LAPORAN TAHAP II
FASILITAS REHABILITASI NARKOBA
PEMBIMBING:
DR. IR. BACHTIAR FAUZY, MT.
PENGUJI :
DEWI MARIANA, ST., MT.
RYANI GUNAWAN, ST., MT.
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tidak terkira kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
bimbingan-Nya, sehingga tugas tahap 2 SAA 44 ini dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Pada laporan ini berisi laporan proposal pengajuan fungsi bangunan dan
tapak yang penulis pilih untuk tugas akhir SAA 44 ini. Penulis mengajukan fungsi
Fasilitas Rehabilitasi Narkoba di tapak Sub Urban 1 yang terletak di Jalan
Jatihandap.
Sepanjang proses tahap ini, telah banyak pihak yang membantu dalam
berbagai wujud. Maka pada kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnnya kepada:
1. Tuhan yang Maha Esa karena kehendaknya penulis bisa menyelesaikan tahap II
SAA 44 ini dengan baik.
2. Bapak Dr. Ir. Bachtiar Fauzy, MT. , selaku dosen pembimbing penulis yang telah
meluangkan banyak waktu dan sabar mendampingi, berdiskusi, serta bertukar
pikiran dengan penulis pada masa asistensi hingga pengumpulan.
3. Teman-teman yang menjadi tempat bertukar pikiran dan memberi semangat
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih kurang sempurna, oleh karena itu,
kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat diharapkan demi kebaikan
penulis ke depannya.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
Daftar Gambar........................................................................................................iv
Daftar Tabel............................................................................................................vi
BAB 1 ..................................................................................................................... 1
BAB 2 ..................................................................................................................... 5
ii
3.1.1. Analisa SWOT Tapak ..................................................................... 36
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 4. 3 Plaza Terbuka ................................................................................... 60
Gambar 4. 4 View Dari Amphiteater .................................................................... 61
Gambar 4. 5 View Dari Entrance .......................................................................... 61
Gambar 4. 6 Area Plaza Utama ............................................................................. 62
Gambar 4. 7 Konsep Pilotis Bangunan ................................................................. 62
Gambar 4. 8 Penataan Massa pada Tapak ............................................................ 63
Gambar 4. 9 Tampilan Massa Penerima ............................................................... 63
Gambar 4. 10 Bangunan Asrama & Plaza Utama ................................................. 64
Gambar 4. 11 Bangunan Formal ........................................................................... 65
Gambar 4. 12 Bangunan Vokasional .................................................................... 65
Gambar 4. 13 Massing pada Tapak ....................................................................... 66
Gambar 4. 14 Diagram Air Bersih ........................................................................ 67
Gambar 4. 15 Diagram Air Kotor ......................................................................... 67
Gambar 4. 16 Diagram Air Kotor ......................................................................... 67
Gambar 4. 17 Diagram Listik ............................................................................... 68
Gambar 4. 18 Diagram Air Hujan......................................................................... 68
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
penanggulangan narkoba. Usaha pre-emitf, preventif, maupun represif dan
rehabilitasi telah dilakukan di beberapa bagian di kota Bandung.
Tahap pre-emtif mencakup kegiatan edukatif dengan sasaran mempengaruhi
fator penyebab dan faktor peluang yang biasa disebut Faktor Korelatif Kriminogen
(FKK) dari kejahatan narkoba ini sehingga tercipta kesadaran, kewaspadaan, dan
daya tangkal masyarakat akan keberadaan narkoba sehingga bisa mengambil sikap
tegas untuk menolak dan memberantas penyebaran narkoba. Upaya preventif
berupa tindakan menghilangkan atau mencegah terjadinya penyalahgunaan
narkoba lewat pengawasan dari instasi terkait. Sementara itu upaya represif berupa
tindakan yang membuat efek jera terhadap para pelaku dengan cara mengadakan
operasi sidak rutin yang dilanjutkan dengan rehabilitasi korban dan
memberdayakannya kembali sehingga bisa diterima dan berguna di masyarakat.
Namun dari hasil evaluasi, usaha yang dilakukan pemerintah belum mencapai
titik yang optimal. Hal ini bisa dilihat dari jumlah Fasilitas rehabilitasi yang ada
tidak sebanding dengan jumlah pecandu narkobanya. Dari data yang dikutip dari
website resmi BNN mengungkap bahwa di wilayah Jawa Barat sendiri hanya
terdapat 71 fasilitas rehabilitasi dengan kapasitas 2.760 orang. Sementara itu jumlah
pecandu di Jawa Barat mencapai 684.562 orang, hal ini mengungkap bahwa hanya
0.4% pecandu saja yang bisa mendapat penanganan. Belum lagi ditemukan bahwa
banyak korban ketergantungan narkoba yang berulang kali masuk fasilitas
rehabilitasi. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kesalahan prosedur
rehabilitasi sehingga korban hanya menjalani detoksifikasi racun tanpa dilanjutkan
proses pascarehabilitasi berupa pemberdayaan & penerimaan kembali di
masyarakat.
Dari kajian diatas maka fungsi “Fasilitas Rehabilitasi Pecandu Narkoba”
dianggap cocok untuk dirancangkan di kota Bandung. Fasilitas rehabilitasi ini bisa
membantu usaha pemerintah untuk menjangkau korban-korban ketergantungan
narkoba yang belum mendapatkan penanganan yang semestinya. Dengan adanya
Fasilitas Rehabilitasi ini diharapkan generasi muda di Jawa Barat, khususnya kota
Bandung bisa kembali menjadi anak muda yang bersemangat dan memiliki
pandangan terhadap diri yang lebih baik sehingga bisa ikut turut serta memberantas
peredaran narkoba dan menjadikan kota Bandung menjadi kota bebas narkoba.
2
1.2. Tujuan Perancangan
Tujuan perancangan Fasilitas Rehabilitasi Narkoba ini juga adalah
membantu program pemerintah dalam memerangi peredaran narkoba di Indonesia.
Fasilitas ini juga ditujukan agar para korban ketergantungan narkoba tidak
dilemparkan ke penjara melainkan diberikan terapi rehabilitasi agar korban bisa
segera pulih dan kembali menjadi bagian utuh dari masyarakat. Tujuan lainnya juga
ialah untuk membantu mengurangi jumlah korban ketergantungan narkoba &
memberikan nilai edukatif pada masyarakat tentang bahayanya penggunaan
narkoba di setiap lini kehidupan.
3
Fasilitas Rehabilitasi yang menghubungkan korban dengan masyarakat
dalam proses penyembuhannya.
- Menciptakan sirkulasi dalam tapak yang sekuensial dan mudah sehingga
dapat mempermudah akses rehabilitasi dalam tapak
- Merancang luasan bangunan pada tapak sehingga memenuhi kebutuhan dan
sesuai dengan peraturan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi gambaran latar belakang, tujuan dan manfaat, ruang lingkup masalah
serta sistematika pembahasan dalam laporan.
BAB II DATA
Bab ini berisi gambaran besar tentang data tapak, data fungsi dan data bahan
bangunan yang akan diaplikasikan pada design bangunan.
4
BAB 2
IDENTIFIKASI TAPAK & FUNGSI
5
Lokasi Jl. Jatihandap
Luas Tapak 15.353 m2
KDB 30%
KLB 0.55
GSB 10 – 15 meter
Kemiringan Tapak 10 – 14 %
‐ Barat
Pada tapak bagian barat terdapat
semacam kali yang cukup lebar dan
seringkali dipakai anak-anak bermain
air. Antara tapak dan kali dibatasi
pepohonan pisang
Gambar 2. 3 Batas Barat Tapak
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
6
‐ Timur
Pada bagian timur merupakan
persimpangan anatara gang dan
sebuah lahan kosong. Terdapat
rumah penduduk juga di bagian ini
‐ Kontur
Kontur tapak menurun ke arah barat daya
dengan kemiringin kurang lebih 15%.
7
‐ Vegetasi
Vegetasi pada tapak mayoritas ditumbuhi
oleh pohon pisang dan juga pohon
singkong. Ada beberapa pohon albasia di
bagian tapak sebelah kali. Hampir
seluruh vegetasi pepohon tumbuh di batas
antara tapak dekat kali.
8
keamanan yang tinggi untuk menghindari hal tidak diinginkan seperti residen
yang kabur / terjadi transaksi narkoba ke dalam fasilitas.
9
4. Aksesibilitas Kendaraan Umum
Ketiga tapak tidak memiliki akses kendaraan umum dari jalan utama
menuju lokasi tapak. Dari jalan utama tersebut haruslah memakai ojek
untuk mencapai ke dalam tapak. Oleh karena itu tapak SU-1 dan SU-2
memiliki kesamaan pada aksesibilitas tapaknya, namun SU-4 sangatlah
jauh dari jalan utama sehingga tidak memungkinkan. Yang menjadikan
SU-1 menjadi pilihan ialah terdapatnya terminal kendaraan umum di
jalan utama dekat dengan akses masuk ke jalan menuju tapak sehingga
aksesibilitasnya paling mudah dibandingkan yang lain.
5. Kemiringan Kontur
Kemiringan kontur tapak SU-1 dan SU-4 cukup landai sehingga
memungkinkan untuk dibangun sebuah bangunan dengan permainan
kontur yang menarik. Sementara pada tapak SU-2 kontur relatif datar
pada bagian depan, dan terdapast bukit di bagian belakang sehingga
permainan kontur tidak terlalu banyak.
6. Bising
Kebisingan di SU-1 sangat minim karena lokasinya yang merupakan
perumahan dengan kepadatan rendah, kendaraan jarang lewat di bagian
depan tapak. Entrance tapak yang membentuk kantong membuat
kebisingan juga tidak terlalu berpengaruh ke dalam tapak sehingga
memungkinkan memumnculkan suasana tenang dan damai. Sementara
pada tapak SU-2 kendaraan besar sangat sering melewati tapak, kondisi
tapak yang dikelilingi jalan juga membuat kebisingan datang dari semua
arah sehingga tidak memungkinkan membuat Fasilitas Rehabilitasi di
tapak tersebut. Tapak SU-4 relatif minim kebisingan juga.
7. Keamanan
Pada tapak SU-1 tingkat keamanannya lebih mudah terkontrol karena
titik masuk yang hanya 1 sisi saja, terdapat pembatas kali besar juga di
bagian belakang tapak sehingga meminimalisir kemungkinan residen
kabur. Area tapak yang merupakan perumahan warga juga bisa diajak
bekerjasama dalam menjaga keamanan Fasilitas Rehabilitasi ini.
Sementara itu pada tapak SU-2 akses masuk tapak bisa dari banyak
10
sisi, hal ini membuat kontrol keamanan sangat sulit dilakukan dan
beresiko tinggi terjadinya supply masuk narkoba secara illegal
kedalam Fasilitas Rehabilitasi.
Selain syarat tersebut, fasilitas rehabilitasi medis bagi pecandu harus memenuhi
kriteria berikut:
‐ Rawat Jalan
1. mempunyai ruang periksa dan intervensi psikososial
2. mempunyai program rawat jalan berupa layanan simtomatik dan
intervensi psikososial sederhana
11
3. mempunyai prosedur operasional yang baku untuk rawat jalan
‐ Rawat Inap
1. mempunyai tempat tidur untuk durasi perawatan sesingkat 3 bulan
2. mempunyai program rehabilitasi medis NAPZA rawat inap
3. mempunyai prosedur operasional yang baku untuk rawat inap
4. mempunyai prosedur keamanan minimal
a. pencatatan pengunjung masuk dan keluar
b. pemeriksaan fisik dan barang bawaan setiap masuk program agar
tidak membawa berbagai NAPZA dan benda tajam
c. tugas penjaga keamanan
d. sarana dan prasarana yang aman agar pasien terhindar dari
kemungkinan melukai dirinya sendiri / orang lain dan melarikan diri.
2. Tim Pelaksana Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis adalah sekelompok tenaga
kesehatan yang terdiri dari dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang terlatih
dalam bidang kedokteran adiksi, khususnya yang telah mengikuti pelatihan
modul asesmen dan penyusunan rencana terapi.
Masa kerja tim ditetapkan oleh pimpinan IPWL paling singkat 2 (dua) tahun.
Tim pelaksana wajib lapor dan rehabilitasi medis terdiri atas dokter sebagai
penanggung jawab dan tenaga kesehatan lain yang terlatih di bidang asesmen
gangguan penggunaan NAPZA. Untuk proses penerimaan wajib lapor, tim
bekerja secara profesional dalam melaksanakan tugasnya yang terdiri dari:
‐ pelaksanaan asesmen, yang meliputi wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik dengan menggunakan formulir asesmen wajib lapor;
‐ penyusunan rencana rehabilitasi; dan
‐ program rehabilitasi rawat jalan atau rawat inap.
13
2. penyerahan dilakukan pada jam kerja administratif fasilitas
rehabilitasi medis yang ditunjuk.
3. serah terima tersangka atau terdakwa di fasilitas
rehabilitasi yang ditunjuk harus disertai dengan pemberian
informed consent (yakni persetujuan setelah mendapat
informasi dari pihak fasilitas rehabilitasi) dari tersangka
atau terdakwa, disaksikan oleh penyidik atau penuntut
umum dan pihak keluarga.
15
untuk memperoleh pelayanan intervensi psikososial,
pencegahan kekambuhan, dan terapi medis sesuai kebutuhan,
serta untuk menjalani tes urin secara berkala atau sewaktu-
waktu.
‐ Program Pasca Rawat
Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika yang telah melaksanakan rehabilitasi medis berhak
untuk menjalani rehabilitasi sosial dan program pengembalian
ke masyarakat sesuai dengan peraturan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Fasilitas rehabilitasi medis putusan
pengadilan diharapkan menjalin kerja sama dengan Fasilitas
Rehabilitasi Sosial milik pemerintah atau masyarakat, atau
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
memberikan layanan pasca rawat.
16
gender. Hasil yang didapatkan dari survey yaitu diantara 4 pria pengguna
narkoba terdapat 1 wanita. Rasio ini sudah bertahan selama lebih dari 1
dekade terakhir. Angka prevalensi pernah pakai narkoba pada pria 13.7%
dan wanita 3.3%. Angka prevalensi pada pria cenderung menurun
sementara pada wanita cenderung naik.
2. Perbandingan Kapasitas Pengelola
Dalam menjalankan pusat rehabilitasi narkoba ini tentunya tak
lepas dari peran pengelola dan beberapa tenaga ahli terkait, diantaranya
yaitu staff medis, staff non medis dll. Kapasitas mereka didapat dengan
perhitungan ratio antara jumlah rehabilitan yang ada dengan jumlah
tenaga yang dibutuhkan, dengan perkiraan jumlah rehabilitan maksimal
adalah 100 orang. Berikut adalah analisa kapasitas pengelola:
Bidang Spesifikasi Jumlah yang Dibutuhkan
Pekerjaan Perbandingan Dibutuhkan
Medis Dokter umum 1 : 50 2
Dokter interna 1 : 50 2
Ahli Kimiawi 1 : 200 1
Perawat umum 1 : 30 3
Perawat jiwa 1 : 30 3
Asisten laboratorium 1 : 100 1
Apoteker 1 : 100 1
Asisten apoteker 1 : 100 1
Petugas rekam medis 1 : 200 1
Non-Medis Psikolog 1 : 30 3
(Sosial) Psikiater 1 : 30 3
Asisten psikolog 1 : 50 2
Emosional terapis 1 : 50 2
Konselor adiksi 1 : 30 3
Pembimbing agama 1 : 50 2
Pekerja sosial 1 : 50 2
17
Bidang Spesifikasi Jumlah yang Dibutuhkan
Pekerjaan Perbandingan Dibutuhkan
Rehabilitasi Instruktur 1/jenis kegiatan 1
Lanjut pertukangan
Asisten pertukangan 1/jenis kegiatan 1
Instruktur sablon & 1/jenis kegiatan 1
jahit
Asisten sablon & 1/jenis kegiatan 1
jahit
Insturktur bisnis 1/jenis kegiatan 1
Asisten bisnis 1/jenis kegiatan 1
Pengelola Kepala fasilitas Asumsi 1
rehabilitasi
Sekretaris kepala Asumsi 1
Kepala bidang Asumsi 1
medis
Kepala bidang sosial Asumsi 1
Intern staff Asumsi 3
Staff administrasi Asumsi 8
Staff servis Ahli gizi 1 : 100 1
koki 1 : 50 2
House keeeper Asumsi 2
Tukang kebun Asumsi 2
Staff MEE Asumsi 2
Staff keamanan 1 : 30 3
Staff utilitas 1 ; 50 2
Tabel 2. 3 Perbandingan Jumlah Karyawan
(Sumber: Keputusan Menteri Keseharan RI Nomor 81)
20
2.2.4.1.3. Jadwal Kegiatan Rumah Cemara
Berikut adalah kegiatan yang dilakukan secara rutin dari Rumah Cemara.
Kegiatan ini ditujukkan untuk memberi residen kesempatan mendapat Pendidikan
moral untuk bisa membantu proses penyembuhannya. Mayoritas kegiatan berbasis
komunitas dan sosialisasi dengan masyarakat juga.
21
2.2.4.1.5. Fasilitas Rumah Cemara
Pada fasilitas rehabilitasi ini,
pengelola membuka lapangan
pekerjaan bagi tiap residennya. Ada
beberapa fasilitas yang ditujukan
sebagai lahan residen belajar mengenali
diri dan lingkungannya sehingga
merasa dilahirkan kembali menjadi
manusia yang baru tanpa memegang
stigma lama sebagai pengguna
narkoba. Beberapa fasilitas tersebut
antara lain adalah:
1. Rumah Cemara Boxing Camp
2. Area Berdagang Makanan
Gambar 2. 9 Fasilitas Rumah Cemara
3. Workshop Percetakkan dan Sablon (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
23
4. Spiritual session
Proses untuk meningkatkan nilai dan pemahaman agama
serta penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Role modelling
Proses pembelajaran dimana seorang residen belajar dan
mengajar mengikuti mereka yang sudah berhasil
2. Konsultasi
Yayasan Sekar Mawar menerima konsultasi baik bagi
penderita kecanduan Memberi dukungan dan motivasi kepada para
klien untuk menjalankan terapi, sementara keluarganya dapat
menjadi pendamping pemulihan yang baik. Memberi saran atau
rujukan ke lembaga-lembaga yang sesuai dengan kondisi korban.,
keluarganya, atau anggota masyarakat lainnya. Konsultasi ini
dilakukan untuk memberi informasi mengenai cara penanggulangan
NAPZA.
3. Detoksifikasi
Detoksifikasi adalah proses pengobatan yang ditujukan
untuk menghilangkan NAPZA dari tubuh penderita dan mengatasi
gejala-gejala putus obat yang menyertainya. Yayasan Sekar Mawar
24
juga menjalin kerjasama dengan RS. St. Borromeus, RS. St. Yusuf
serta rumah sakit lainnya.
4. Penyuluhan
Penyuluhan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan NAPZA. Yayasan Sekar Mawar melakukan
sosialisasi dampak penyalahgunaan NAPZA kepada masyarakat
melalui suatu Pendidika Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA.
Program ini dapat berbentuk ceramah, seminar, diskusi interaktif
atau talkshow untuk berbagai kalangan seperti institusi pendidikan
atau kelompok masyarakat lain. Yayasan Sekar Mawar juga
mengajak segenap lapisan masyarakat untuk ikut serta meng-
kampanyekan seruan “Anti Narkoba” baik melalui media cetak
maupun media elektronik.
25
melaporkan dirinya seorang pecandu akan berhak mendapatkan
pengobatan dan perawatan melalui rehabilitasi medis dan social.
2. Primary
Tahap ini difokuskan pada perkembangan sosial dan
psikologis residen. Tahap ini residen diharapkan dapat melakukan
sosialisasi, mengalami pengembangan diri, seta meningkatkan
kepekaan psikologis dengan melakukan berbagai aktivitas dan sesi
teraputik yang telah ditetapkan. Dilaksanakan selama kurang lebih
6 sampai dengan 9 bulan. Primary terbagi ke beberapa tahap: yaitu
Younger member, Middle member, Older member.
3. Re-entry
Merupakan program lanjutan setelah Primary. Program Re-
entry memiliki tujuan untuk memfasilitasi residen agar dapat
bersosialisasi dengan kehidupan luar setelah menjalan perawatan di
Primary. Tahap ini dilaksanakan selama maksimal 6 bulan.
4. Aftercare
Program ini ditujukan bagi eks-residen/alumni. Program ini
dilaksanakan diluar Fasilitas dan diikuti oleh semua angkatan
dibawah supervisi dari staf re-entry.
Dengan budaya TC seperti diatas maka diharapkan
pelaksanaan program benar-benar dijalankan oleh residen. Residen
26
sebagai objek dan subjek yang menjalankan treatment. Program
disusun untuk membuat residen terlibat secara penuh dalam setiap
kegiatan, sesuai dengan job-function masing-masing. Kedudukan
petugas hanya sebagai pengawas.
27
2. Fase Induksi
Dalam Tahap ini, Konselor Adiksi akan menilai perlunya
klien diberikan program detoksifikasi / program medis, program ini
akan melibatkan konselor adiksi, tenaga perawat dan psikiater.
Dalam Program ini kami juga akan melakukan medical
check up dan VCT (Voluntary Counseling Test) untuk mengetahui
apakah klien mengalami masalah medis terkait pola penggunaan dan
jenis narkoba yang digunakan, dimana seperti kita tahu bahwa tiap
jenis narkoba memiliki resiko yang berbeda-beda untuk masalah
medis/ penyakit yang menyertainya.
Dalam tahap ini juga klien akan diperkenalkan kepada
program TC dan menjalani proses orientasi bagi klien terhadap
lingkungan barunya. Proses ini umumnya berlangsung selama 1
bulan, dan terkadang malah dibutuhkan waktu sampai 2-3 bulan,
jadi sekalipun digambarkan secara terpisah, sesungguhnya proses
ini masuk juga kedalam proses Primary
3. Fase Primary
Fase Primary adalah fase awal dimana klien bergabung
dengan klien lainnya (biasa kami sebut family), dalam sistem rawat
inap tertutup. Hal utama dalam fase ini adalah klien fokus terhadap
pemulihan pribadi, aturan utama, aturan rumah dan dukungan
family/komunitas adalah alat utama agar klien bisa merubah pola
pikir, perubahan perilaku, dan keberfungsian sosial. Fase ini akan
berlangsung selama 6-9 bulan.
4. Fase Re-Entry
Fase Re-Entry adalah tahapan terakhir dari rangkaian
program Therapeutic Community, dimana klien pada fase ini masuk
ke dalam tahap adaptasi dan kembali bersosialisasi dengan
masyarakat luas diluar komunitas residensial/primary.
28
Fase ini juga mewajibkan klien untuk melakukan
perencanaan dan penerapan kegiatan ketika klien meninggalkan
program/kembali ke masyarakat.
Fase ini juga difokuskan agar klien dapat meningkatkan
kemampuan manajemen baik dari segi keuangan dan pengaturan
waktu, meningkatkan pengetahuan klien serta menerapkan
pencegahan kekambuhan (relapse prevention)
29
Gambar 2. 10 Jadwal Kegiatan Yayasan Penuai Indonesia
(Sumber: www.penuaiindonesia.org)
30
Gambar 2. 11 Fasilitas Penunjang YPI
(Sumber: www.penuaiindonesia.org)
Kepala Fasilitas
Rehabilitasi Narkoba
Kasubbag Kasubbag Kasie Pelayanan Kasie Penunjang Kasie Pelayanan Kasie Penunjang
Kepegawaian & Humaniora & Rehabilitasi Rehabilitasi Rehabilitasi Rehabilitasi
Tata Usaha Rumah Tangga Medis Medis Sosial Sosial
Kelompok Jabatan
Fungsional
31
2.3. Data Bahan Bangunan
2.3.1. Atap
32
2.3.2. Plafon
2 Gypsumboard ‐ Penggunaan
10 mm wet pada area yang
area finishing berbatasan
cat interior dengan area luar
‐ Digunakkan
pada toilet juga
3 Beton Ekspos
2.3.3. Dinding
33
No. Material Keterangan Gambar
3 Beton Ekspos ‐ Beton diaci
rapih tanpa
finishing cat
5 Tempered ‐ Digunakkan
Glass pada bagian
berelemen kaca
yang besar
‐ Bila pecah tidak
berbahaya
2.3.4. Lantai
34
2 Karpet ‐ Digunakkan
untuk
memberikan
kesan nyaman
pada ruang
3 Veneer ‐ Memberikan
kesan santai dan
nyaman
‐ Harganya murah
2.3.5. Lansekap
3.1.3. Zoning
Pembagian zonasi bangunan dilakukan secara bertahap berdasarkan
pertimbangan fungsi dan kualitas ruang. Area bagian entrance tapak menjadi daerah
publik ( warna merah ) yang berisi ruang pelayanan umum dan juga area IGD,
ditempatkan paling depan untuk mempermudah akses masuk ke dalam bangunan.
Area barat tapak menjadi area kunjungan ( warna kuning ), pada area ini terdapat
bangunan formal dimana didalamnya terdapat area seminar dan juga ruang
serbaguna yang digunakkan untuk kegiatan formal. Sementara pada area timur
tapak merupakan area privat ( warna biru ) untuk kegiatan sehari-hari
rehabilitantyang dibagi menjadi beberapa area seperti asrama, plaza utama, dan
healing garden.
37
Gambar 3. 1 Zoning Tapak
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
39
Gambar 3. 5 Flow Rehabilitasi Rawat Jalan
(Sumber:Dokumentasi Pribadi)
40
Gambar 3. 7 Flow Rehabilitasi Menyeluruh
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
3.2.1.4. Pengelola
Kegiatan pengelola merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
semua orang yang bekerja dalam organisasi fasilitas rehabilitasi
narkoba, mereka yang terlibat dan bertanggungjawab dalam bidang:
1. Kepala Pusat Rehabilitasi
2. Pengelola Rehabilitasi Medis
3. Pengelola Rehabilitasi Sosial
4. Pengelola Rehabilitasi Lanjut/After Care
5. Pengelola Asrama
6. Administrasi dan Pendaftaran
7. Servis
8. Keamanan
41
Gambar 3. 8 Flow Kegiatan Pengelola
(Sumber:Dokumentasi Pribadi)
1. Keluarga Residen
Pelaku kegiatan ini ialah sanak saudara / keluarga residen
yang mengunjungi keluarganya yang sedang direhabilitasi di
Fasilitas rehabilitasi tersebut.
42
2. Kunjungan Formal
Pelaku kegiatan ini ialah mereka yang datang untuk
mengadakan kunjungan social maupun formal. Bisa berupa
penyuluhan, kegiatan sosial, dll yang berhubungan dengan program
rehabilitasi narkoba tersebut.
3.2.1.6. Service
Kegiatan lain dalam kasus ini menjelaskan tentang kegiatan
servis seperti maintenance bangunan, utilitas, dan segala macamnya
yang menjadi jadwal rutin dan hanya dilakukan pada jadwal tertentu
yang sudah ditetapkan.
43
1. Rehabilitan
a. Rehabilitan Rawat Jalan
Merupakan rehabilitan pecandu narkoba yang masih
memiliki tingkat ketergantungan rendah sampai sedang terhadap
narkoba. Rehabilitan ini diperbolehkan untuk kembali ke rumah
dengan diberikan jadwal check up yang harus ditaati untuk ke
depannya.
b. Rehabilitan Program Rehabilitasi Menyeluruh
Merupakan rehabilitan yang dengan kehendak pribadi
mengikuti program ini tanpa paksaan dari luar. Biasanya memiliki
tingkat ketergantungan sedang – tinggi. Selain yang datang dengan
kehendak pribadi, bisa juga datang dari hasil rujukan pihak luar yang
bekerjasama dengan asilitas rehabilitasi.
c. Rehabilitan Gawat Darurat / Rawat Inap
Merupakan rehabilitan yang datang dengan kondisi gawat
darurat seperti misalnya sakau. Rehabilitan ini akan mendapat
penanganan langsung dan diwajibkan mengikuti program rawat
inap.
2. Pengelola
d. Kepala Pusat Rehabilitasi
e. Pengelola Rehabilitasi Medis
f. Pengelola Rehabilitasi Sosial
g. Pengelola Rehabilitasi Lanjut
h. Pengelola Asrama
i. Administrasi dan Pendaftaran
j. Pengelola Servis
k. Pengelola Keamanan
3. Pengunjung
Pengunjung fasilitas rehabilitasi narkoba ini dibedakan menjadi
2 jenis, pengunjung rehabilitan rawat jalan ( hanya menemani
rehabilitan yang sedang mengikuti penanganan rawat jalan ) &
pengunjung asrama ( pengunjung yang datang menjenguk kerabat yang
44
dirawat inap ). Kedua jenis ini dibedakan karena perilaku dan sisi
keamanan antara 2 jenis rehabilitan yang berbeda. Selain itu terdapat
juga pegunjung resmi seperti misalnya dari sekolah, kampus, atau
institusi formal lain yang mengadakan acara lewat perjanjian lebih dulu.
4. Pelaku Kegiatan Lain
Pelaku kegiatan lain ini biasanya berhubungan dengan kegiatan
servis dan maintenance lain. Seperti misalnya pasokan bahan makanan,
PLN, dll.
45
Pelaku Jenis Kegiatan Detail Kegiatan Kebutuhan Ruang
Rehabilitan Rehabilitasi Medis Masuk Hall
Menyeluruh Periksa Umum R. Periksa Umum
Periksa Interna R. Periksa Interna
Program Detoksifikasi R. Detoksifikasi
Rehabilitasi Sosial Masuk Hall
Terapi Psikologi R. Terapi Psikologis
Terapi Religius R. Ibadah
Terapi Emosional R. Terapi Emosional
Istirahat R. Rekreasi / R.Istirahat
46
Pelaku Jenis Kegiatan Detail Kegiatan Kebutuhan Ruang
Apoteker Masuk klinik Hall Klinik
Mengambil obat R. Farmasi
Meracik Obat R. Racik Obat
Pendataan Obat R. Arsip Apotek
Istirahat R. Istirahat Karyawan
Karyawan Psikolog Masuk Hall
Rehabilitasi Konsultasi R. Konsultasi
Sosial Checkup ke asrama Asrama
Menerima Tamu R. Tamu
Istirahat R. Karyawan
Pembimbing Datang Hall
Rohani Memberi ceramah Aula / R. Serbaguna
Istirahat R. Karyawan
Emosional Datang Hall
Terapis Memberi Terapi R. Terapi Emosional /
K. Asrama
Istirahat R. Karyawan
Pengelola Vokasional Datang Hall
After Care Terapis Persiapan materi R. Karyawan
Pemberian latihan kerja R. Pelatihan
Istirahat R. Karyawan
47
Pelaku Jenis Detail Kegiatan Kebutuhan Ruang
Kegiatan
Instruktur Datang Hall
Olahraga Persiapan R. Karyawan
Kegiatan fisik Aula / Lapangan
Istirahat R. Karyawan
Pengelola Bangun tidur Asrama
Asrama Persiapan K. Tidur
Pendataan rehabilitan Kantor / R. Arsip
Pengarahan kegiatan R. Serba Guna
Evaluasi R. Serbaguna & R.
Kantor
Makan R. Makan
Istirahat K. Tidur
48
3.2.4. Program Ruang
Penggunaan standar perhitungan luasan menggunakan referensi
studi dari pihak lain sebagai pedoman untuk memudahkan perhitungan pada
luasan yang mempunya ruang yang relatif sama dengan fungsinya.
Beberapa standar yang dipakai antara lain dari buku Neufert Architect Data
Jilid 3 (NAD), Time Saver Standar (TSS), persyaratan teknis aksesibilitas
bangunan dan memperhitungkan ruang gerak bagi kebutuhan yang berbeda.
‐ 5-10% = standar minimum
‐ 20% = kebutuhan keleluasaan fisik
‐ 30% = tuntutan kenyamanan fisik
‐ 40% = tuntutan kenyamanan psikologis
‐ 50% = tuntutan spesifik kegiatan
‐ 70% - 100% = keterkaitan dengan banyak kegiatan
49
Tabel 3. 7 Program Ruang Rehabilitasi Rawat Jalan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
50
Tabel 3. 9 Program Ruang Perawatan Umum
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
51
Tabel 3. 11 Program Ruang Asrama After Care
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
54
ruang luar yang terbentuk dari hasil penempatan massa. Skala manusia juga sangat
ditekankan pada bangunan ini sehingga rehabilitant bisa merasa berada di
lingkungan yang tidak asing dari kehidupannya sehari-hari. Integrasi unsur
alampun diperkuat dengan pembentukkan konseksi ruang luar dan ruang dalam
lewat design pilotis di beberapa bangunan.
Pemisahan massa pada tapak juga dilakukan untuk memperoleh ruang yang
interaktif dan tidak terkesan massif, hal ini mendukup terjadi aktivitas antar
bangunan yang telah didirikan. Sirkulasi dan leveling yang nyaman diciptakkan
untuk memaksimalkan proses rehabilitasi.
55
2. Adanya kebutuhan untuk membentuk ruang luar dan ruang dalam yang
berkesinambungan sehingga rehabilitan bisa mengakses semua tapak dengan
mudah dan kegiatan di dalamnya tidak terpotong massa ataupun perbedaan
level yang mencolok.
3. Pemahaman bahwa nilai keamanan sangat diperlukkan pada fungsi Fasilitas
Rehabilitasi. Ini membuat penempatan massa juga diperhitungkan untuk
meminimalisir kemungkinan rehabilitant kabur dari tapak,
4. Perlu ada pembagian zonasi yang jelas dengan layer keamanan yang ketat
sehingga tidak memungkinkan terjadinya penyelundupan narkoba ke dalam
bangunan.
5. Perancangan sirkulasi yang jelas dan mudah sehingga aktivitas dalam tapak bisa
berjalan dengan lancer tanpa mengalami kebingungan yang berarti.
6. Perletakkan dan pemilihan struktur yang tepat pada bangunan sehingga kondisi
lahan berkontur bisa diatasi.
56
BAB 4
KONSEP PERANCANGAN
57
Ketiga tahapan tersebut akan merepresentasikan zoning tapak dan juga
ekspresi bangunan di tiap tahapannya. Tahapan “release” didominasi dengan
bukaan dan elemen vista yang terbuka ke dalam tapak. Ruang dalamnya juga dibuat
terbuka dengan memasukkan unsur alami ke dalamnya. Tahapan “reborn” berpusat
pada kegiatan dan interaksi sosial sehingga antar bangunan memiliki koneksi dan
keterhubungan. Tahap terakhir “react” merupakan tahapan dimana mereka bisa
berinteraksi dengan masyarakat dan melihat titik akhir mereka berdiam di Fasilitas
Rehabilitasi ini.
58
Drop off pada bagian entrance tapak dibuat menjadi 2 bagian, drop off rawat
jalan + penerimaan awal dan drop off emergency. Kedua drop off ini memiliki akses
jalan utama yang sama, hanya letaknya saja yang dibedakkan. Pada area drop off
emergency sendiri lebar jalan diperbesar untuk mempermudah kegiatan saat
keadaan darurat.
Penyebaran massa pada tapak dibuat terzonasi dengan rapi sesuai dengan
fungsi masing-masing bangunan. Area luar ini mendukung konsep “green
architecture” yang sudah menjadi kebutuhan wajib sebuah karya arsitektur. Dengan
adanya area hijau ini tiap bangunan memiliki akses udara, pencahayaan alami yang
baik.
Pembagian area luar dalam komplek Fasilitas Rehabilitasi ini dibagi
menjadi 5 area besar, antara lain: area plaza publik, area plaza kegiatan, area plaza
utama, area olahraga, area healing garden. Kelima area hijau ini dirancang saling
terhubung tanpa terhalangi massa bangunan di lantai dasarnya. Oleh karena itu
lantai 1 beberapa bangunan dibuat dengan system pilotis sehingga memungkinkan
adanya koneksi visual dan akses antar area terbuka.
Plaza publik di area depan tapak dirancang untuk kegiatan masyarakat
umum yang melibatkan juga kehadiran rehabilitant yang dianggap sudah siap
bertemu dengan masyarakat. Aksesnya dibuat publik untuk umum namun terbatas
untuk rehabilitan.
59
Plaza kegiatan yang membentuk satu garis vista dibuat untuk kegiatan yang
berhubungan dengan masyarakat namun berada di dalam lingkungan pembinaan
rehabilitant sehingga akses lebih terbatas dan lebih termonitor dengan ketat. Vista
ini juga dibuat agar adanya kontektivitas visual antara ruang penerima dengan
ruang kegiatan sehari-hari rehabilitan agar mereka tidak terasa seperti dipenjarakan
dalam kurungan tembok-tembok.
Plaza utama, area olahraga, dan healing garden dibuat terkoneksi dengan
selasar-selasar di sekeliling bangunan asrama yang saling menghubungkan antar
kegiatan. Ketiga ruang terbuka ini menjadi inti dari rehabilitasi di fasilitas ini karena
berbagai kegiatan yang dilakukan selama proses rehabilitasi berfokus di ketiga area
ini. Oleh karena itu letaknya berada di zona asrama para rehabilitant agar mudah
diakses dan saling terkoneksi dengan baik.
60
amphitheater yang digunakkan untuk konsultasi dan diskusi outdoor. Sementara
area lainnya untuk kegiatan pertemuan outdoor dan kegiatan sosial lainnya.
Pada area plaza utama digunakkan untuk kegiatan yang melibatkan banyak
peserta seperti halnya upacara, acara kebersamaa, terapi sosial lainnya yang
memerlukan ruang terbuka yang lebar. Tiap bangunan di area ini sirkulasinya
dibuat bersebelahan dengan plaza dengan harapak segala kegiatan yang terjadi di
plaza bisa terpantau, begitu juga sebaliknya. Hal ini juga untuk memperkuat
koneksi sosialisasi antar bangunan dengan plaza utama sebagai penyatunya.
61
Gambar 4. 6 Area Plaza Utama
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Konsep pilotis pada bangunan asrama dengan lantai dasarnya sebagai area
bersama membuat antar ruang terbuka dapat terhubung baik dari visual maupun
aksesibilitasnya. Hal ini membuat semua area terbuka dapat diakses dengan mudah
dan memiliki tingkat pengawasan yang relatif mudah juga. Sebuah keterhubungan
visual dan aksesibilitas yang terbuka menjadi salah satu syarat utama sebuah
Fasilitas Rehabilitasi untuk mempermudah pengawasan kegiatan di tiap bagian
tapak. Keterhubungan ruang luar ini juga memungkinkan aktivitas outdoor yang
kontiniu dalam rutinitas tiap harinya, hal ini menciptakan kegiatan yang fleksibel
dan tidak kaku. Dimana kegiatan tersebut dapat membuat rehabilitan merasa
nyaman dan tidak terpatok dinding-dinding pembatas.
62
4.3. Konsep Bentuk Masa & Tampilan Bangunan
63
Sementara massa asrama diletakkan berorientasi pada plaza utama, hal ini
diciptakan untuk mendukung pemusatan kegiatan di plaza ini. Terjadinya
pemusatan kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai sosial yang terjadi di
lingkungan Fasilitas Rehabilitasi ini. Massa asrama medis diletakkan paling dekat
dengan massa penerima & IGD. Hal ini ditujukan untuk memberikan akses yang
mudah kepada pasien dari Gedung utama yang harus dirawat untuk dipindahkan ke
asrama medis. Asrama medis juga diletakkan dekat dengan IGD karena keperluan
medis yang tidak boleh terlalu jauh.
Dari asrama medis aktivitas berjanjut ke asrama sosial yang berada tepat di
sebelah asrama medis. Asrama sosial tersebut masih memiliki akses visual ke plaza
utamanya. Ekspresi bangunannya dibuat transparan dan memiliki tipikal rumah
tinggal biasa sehingga rehabilitan merasa tidak asing dengan suasana yang tercipta.
Sama seperti bangunan asrama sosial, asrama medis juga dibuat memiliki ekspresi
yg sama, elemen pilotis pada lantai dasar juga menciptakan ruang yang kontiniu
antara ruang terbuka dengan ruang bawah bangunan.
64
Gambar 4. 11 Bangunan Formal
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
65
Gambar 4. 13 Massing pada Tapak
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Lantai dasar bangunan penerima berfungsi sebagai area rawat jalan dimana
terdapat ruang periksa dan ruang pengisian formulir pendaftaran. Ruang
administrasi juga diletakkan di lantai dasar ini untuk mempermudah keperluan
administrasi. Fungsi IGD juga diletakkan di dalam bangunan ini.
Lantai kedua bangunan ini berisi ruang konsultasi baik medis maupun
psikologi. Lantai kedua bagian rawat jalan berisi ruang konsultasi umum dan
pribadi. Sementara pada bagian IGD memiliki ruang konsultasi medis.
Massa Gedung formal memiliki fungsi ruang-ruang kelas yang berfungsi
untuk melaksanakan seminar ataupun kelas edukasional narkoba. Kelas tersebut
berada di lantai dasarnya, sementara pada lantai 2nya terdapat ruang serbaguna
yang digunakkan untuk seminar dengan kuantitas peserta yang lebih banyak.
Bangunan asrama memiliki ruang-ruang kamar untuk menginap dan
perawatan sementara pada bagian lantai dasarnya semua digunakkan untuk area
publik, area makan, dapur, dan area sosial lainnya yang mendukung kegiatan aktif
di lantai dasar bangunan.
66
Penggunaan jenis atap dak beton diminimalisi untuk mengurangi efek
negative dari atap dak beton seperti penghawaan dan rembesan air hujan. Dak beton
hanya terdapat di bangunan vokasional yang atapnya ditanami green roof sebagai
ruang aktivitas.
Pondasi yang digunakkan pada bangunan merupakan pondasi bored pile
yang dimensinya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bangunan yang
memiliki besaran kolom yang berbeda. Struktur dinding penahan tanah juga
diletakkan pada area yang memiliki cut and fill tanak untuk mendukung ketahanan
tanah tersebut. Struktur utamanya memakai sistem beton bertulang.
67
Sumber listrik utama pada tapak berasal dari PLN yang dialirkan ke trafo yang
terletak di dalam tapak, menuju panel utama untuk disebarkan ke panel
pembagi lainnya. Genset juga diperlukkan untuk keadaan darurat apabila
listrik mati.
68
DAFTAR PUSTAKA
69