi, Jurusan Mata

Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang kemudian jurusan MKDU

diarahkan pengelolahannya di luar FISIP USU dengan pertimbangan

bahwa jurusan tersebut bukan disiplin ilmu yang berdiri sendiri

melainkan mengelola mata kuliah Dasar Umum. Sejalan dengan itu

pada tahun 1996 dengan SK Dikti No. 105/Dikti/Kep/1996 tanggal 18

April 1996 membuka studi D3 Administrasi Perpajakan dan membuka

S1 Ilmu Politik dengan SK Dikti No. 108/Dikti/Kep/2001 pada

tanggal 30 April 2001. Tahun 2009 FISIP USU membuka Program

Studi Administrasi Bisnis dengan SK Rektor USU No.

920/H5.1.R/SK/PRS/2009 di tanggal 11 mei 2009. Selain program S1

37

Universitas Sumatera Utara


.dan D3, FISIP USU juga telah membuka program S2 Program Studi

Pembangunan tahun 2009 dengan SK Rektor USU No.

17019/H5.1.R/SK/SBP/2009, dan program S2 Sosiologi dengan SK

Rektor USU No. 2356/UN5.1.R/ PRS/2011 dan di tahun yang sama

membuka program studi S3 Studi Pembangunan dengan SK Rektor

USU No. 3122/UN5.1.R/SK/PRS/2011. Pembukaan program studi

sejak tahun 2005 dilakukan seiring dengan perubahan status

Universitas Sumatera Utara menjadi Badan Hukum Milik Negara

(BHMN ) dan sejak tahun 2016 USU menjadi PTN-BH yang

ditetapkan dalam aturan pemerintah Republik Indonesia nomor 16

tahun 2014 tentang status Universitas Sumatera Utara . Tahun 2015

berdiri program studi S2 Ilmu Politik yang ditetapkan dengan surat

keputusan Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara No.

1427/UN5.1.R/SK/PRS/2015 dan hingga saat ini FISIP USU

mengelolah 13 Program Studi.

4.1.2. Program Studi

1. Program Diploma, Sarjana, Magister, dan Doktor

Program pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

adalah pendidikan formal jalur akademik yang menyiapkan peserta

didik menjadi pelatihan bekal yang terpisah sesuai kebutuhan

akademis dengan muatan satuan sesuai dengan peraturan rektor

USU nomor 701/UN5.1.R/SK/SPB/2013. Adapun program studi di

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu:

38

Universitas Sumatera Utara


1. Antropologi Sosial

2. Ilmu Administrasi Bisnis

3. Ilmu Administrasi Publik

4. Ilmu Komunikasi

5. Ilmu Politik

6. Kesejahteraan Sosial

7. Sosiologi

8. D3 Administrasi Perpajakan

9. S2 Studi Pembangunan

10. S2 Ilmu Komunnikasi

11. S2 Sosiologi

12. S2 Ilmu Politik

13. S3 Studi Pembangunan

4.1.3. Struktur Pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Struktur pimpinan pada Fakultas lmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara dipimpin oleh seorang Dekan dan dibantu

oleh tiga wakil Dekan, pada delapan departemen yang dibawahnya

masing-masing dipimpin oleh seorang ketua departemen dengan

seorang sekretaris departemen. Adapun struktur dari Fakultas Ilmu

sosial dan Ilmu Politik adalah seperti pada penjelasan di bawah:

Dekanat : Hendra Harahap, M.Si., Ph.D

Wakil Dekan I : Dr. Hatta Ridho S.Sos., M.SP

Wakil Dekan II : Husni Thamrin S.Sos., M.SP

39

Universitas Sumatera Utara


Wakil Dekan III : Dr. Harmona Daulay, S.Sos, M.Si

Pimpinan Departemen dan Program Studi :

Program Studi Ilmu Komunikasi

Ketua : Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph.D

Sekretaris : Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos., M.Si

Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Ketua : Dra. Februati Trimurni, M.Si, M.Si., Ph.D

Sekretaris : Asima Yanty Sylvania Siahaan, MA. Ph.D

Program Studi Sosiologi

Ketua : Drs. T Ilham Saladin, MSP

Sekretaris : Dra. Linda Elida, M.Si

Program Studi Antropologi

Ketua : Dr. Drs. Irfan, M.Si

Sekretaris : Dra. Rytha Tambunan, M.Si

Program Studi Kesejahteraan Sosial

Ketua : Agus Suriadi, S.Sos, M.Si

Sekretaris : Fajar Utama Ritonga, S.Sos., M.Kesos

Program Ilmu Politik

Ketua : Indra Fauzan, SHI, M.Soc. Sc., Ph.D

Sekretaris : Aidil Arifin, S.Sos. MA

Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis

Ketua : Onan Marakoli Siregar, S.Sos., M.Si

Sekretaris : Dr. Beti Nasution, M.Si

Program Studi D3 Administrasi Perpajakan

40

Universitas Sumatera Utara


Ketua : Drs. Muhammad Husni Thamrin. M,Si

Sekretaris : Drs. Kariono, M.Si

Program Studi S2 Studi Pembangunan

Ketua : Prof. Subhilhar, MA., Ph.D.

Sekretaris : Dr. Dra. T. Irmayani, M.Si

Program Studi S3 Studi Pembangunan

Ketua : Prof. Subhilhar, MA., Ph.D

Sekretaris : Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si

Program Studi S2 Komunikasi

Ketua : Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si

Sekretaris : Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D

Program Studi S2 Sosiologi

Ketua : Prof. Dr. Baddarudin, M.Si

Sekretaris : Drs. Henry Sitorus, MA

Program Studi S2 Ilmu Politik

Ketua : Dr. Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si

Sekretaris : Dr. Bengkel, M.Si

4.1.4. Visi Misi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

A. Visi

Sejalan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat

Indonesia, khususnya yang terkait dengan otonomi daerah,

demokratisasi, globalisasi dan lain sebagainya, FISIP USU telah

memiliki kontribusi dalam kegiatan penelitian, publikasi, dan

pengabdian masyarakat yang aplikatif. Oleh karena itu, agar

41

Universitas Sumatera Utara


program studi lebih fokus pada kegiatan-kegiatan yang akan

dilakukan selama kurun waktu 2016-2021 dan untuk

mensinergikan dengan program kerja Universitas Sumatera Utara,

maka ditetapkan VISI FISIP USU 2016-2021

“Menjadi Fakultas yang memiliki keunggulan akademik

dan mampu bersaing dalam pengembangan ilmu dan riset

terapan kebijakan publik bidang sosial dan politik pada tataran

global tahun 2021”

B. Misi

1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di bidang ilmu

sosial dan ilmu politik dengan mengandalkan kompetensi dosen

sesuai materi yang relevan, mutakhir, kompetitif, dan bermoral,

2. Menghasilkan lulusan yang mampu berperan sebagai pelaku

perubahan dalam kehidupan sosial dan politik di masyarakat,

3. Mengembangkan riset terapan dan publikasi untuk memperkaya

ilmu pengetahuan yang berguna bagi masyarakat,

4. Meningkatkan kegiatan pengabdian masyarakat dalam rangka

kepedulian sosial civitas akademika terhadap masyarakat,

5. Membangun jaringan kerjasama dengan instansi pemerintah,

swasta dan organisasi non pemerintah dalam rangka

meningkatkan daya saing.

42

Universitas Sumatera Utara


4.1.5. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kampus USU Padang Bulan sebagai kampus utama berlokasi

di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru. Kampus ini

mulai digunakan sejak tahun 1957, sebelumnya beberapa fakultas di

Lingkungan USU menggunakan sejumlah gedung yang tersebar di

Kota Medan termasuk di antaranya berlokasi di Jalan Seram, Jalan

Cik Ditiro, Jalan Sempali, dan Jalan Gandhi. Kampus Padang Bulan

yang pada awalnya terdapat di pinggiran kota Medan, kemudian

dengan perkembangan kota Medan sehingga sekarang berada di

tengah – tengah kota. Kampus ini memiliki luas 122 Ha, dengan zona

akademik seluas sekitar 100 Ha yang berada di tengahnya. Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara beralamat di

jalan Dr. A. Sofyan Nomor 1 Kampus USU Padang Bulan Medan

Kode Pos 20155, dengan nomor telepon : +62 61 8211965 dan alamat

email : fisipusumedan09@yahoo.co.id. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik memiliki banyak berbagai kegiatan ataupun komunitas

mahasiswa yang mewarnai kehidupan kampus. Mahasiswa FISIP

USU juga berasal dari banyak daerah yang berbeda hingga suku,

agama, dan ras, dan mereka dapat memasuki berbagai komunitas atau

organisasi yang dapat mengembangkan bakat atupun memperluas

jejaring sosial mereka dan semakin mengasah daya pikir kritis

mahasiswa FISIP. FISIP memberikan seluruh mahasiswa untuk bebas

berekspresi. Memberikan mereka kesempatan untuk mengekspresikan

diri mereka di lingkungan kampus. Arena kampus menjadi salah satu

43

Universitas Sumatera Utara


tempat berlangsungnya praktik sosial belajar mahasiswa FISIP USU

karena sebagian waktu mahasiswa banyak dihabiskan di arena kampus

yaitu pada saat proses perkuliahan. Kegiatan bersosialisasi di kampus

yang dapat dilakukan oleh mahasiswa sangatlah beragam. mulai dari

proses belajar mengajar dengan dosen, terkait urusan adminitrasi

perkuliahan dengan staff, dan ada juga proses bersosialisasi dengan

teman perkuliahan atau teman sebaya terkait mata kuliah maupun

organisasi yang ada dikampus FISIP USU.

4.1.6. Organisasi Mahasiswa di Lingkungan FISIP USU

Organisasi kemahasiswaan adalah salah satu elemen penting

yang tidak bisa dilepaskan dari dunia kampus. sebagaimana diketahui

bahwa organisasi kemahasiswaan mampu memberikan dampak yang

sangat positif untuk menunjang kebutuhan mahasiswa. Kampus

sebagai lingkungan mahasiswa tentu membutuhkan wadah-wadah

untuk menyalurkan kemampuan, aspirasi dan tempat untuk saling asah

dan asuh ilmu yang telah didapatkan selama proses perkuliahan.

Terlebih lagi, bahwa FISIP sebagai kampus yang memiliki latar

belakang keilmuan yang berbasis pada sosial politik, maka tidak

mengherankan apabila terdapat banyak organisasi kemahasiswaan

yang tumbuh subur di fakultas ini. Sebab, organisasi sudah menjadi

semacam laboratorium bagi mahasiswa FISIP sebagaimana fakultas-

fakultas eksakta dengan laboratorium-laboratorium ilmiahnya.

Menurut peneliti ada tiga jenis keorganisasian yaitu yang bersifat

keagamaan, nasionalis, dan organisasi departemen.

44

Universitas Sumatera Utara


1. Organisasi Keagamaan, Organisasi keagamaan adalah organisasi

yang menjadikan agama sebagai jati diri organisasinya. Setiap

aspek dan segmen dari gerakan serta perjuangan yang dilakukan

oleh organisasi tersebut merupakan atas dorongan spiritual.

Organisasi keagamaan tersebut bukan berarti tidak menjunjung

nilai-nilai nasionalisme akan tetapi, semangat nasionalisme yang

timbul adalah semangat nasionalisme yang dilatar belakangi oleh

nilai-nilai agama. Pada saat ini, di FISIP terdapat berbagai

organisasi keagamaan yitu :

 HMI (Himpunan Mahasiswa Islam),

 GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia).

Pada saat ini, kedua organisasi keagamaan tersebutlah yang

masih tetap eksis ditengah-tengah kampus. UKMI As-Syiayah juga

bisa dikategorikan kedalam jenis organisasi keagamaan karena

telah memiliki banyak anggota dan struktur keorganisasi. Selain

yang telah memiliki komisariat tersendiri di FISIP USU seperti

organisasi keagamaan yang disebutkan diatas, mahasiswa juga ada

yang ikut dalam wadah organisasi mahasiswa yang

berlatarbelakang keagamaan yang ada di tingkat universitas (tidak

memiliki komisariat di FISIP). Organisasi seperti IMM (Ikatan

Mahasiswa Muhammadiyah), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa

Muslim Indonesia).

2. Organisasi Nasionalis FISIP juga memiliki organisasi yang bersifat

nasionalis yakni, GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasionalis

45

Universitas Sumatera Utara


Indonesia). Organisasi ini melibatkan mahasiswa yang berkumpul

dalam satu wadah organisasi yang memiliki visi dan misi yang

sama, yaitu sama-sama bergerak dengan ciri yang sangat menonjol

yaitu sebagai sebuah organisasi Nasionalis.

3. Organisasi Himpunan Mahasiswa Departmen (HMD) Organisasi

ini merupakan organisasi yang didirikan jurusan dan

keanggotaannya adalah otomatis bagi setiap mahasiswa yang ada di

jurusan tersebut. Masing-masing jurusan memiliki nama organisasi

yang berbeda di setiap jurusannya. Organisasi ini merupakan

perpanjangan tangan jurusan (Ketua jurusan dan elemen akademis)

pada kepentingan mahasiswa di jurusan tersebut. Berikut ini

merupakan nama-nama Himpunan Mahasiswa Departmen (HMD)

yang ada di FISIP USU:

Tabel 4.1. Organisasi Mahasiswa di Lingkungan FISIP USU

NO Program Studi Himpunan Mahasiswa Program Studi

IMAJINASI (Ikatan Mahasiswa Jurusan


1 Ilmu Komunikasi
Ilmu Komunikasi)
IMDIAN (Ikatan Mahasiswa Departemen
2 Ilmu Administrasi Negara
Administrasi Negara)
3 Sosiologi IMASI (Ikatan Mahasiswa Sosiologi)

INSAN (Ikatan Dongan Sabutuha


4 Antropologi
Antropologi)
IMIKS (Ikatan Mahasiswa Ilmu
5 Ilmu Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan Sosial)
IMPROSAJA (Ikatan Mahasiswa Program
6 Program Studi Perpajakan
Studi Administrasi Perpajakan)

46

Universitas Sumatera Utara


IMADIP (Ikatan Mahasiswa Departemen
7 Ilmu Politik
Ilmu Politik)
IMPRODIAS (Ikatan Mahasiswa Program
8 Administrasi Bisnis
Studi Administrasi Bisnis)

4.2. Fenomena Body Shaming di FISIP USU

Fenomena body shaming bukanlah fenomena yang baru, fenomena ini

sudah ada sejak dulu. Body shaming rentan terjadi di lingkungan anak muda.

Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara (FISIP

USU) ditemukan perilaku-perilaku anak muda yang menunjukkan adanya

body shaming. Mahasiswa dan mahasiswi FISIP USU sangatlah beragam

mulai dari latar belakang, asal daerah, suku, agama bahkan bentuk tubuh

yang beragam. Oleh sebab itu tindakan seperti body shaming kerap terjadi di

Fakultas ini. Body shaming sering terjadi dalam interaksi sesama teman

atupun omongan basa basi juga sering mengarah kepada perilaku body

shaming baik dengan maksud sengaja ataupun tidak sengaja. Tindakan body

shaming yang dialami oleh mahasiswi FISIP USU juga bukan hanya terjadi

pada saat di kampus namun, lingkungan tempat tinggal mereka memiliki

peran karena sebagian waktu mereka dihabiskan pada saat di tempat tinggal

mereka masing-masing baik rumah maupun di kos.

Fenomena body shaming kebanyakan dilakukan oleh teman korban

sendiri yang telah merajalela dan menjadi hal yang biasa, candaan atau basa

basi sering dijadikan alasan penyebab body shaming. Mereka yang

merupakan teman korban cenderung masih kental menerapkan nilai-nilai

patriarki yang menganggap bawa perempuan haruslah sesuai dengan standar

47

Universitas Sumatera Utara


kecantikan yang ada di masyarakat. Beberapa mahasiswi korban body

shaming menolak tindakan body shaming yang dilontarkan pada dirinya

tetapi sayangnya sebagian lagi cenderung cuek dan tidak perduli dengan

adanya tindakan body shaming dalam keseharianya.

4.3. Profil Informan

4.3.1. Informan I :

Nama / Inisial : Erika

Usia : 20 Tahun

Jurusan / Angkatan : Sosiologi / 2018

Suku : Karo

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl Sei Padang

Asal : Karo

Erika merupakan mahasiswi jurusan sosiologi yang berasal dari

kota Medan. Tanggal 28 Juni 2021 peneliti dengan Erika melakukan

wawancara pertama kali secara virtual melalui videocall whatsapp.

Erika merupakan mahasiswi yang aktif mengikuti kegiatan kampus,

dan Erika merupakan seseorang yang gampang berinteraksi dan

bersosialisasi dengan lingkungan kampus, akan tetapi sewaktu-waktu

Erika pernah mendapatkan perlakuan yang tidak enak dari temannya.

Erika mendapat tindakan body shaming dari teman sekelasnya

ketika awal masuk kuliah tahun ajaran baru, ketika itu Erika sedang

mengalami beruntusan parah di wajahnya, Erika mendapat sapaan dari

temannya setelah beberapa waktu tidak bertemu tapi sapaan ini bukan

48

Universitas Sumatera Utara


sapaan untuk menanyakan kabar melainkan komentar pedas yang

dilontarkan kepada Erika tentang kondisi wajahnya yang sedang

mengalami beruntusan, padahal Erika sendiri menganggap

bahwasanya beruntusan adalah hal yang wajar saja. Komentar yang

dilontarkan terhadap Erika kemudian membuat Erika tidak percaya

diri untuk bertemu dengan teman-temannya, dan membuat Erika

gugup ketika Erika sedang melakukan presentase dalam salah satu

mata kuliah Erika merasa bahwa teman-temannya sedang

memperhatikan wajahnya yang beruntusan sambil tersenyum halus.

Pengalaman body shaming yang dialami oleh Erika berlangsung

cukup lama, karena kondisi wajahnya yang lama membaik. Menurut

Erika, mengapa Erika mendapatkan tindakan body shaming

dikarenakan teman-teman Erika yang terkejut melihat kondisi

wajahnya yang sebelumnya tidak pernah beruntusan separah itu. Erika

mengaku bahwa yang melakukan tidakan body shaming terhadap

dirinya bukan hanya laki-laki saja melainkan juga sesama perempuan.

Erika merasa kesal ketika mendapat tindakan body shaming dari

temannya yang sesama perempuan Erika mengatakan “seharusnya

sesama perempuan harus itu saling menjaga perasaan, eh tau-taunya

juga malah menjatuhkan”. Erika tidak terima hanya karena wajahnya

yang sedang beruntusan Erika mendapat tindakan body shaming

karena Erika menganggap beruntusan adalah hal yang wajar dialami

oleh setiap oleh setiap orang. Erika melakukan perlawanan ketika

mendapat tindakan body shaming dan berusaha memberikan

49

Universitas Sumatera Utara


penjelasan kepada teman-temanya mengapa Erika mengalami

beruntusan, Erika menceritakan bahwasanya kulit wajahnya sensitif

jadi wajar saja kalo Erika sewaktu-waktu bisa mengalami beruntusan.

4.3.2. Informan II :

Nama / Inisial : MG

Usia : 21 Tahun

Jurusan / Angkatan : D3 Administrasi Perpajakan / 2018

Suku : Nias

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Bahagia Pasar 1 Padang Bulan

Asal : Nias Selatan

MG merupakan seorang mahasiswi jurusan D3 Administrasi

Perpajakan yang berasal dari Nias Selatan. MG adalah informan kedua

yang mengalami body shaming. Gadis 21 Tahun ini diterima dijurusan

D3 Administrasi Perpajakan pada tahun 2018. Gadis ini turut

mengalami body shaming saat berada dikampus FISIP USU. MG

mempunyai masalah di wajahnya. MG mengalami body shaming dari

teman-teman laki-laki terdekatnya dikampus yang sering mengatakan

bahwasanya MG tidak dapat merawat wajahnya dengan baik sehingga

wajahnya mengalami jerawat dan beruntusan.

Komentar yang dilontarkan membuat MG merasa risih dan kesal

dengan perkataan teman-temanya yang terus-terusan menyuruhnya

untuk perawatan dan memakai skincare. MG menyadari kondisi

wajahnya memang berjerawat dan mungkin tidak enak dipandang

50

Universitas Sumatera Utara


akan tetapi MG sendiri telah berusaha memakai berbagai produk

kecantikan untuk menghilangkan jerawat di wajahnya.

MG selalu dibanding-bandingkan oleh temannya dengan wajah

orang lain yang sama-sama bersuku Nias tetapi memiliki wajah yang

lebih mulus. Temannya beranggapan bahwasanya gadis Nias

kebanyakan memiliki kulit putih dan wajah yang mulus. Kondisi

seperti ini membuat MG merasa tertekan dan akhirnya tidak percaya

diri untuk bertemu dengan teman-teman kuliahnya sehingga MG

mengakali untuk memakai foundation yang tebal untuk sedikit

menutupi jerawatnya. MG merasa minder bertemu dengan orang

banyak apalagi bertemu dengan teman lawan jenis.

4.3.3. Informan III :

Nama / Inisial : ADY

Usia : 20 Tahun

Jurusan / Angkatan : Ilmu Kesejahteraan Sosial / 2019

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Pembangunan Padang Bulan

Asal : Kisaran

ADY merupakan salah satu mahasiswi FISIP USU yang

mendapatkan perlakuan body shaming dari teman-temannya. ADY

mengatakan bahwa ADY telah sering mendapatkan perlakuan body

shaming sejak ADY duduk dibangku SMA. Postur tubuh yang

dimiliki oleh ADY dinilai tidak ideal, karena memiliki tinggi badan

51

Universitas Sumatera Utara


yang pendek bila dibandingkan dengan teman-teman sebayanya.

ADY memiliki tinggi badan dibawah 150 cm. Awal ADY mendapat

perlakuan body shaming dikampus adalah ketika ADY diajak berfoto

oleh teman-temannya. Pada saat itu teman-teman ADY menertawai

ADY karena diantara teman-temannya hanya ADY yang paling

pendek, untuk itu ADY harus berada pada posisi paling depan agar

terlihat ketika difoto.

Tidak hanya berhenti disitu tindakan body shaming yang dialami

olehnya terjadi belakangan ini ketika ADY sedang berada di kampus

untuk mengurus sesuatu. Body shaming kali ini dilakukan oleh salah

satu alumninya yang baru saja lulus, dengan nada tertawa alumni

tersebut menyebut ADY seperti anak SMP karena memiliki postur

tubuh yang dianggap kecil. Hal ini membuat ADY merasa tidak

nyaman untuk melanjutkan percakapan dengan alumninya tersebut.

Perlakuan body shaming yang dialami oleh ADY memang

dalam bentuk gurauan dan candaan akan tetapi ADY merasa tindakan

body shaming yang dilakukan oleh teman-temannya bersifat sensitif,

karena tinggi badan yang dimiliki oleh ADY diwariskan oleh ayahnya.

ADY jadi minder dan tidak percaya diri jika bertemu dengan

temannya yang memiliki bentuk tubuh yang lebih tinggi. Dari hal ini

ADY sempat mengkonsumsi susu dan suplemen peninggi badan, akan

tetapi semua itu dihentikan oleh ADY karena merasa tidak ada

perubahan yang begitu signifikan terhadap tinggi badannya.

52

Universitas Sumatera Utara


4.3.4. Informan IV :

Nama / Inisial : FS

Usia : 22 Tahun

Jurusan / Angkatan : Sosiologi / 2017

Suku : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Bunga Cempaka Pasar 3

Asal : Lumban Julu Kab. Toba Samosir

FS merupakan mahasiswi jurusan sosiologi 2017. Gadis

kelahiran Lumban Julu ini sering mendapat perlakuan body shaming

dari teman-teman kampusnya dikarenakan postur tubuhnya yang

gemuk. FS memiliki berat badan 70 kg sehingga FS dikategorikan

sebagai perempuan bertubuh gemuk. Awalnya FS menganggap body

shaming yang dilontarkan teman-temannya hanya sekedar candaan

tapi lama kelamaan muncul perasaan tersinggung didalam dirinya

akibat perlakuan body shaming yang dilontarkan terhadap dirinya. FS

merasa bahwa komentar tersebut membuatnya tertekan dan selalu

dihantui rasa tidak percaya diri akibat postur tubuhnya.

Adapun pengalaman body shaming yang dialami oleh FS ketika

didepan orang banyak temannya berkomentar bahwa ia kurusan,

padahal yang dirasakannya tidak sama dengan komentar temannya,

hal ini kemudian membuat orang disekitarnya tertawa. FS

menganggap bahwa teman-temannya secara tidak langsung menyindir

bentuk tubuh yang dimiliki olehnya. Merasa kesal dengan temannya

53

Universitas Sumatera Utara


FS memutuskan untuk meninggalkan percakapan tersebut. Tidak

berhenti hanya disitu saja FS sering mendapat komentar dari teman-

teman laki-laki yang menyuruhnya untuk diet. Teman laki-laki FS

sering membanding-bandingkan bentuk tubuh FS dengan bentuk

tubuh orang lain yang lebih langsing dibanding FS.

Perlakuan body shaming yang dialami FS berdampak pada

kepercayaan dirinya. FS sering merasa tidak percaya diri untuk

bertemu orang banyak dan FS lebih banyak menghindar dari orang-

orang yang sering mengomentari bentuk tubuhya. FS merasa bahwa

bentuk tubuhnya sulit diterima oleh teman-temannya yang selalu

mengutamakan good looking.

4.3.5. Informan V :

Nama / Inisial :C

Usia : 21 Tahun

Jurusan / Angkatan : Antropologi/ 2017

Suku : Batak

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl Harmonika

Asal : Balige

C merupakan mahasiswi dari jurusan Antropologi yang

mendapat perlakuan body shaming. Penulis melakukan wawancara

dengan C melalui percakapan menggunakan whatsapp. C merupakan

seorang perempuan yang awalnya memiliki postur tubuh yang ideal

namun seiring dengan berjalannya waktu postur tubuh yang

54

Universitas Sumatera Utara


dimiliknya mulai bertambah. Apalagi semenjak kuliah berat badannya

semakin bertambah karena C selalu melampiaskan stres akibat tugas

yang banyak dengan cara ngemil.

C mengalami tindakan body shaming di kampus oleh teman-

temannya sendiri yang mulai memanggilnya dengan sebutan

“mokmok”. Teman-temannya juga sering mengomentari tubuhnya

yang gemuk dengan mengatakan “awas obesitas”. Tidak berhenti

disitu C juga sering mendapat komentar dari teman-teman laki-laki

nya yang selalu menyuruhnya untuk diet. Awalnya C hanya

menganggap bahwa komentar tersebut hanya candaan tetapi lama

kelamaan komentar yang dilontarkan teman-temannya membuat C

merasa tidak nyaman dan menimbulkan perasaan sakit hati.

Kesal dengan perlakuan body shaming dari teman-temannya C

mulai merasa tidak percaya diri dengan bentuk tubuhnya sehingga C

melakukan usaha untuk menurunkan berat badannya, mulai dari diet

ngemil dan olahraga. C juga harus memilih pakaian yang pas dengan

bentuk tubuhnya saat berpergian kekampus dengan alasan supaya

tidak terlalu kelihatan gemuk.

4.3.6. Informan VI :

Nama / Inisial : HDR

Usia : 21 Tahun

Jurusan / Angkatan : Ilmu Kesejahteraan Sosial / 2017

Suku : Serui (Papua)

Agama : Kristen Protestan

55

Universitas Sumatera Utara


Alamat : Asrama Putri Usu

Asal : Jayapura (Papua)

HDR mahasiswi penerima beasiswa Afirmasi yang berasal dari

Jayapura. Gadis 21 tahun ini diterima di Jurusan Ilmu Kesejahteraan

FISIP USU pada tahun 2017. Semenjak HDR diterima di USU HDR

juga sering mengalami body shaming dilingkungan sekitarnya baik

dilingkungan asrama maupun lingkungan kampus. HDR memiliki

postur tubuh yang gemuk dan memiliki kulit yang gelap, karena itu

HDR sering mendapat perlakuan body shaming terutama dari teman-

teman terdekatnya. Bagi HDR hidup ditanah orang HDR harus

mengalami yang namanya suka dan duka. Salah satu duka yang harus

dialami oleh HDR adalah mendapat perlakuan body shaming dari

lingkungan teman kampusnya.

Adapun perlakuan body shaming yang dialami oleh HDR ketika

teman-temannya bertanya “kok kamu bisa gemuk sekali”, “kenapa

kulit orang papua itu hitam-hitam”. Tidak berhenti disitu saja HDR

juga sering merasa bahwa tubuhnya menjadi bahan olokan orang lain.

HDR adalah termasuk orang yang sabar dalam menanggapi perlakuan

body shaming yang dilakukan oleh teman-temannya.

Tidak hanya perlakuan body shaming HDR juga sering

mendengar ucapan dari teman-temannya yang mengatakan

bahwasanya perempuan Papua tidak termasuk kategori perempuan

cantik. Perempuan Papua sering terdiskriminasi akibat ciri khas yang

melekat pada diri mereka.

56

Universitas Sumatera Utara


Walaupun merasa kesal dan menyadari body shaming adalah

suatu bentuk kekerasan yang dilontarkan terhadap dirinya HDR tetap

menanggapi postif dan mencoba memberi penjelasan kepada teman-

temannya yang melakukan body shaming. HDR merasa bahwa jika ia

terlalu memasukan hati perkataan orang lain maka ia akan selalu

tertekan dan tidak akan maksimal dalam melakukan suatu pekerjaan.

4.3.7. Infroman VII :

Nama / Inisial : Rahmawati

Usia : 22 Tahun

Jurusan / Angkatan : Ilmu Komunikasi / 2017

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bahagia

Asal : Batubara

Rahmawati merupakan mahasiswi yang diterima di jurusan Ilmu

Komunikasi pada tahun 2017. Rahmawati juga merupakan mahasiwi

yang mengalami body shaming di lingkungan kampus. Rahmawati

memiliki postur tubuh yang berisi, sehingga Rahmawat sering

mendengar candaan dari teman-temannya yang mengarah ke body

shaming. Menurut Rahmawati body shaming adalah seperti menjelek-

jelekkan bentuk tubuh fisik seseorang bahkan hal-hal kecil lainnya

baik secara sengaja maupun dikemas dalam bentuk candaan.

Adapun perlakuan body shaming yang dialami oleh Rahmawati

adalah ketika teman-teman terdekatnya mengatakan Rahmawati

57

Universitas Sumatera Utara


seperti badak, dan teman-temannya kerap menyuruh Rahmawati untuk

menurunkan berat badan. Teman-temannya juga mengatakakan

bahwasanya Rahmawati tidak bisa menjaga berat badan, dan

menganggap Rahmawati hanya makan tidur saja. Tidak berhenti

sampai disitu Rahmawati juga pernah mengalami body shaming yang

diakibatkan oleh kondisi wajahnya yang sedang berjerawat parah. Saat

itu wajah Rahmawati sedang sensitif akibat tidak cocok terhadap salah

satu kosmetik kecantikan yang ia gunakan, spontan teman-teman

Rahmawati langsung mengomentari wajah Rahmawati yang dianggap

menjijikkan.

Rahmawati menganggap body shaming yang dialaminya

semata-mata hanya lelucon yang dilontarkan oleh teman-teman

terdekatnya, akan tetapi Rahmawati terus merasa insecure bila

bertemu dengan orang banyak. Rahmawati juga sempat

mengkonsumsi obat diet dengan niat untuk menurunkan berat badan,

akan tetapi lama kelamaan Rahmawati mulai membiasakan diri

dengan omongan orang-orang yang mengomentari fisiknya.

4.3.8. Informan VIII :

Nama / Inisial : AS

Usia : 20 Tahun

Jurusan / Angkatan : Ilmu Politik / 2019

Suku : Batak

Agama : Katholik

Alamat : Jl. Berdikari

58

Universitas Sumatera Utara


Asal : Tarutung

AS merupakan mahasiswi jurusan Ilmu Politik yang diterima

pada tahun 2019. AS juga salah satu mahasiswi yang mengalami

perlakuan body shaming di lingkungan kampus. AS mengalami

perlakuan body shaming oleh teman-teman terdekatnya. AS

mempunyai wajah yang berjerawat semenjak AS duduk dibangku

SMA dan semakin parah semenjak AS menduduki bangku kuliah.

AS mulai mendapat tindakan body shaming ketika teman-

temannya mengatakan wajahnya ..“jorbut” (seram). AS juga dianggap

sebagai perempuan yang kurang bisa merawat wajahnya dengan baik.

Teman-teman AS sering menyuruh AS untuk memakai produk

skincare untuk mengurangi jerawat di wajahnya. Tidak hanya di

lingkungan kampus, AS juga sering mengalami body shaming di

lingkungan tempat tinggalnya. AS sering mendapat candaan yang

menyindir kondisi wajahnya.

Body shaming yang dialami AS membuat AS merasa insecure

terhadap teman-temannya dan sering merasa tidak percaya diri untuk

bertemu dengan orang banyak. AS sempat berpikir untuk memakai

produk skincare tetapi AS masih ragu karena takut tidak cocok dan

malah menyebabkan jerawatnya semakin parah.

4.3.9. Informan IX :

Nama / Inisial : MA

Usia : 20 Tahun

Jurusan / Angkatan : Administrasi Bisnis / 2018

59

Universitas Sumatera Utara


Suku : Mandailing

Agama : Islam

Alamat : Jl. Setia Budi

Asal : Gunung Tua

MA merupakan mahasisiswi jurusan Administrasi Bisnis yang

diterima pada tahun 2018. MA salah satu mahasiswi yang juga

mengalami tindakan body shaming oleh teman terdekatnya di

lingkungan kampus. MA merupakan seorang gadis yang memiliki

postur tubuh besar semenjak MA duduk dibangku SD, Semenjak

duduk dibangku SD MA sering mengalami perlakuan body shaming

dan berlangsung sampai MA duduk dibangku perkuliahan.

Sejak pertama kuliah MA juga sudah mulai mendapat perlakuan

body shaming. MA sering mendapat celotehan mirip “gajah bengkak”,

walaupun hanya sebatas gurauan MA tetap merasa tersinggung

dengan omongan teman-temannya. Apalagi yang kerap melakukan

body shaming terhadap MA adalah teman laki-laki nya. MA sering

merasa malu atas dirinya dihadapan teman-temannya. MA juga kerap

dianggap sebagai perempuan yang kurang lincah dalam melakukan

sesuatu.

Akibat dari tindakan body shaming yang dialami MA, MA

cenderung merasa ada yang salah dalam dirinya, MA menjadi tidak

percaya diri dan merasa tidak kompeten untuk melakukan sesuatu.

Ada rasa kesal dan marah dalam diri MA terhadap perlakuan body

shaming yang dilontarkan oleh teman-temannya, akan tetapi MA

60

Universitas Sumatera Utara


hanya bisa menahan rasa marahnya didalam hati karena tidak ingin

terjadi kesalahpahaman antara MA dengan teman-temannya.

4.3.10. Informan X :

Nama / Inisial : TYA

Usia : 19 Tahun

Jurusan / Angkatan : Ilmu Kesejahteraan Sosial / 2020

Suku : Batak

Agama : Islam

Alamat : Sarulla, Pahae Jae

Asal : Sarulla, Pahae Jae

TYA merupakan mahasiswi FISIP yang diterima di Jurusan

Ilmu Kesejahteraan Sosial pada tahun 2020. Selama masa pandemi

TYA mengikuti perkulihaan secara virtual atau daring. TYA

berkenalan dengan teman-teman kelasnya hanya melalui zoom

meeting.

Tindakan body shaming yang dialami oleh TYA ketika teman-

teman sekelas TYA mengajak untuk bertemu secara lansung di

kampus. Pertemuan ini didasari karena alasan untuk melihat

bagaimana kondisi kampus mereka sekalian bertemu secara lansung

dengan teman-teman sekelas. Akan tetapi ketika perjunpaan TYA

degan teman-temannya TYA lansung mendapatkan komentar dari

salah satu teman laki-lakinya yang mengatakan bahwa TYA

mempunyai bentuk tubuh yang sangat kurus, tubuh yang rata dan

tidak berbentuk beda seperti di kamera. Spontan pertemuan TYA

61

Universitas Sumatera Utara


dengan teman-teman sekelasnya menimbulkan kesan yang tidak

enak bagi TYA karena komentar dari temannya tersebut membuat

TYA tidak percaya diri.

62

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2. Profil Informan

Angkatan
Jurusan

Alamat
Agama
Nama

Suku
Usia

Asal
NO

Jl. Sei
1 EF 20 Sosiologi 2018 Karo Kristen Medan
Padang
Adm Nias
2 MG 21 2018 Nias Kristen Jl. Bahagia
Perpajakan Selatan
Kesejahteran Jl. Pemba-
3 ADY 20 2019 Jawa Islam Kisaran
Sosial ngunan
Jl. Bunga Lumban-
4 FS 22 Sosiologi 2017 Batak Kristen
Cempaka Julu
Kesejahteraan Serui Asrama
5 HDR 21 2017 Kristen Jayapura
Sosial (Papua) Putri USU
Jl.
6 CS 21 Antropologi 2017 Batak Kristen Balige
Harmonika
Ilmu
7 R 22 2017 Jawa Islam Jl. Bahagia Batubara
Komunikasi
Jl.
8 AS 18 Ilmu Politik 2019 Batak Katolik Tarutung
Berdikari

Administrasi Gunung
9 MA 20 2018 Mandailing Islam Setia Budi
Bisnis Tua

Kesejahteraan
10 TYA 19 2020 Batak Islam Sarulla Sarulla
Sosial

63

Universitas Sumatera Utara


4.4. Pemahaman Informan Mengenai Body Shaming

Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti

besar, sedangkan pemahaman merupakan proses pembuatan cara memahami

(Em Zul, Fajri & Ratu Aprilia Senja, 2008). Pemahaman adalah sebuah

petunjuk untuk mengamati sekaligus memahami informan pada penelitian

ini dalam menyikapi perlakuan body shaming yang mereka dapatkan.

Melalui wawancara, para korban body shaming ini menyampaikan mereka

tentang sejauh mana pemahaman mereka mengenai body shaming.

Menurut informan pertama, EF sudah sangat familiar dengan istilah

body shaming, EF merupakan mahasiswi yang aktif mengikuti diskusi

organisasi kampus sehingga EF sudah tidak asing lagi istilah body shaming.

Berbeda dengan EF, MA menyampaikan bahwa mereka mengetahui istilah

body shaming sejak mereka menggunakan media sosial namun mereka lupa

tahun persisnya. Pernyataan senada juga diungkapkan oleh AS dan ADY

yang memperoleh pengetahuan pertamanya tentang body shaming melalui

media sosial yang diaksesnya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap

informan, diketahui bahwa informan secara umum mengetahui dan paham

mengenai body shaming. Adapun pemahaman informan mengenai body

shaming seperti dalam tabel berikut:

Tabel 4.3. Pemahaman Informan Mengenai Body Shaming

No. Nama Informan Hasil Wawancara

“aku udah familiar sih kak dengan istilah body


1 shaming. Menurutku body shaming itu kayak suatu
EF
konsep untuk mengkritik orang lain terkait fisik atau
bentuk tubuh yang dimiliki orang lain yang menurut

64

Universitas Sumatera Utara


dia harus sesuai dengan standar tubuh yang ideal.”
“..sebenarnya semenjak jaman sekolah udah sering
juga ya denger istilah body shaming, ya cuma waktu
jaman sekolah masih cuek dan gak terlalu mau tau
2 tentang istilah body shaming. menurut saya body
MG
shaming itu hal yang menurut saya gak penting untuk
dikomentari tapi dikomentari, contohnya komentari
fisik orang ya itu menurut saya hal yang gak pantas
untuk dikomentari.”
“sebelumnya pertama kali tau istilah body shaming
itu dari social media sih kak, karena kemaren sempat
baca artikel-artikel gitu yang membahas body
3
ADY shaming, terus lama kelamaan jadi semakin paham
mengenai body shaming.. kalo menurutku body
shaming itu sebuah komentar yang menyinggung
bentuk tubuh orang lain.”
“body shaming mungkin suatu tindakan
4 mengomentari fisik seseorang yang dilakukan baik
FS
secara sengaja maupun tidak yang dapat menyakiti
hati orang lain
“..aku udah lama sih tau tentang body shaming.kalo
menurut aku body shaming itu seperti menghina
5
HDR secara fisik ya kak,misalnya membilangkan
seseorang gemuk, gendut, pokoknya dia itu menghina
orang tapi secara fisik.”
“.. apa ya kalo menurutku body shaming itu seperti
6
CS berkomentar tentang fisik seseorang yang dapat
membuat dampak negatif bagi korbannya.”
“.. okeyy kalo menurut aku pribadi sih ya body
7 shaming itu mengata-ngatain, menjelek-jelekkan
R
bentuk tubuh atau fisik seseorang seperti penampilan
kita, bentuk badan kita,bahkan ha-hal kecil lainnya.”
“kalo aku baru tau istilah body shaming itu pas aku
pertama kali punya instagram kak,jadi aku sering
baca komentar-komentar orang di instagram gitu
tentang body shaming,makanya waktu itu baru
8 paham tentang body shaming,walaupun aku sering
AS
dapat komentar tentang fisik tapi sebelumnya aku
gak tau kalo istilah itu namanya body shaming., terus
kalo menurutku pribadi body shaming itu
mengomentari atau menghina postur tubuh yang
dimiliki seseorang atau bisa penampilan seseorang.”
“..hm kalo aku juga termasuk orang yang dulunya
juga buta ya kak sama istilah body shaming,aku
9 pertama juga kenal istilah body shaming dari media
MA
sosial kak, body shaming itu menilai,mengomentari
ataupun menjudge orang lain yang menyinggung
dengan fisik ataupun postur tubuh orang lain.”

65

Universitas Sumatera Utara


“tau body shaming itu dari media sosial kalau gak
10 salah kak, terus kalo menurut aku body shaming itu
TYA
suatu perkataan yang menyinggung bagian fisik
orang lain.”
Pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh informan di atas

menunjukkan sejauh mana pemahaman informan mengenai body shaming.

4.5. Pengalaman Body Shaming

Seseorang dapat dikatakan sebagai korban perundungan termasuk di

dalamnya tindakan body shaming, yaitu ketika seseorang mendapatkan

perilaku atau dalam hal ini komentar negatif secara berulang-ulang, dari

waktu ke waktu baik dari satu atau banyak orang.

Perilaku body shaming yang menimpa kesepuluh informan ini

dikarenakan kesepuluh informan dianggap tidak sesuai dengan konsep

kecantikan saat ini. Konsep kecantikan senantiasa dikaitkan dengan

perempuan, terutama pada bagian tubuh dan fisik perempuan. Hal ini

menjadikan alasan mengapa banyak perempuan yang menjadi korban body

shaming termasuk kesepuluh informan dalam penelitian ini. Meskipun

kriteria kecantikan senantiasa berubah dari masa ke masa, namun dalam

beberapa dekade terakhir kriteria kecantikan yang seringkali ditampilkan

oleh media cenderung memiliki kesamaan, yakni berupa tubuh yang kurus

langsing, tinggi semampai, kulit putih bersih rambut panjang dan lurus,

mata besar, dan hidung mancung.

Setiap individu memiliki pengalaman body shaming yang berbeda-

beda. Begitu juga informan dalam penelitian ini. Pertama, CS, R, FS dan

MA menjadi korban fat shaming karena mereka memiliki ukuran tubuh

66

Universitas Sumatera Utara


diatas rata-rata (badan gemuk atau plus size) dan hal ini dianggap tidak

sesuai dengan standar kecantikan yang dimana seorang perempuan harus

memiliki badan kurus. Kedua, HDR mahasiswi asal Papua juga mengalami

body shaming dalam kategori Color skin and fat shaming perilaku body

shaming yang menimpa HDR ini dikarenakan dia memiliki warna kulit

gelap dan tubuh yang gemuk. Ketiga, EF, MG dan AS mengalami body

shaming yang diakibatkan oleh jerawat pada wajah mereka sehingga mereka

dianggap tidak sesuai standar kecantikan. Terakhir, ADY merupakan korban

dari skinny shaming hal ini disebabkan karena ADY memiliki postur tubuh

yang kurus dan pendek sehingga ADY juga dianggap kurang ideal oleh

orang lain.

Pengalaman yang dialami kesepuluh informan membuat sebagian

mereka menjadi memperhatikan tubuh dan lebih mudah khawatir dengan

penampilannya. Sensitifitas beberapa informan terhadap penilaian

lingkungan membuat ketiga partisipan melakukan sesuatu terhadap tubuh

mereka agar tidak mendapat penilaian negatif lagi dari lingkungan sekitar.

Ada berbagai pengalaman body shaming yang dialami oleh kesepuluh

informan seperti dalam tabel berikut:

Tabel 4.4. Pengalaman Body Shaming

No Nama Informan Hasil Wawancara

“jadi waktu itu aku lagi breakout parah kak dimuka


karena aku sensitif sama kosmetik gitu, kalo ga
1 salah waktu libur semester gitu nah pas udah
EF masuk kuliah ni semester baru mungkin teman-
1 teman sekelas tuh pada kaget mungkin terus
langsung spontan bukan nanya kabar malah
komentar kok mukamu jadi jelek gitu jerawatan gitu
,jelek banget tau kamu sekarang beda banget dulu

67

Universitas Sumatera Utara


mulus. Kejadian ini juga berlangsung cukup lama
kak karena waktu itu juga mukaku lama
membaiknya”.

“pengalaman body shaming ku teman-teman ku


sering dibanding-bandingin sama muka orang lain
kak yang lebih mulus,karena muka ku emang yang
jerawatan kan sering juga sih dikata-katain gak
2
pandai merawat diri, terus mukanya gak
MG keurus,walaupun ngomongnya sambil ketawa tapi
2
itu kan uda sama aja jatuhnya juga ke body
shaming kan kak. Pernah juga dibanding-
bandingkan sama wajah orang lain yang sama-
sama bersuku Nias yang memiliki wajah yang lebih
mulus,itu kemarin sempat buat down juga.”

“..aku sering dipanggil tepos, terus pernah juga


diketawai sama temen sekelas karena waktu itu pas
3
ada acara apa gitu jadi ada sesi foto nah aku
ADY disuruh paling depan karena badanku paling
3
pendek terus mereka sambil kaya ketawa melece
gitu, terus aku pernah dapat candaan juga dari
senior yang bilang aku kayak anak SMP.”

“..body shaming yang kualami lebih dikemas dalam


bentuk gurauan sih, contohnya temen aku bilang
4
kok kurusan, padahal mereka menyindir sebaliknya
FS ,pernah juga dikatain balga ma ho (besar kali sih
4
kau) gitu, terus sering disuruh diet sama temen-
temen katanya badanmu udah kegemukan, gak
sesak ya kalo jalan.”

5 “body shaming yang kualami bisa dibilang


pertanyaan sensitif yang mengarah ke body
HDR shaming contohnya sering dikatain kok badanmu
5
gemuk kali, terus juga temanku pernah nanya,
kenapa ya kulit orang papua itu gelap.”
“seing dibilang gendut sama teman sekelas,terus
pernah juga salah satu temen dengan nada
bercanda bilang awas obesitas loh ngeri juga liat
6
badanmu dan itu posisinya didepan banyak orang,
CS kan aku jadi malu gitu kak. temen-temenku juga
6
sering yang kayak nyuruh aku diet terus olahraga
katanya cewek itu gak bagus badannya gedek,
padahal aku berpikir menurutku badanku gak yang
terlalu over tapi kok dihina gini.”

7 R “karena saya agak berisi, lumayan gemuk temen-


temen pada bilang diet jangan kayak badak gitu

68

Universitas Sumatera Utara


7 ahh badannya, terus kok gemukan makan tidur
makan tidur mulu sih makanya badan makin lebar
gitu. Pokoknya hal-hal kayak gitu sering saya
alami. oh iya pernah juga waktu saya bener-bener
breakout jerawatan parah pernah juga dikatain,
kok mukaknya jadi hancur gitu sih, jerawatnya buat
jijik padahal kemaren mukaknya bersih-bersih aja
tuh..”

“..hm yang paling nyakitin sih dibilang jorbut sama


8 teman kak, jorbut itu apa ya bahasa bataknya
seram, jelek tapi kayak artinya lebih kasar. terus
AS
8 aku sering dikatain gak pande ngerawat muka terus
jorok, jarang cuci muka. Itu sih pengalaman body
shaming ku yang paling sering kak..”

“aku ngalamin body shaming pas waktu dikampus


itu pernah dibilang gajah bengkak sama temen ku,
padahal disitu posisinya juga lagi ngumpul sama
temen-temen yang lain kan terus otomatis jadi
9
langsung malu, diliatin juga dari atas sampe
MA bawah. aku juga sering tuh yang kayak disindir-
9
sindir secara halus kayak dibilang bagi tips dong
supaya jadi makmur, pokoknya gitu-gitu lah. dan
ohiya aku juga pernah dikatain cewek pemalas
yang gak pernah olahraga makanya badannya
lebar.”

“kan selama ini kami yang stambuk 2020 belum


pernah masuk tatap muka kan kak jadi kemarin
1 pernah janjian sama temen sekelas buat ketemuan
dikampus sekalian liat kampus terus karena aku
TYA
10 punya badan yang kurus kan aku pernah tuh
dibilang sama temen sekelas badanku ternyata
kurus banget pas ketemu, gak berbentuk, rata gitu-
gitulah kak..”

4.6. Tanggapan Korban Body Shaming

Interaksi adalah sebuah petunjuk untuk mengamati sekaligus

memahami informan pada penelitian ini dalam merespon perilaku body

shaming yang mereka dapatkan. Melalui interaksi, sebagian para korban

body shaming ini menyampaikan opini dan respon mereka saat berdialog

69

Universitas Sumatera Utara


dengan para pelaku, Hal ini menunjukkan bahwa sebagai korban body

shaming informan pada penelitian ini tetap bisa bersikap terbuka pada

pelaku. Tetapi berbeda halnya dengan sebagian korban yang lebih memilih

diam dan meninggalkan dialog dengan para pelaku body shaming.

Pada informan EF, FS, CS MG, dan AS menunjukkan bahwa mereka

terbuka melakukan interaksi dengan para pelaku. Interaksi yang dilakukan

oleh kelima informan diantaranya memberikan penjelasan mengenai kondisi

fisik yang mereka punya dan juga juga cukup aktif menanggapi beberapa

komentar dari teman-teman mereka. EF, FS, CS, MG, dan AS menunjukkan

bahwa mereka tidak hanya sekedar merespons namun berusaha memberikan

informasi juga opininya terkait komentar body shaming. Melakukan

interaksi dengan orang yang memberikan komentar berbau body shaming

menunjukkan sikap terbuka dan adanya sebuah harapan agar pelaku body

shaming ini tidak lagi melakukan perbuatannya. Karena sebagai korban

body shaming, khususnya kelima informan ini memiliki anggapan tersendiri

mengenai pelaku body shaming.

Pada kelima informan lainnya yaitu ADY, HDR, R, MA, dan TYA

lebih memilih untuk diam dan menahan rasa kesalnya dalam hati. Kelima

informan tersebut hanya menganggap tindakan body shaming yang mereka

dapatkan hanya sekedar candaan yang dilontarkan oleh teman-temannya

sehingga tidak terlalu perlu untuk ditanggapi.

Adapun tanggapan korban dalam menanggapi body shaming yang

mereka alami seperti dalam tabel berikut:

70

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5. Tanggapan Korban Body Shaming

No. Nama Informan Hasil Wawancara

“responku sebenarnya ya langsung gak sukak lah


kak, siapa sih yang sukak gitu kan kalo mukaknya
dikata-katain, tapi ya gimana lah kak aku coba buat
1
EF kasih penjelasan ke mereka, aku kayak coba kasih
pemahaman tentang itu juga udah termasuk body
shaming. terus aku juga kasih penjelasan ke mereka
tentang kenapa kondisi wajahku yang sekarang”
“ih ya pasti kesal kak, gak terima dengan omongan
mereka yang asal nyeletus aja gitu yang buat aku
ngedrop tapi ya aku coba untuk kasih penjelasan ke
mereka kak kalo saya juga udah ngelakuin
2 berbagai cara supaya mengurangi jerawat saya,
MG
bukannya saya jorok ataupun gak ngurus diri tapi
ya memang bawaan mukak saya yang mungkin
sensitif atau gimana. saya juga kasih pengertian
juga ke mereka kalo yang mereka omongin itu udah
mengarah ke body shaming kak.”
“respon saya ketika di body shaming ya saya gak
sukak kak, tapi saya gak perduli sama semua
3 komentar-komentar mereka karena saya gak mau
ADY
jadi larut-larut kepikiran sama komentar-komentar
orang jadi ya lebih baik diam kak dan cuma nahan
kesal dalam hati.”
“..responku cari pembelaan diri lah, ya aku gak
mau terus-terusan aku di body shaming, aku juga
gak mau jadi terus-terusan down karena omongan
FS
4 mereka. aku kadang marah terus aku kasih tau ke
mereka kalo ya ini tubuhku yang punya aku jadi
gak usah terlalu ikut campur, tapi aku marah bukan
berarti aku jauhin mereka cuma lebih ngingatin ke
mereka jangan sering-sering begitu..”
“gimana yaa responku dalam hati kesal ya, tapi
aku orangnya cuek kak ya menurutku tubuhku ya
5 tubuhku aku gak perduli mau mereka ngomong apa
HDR
dan mereka gak punya hak atas tubuhku, jadi aku
ya lebih baik diam aja terus kalo udah merasa gak
nyaman aku langsung cabut aja..”
“awalnya biasa aja kak, tapi lama-lama aku gak
nyaman karena kepikiran terus apa iya ya badanku
besar banget sampe pernah aku spontan emosi
6
CS karena dikata-katain jadi aku langsung ngasih tau
ke mereka bahwa yang mereka lakuin itu sama aja
udah menbully orang lain atau body shaming, tapi
aku masih bisa tahan kak jadi aku jelasin lah ke

71

Universitas Sumatera Utara


mereka gitu..”
“respon saya kalau perkataan atau celetukan
mereka sudah sering saya dengar saya sudah
gimana ya biasa aja, karena sering juga dengernya
itu menurut saya cuma becandaan doang, tapi
7
R kalau udah bener-bener omongannya diluar yang
saya kira saya Cuma marah dalam hati aja, karena
kan orang terdekat jadi cuma bisa bilang heheh iya
sambil senyum gitu doang sih, malas banyak omog
soalnya..”
“responku ya sedih kak, perasaan pun gak enak
masak dibilang jorbut gitu kan akupun sakit hati la
kak, tapi ya mau gimana namanya juga kawan
8
AS akupun gak segan buat marah jadi aku coba buat
kasih penjelasan ke mereka bahwasanya mungkin
jerwatku efek dari keseringan begadang ataupun
aku takut untuk nyoba produk-produk skincare.”
“kalo ditanya respon ya responnya pasti kesal dong
cuma kesal ku gak mampu untuk diungkapkan
9
MA karena yang ngelakuin kawan sendiri ya jadi aku
diem aja karena kalo aku lawan pasti nanti dikatain
baperan.”
“respon ku diam aja kak, sebenarnya kesal tapi
10 cuma bisa ditahan dalam hati ajala kak, karena gak
TYA
mungkin kan aku marah didepan mereka secara
baru aja jumpa sama mereka.”

4.7. Dampak Body Shaming Terhadap Kepercayaan Diri Informan

Penyebab body shaming adalah adanya pemikiran atau persepsi

pandangan yang disebabkan oleh post kolonialisme yang secara langsung

memberi standar tampilan dengan tubuh ideal (tidak gemuk dan tidak

kurus), kulit putih, rambut panjang dan lurus, memiliki tinggi badan yang

ideal bak model, serta masih banyak lagi standar tampilan yang kian

bertambah di kalangan generasi sekarang yang dapat mengakibatkan

dampak atau pengaruh negatif bagi para korban yang mengalami tindakan

body shaming.

72

Universitas Sumatera Utara


Dampak negatif yang diterima korban body shaming salah satunya

adalah timbulnya rasa tidak percaya diri dalam lingkungan sosialnya, dan itu

akan menyebabkan korban akan merasa kesulitan dan kemudian merasa

tidak nyaman saat berinteraksi drngan lingkungan sosialnya. Hal ini serupa

dengan yang dialami oleh kesepuluh subyek penelitian ini, body shaming

yang dialami korban dalam peneltian ini berdampak pada kurangnya rasa

percaya diri dalam bertemu ataupun melakukan interaksi dilingkungan

sosialnya terutama lingkungan pertemanan dikampus.

Kesepuluh informan yang mengalami body shaming membuat mereka

melakukan sesuatu sesuai dengan penilaian lingkungan. Agar bisa

menghindari penilaian negatif dari lingkungan beberapa informan berusaha

untuk mengikuti penilaian lingkungan dalam hal ini tentang tubuh dan

penampilan mereka.

Dampak dan pengaruh body shaming terhadap kepercayaan diri

diungkapkan oleh informan seperti yang ada dalam tabel berikut :

Tabel 4.6. Dampak Body Shaming Terhadap Kepercayaan Diri Informan

No. Nama Informan Hasil Wawancara

1 “sangat berpengaruh kak, apalagi dengan kondisi


mukakku aku jadi malu untuk ketemu sama orang
EF apalagi teman-teman sekelas gitu, kayak kemaren
ada beberapa jadwal presentase dikelas, kan maju
tuh kedepan buat maparin hasil presentase disitu
kayak gak pede kedepan ngerasa kayak diliatin
sama orang sekelas semuanya..”
2 “dampak nya jadi ngerasa gak percaya diri kak
ketemu orang-orang, terus minder ketemu orang
MG yang lebih mulus dari aku, jadi aku kalau kekampus
itu berusaha buat make foundation yang tebal agar
mukak aku gak terlalu keliatan beruntusannya.”
3 ADY “terkdadang minder ya kak ketemu kawan-kawan
kak apalagi kalo yang body shaming itu temen

73

Universitas Sumatera Utara


cowok malu nya berasa dua kali lipat gitu, merasa
kayaknya aku perempuan paling kecil, pendek.”
4 “jadi gak percaya diri, gak pede kemana-mana
apalagi kalo kekampus juga harus pintar-pintar
milih baju, sampe aku itu gak pede pakai baju
warna yang ngejreng atau mencolok gitu, aku lebih
FS milih pakai baju yang warna gelap gitu karena aku
merasa kalo aku pakai baju yang warna gelap
badan aku gak terlalu kelihatan gemuk.”
5 “kalo pengaruh ya jadi gak percaya diri ya kak,
terus kalo rasa minder itu ya pasti ada tapi aku gak
HDR pala mau terlalu ambil pusing sama omongan
mereka karena ya ini tubuhku kalo mereka gak
sukak yasudah.”
6 “iya kak, jadi berpengaruh banyak ke kurangnya
rasa percaya diri sih kak, aku jadi harus pintar
CS milih baju kekampus, terus jadi malas untuk banyak
ngomong lagi sama temen yang udah pernah body
shamingin aku.”
7 “dampaknya sih hanya kepikiran aja sihh, terus
langsung insecure gitu jadinya gak pede kalau mau
ngapa-ngapain, pernah juga sihh waktu itu
berdampak kali terus saya langsung membeli obat
R kurus karena berpikir biar gak dikatain lagi, terus
dengan tekat kurus pasti bisa gitu-gitu tapi
sekarang lebih santai aja karena udah belajar gak
mau peduliin apa kata mereka.”
8 “gak percaya diri kalo mau ketemu orang , aku
merasa aku paling jelek antara temen-temenku dan
AS kalopun ketemu sama temen-temen ya berlindung
dibalik masker kak biar gak terlalu kelihatan
jerawatku.”
9 “ada lah pasti dampaknya kak pasti jadi ngerasa
malu ,gak percaya diri, terus jadi sukak
MA ngebanding-bandingin badan ku sama orang yang
lebih dari langsing dariku, pokoknya kemana-mana
tuh pasti aja selalu ngerasa ada yang kurang.”
10 TYA “jadi gak percaya diri kak karena kesan pertama
jumpa sama temen secara langsung tapi langsung
dikatain seperti itu, jadi langsung down.”

4.8. Pelaku Body Shaming Menurut Keterangan Informan

Pelaku body shaming melakukan body shaming karena mereka

mungkin memiliki kemampuan empati yang rendah. Ketidakmampuan

74

Universitas Sumatera Utara


pelaku untuk berempati menyebabkan mereka kurang mampu untuk melihat

dari sudut pandang orang lain, mengenali perasaan orang lain dan

menyesuaikan kepeduliannya dengan tepat. Kurangnya rasa peka akan

kondisi orang lain membuat pelaku tidak memahami akan kondisi korban

seperti perasaan sedih, tidak nyaman dan perasaan dihina yang dialaminya.

Berdasarkan hasil wawancara, bahwa yang melakukan body shaming

terhadap kesepuluh subyek penelitian merupakan teman-teman terdekat

mereka terutama teman sekelas. Pelaku body shaming didominasi oleh

teman laki-laki.

Berikut hasil wawancara dengan informan mengenai pelaku body

shaming.

Tabel 4.7. Pelaku Body Shaming Menurut Keterangan Informan

No. Nama Informan Hasil Wawancara

“yang ngelakuin temen sekelas kak,ada perempuan


dan ada laki-laki juga cuma yang sering nanya itu
1 temen laki-laki kak, mungkin karena mereka kaget
EF
karena sebelumnya mereka gak pernah lihat kondisi
mukaku yang lagi jerawat parah terus karena gak
sesuai juga sama standar mereka kali ya..”
“temen-temen sekelas yang lumayan kompak juga,
2 dan kebanyakan yang suka ngejek itu laki-laki sih
MG
kak, karena mungkin mereka nyarik topik candaan
jadi body shaming pun dianggap jadi candaan.”
“yang ngelakuin ada laki-laki kak tapi ada juga
3 sesama perempuan dan itu rata-rata temen yang
ADY
udah kompak gitu yang udah sering main tapi kok
bisa gitu tega ngehina temen sendiri.”
“rata-rata yang body shamingin aku itu temen-
temen terdekat sih terus karena aku lebih sering
4 bergaul sama laki-laki jadi yang sering ngelakuin
FS
body shaming ya teman laki-laki walaupun kadang
ada juga sesama perempuan yang mau komentar
tapi gak secetus laki-laki.”
5 “yang biasa melakukan itu teman-teman terdekat,
HDR
sama-sama sih menurut saya laki-laki atau

75

Universitas Sumatera Utara


perempuan pernah ngelakuin body shaming ke
saya.”
“temen sekelas sih kak, karena yang lebih
berpotensi menghina itu ya temen sendiri kalo
orang lain kan gak mungkin berani tiba-tiba
langsung ngata-ngatain body kita, terus kalo yang
6 paling sering itu laki-laki karena kayak laki-laki
CS
yang lebih sok ikut campur sama body kayak
nyuruh-nyuruh diet lah olahraga lah, ini lah itu lah
terus ngatain awas obesitas gitu-gitu, terus laki-laki
itu gak ada rasa takut gitu buat kasih komentar
yang pedas tentang badan aku.”
“kalo aku sih temen perempuan temen laki-laki
juga ada, tapi temen laki-laki tuh bilang kok makin-
7 makin aja sih ma, terus sering juga berkata seolah
R
lelucon tapi secara tidak langsung mereka sudah
ngelakuin body shaming yang bisa nimbulkan
perasaan sakit hati.”
“temen terdekat kak terus temen yang pernah satu
SMA dulu terus jumpa lagi dikampus, kalo rata-
8 rata yang sukak ngata-ngatain jerawatku itu temen
AS
laki-laki sih kak, karena mungkin bagi laki-laki kalo
cewek gak perfect ya bakalan terus jadi bahan
guyonan bagi mereka.”
“perempuan ada kak, tapi kalo saya lebih dominan
gabung itu ke laki-laki jadi ya laki-laki sih yang
9
MA sering ngelakuin body shaming, kayak yang sering
ngatain saya gajah bengkak itu kawan laki-laki
saya.”
“kalo yang ngelakuin body shaming ke aku
10
TYA kemaren temen cowo kak memang dengan nada
becanda sih sambil ketawa dianya.”

76

Universitas Sumatera Utara


4.8. Tindakan Body Shaming Terhadap Mahasiswi di FISIP USU

Tindakan Body Shaming


NO Keterangan
Terhadap Mahasiswi di FISIP
USU
Komentar negatif terhadap orang
1 Pemahaman Body Shaming lain menyinggung dengan kondisi
fisik.
Komentar terhadap :
 Postur Tubuh
2 Pengalaman Body Shaming
 Warna Kulit
 Wajah Berjerawat
 Apatis
3 Respons Korban Body Shaming  Pasif
 Asertif
 Kepercayaan Diri
4 Dampak Body Shaming
 Objektifikasi Diri
 Teman Sekelas
5 Pelaku Body Shaming  Teman Dekat
 Teman Laki-Laki

4.9. Analisis Teori Feminis Interseksionalitas terhadap Fenomena Body

Shaming pada Perempuan di FISIP USU

Semua perempuan pada dasarnya rentan mengalami penindasan dan

kekerasan, teori interseksionalitas menjelaskan penindasan yang dialami

perempuan diakibatkan karena penindasan yang berdasarkan gender, namun

hal-hal lain seperti kelas, ras, warna kulit, etnis, budaya, usia dan sistem

lainnya ternyata juga mampu menimbulkan kekerasan dan penindasan

terhadap perempuan. Pada bagian ini peneliti akan melakukan analisis

77

Universitas Sumatera Utara


terhadap temuan data yang telah dijabarkan diatas untuk melihat alasan

yang mendasari praktik body shaming terjadi pada mahasiswi FISIP USU.

Berdasarkan temuan data yang ada, peneliti melihat adanya vektor atau

dimensi penindasan yang saling berinterseksi yang kemudian menyebabkan

terjadinya praktik body shaming terhadap mahasiswi di FISIP USU.

Budaya patriarki, latar belakang etnis dan konstruksi patriarki mengenai

standar kecantikan menjadi vekor atau dimensi penindasan yang saling

berinterseksi dan kemudian menyebabkan praktik body shaming dialami

oleh kesepuluh infoman dalam penelitian ini.

1. Budaya Patriarki

Perempuan dalam dominasi patriarki merupakan vektor penindasan

pertama yang peneliti ingin analisis. Dalam masyarakat patriarki,

dominasi dimulai dari hal penting yang mendasar dari setiap masyarakat

yang dipertahankan melalui sosialisasi peran jenis kelamin dan

penciptaan identitas-identitas gender yang utama.

Dalam penelitian ini peneliti melihat bahwa interaksi sehari-hari

yang dialami oleh kesepuluh informan terjadi didalam masyarakat atau

komunitas yang berbudaya patriarki. Hal ini sesuai dengan temuan yang

ada di lapangan bahwa laki-laki di lingkungan FISIP USU cukup banyak

mendominasi dalam berbagai hal, salah satunya dalam pengambilan

keputusan dikelas. Hal ini merupakan salah satu bukti nyata terbentuknya

budaya patriarki mengingat laki-laki diasumsikan sebagai figur dominan

dan maskulinitas selalu ditandai dengan adanya kekuatan.

78

Universitas Sumatera Utara


Menurut kesepuluh informan, bahwa dalam memberikan sebuah

pendapat ataupun komentar laki-laki lebih dibebaskan karna memiliki

otoritas dalam lingkungan tersebut. Dalam keseharian teman laki-laki

lebih banyak berkomentar mengenai bentuk tubuh yang dimiliki oleh

kesepuluh informan. Informan dalam penelitian ini memilki postur tubuh

yang dianggap tidak sesuai dengan standar cantik yang diidealkan

dimasyarakat dan dianggap tidak dapat menjaga keindahan postur

tubuhnya. Pada dasarnya laki-laki memang menganggap bahwa

perempuan harus memiliki tubuh yang ideal karna menurut laki-laki jika

memiliki bentuk tubuh yang ideal lebih enak dipandang.

Hal tersebut terlihat secara jelas dalam interaksi dilingkungan

kampus seperti yang disampaikan oleh CS bahwa teman laki-laki tidak

sungkan untuk secara terang-terangan mengomentari tentang kondisi

tubuhnya. Menurut CS teman laki-lakinya juga tidak takut untuk

memberikan komentar langsung terhadap CS dan kurang memikirkan

perasaan CS. Tidak hanya CS kesembilan subyek penelitian lainnya juga

mengatakan bahwa teman laki-laki yang cenderung mengomentari dan

membanding-bandingkan kondisi fisik mereka adalah teman laki-laki.

“...paling sering itu laki-laki karena kayak laki-laki yang


lebih sok ikut campur sama body kayak nyuruh-nyuruh diet,
olahraga dan laki-laki gak ada rasa takut buat kasih
komentar yang pedas tentang badan aku”CS(21Th,pr)

Body shaming serta dominasi yang dialami oleh perempuan dalam

interaksi sehari-hari ini terjadi karena dalam lingkungan yang didominasi

oleh laki-laki atau lingkungan patriarki. Perempuan sering sekali

79

Universitas Sumatera Utara


dipandang sebagai objek atau biasa disebut dengan objektifikasi

perempuan. Objektifikasi perempuan merupakan sebuah upaya yang

memandang perempuan sebagai objek, yang kemudian kemudian

menganggap perempuan sebagai dirinya saja atau perempuan hanya

dilihat sebatas fisiknya saja atau hanya menjadi objek seksual.

2. Latar Belakang Etnis

Masing-masing budaya atau etnis memiliki kekhasan (tipikal)

kecantikan yang ditunjukkan melalui ciri-ciri fisik dan nonfisik yang

bersifat komulatif, mencakup ukuran-ukuran tubuh tertentu yang ideal,

misalnya kulit putih, rambut hitam, badan langsing, pinggang ramping,

serta kepribadian (inner beauty) yang baik.

Ciri-ciri atau indikator semacam ini pada akhirnya melahirkan

tipologi yang diartikan sebagai bagian manusia di golongan-golongan

menurut corak masing-masing. Dalam penelitian ini latar belakang etnis

juga menjadi salah satu vektor penindasan yang dialami oleh beberapa

informan diakibatkan oleh tipologi kecantikan yang merupakan corak

khas dari suatu etnis atau budaya tertentu yang bersifat fisik yang

dianggap ideal oleh suatu masyarakat.

Pada etnis Jawa, perempuan yang berasal dari etnis Jawa dikenal

dengan sebutan “ayu” yang artinya cantik. Perempuan Jawa dikatakan

cantik karena memiliki wajah yang elok, bentuk tubuh yang langsing,

berkulit putih serta halus dan rapi.

Pada informan ADY dan Rahmawati yang berasal dari etnis Jawa

mempunyai postur tubuh yang tidak sesuai dengan tipikal kecantikan

80

Universitas Sumatera Utara


perempuan Jawa. Berdasarkan data dilapangan ADY yang memiliki

postur tubuh yang pendek, serta warna kulit yang gelap, dan Rahmawati

memiliki postur tubuh yang gemuk, mereka di anggap tidak sesuai

dengan kategori sebagai kelompok etnis dengan nilai ideal cantik yang

mengakibatkan mereka mendapat komentar-komentar yang mengarah

kepada tindakan body shaming.

“kayanya aku aja yang beda dengan cewek-cewek Jawa yang


lain, karena aku sering dibanding-bandingkan sama cewek
Jawa yang katanya tinggi-tinggi, cantik-cantik.”ADY(20
Th,pr)

Dan diperkuat oleh pernyataan informan Rahmawati

“orang Jawa itu dimata orang-orang pasti cantik kan


sementara aku kayanya gak sesuai deh makanya sering
dikata-katain.”Rahmawati(22Th,pr)

Kemudian perempuan dari etnis Papua sering dikategorikan

sebagai kelompok yang tidak sesuai dengan standar cantik yang ada

dimasyarakat. Perempuan Papua sering mengalami diskriminasi karena

perbedaan warna kulit, bentuk tubuh yang lebih berisi dan model rambut

yang keriting. Hal tersebut juga dialami oleh informan HDR yang

merupakan mahasiswi yang berasal dari Papua. Interaksi yang terjadi

antara HDR dan pelaku body shaming menunjukan adanya tipologi

cantik tidak dimiliki oleh perempuan Papua. HDR mengatakan bahwa

perempuan Papua sering terpinggirkan oleh mitos kecantikan yang

ditanamkan dimasyarakat, padahal konsep kecantikan itu pada dasarnye

berbeda-beda dan memiliki keunikan dari ciri khas tersendiri setiap

kelompok. Perempuan Papua mengalami nasib yang berbeda dengan

81

Universitas Sumatera Utara


perempuan yang berasal dari etnis lain seperti Jawa, Sunda yang selalu

dikategorikan sebagai perempuan cantik.

“kami yang perempuan Papua mungkin sering diasingkan


karena perbedaan fisik kami,terus pernah ada teman yang
sengaja nanya kenapa ya kulit orang Papua itu gelap.
Padahal menurutku kecantikan itu kan berbeda-beda dan
punya keunikan masing-masing”HDR(21Th,pr)

Hal tersebut senada dengan yang dirasakan oleh informan MG, MG

yang berasal dari suku Nias mengakui sering mendapat perlakuan body

shaming dan teman-teman MG sering membanding-bandingkan MG

dengan orang lain yang sama-sama bersuku Nias tetapi memiliki wajah

yang lebih mulus dan lebih menarik dibandingkan MG. Teman-teman

MG beranggapan bahwa gadis Nias terkenal dengan kulit putih dan paras

yang cantik. Kondisi tersebut membuat MG merasa terpuruk dan tidak

percaya diri.

“iya kemarin pernah dibanding-bandingkan teman sama


perempuan lain yang sama-sama bersuku Nias tetapi
memiliki wajah yang lebih mulus.”MG(21Th,pr)

3. Konstruksi Patriarki Mengenai Standar Cantik.

Konstruksi patriarki adalah vektor penindasan ketiga yang ingin

peneliti analisis. Pelaku body shaming menganggap perempuan yang

ideal dan cantik adalah perempuan yang tidak gemuk dan yang tidak

kurus, tinggi, memiliki warna kuit cerah/putih dan wajah mulus tidak

berjerawat.

Kategorisasi dan pembentukan standar ideal dan cantik dilakukan

oleh teman laki-laki dalam interaksi sehari-hari kesepuluh informan.

Standar perempuan yang dibentuk oleh laki-laki dalam kaitannya dengan

82

Universitas Sumatera Utara


konstruksi patriarki dimana perempuan harus memiliki warna kulit yang

cerah atau putih, bertubuh langsing dan mulus. Hal tersebut merupakan

bukti nyata ligkungan yang sangat mengimplementasikan budaya-budaya

patriarki.

Kesepuluh informan memiliki bentuk tubuh diluar konstruksi yang

dibangun akan masuk kedalam kategori perempuan yang tidak dianggap

ideal. Perempuan-perempuan inilah yang kemudian mengalami tindakan

body shaming dimana tubuh mereka dinilai buruk dan dipermalukan.

Pada informan AS misalnya yang mendapat sebutan “jorbut”oleh teman

laki-lakinya dikarenakan kondisi wajahnya yang berjerawat, Rahmawati

yang dijuluki seperti “badak” dikarenakan memiliki postur tubuh yang

gemuk.

“pernah dibilang jorbut sama teman laki-laki, jorbut itu


artinya seram, gak cantik, dan dikatain gak pandai untuk
ngerawat wajah”AS(18 Th,pr)

Diperkuat oleh pernyataan informan Rahamawati

“dikata-katain seperti badak, kerjaannya makan tidur mulu


makanya badan bisa lebar”Rahmawati(22Th,pr)

Dalam lingkungan kesepuluh informan yang berbudaya patriarki,

objektifikasi perempuan seringkali dilakukan oleh teman-teman

kesepuluh informan yang membangun konstruksi standar perempuan

cantik, dimana kesepuluhnya dinilai tidak memenuhi kategori standar

cantik.

Kondisi paling berat yang dialami oleh korban body shaming adalah

bagaimana bisa menerima kekurangan yang menjadi ejekan pada dirinya.

Kemampuan untuk menerima kekurangan ini berkaitan dengan bagaimana

83

Universitas Sumatera Utara


kesepuluh informan merespons tindakan body shaming yang menimpa

mereka.

4.10. Respons Mahasiswi FISIP USU yang Mengalami Tindakan Body

Shaming

Respons diartikan sebagai kecenderungan atau kesediaan individu

untuk memberi tanggapan, reaksi, atau jawaban melalui sikap, pemikiran,

dan perilaku terhadap suatu rangsangan tertentu. Respons pada prosesnya

didahului oleh sikap individu, karena sikap merupakan kecenderungan atau

kesediaan seseorang untuk bertingkah laku saat menghadapi suatu

rangsangan tertentu, yang didalamnya terdapat aksi dan reaksi terhadap

lingkungannya. Respons dapat dilihat dari perilaku individu dalam

memberikan tanggapan dalam situasi tertentu, jadi respons dapat muncul

karena adanya suatu gejala peristiwa yang mendahuluinya, dalam penelitian

ini fenomena body shaming menimbulkan berbagai respons dari mahasiswi

FISIP USU yang mengalami tindakan body shaming.

Respons diungkapkan melalui sikap berupa pengaruh atau penolakan,

penilaian, suka atau tidak suka, maupun sikap yang menyatakan positif atau

negatif. Sikap positif yakni cenderung menyenangi, mendekati, dan

mengharapkan suatu objek. Sebaliknya respons negatif diungkapkan apabila

informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak

mempengaruhi tindakan atau cenderung menghindari dan membenci objek

tersebut. Respons dalam penelitian ini, terkait dengan bagaimana mahasiswi

menanggapi baik secara positif ataupun negatif body shaming yang mereka

alami.

84

Universitas Sumatera Utara


Pengalaman mendapat tindakan body shaming membuat informan

dalam penelitian ini memiliki respons yang beragam untuk menanggapi

body shaming yang mereka alami. Bentuk respons mahasiswi yang

didapatkan peneliti dari hasil wawancara dapat dikategorikan sebagai

respons apatis, pasif dan asertif.

1. Apatis

Apatis adalah sikap tak peduli atas apa yang terjadi di sekitar. Pada

informan HDR dan ADY mereka menunjukan respons apatis dimana

HDR dan ADY tidak perduli terhadap komentar orang lain yang

menyinggung kondisi tubuh mereka dan mereka tetap melakukan

aktifitas mereka sehari-hari seperti biasanya walaupun terkadang timbul

rasa tidak percaya diri. Mereka cenderung cuek dan mengabaikan

penilaian teman-teman mereka. Hal ini dilakukan dengan alasan agar

HDR dan ADY tidak memikirkan komentar orang lain yang dapat

mengganggu fikiran dan aktifitas mereka dan juga mereka yang tidak

mau untuk berdebat dengan teman yang mengomentari fisik mereka.

Dalam penelitian ini mereka yang menunjukkan respon apatis mungkin

belum menyadari bahwa body shaming adalah sebagai suatu tindak

kekerasan verbal sehingga mereka tidak cenderung sensitif atau peka

terhadap body shaming yang mereka alami. Hasil penelitian menunjukan

bahwa body shaming yang diterima oleh HDR dan ADY tidak membuat

mereka down dan tetap menjalani aktifitas mereka seperti biasanya.

“...aku orangnya cuek,menurutku tubuhku ya tubuhku aku


gak perduli mau mereka ngomong apa dan mereka gak punya
hak atas tubuhku”HDR(21Th,pr)

85

Universitas Sumatera Utara


Diperkuat oleh pernyataan informan ADY

“aku gak perduli sama komentar mereka jadi ya lebih baik


diam dan cuma nahan kesal dalam hati”ADY(20Th,pr)

2. Pasif

Perilaku pasif merupakan respons dimana individu tidak mampu

mengungkapkan perasaan yang dialami, sifat tidak berani

mengemukakan keinginan dan pendapat sendiri, tidak ingin menjadi

konflik karena takut akan tidak disukai atau menyakiti perasaan orang

lain. Pada beberapa informan menunjukan respons pasif yang menerima

begitu saja tindakan body shaming yang menimpa mereka. Mereka

menerima dengan pasrah segala bentuk komentar menyinggung ataupun

ejekan yang dilontarkan oleh teman-teman mereka tanpa berani untuk

melakukan suatu penolakan. Menurut keterangan informan body shaming

yang mereka alami menjadikan mereka malas dan kurang berminat untuk

banyak berkomunikasi dengan teman-teman mereka di lingkungan

kampus. Kecenderungan mereka menjadi pribadi yang pasif dikarenakan

oleh perlakuan body shaming dari lingkungan pertemanan mereka

sehingga mereka tidak nyaman dan merasa tidak percaya diri dalam

melakukan interaksi.

“cuma bisa marah dalam hati, karena mereka orang terdekat


jadi hanya bisa tertawa dan senyum saja”Rahmawati (22
Th,pr)

Hal serupa juga disampaikan oleh informan MA

“responku pasti kesal cuma kesalku gak mampu untuk


diungkapkan karena yang ngelakuin kawan sendiri ya jadi
aku diam aja” MA (20 Th,pr)

Wawancara dengan informan TYA

86

Universitas Sumatera Utara


“responku diam aja kak, sebenarnya kesal tapi cuma bisa
ditahan dalam hati, karena gak mungkin aku marah didepan
mereka..”TYA(19 Th,pr)
3. Asertif

Respons asertif merupakan respons pengungkapan marah tanpa

menyakiti, melukai perasaan orang lain. Respons asertif mampu

melakukan tindakan yang sesuai untuk mencapai tujuan tanpa melanggar

hak-hak orang lain. Perilaku asertif merupakan respons marah yang

adaptif. Sebuah perilaku asertif juga memerlukan rasa percaya diri yang

tinggi. Dengan rasa percaya diri, maka mahasiswi yang mengalami body

shaming akan berani menolak perlakuan body shaming yang mereka

alami meskipun sebetulnya merasa tidak enak hati.

Mereka mengungkapkan respons tegas yang tidak setuju terhadap

tindakan body shaming yang menimpa mereka dan berusaha

mengungkapkan pengertian untuk sebuah penolakan. Mereka bersikap

asertif untuk mengekspresikan hak pribadinya. Mereka menganggap

bahwa tindakan body shaming yang dilontarkan sudah termasuk

kekerasan yang mereka alami. Mereka yang menunjukan sikap asertif

adalah mereka yang sudah memiliki kesadaran dan paham dengan

pengetahuan tentang body shaming yang merupakan suatu tindakan

kekerasan. Dengan melakukan interaksi terhadap pelaku mereka

menunjukan sikap terbuka dan adanya sebuah harapan agar pelaku body

shaming tidak lagi melakukan perbuatannya. Hal ini yang dilakukan oleh

Erika yang menunjukkan respons asertif terhadap body shaming yang

dilontarkan teman-temannya. Hal ini dilakukan agar Erika bisa

87

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan sikap dan opininya terhadap orang yang melakukan body

shaming.

“responku gak suka kak,tapi aku coba kasih penjelasan dan


pemahaman sama mereka bahwasanya itu sudah termasuk
body shaming, terus aku kasih penjelasan juga tentang
kenapa kondisi wajah saya yang sekarang”Erika (20 Th,pr)

Diperkuat oleh pernyataan informan CS

“...pernah spontan emosi karena dikata-katain jadi


aku langsung ngasih tau ke mereka bahwa yang mereka
lakuin itu sama aja udah membully orang lain atau body
shaming”CS(21Th,pr)

88

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Body shaming dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kekerasan

verbal yang sering terjadi khususnya pada perempuan. Berdasarkan hasil

penelitian, peneliti menganalisis alasan yang mendasari terjadinya praktik

body shaming terhadap mahasiswi FISIP USU melalui pendekatan kritis

teori feminis interseksionalitas. Melalui analisis dari data-data yang telah

didapatkan, peneliti menemukan bahwa tindakan body shaming yang

dialami kesepuluh informan merupakan hasil interseksi antara budaya

patriarki, latar belakang etnis dan konstruksi patriarki tentang standar cantik

yang menjadi vektor penindasan.

Vektor atau dimensi penindasan yang pertama adalah budaya

patriarki. Berdasarkan hasil temuan data di lapangan, peneliti menemukan

bahwa interaksi sosial dari teman-teman kesepuluh informan didominasi

oleh praktik-praktik budaya patriarki yang membuat perempuan berada di

posisi yang tidak dominan.

Vektor atau dimensi penindasan kedua yang dimiliki oleh beberapa

informan adalah latar belakang etnis. Berdasarkan hasil penelitian peneliti

melihat bahwa sebagian informan mengalami body shaming diakibatkan

oleh vektor latar belakang etnis. Peneliti melihat bahwa sebagian korban

mempunyai bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan tipologi kecantikan yang

tertanam dari sebagian etnis tertentu.

89

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya konstruksi patriarki tentang standar cantik yang menjadi

vektor atau dimensi penindasan ketiga. Berdasarkan hasil penelitian,

kesepuluh informan tidak termasuk kedalam kategori standar perempuan

cantik yang diidealkan dan hal inilah yang menyebabkan kesepuluh

informan mengalami tindakan body shaming.

Sebagai kesimpulan, peneliti melihat bahwa tindakan body shaming

yang dialami oleh kesepuluh informan merupakan bentuk nyata dari titik

temu tiga vektor atau dimensi penindasan yang melekat pada diri mereka,

dan pengalaman tersebut juga memunculkan berbagai respon dari korban

yang dapat dikategorisasikan sebagai respon apatis, pasif dan asertif.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah penulis

uraikan,maka saran yang dapat direkomendasikan adalah :

1. Kepada masyarakat diharapkan memberi perhatian lebih terhadap

permasalahan body shaming dan dapat memahami resiko yang

ditimbulkan dari perlakuan body shaming, sehingga tidak lagi

menganggap body shaming sebagai hal spele sehingga menjadi kebiasaan

yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kepada kampus diharapkan dapat membentuk lembaga-lembaga

konseling ataupun pendekatan persuasif yang bisa menerima pengaduan-

pengaduan terkait tindakan body shaming dan juga dapat memberikan

pendidikan kesadaran seksual untuk saling menghargai terhadap apa

90

Universitas Sumatera Utara


yang ada pada tubuh laki-laki dan perempuan sehingga tidak lagi

menghina ataupun mengomentari fisik orang lain.

3. Kepada mahasiswi yang menjadi korban body shaming berhak untuk

membuat suatu penolakan dan menyuarakan permasalahan sensitif

seperti body shaming ini keforum organisasi mahasiswa ataupun

kelingkungan sekitar.

4. Kepada pelaku body shaming yang merupakan mahasiswa sebagai bagian

dari akademisi yang kritis, independen dan berpedoman pada nilai-nilai

akademis harus mampu lebih lagi dalam mempertimbangkan hal-hal

yang ingin diucapkan secara kritis mengingat tindakan body shaming

adalah salah satu tindakan kekerasan verbal yang tidak seharusnya terjadi

dilingkungan kampus.

91

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Agustinova, Danu eko. 2015. Memahami Metode Penelitian Kualitatif : Teori


&praktis, Yogyakarta : Calpulis
Aminudin, M. 2018. Dosen Unibraw Tak Maafkan Pelaku yang Edit Foto Jadi
Langsing. Retrieved January 1, 2019, from detikNews website:
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4140707/dosen-unibraw-tak-
maafkan-pelaku-yang-edit-foto-jadi-langsing
Amiruddin, Mariana. 2010. Mitos Kecantikan di Media (Sebuah Kritik Feminis).
Dalam Jurnal Perempuan: Apa Kabar Media Kita?, Edisi 67
Anastasia, Melliana. 2006. Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan.
Yogyakarta: LKis.
Anderson, C.A., & Carnagey, N.L. 2004. Violent Evil and The General
Aggression Model. Chapter in A. Miller (Ed). The Social Psychology of
Good and Evil. New York: Guilford Publications
Anwar, A., & Rinawati Gunawan. 2012. Kecemasan Body image Pada
Perempuan Dewasa Tengah Yang Melakukan Bedah Plastik Estetik.
Jakarta: Jurnal Psikologi.
Aprilita, D., & Listyan, R. H. 2016. Representasi Kecantikan Perempuan dalam
Media Sosial Instagram. Analisis Semiotika Roland Barthes pada Akun
@mostbeautyindo, @Bidadarisurga, dan @papuan_girl. Paradigma
Bagong, Suyanto. Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif
Pendekatan. Yogyakarta : Pustaka
Brennan, M. A., Lalonde, C. E., & Bain, J. L. 2010. Body Image Perceptions: Do
Gender Differences Exist? Psi Chi Journal of Undergraduate Research
(Vol. 15, No. 3).
Brigitta Anggraeni, S. P. 2018. Perancangan Kampanye "Sizter's Project" Sebagai
Upaya Pencegahan Body Shaming. Jurnal Universitas Kristen Petra
Surabaya
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
C. Duarte, J. P. 2017. The prospective Associations Between Bullying
Experiences, Body Image Shame and Disordered Eating in a Sample of
Adolescent Girls. Personality and Individual Differences
Carastathis, Anna. 2014. The Concept of Intersectionality in Feminist Theory
dalam Philosophy Compass
Cesar J. Rebellon, Desiree Wiesen-Martin, Nicole Leeper Piquero and Alex R
Piquero dan Stephen G. Tibbetts.2015, Gender Differences in Criminal
Intent: Examining the Mediating Influence of Anticipated Shaming. Devian
Behaviour
Chairani, Lisya. 2018, Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis.
Buletin Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Sultan Syarif
Kasim Riau
Coloroso, Barbara. 2003. Stop Bullying (Memutus Rantai Kekerasan Anak dari
Prasekolah Hingga SMU). Jakarta : Serambi Ilmu Semesta
Conaghan, Joanne. 2009. Intersectionality and the Feminist Project in Law.

92

Universitas Sumatera Utara


Crenshaw, Kimberlé. 1989. “Demarginalizing the Intersection of Race and Sex: A
Black Feminist Critique of AntidiscriminationDoctrine, Feminist Theory
and Antiracist Politics”, in University of Chicago Legal Forum
Damanik, M.Tuti.2018. Dinamika Psikologi Perempuan Mengalami Body
Shaming, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma
Darling, M.J.T. 2002 “Intersectionality: Understanding and Applying
Intersectionality to Confront Globalization
Dolezal. 2015. The Body and Shame Phenomenology, Feminism, and The Socially
Shape Body. The United States of Ameri
EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Edisi Revisi, Cet. 3, Semarang: Difa Publishers
Esvandiary, Nadya. 2014. Cosmetic Surgery and Women Disparities in South
Korea. Journal of Gender Cultural: Universitas Brawijaya
Eva, L. 2016. Is body shaming predicting poor physical health and is there a
gender difference ? BSc in Psychology
Fitriana, Surya Ananda.2019,Dampak Body shaming Sebagai Bentuk Kekerasan
Terhadap Perempuan, Skripsi (S-1), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hasan, M. Iqbal, 2002 Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Bogor.
Hasnah, N. 2015. Representasi Kekerasan Simbolik Pada Tubuh Perempuan
Dalam Media Masa Online Khusus Perempuan (Skripsi), Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
Jalaluddin, R. (2007). SQ For Kids:Kecerdasan Spiritual Anaka Sejak Dini.
Bandung: Mizan Media Utama
Knauss, Paxton, Alsaker. 2008. Sex Roles. Body Dissatisfaction in Adolescnt Boy
and Girl : Objectified Body Consciousnedd, Internalization of the Media.
M. Iqbal Hasan, 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Penerbit Ghalia Indonesia
Matos. 2013. Internalizing early memories of shame and lack of safeness and
warmth: The mediating role of shame on depression. Behavioural and
Cognitive Psychotherapy
McKinley, N. M. & Hyde, J. S. 1996. THE OBJECTIFIED BODY
CONSCIOUSNESS SCALE. Development and Validation. Psychology of
Women Quarterly
Moleong, Lexy J, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Moradi, B., Dirks, D., & Matteson, A. V. 2005. Roles of sexual objectification
experiences and internalization of standards of beauty in eating disorder
symptomatology: A test and extension of objectifification theory. Journal of
Counseling Psychology, 52
Munthe, Hadriana Marhaeni. 2019, Ideologi Gender pada Perempuan Pakpak. Vol
4 No.2, ANTHROPOS: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya
Myers, David G. 2012. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Noorvitri, I. 2019. Benarkah Bullying Merugikan bagi Korban dan Pelaku?.
Diunduh pada https://pijarpsikologi.org/benarkah-bullyingmerugikan-bagi-
korban-
danpelaku/#:~:text=Dampak%20Bullying%20Bagi%20Pelaku&text=Pelaku

93

Universitas Sumatera Utara


%20berisiko%20tumbuh%20menjadi%20seorang,hubungan%20sosial%
20maupun%20hubungan%20romantis.
Poloma, Margaret M. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Putri, A. 2015. Body Shaming Makes People Physically Ill. Retrieved from
Magdalene:https://magdalene.co/news-542-body-shaming-makes-
peoplephysically-ill.html
Putri, Mentari dan Santoso, Agus. 2012, Persepsi Orang Tua Tentang Kekerasan
Verbal Pada Anak. Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro
Samosir, Putri Triana, Devi dan Sawitri, Ratna Dian.2015, Hubungan Antara Citra
Tubuh Dengan Pengungkapan Diri Pada Remaja Awal Kelas VII. Fakultas
Psikologi, Universitas Diponegoro
Sari, Herlina Permata. 2005. Analisis Interseksionalitas Terhadap Rancangan Aksi
Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Jurnal
Kriminologi Indonesia Vol. 4 No. 1. Edisi September, 7-13
Soehartono, Irwan. 1995, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Remaja Rosdakarya
Subhan, Zaitunah. 2004, Kekerasan Terhadap Perempuan. Cet. I; Yokyakarta:
Pustaka Pesantren
Sugiyono 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta
Susilowati, P. 2008. Kekerasan Pada Siswa Di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sutikno., Pupuh., & Fathurrohman. 2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui
Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami. Rfika Aditama. Bandung
Tri Purnama Sari, Andi. 2016, Kecantikan di Kalangan Mahasiswi Studi Etnografi
Tentang Perawatan Kulit untuk Kecantikan Bagi Mahasiswi Kota Makassar.
Skripsi(S-1), Makassar, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Hasanuddin
Vialini, Greytha. Pemaknaan Tubuh Ideal. 2013 (Studi Deskriptif Tentang
Pemaknaan tubuh Ideal bagi Komunitas XL’SO). Jurusan Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Airlangga
Zaitunah, Subhan. 2004. Kekerasan Terhadap Perempuan. Pustaka Pesantren
(https://www.kompas.com/hype/read/2020/08/31/152354066/jadi-korban-body-
shaming-mental-maria-idol-sempat-terganggu)
(https://www.kompas.com/hype/read/2020/07/07/195013066/4-selebritas-
indonesia-ini-pernah-jadi-korban-body-shaming?page=all)
(https://news.detik.com/berita/d-432199 0/polisi-tangani-966-kasus-body-shamin
g-selama-2018

94

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

FENOMENA BODY SHAMING TERHADAP PEREMPUAN (STUDI

KASUS MAHASISWI FISIP USU)

Identitas Informan

Nama/ Inisial :

Usia :

Jurusan :

Suku :

Agama :

Alamat :

1. Bagaimana pemahaman anda tentang body shaming dan kapan anda mulai

mengetahui body shaming ?

2. Apakah anda pernah membandingkan bentuk tubuh anda dengan bentuk tubuh

orang lain ? Jika pernah, apa alasannya ?

3. Sejauh ini , pernahkah anda mengalami body shaming di lingkungan kampus ?

4. Tindakan body shaming seperti apa yang anda alami di lingkungan kampus ?

5. Siapakah yang melakukan tindakan body shaming terhadap anda? Apakah yang

melakukan tindakan body shaming dominan laki-laki atau justru sesama

perempuan ?

6. Menurut anda faktor apa yang mempengaruhi mereka melakukan tindakan

body shaming terhadap anda ?

95

Universitas Sumatera Utara


7. Apa respon anda ketika anda mendapat tindakan body shaming ?

8. Adakah dampak atau pengaruh pada diri anda terhadap tindakan body shaming

yang dilontarkan kepada anda ?

9. Apakah tindakan body shaming ini mempengaruhi aktivitas sehari-hari anda

terutama dalam aktivitas kampus ?

10.Apakah anda akan menjauhi orang yang melakukan tindakan body shaming

terhadap anda?

11.Apakah kedepannya anda akan sensitif terhadap body shaming dan melakukan

suatu penolakan atau malah akan menganggap tindakan body shaming adalah

hal yang sudah biasa?

96

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

DOKUMENTASI

Sumber : Dokumentasi Peneliti Tahun 2021

Keterangan foto : Wawancara dengan informan melalui videocall whatssapp

97

Universitas Sumatera Utara


Sumber : Dokumentasi Peneliti Tahun 2021

Keterangan foto : Wawancara dengan informan melalui videocall whatssapp

Sumber : Dokumentasi Peneliti Tahun 2021

Keterangan foto : Wawancara dengan informan melalui videocall whatssapp

98

Universitas Sumatera Utara


Sumber : Dokumentasi Peneliti Tahun 2021

Keterangan foto : Wawancara dengan informan melalui chat pribadi whatssapp

Sumber : Dokumentasi Peneliti Tahun 2021

Keterangan foto : Wawancara dengan informan melalui chat pribadi whatssapp

99

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai