Oleh Liestyodono
I. PENDAHULUAN
UU No.2 Tahun 1948, UU No.1 Tahun 1957, UU No. 18 Tahun 1965, UU No.5 Tahun
1974, UU no.22 Tahun 1999, dan yang terakhir adalah UU No.32 Tahun 2004 yang
merupakan penjabaran dari ketentuan pasal 18, pasal 18A, dan pasal 18B Undang-
Undang Dasar 1945 ( hasil amandemen ). Ibarat pendulum, setiap peraturan perundang-
undangan tentang pemerintahan daerah sejak UU No.1 Tahun 1945 sampai dengan UU
No. 32 Tahun 2004 yang berlaku sekarang , selalu cenderung mewakili titik yang sangat
diametral yakni titik desentralisasi dan dekonsentrasi. Hal ini mengesankan bahwa
dan desentralisasi seiring dengan diterapkan sebagai suatu yang mematikan, bukan
sebagai sebuah kontinum serta hanya berkutat pada pencarian struktur pemerintahan dan
format politik.
otonomi daerah dari tujuan utamanya yakni untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
1
desentralisasi dan dekonsentrasi sebagai suatu yang bersifat kontinum bukan suatu yang
dan daerah, permasalahan keuangan menjadi salah satu sumber kontroversi, terutama
perimbangan keuangan antara pusa dan daerah serta dalam penyelenggaraan kewenangan
pertanggungjawaban anggaran daerah. Sampai dengan saat ini masih dapat dilihat bahwa
publik, terutama yang bersifat dasar masih jauh dari aspirasi dan harapan masyarakat
pendidikan sebagai salah satu pelayanan dasar publik. Selama lima tahun pelaksanaan
otonomi daerah, (2001-2005), belanja rutin pemerintah pusat untuk sektor pendidikan dan
kebudayaan rata-rata kurang dari 3 persen dari APBN, sedangkan sektor perdagangan
2
pendidikan sangat besar. Lebih dari 90 persen sekolah daar ( SD ) berstatus milik
pemerintah. Sementara itu tekad untuk memperbaiki pelayanan pendidikan dasar masih
tidak terlepas dari besaran pengalokasian anggaran pendidikan, naik dari pemerintah
pusat maupun daerah melalui APBN, APBD provinsi dan APBD Kota/ Kabupaten.
Kebijakan anggaran yang berpihak pada sektor pendidikan baru diperhatikan dengan
sungguh-sungguh oleh pemerintah pada tahun 2002 sejalan dengan amandemen UUD
1945, sehingga pada ayat 4, pasal 31 ditegaskan bahwa negara memprioritaskan anggaran
Sisdiknas, ditegaskan bahwa warganegara wajib mengikuti pendidikan dasar yang berada
pun memberikan acuan lebih nyata pada pasal 49: (1) Dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan ,.dialokasikan minimal 20 persen dari APBN
pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah daerah mengemban peran yang sangat besar dalam memberikan pelayanan
3
Namun realitasnya tidak semua pemerintah daerah konsisten dengan ketentuan
anggaran pendidikan kurang dari 20 persen dari APBD. Beragam persoalan krusial pada
bidang pendidikan di Jawa barat salah satunya bermuara pada lemahnya implementasi
kebijakan anggaran dalam bentuk peraturan daerah tentang APBD, sebagai produk
Fakta yang tidak dapat dibantah lagi, meskipun UU sudah mengamanatkan bahwa
anggaran pendidikan harus menyentuh angka 20 persen tapi dalam kenyataannya masih
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas di Kota Tasikmalaya, Kota Sukabumi, Kabupaten
4
1.2. Rumusan Masalah
harapan yang diinginkan. Dari Problem Statement ini, peneliti mengemukakan research
3) Seberapa besar pengaruh sumber daya terhadap kualitas pelayanan pendidikan dasar.
dasar.
dasar.
Tujuan Penelitian
5
implementasi kebijakan publik dan ilmu administrasi publik pada umumnya.
Secara praktis dapat memberikan masukan bagi para praktisi , khususnya yang
6
II. KAJIAN PUSTAKA
Kebijakan publik yang telah disahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak
kebijakan publik yang masih bersifat abstrak kedalam realita. Artinya pelaksanaan
kebijakan publik berusaha menghasilkan outcome yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Dalam hal ini, dapat ditekankan bahwa bisa saja dalam tahapan perencanaan dan
diharapkan dari sebuah produk kebijakan itu. Pada akhirnyapun dipastikan pada tahapan
implementasi kebijakan tidak seiring sejalan, bahwa implementasi dari kebijakan itu
atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi masayarakat yang
tepat, maka kemungkinan kegagalanpun masih bisa terjadi, jika proses implementasinya
tidak tepat. Bahkan sebuah kebijakan yang handal sekalipun jika diimplementasikan
secara tidak baik dan optimal, maka kebijakan tersebut gagal untuk mencapai tujuan yang
7
pada substansinya adalah cara yang tepat untuk melaksanakan agar sebuah kebijakan
yang baik dapat mencapai tujuan sebagimana yang telah ditetapkan oleh para pembuat
program-program, dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan
publik tersebut”. Agar setiap kebijakan dapat diimplementasikan, maka seharusnya pula
memperhatikan apa dan bagaimana bentuk program yang realistis, sehingga dapat
kebijakan adalah:
lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik,
keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh sebab itu tidak
salah jika dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari
utama yang harus diperhatikan adalah bahwa mereka yang harus mengimplementasikan
suatu keputusan mesti tahu apa yang mereka harus kerjakan. Keputusan kebijakan dan
peraturan implementasi mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat sebelum bisa
8
diikuti. Jika kebijakan harus diimplementasikan secara tepat, ukuran implementasi mesti
apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah diperinci, program telah
dirancang dan juga sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan
sasaran tersebut. Efektivitas dari implementasi kebijakan ini sangat dipengaruhi oleh
kejadian di sekeliling isu kebijakan terjadi, sehingga proses kebijakan merupakan proses
yang dialektis dimana dimensi obyektif dan subjektif dari pembuatan kebijakan tidak
Suatu rangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan untuk meraih kinerja. Mereka
merumuskan sebuah abstraksi yang memperlihatkan hubungan antara berbagai
faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja kebijakan. Kinerja kebijakan pada
dasarnya merupakan penilaian atas tingkat standar dan sasaran. Menurutnya,
sebagai suatu kebijakan tentulah mempunyai standar dan sasaran tertentu yang
harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan.
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-
9
perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan
kebijakan. Yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa tahap implementasi kebijakan
tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan saran-saran ditetapkan atau diidentifikasi
kebijakan tersebut.
juga perlu mencermati apa yang kemukakan oleh Abdul Wahab (1997:55) bahwa:
Dari konsepsi diatas, dapat ditegaskan bahwa kebijakan publik yang siap
diimplementasikan secara baik dan tepat sasasan, dan seterusnya bagaimana kebijakan
tersebut dapat dievaluasi untuk memperoleh umpan balik mengarah kepada perbaikan
secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan publik sekaligus mendorong
terciptanya partisipasi publik dalam pembangunan secara luas. Oleh karena itulah, dalam
aspek implementasi kebijakan itu merupakan upaya untuk memahami : a) apa yang patut
10
dan layak dilakukan serta apa tidak perlu dilakukan oleh pemerintah dan implementor
dan c) apa dampak dari kebijakan publik tersebut jika dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan.
dalam proses kebijakan publik harus memperhatikan siapa yang terlibat dalam
implementasi kebijakan, dan apa yang mereka kerjakan, serta apa dampak dari isi
kebijakan itu merupakan proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil”.
menurut Josy Adiwisastra dalam prolognya pada buku Tachjan (2006 : xv) sangat
tergantung pada :
kebijakan tidak hanya terletak pada kemampuan dari implementor atau pelaksana
11
kebijakan, akan tetapi bagaimana para pembuat/penentu atau aktor kebijakan tersebut
Disamping itu pula kita patut menyadari bahwa tercapai tidaknya misi dari sebuah
produk kebijakan dalam proses implementasinya, juga tidak dapat dipisahkan atau
dilepaskan dari sebuah sistem. Tentang sistem itu sendiri menurut Winardi (1997:64) :
menuju kearah pencapaian tujuan atau sasaran tertentu. Sebuah sistem dipastikan
pasti akan didukung dan dipengaruhi lingkungan sekitarnya sebagai sebuah sistem
(sosial, ekonomi, politik, dan budaya). Dimana pada suatu saat kebijakan menyalurkan
masukannya pada lingkungan sekitarnya, namun pada saat yang sama atau yang lain,
lingkungan sekitar membatasi dan memaksanya pada perilaku yang harus dikerjakan oleh
Oleh karena itulah, sebuah kebijakan yang tersusun dengan baik dan
memungkinkan penafsiran terbuka dan penilaian, b) bersifat konsisten dan tidak ada
kebijakan yang saling bertentangan, c) harus sesuai dengan keadaan yang berkembang, d)
membantu pencapaian sasaran dan harus dibantu dengan fakta-fakta obyektif, serta e)
12
yang lebih spesifik perlu pemaknaan yang pluralistik dalam sistem lingkungan yang lebih
makro maupun mikro. Hal ini dapat meliputi: Pertama, lingkungan umum di luar
pemerintahan dalam arti pola-pola yang melibatkan faktor sosial, ekonomi, politik, dan
hanya itu, beberapa bentuk lingkungan lain yang dapat mempengaruhi kegiatan
implementasi kebijakan publik, antara lain: karakteristik geografis, seperti sumber alam,
iklim dan topografi; variabel demografi, seperti populasi masyarakat, persebaran usia,
hingga lokasi; budaya dan krisis politik; sistem sosial; serta sistem ekonomi,
pengangguran, kriminalitas.
membutuhkan kerjasama antar semua pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat) dalam
kerangka mencapai optimalisasi dari implementasi kebijakan itu sendiri. Abdul Wahab
penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan itu sendiri”.
Suatu kebijakan hanya merupakan rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip jika
Edwards III (1980:9) mengemukakan: “In our approach to the study of policy
implementation, we begin in the abstract and ask: What are the preconditions for
successful policy implementation? What are the primary obstacles to successful policy
implementation?” Untuk menjawab pertanyaan penting itu, maka Edwards III (1980:10)
13
kebijakan publik, yakni: “Communication, resourches, dispositions or attitudes, and
bureaucratic structure”.
karena pelaksana harus mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Perintah untuk
melaksanakan kebijakan harus diteruskan kepada aparat, tepat, dan konsisten. Kurangnya
sumber daya akan berakibat ketidakefektifan penerapan kebijakan. Disposisi atau sikap
menerapkan kebijakan. Jika penerapan kebijakan akan dilaksanakan secara efektif, maka
pelaksana bukan hanya mengetahui apa yang harus mereka kerjakan dan memiliki
kemampuan untuk menerapkannya, tetapi mereka juga harus mempunyai keinginan untuk
penerapan dalam arti bahwa penerapan itu tidak akan berhasil jika terdapat kekurangan
14
Perintah untuk mengimplementasikan kebijakan harus disampaikan secara jelas, akurat,
dan konsisten kepada orang-orang yang mampu. Jika implementasi kebijakan yang
diharapkan oleh pembuat kebijakan tampak tidak secara jelas, mungkin saja terjadi
kesalahpahaman oleh para pelaksana yang ditunjuk. Jelas sekali bahwa kebingungan
yang dialami para pelaksana mengenai masalah yang harus dilakukannya dapat memberi
pembuat kebijakan.
mengetahui persis apa yang akan mereka kerjakan. Berarti komunikasi juga dapat
penerapan kebijakan tidak keluar dari sasaran yang dikehendaki. Dengan demikian
kebijakan umum menjadi tindakan-tindakan spesifik. Otoritas ini tidak akan diperiksa
adalah mengetahui apa yang harus dilakukan. Sebuah kebijakan dan instruksi
15
implementasi harus ditransmisikan kepada personel-personel yang tepat sebelum
dilaksanakan. Komunikasi semacam ini harus akurat dan harus dipahami oleh para
kebijakan.
instruksi implementasi tidak hanya dapat diterima saja tapi pesan-pesan di dalamnya pun
harus dapat diterima dengan jelas. Jika tidak, para pelaksana akan kesulitan mengenai
tindakan yang harus dilakukan, mereka akan leluasa menafsirkan implementasi kebijakan
tersebut, sebuah penafsiran yang mungkin saja berbeda dengan maksud atasannya.
kebijakan, mesti memperhatikan dan didukung oleh sistem transmisi yang baik,
konsistensi dan kejelasan pesan dan perintah dari pembuat kebijakan, yang harus
menjelaskan :
Important resources include staff of the proper size and with the necessary
expertise; relevant and adequate information on how to implement policies and
on the compliance of others involved in implementation; the authority to ensure
tha policies are carried out as they are intended; and facilities (including
buildings, equipment, land, and supplies) in which or with which to provide
services. Insufficient resourches will mean that laws will not be enforced, services
will not be provided, and reasonable regulations will not be developed.
Sumber daya yang penting meliputi staf dalam ukuran yang tepat dengan keahlian
yang diperlukan; informasi yang cukup dan relevan tentang cara untuk
16
implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya
sebagai dimaksudkan; dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan
persediaan) di dalamnya atau dengan memberikan pelayanan. Sumber daya yang tidak
cukup akan berarti bahwa Undang-undang tidak akan diberlakukan, pelayanan tidak akan
Faktor sumber daya tidak hanya mencakup jumlah sumber daya manusia/aparat
semata melainkan juga mencakup kemampuan sumber daya manusia untuk mendukung
pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini dapat menjelaskan tesis bahwa sumber daya yang
memadai dan memenuhi kualifikasi akan menghasilkan pelaksanaan kebijakan yang tepat
dan efektif.
mereka, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber daya yang
penting antara lain jumlah staf yang cukup dengan keahlian yang memadai, informasi
yang cukup dan relevan mengenai instruksi implementasi kebijaken, otoritas yang
menjamin bahwa kebijakan tersebut dilaksanakan sesuai dengan apa yang dimaksud, dan
Sumber daya yang tidak mencukupi menunjukkan bahwa hukum tidak akan dapat
dilaksanakan, pelayanan tidak akan dilaksanakan, dan aturan-aturan yang masuk akal
Menyangkut sikap pelaksana yang juga sebagai salah satu faktor implementasi
17
kebijakan, kembali Edwards III (1980:11) menjelaskan :
berlangsung efektif, para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus dilakukan dan memiliki kapabilitas untuk melaksanakannya tetapi mereka juga
kebijakan. Salah satu alasan mengenai hal ini disebabkan independensi mereka terhadap
pembuat kebijakan. Alasan yang lain adalah kompleksitas dari kebijakan itu sendiri.
Meskipun cara lain para pelaksana menggunakan otoritasnya tergantung dari disposisi
mereka yang mengacu kepada kebijakan-kebijakan tersebut namun pada akhirnya sikap
merekalah yang akan mempengaruhi cara pandang mereka terhadap kebijakan tersebut
untuk memanipulasi atau bekerja dalam lingkungan disposisi para pelaksananya atau
18
bahkan membatasi otoritasnya.
Jika para pelaksana mendapatkan disposisi yang baik terhadap kebijakan tertentu,
sebelumnya. Tetapi ketika perilaku dan perspektif para pelaksana berbeda dari pembuat
membingungkan.
Berkenaan dengan sikap pelaksana ini, mesti juga disadari bahwa pelaksanaan
kebijakan yang menyadari akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai wujud perilaku
yang baik dalam menyukseskan setiap program kebijakan yang akan diimplementasikan,
akan tetapi juga para pembuat kebijakan hendaknya menyadari bahwa implementor juga
tercipta kondisi yang simbiosis mutualisme antara pembuat dan implementor kebijakan
dan para pelaksana mengetahui apa yang harus dilakukan serta bersedia
19
melaksanakannya, implementasi kebijakan masih terhambat oleh inefisiensi struktur
dengan banyak orang. Hal ini menyebabkan terbuangnya sumber daya yang langka,
terlupakan.
prosedur oprasional untuk menangani tugas rutin sebagaimana biasanya mereka tangani.
Sayangnya standar dirancang untuk kebijakan-kebijakan yang telah berjalan dan kurang
dapat berfungsi dengan baik untuk kebijakan-kebijakan baru sehingga sulit terjadi
kebijakan.
Para pelaksana kebijakan akan mengetahui apa yang harus dilakukan dan
mempunyai keinginan dan sumber daya untuk melakukan kebijakan, tetapi mereka akan
tetap dihambat proses implementasinya oleh struktur organisasi yang mereka layani. Asal
usul karakterisitik organisasi, fragmentasi birokrasi yang berbeda akan tetap menghambat
koordinasi, akibat proses kebijakan pada maksud yang berlawanan, dan sebab beberapa
20
kebijakan tersebut, maka faktor organisasi juga harus diperhatikan, khususnya dalam
perspektif kejelasan struktur dan kehandalan tim kerja organisasi pelaksana kebijakan
Model yang diperkenalkan oleh duet Van Meter & Van Horn (1975 : 12), disebut
enam variabel yang membentuk ikatan (linkage) antara kebijakan dan pencapaian
dalam antarhubungan berbagai faktor. Suatu kebijakan menegaskan standar dan sasaran
tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan. Kinerja kebijakan pada
dasamya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.
Karena dijadikan sebagai kriteria penilaian, maka standar dan sasaran dirumuskan secara
spesifik dan kongkrit. Kebijakan menuntut tersedianya sumber daya, baik yang berupa
dana maupun insentif lain. Kinerja kebijakan akan rendah apabila dana yang dibutuhkan
Kejelasan standar dan sasaran tidak menjamin implementasi yang efektif apabila
tidak dibarengi dengan adanya komunikasi antar organisasi dan aktivitas pengukuhan.
Semua pelaksana harus memahami apa yang diidealkan oleh kebijakan yang
implementasinya menjadi tanggung jawab mereka. Hanya saja komunikasi adalah proses
yang rumit, yang sangat potensial untuk terjadinya penyimpangan. Ini menyangkut
21
mengkondisikan organisasi bawahan atau pelaksana untuk memiliki idealita sebagaimana
Struktur birokrasi pelaksana, yang memiliki karakteristik, norma dan pola hubungan
memiliki variabel: (1) kompetensi dan jumlah staf, (2) rentang dan derajat pengendalian,
(3) dukungan politik yang dimiliki, (4) kekuatan organisasi, (5) derajat keterbukaan dan
netralitas, dan obyektivitas para individu pelaksana sangat mempengaruhi bentuk respons
mereka terhadap semua variabel tersebut. Wujud respons individu pelaksana menjadi
penyebab dari berhasil dan gagalnya implementasi kebijakan. Jika pelaksana tidak
sikapnya berbeda dengan sistem nilai pembuat kebijakan, maka implementasi tidak akan
efektif.
suatu suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program dengan
22
dengan menyadari bahwa implementasi kebijakan itu merupakan hal yang paling berat,
karena dalam tataran inilah masalah-masalah yang kadang tidak ditemui dalam
ditinjau dari segi wujud, proses maupun fungsi, maka untuk kepentingan penelitian
sehubungan dengan teori yang digunakan untuk mempertegas variabel bebas (X) yakni :
kebijakan menurut Edwards III yang mengedepankan empat faktor implementasi, yakni:
bahwa secara substansial bahwa empat faktor implementasi kebijakan menurut teori
Edwards III tersebut diarahkan ke aparat birokrasi pemerintahan baik sebagai aktor
maupun sebagai implementor kebijakan. Dengan demikian teori ini relevan dengan objek
desa/kelurahan. Oleh karena itulah, maka peneliti memandang bahwa Teori Edwards III
pemerintahan, karena hal itu bersentuhan langsung dengan tuntutan kebutuhan faktual
23
Moralitas dari pelayanan publik merupakan derivasi dari filosofi tersebut, yaitu
Secara lebih eksplisit dinyatakan oleh Sianipar (1999:5) pelayanan publik dapat
dinyatakan sebagai segala sesuatu bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan
aparatur pemerintah dalam bentuk barang dan jasa, yang sesuai dengan kebutuhan
pendapat di atas maka Sen (1999:25) mengatakan “public service generally means
services rendered by the public sector-the state or government”. Oleh karena itu Anoop
(1999:21) mengingatkan kepada pemerintah bahwa “public services are services that
are demanded by the public not what the government thinks…”. Pernyataan ini dilandasi
suatu pemikiran bahwa kekuasaan dan wewenang yang dimiliki pemerintah bersumber
dari rakyat, sehingga maju atau mundurnya, kuat atau lemahnya suatu pemerintahan
ditentukan oleh rakyat. Karena pentingnya dukungan rakyat ini pulalah maka pemerintah
kepentingan masyarakat”. Jadi fokus pelayanan adalah masyarakat. Lebih lanjut Sianipar
pelayanan maka aparatur negara harus memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang
24
kemampuan seseorang yang memiliki profesi melayani kebutuhan orang lain atau
dipersepsikan kedalam beberapa hal yang sangat esensial berkenaan dengan pelayanan
publik:
sehingga terwujud pelayanan publik yang berkualitas (yang sedapat mungkin tangible,
reliable, responsive, aman dan penuh empati dalam pelaksanaannya). Untuk itu
diperlukan aturan main yang tegas, lugas dan adaptif terhadap tuntutan perkembangan
lingkungan, yang cirinya selalu berubah dengan cepat dan kadang penuh dengan ketidak
pastian. Disinilah terletak’seni dan ilmu pelayanan’ yang harus dikembangkan pemerintah
bersama seluruh lapisan masyarakat, harus ada integrasi antara seluruh stakeholders
pembangunan.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah agar berfokus pada
suara/aspirasi masyarakat atas pelayanan yang diterima, Osborn dan Gaebler (1992:177),
There are different ways to listen the voice customer : Customer Surveys, Customer
25
Service Trainning, Test Marketing, Quality Guarantees, Ombudsmen, Compalint
merupakan salah satu dari layanan jasa. Jasa diartikan sebagai setiap tindakan atau
perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya
bersifat tidak berwujud fisik (intangible) dan tidak menghasilkan suatu kepemilikan
(Tjiptono, 1996:23). Jasa merupakan aktivitas, manfaat dan kepuasan yang ditawarkan
oleh suatu pihak kepada pihak lain. Jasa yang bersifat tidak berwujud fisik maksudnya
tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
Oleh karena itu orang tidak bisa menilai kualitas jasa sebelum orang tersebut
merasakannya atau mengkonsumsi jasa itu. Namun demikian, produk jasa dapat
berhubungan dengan produk fisiknya. Dalam pelayanan kesehatan yang sifatnya tidak
berwujud fisik, dalam prosesnya dan keluarannya sangat dipengaruhi dan didukung oleh
produk fisik seperti peralatan dan petugas kesehatan, ruang pemeriksaan, kebersihan
(Consumer Behavior), yaitu suatu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam
(1990:20), menyatakan bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh dua hal, yaitu Expected
service dan Preceived service. Expected service dan Preceived service ditentukan oleh
Dimention of service quality yang terdiri dari sepuluh dimensi, yaitu : tangible
26
courtesy (ramah), credibility (dapat dipercaya), security (aman), access (akses),
Expected service (pelayanan yang diharapkan) dipengaruhi oleh word of mouth (kata
yang diucapkan), personal need (kebutuhan personal), past experience (pengalaman masa
Kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan masyarakat
masyarakat pengguna. Baik atau buruknya kualitas jasa tergantung dari kemampuan
penyedia jasa dalam memenuhi harapan masyarakat pengguna secara konsisten dan
berakhir pada persepsi masyarakat pengguna. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas yang
baik bukanlah diukur atau dirasakan oleh penyedia jasa layanan, namun dirasakan oleh
Untuk melihat pelayanan itu berkualitas dan memenuhi keinginan pelanggan atau
masyarakat, mempunyai cara-cara tertentu, antara lain seperti yang dinyatakan Kotler
(1996:48), bahwa cara mengamati dan mengukur kepuasan pelanggan adalah dengan
sistem keluhan dan saran, survei kepuasan pelanggan, pengamatan pada kepuasan
sebagai orientasi pemerintah terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat atas layanan
(Consumer Behavior), yaitu suatu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam
27
(1990:20), menyatakan bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh dua hal, yaitu Expected
service dan Preceived service. Expected service dan Preceived service ditentukan oleh
Dimention of service quality yang terdiri dari sepuluh dimensi, yaitu : tangible
Expected service (pelayanan yang diharapkan) dipengaruhi oleh word of mouth (kata
yang diucapkan), personal need (kebutuhan personal), past experience (pengalaman masa
Dimensions, yaitu:
terpercaya);
5) Emphaty (sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen)
28
al., pertanyaan yang muncul apakah konsep tersebut dapat diaplikasikan untuk mengukur
kualitas pelayanan pada sektor publik? Penulis berkeyakinan bahwa pengukuran kualitas
quality, dapat dilakukan dengan syarat dilakukan modifikasi dari beberapa item (dari 22
item pertanyan dalam service quality) dalam atribut-atribut service quality yang
disesuaikan dengan kondisi organisasi sektor publik. Keyakinan tersebut ditunjang oleh
pernyataan Zeithaml (1990:xi), pada halaman pengantar dari bukunya, bahwa metode
service quality yang ditulis dalam buku tersebut dapat digunakan dan dipraktekkan untuk
pelayanan publik tidak cukup hanya menggunakan indikator tunggal, tetapi harus
menggunakan multi-indicator dari aspek proses pelayanan dan aspek output atau hasil
menjadi dua, yaitu indikator kualitas pelayanan yang beroriantasi pada proses dan
penelitian ini diartikan sebagai tingkat pencapaian hasil pelaksanaan kegiatan dari suatu
sistem pelayanan kesehatan dalam merespons dinamika yang terjadi dalam masyarakat
2.2. Hipotesis
29
Berdasarkan latar belakan penelitian dan kajian pustaka, peneliti mengajukan
ditentukan oleh kejelasan struktur organisasi anggaran pendidikan dan tim kerja
30
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
itulah, maka penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan metode eksplanatori
anggaran pendidikan terhadap kualitas pelayanan pendidikan dasar baik secara parsial
menggunakan statistik terapan. Untuk selanjutnya data hasil penelitian tersebut diuji
sesuai tidaknya dengan hipotesis penelitian yang telah dirumuskan sebagai jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, sebagaimana pula sesuai dengan maksud
Agar keberadaan data penelitian yang diperoleh dapat digunakan sebagai ukuran
besaran pengaruh dari setiap variabel penelitian, maka penelitian ini akan dilakukan
pengujian kausalitas dari faktor-faktor implementasi pada variabel bebas (X) terhadap
variabel terikat (Y). Oleh karena itulah, maka analisis data yang digunakan adalah
analisis regresi linier multipel yang dilanjutkan dengan menggunakan analisis jalur (Path
Analysis). Dengan teknik path analysis akan diketahui besaran pengaruh variabel X
31
terhadap Y baik secara total maupun secara parsial.
Pendidikan Dasar.
32
Operasionalisasi variabel kualitas pelayanan pendidikan dasar
3.1.3.1. Populasi
(2001:57) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
Berdasarkan hal tersebut di atas maka populasi dalam penelitian ini adalah 25
dinas, dengan jumlah realisasi pelayanan pendidikan dasar ( Wajar diknas 9 tahun) adalah
19.772 sekolah dasar dan 2.294 sekolah menengah pertama. Populasi dalam penelitian ini
33
adalah aparatur pada dinas pendidikan , secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel
Jumlah Populasi Aparatur Dinas Pendidikan
keterbatasan waktu dan biaya dalam penelitian karena besarnya ruang lingkup populasi
Pada pemilihan tingkat pertama, dipilih dua dinas kota dan dua dinas kabupaten di
jawa barat berdasarkan jumlah pelayanan dasar ( SD dan SMP). Berdasarkan jumlah SD
dan SMP, diambil sampel satu dinas pendidikan baik di kota maupun kabupaten yang
pelayanan pendidikannya paling banyak, dan paling sedikit. Berasarka perhitungan, maka
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan
34
melalui survey dengan menggunakan alat pengumpul data berupa angket dengan jawaban
yang telah dikategorikan dalam bentuk angka, mengikuti skala likert. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan prosedur pengumpulan data dan
1) Angket; teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang dilakukan melalui
penyebaran daftar pertanyaan yang bersifat tertutup, yang setiap pertanyaan sudah
disediakan alternatif jawaban, sehingga responden hanya memilih salah satu jawaban
yang dianggap sesuai dengan kenyataan.Teknik pengumpulan data dengan angket ini
dalam rangka mendapatkan data primer tentang Kemampuan Aparatur (X1), Perilaku
Aparatur (X2), dan Kualitas Pelayanan Kesehatan (Y). Pengukuran data dilakukan
paling tepat, dipilih dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia.
Penilaian atas pilihan jawaban untuk angket yang disediakan adalah sebagai berikut :
diberi skor 3.
Skala likert diperuntukkan dalam mengukur sikap, tanggapan dan pendapat responden
terhadap fenomena yang diteliti. Skala Likert memiliki gradasi dari yang sangat
positif sampai yang sangat negatif. Untuk pernyataan yang positif gradasi skornya
35
5,4,3,2,1 sedangkan pernyataan yang negatif gradasi skornya 1,2,3,4,5.
2) Observasi; teknik ini mendiskripsikan secara rinci setting yang diamati, kegiatan
yang terjadi dalam setting tersebut, partisipan yang terlibat, mengamati semua
mendalami proses wawancara dan penyebaran angket dengan keadaan dan situasi
data sekunder melalui sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan fokus masalah
yang diteliti, baik yang sifatnya kajian teoritik maupun dokumen-dokumen yang
publik.
untuk mengetahui lebih jauh kemampuan dan perilaku aparatur dan pengaruhnya
menggunakan skala pengukuran Likert dan masing-masing terdiri dari lima pilihan
jawaban yang bersifat ordinal. Oleh karena itu sebelum data hasil penelitian tersebut
dianalisis, perlu diuji dahulu instrumen penelitian yang disusun dengan cara menguji
36
ketepatan (validity), ketetapan (reliability), dan internal konsistensi. Masing-masing cara
ukur yang digunakan mampu mengukur obyek yang diukurnya, untuk itu sebuah alat
ukur dikatakan valid apabila alat tersebut mampu mengukur obyek yang diukurnya
kesahihan suatu instrumen penelitian (Arikunto, 1998:160). Oleh karena itu untuk
mengukur validitas instrumen, penulis menggunakan validitas internal yaitu: berupa uji
validitas dengan menganalisis butir pada masing-masing variabel (analisis pada tiap
sebagai berikut :
1) Skor butir pertanyaan dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai
nilai U;
menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson, dengan rumus sebagai
berikut :
n xy X Y
r
n X 2
X
2
n Y 2
Y
2
Keterangan:
37
Y = skor total pertanyaan
instrumen angket sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama (homogen) diperoleh hasil yang relatif
sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal
ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di
antara hasil beberapa kali pengukuran (Azwar, 1992:4). Formula yang dipergunakan
untuk menguji reliabilitas instrumen angket dalam penelitian ini adalah Koefisien Alfa
k i
2
Item-item alat pengumpul data dalam penelitian ini mengacu kepada skala yang
dikembangkan oleh Likert. Skala pengukuran semua variabel dalam penelitian ini adalah
pengukuran pada skala ordinal. Untuk kepentingan analisis data dengan Path Analysis
pengukuran variabel ini ditingkatkan menjadi data dalam skala interval melalui method
Berikut langkah kerja untuk menaikkan tingkat pengukuran dari skala pengukuran
38
ordinal ke tingkat skala pengukuran interval melalui method of successive intervals :
2. Bagi setiap bilangan pada frekuensi oleh banyaknya responden (n), kemudian
3. Jumlahkan proporsi secara beruntun sehingga keluar proporsi kumulatif untuk setiap
4. Dengan menggunakan Tabel Distribusi Normal Baku, hitung nilai z untuk setiap
tadi.
5. Menghitung nilai skala (scale value) untuk setiap nilai z dengan menggunakan
rumus :
Density at lower limit - Density at upper limit
SV =
Area under upper limit - Area under lower limit
6.
7.
8. Melakukan transformasi nilai skala (transformed scale value) dari nilai skala ordinal
ke nilai skala interval, dengan terlebih dahulu menentukan angka indeks skala interval
(SIx) yang diperoleh dari pengurangan angka satu (diperoleh dari nilai skala yang
nilainya kecil atau harga negatif terbesar yang kemudian diubah menjadi sama dengan
satu) dengan SVi terkecil (= SVMin). SIx = 1 - SVMin. Sehingga untuk setiap alternatif
jawaban, skala internalnya dapat diketahui dengan rumus : SIx = SVi + SIx
39
1.1.6 Rancangan Uji Hipotesis
Analisis Jalur (Path Analysis). Analisis ini dikembangkan antara lain oleh Wright (1934)
dalam Al Rasyid (1993), Dengan tujuan menerangkan akibat langsung dan tidak langsung
penyebab terhadap variabel akibat. Besarnya pengaruh (relatif) dari suatu variabel
tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat sejauhmana pengaruh variabel eksogenus
terhadap variabel endogenus. Kedua, hubungan kausal antar variabel yang hendak diuji
dibangun atas dasar kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan
Adapun asumsi yang mendasari analisis jalur ini adalah: 1) hubungan antar
variabel haruslah bersifat linier dan aditif, 2) semua variabel residu tidak mempunyai
korelasi satu sama lain, 3) pola hubungan antar variabel adalah pola yang tidak
melibatkan arah pengaruh yang timbal balik (rekursif), dan 4) tingkat pengukuran semua
40
Gambar 3. 1
Diagram Jalur
y
yx
1
X1 Y
41
Keterangan :
Untuk melakukan pengujian hipotesis yang telah ditentukan di atas, maka penulis
mengikuti langkah kerja yang sampaikan oleh Harun Al Rasyid (2004: 4) berikut ini :
1. Menentukan hipotesis statistik (H0 dan H1) yang sesuai dengan hipotesis penelitian
yang diajukan,
memperhatikan apakah nilai hitung statistik uji jatuh di daerah penerimaan atau
daerah penolakan,
7. Membuat kesimpulan.
42
1.1.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian, dibagi menjadi dua yaitu teknik analisis
data deskriptif dan teknik analisis data inferensial (Arikunto, 1990). Teknik analisis data
penelitian secara deskriptif dilakukan melalui statistika deskriptif, yaitu statistik yang
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi
hasil penelitian. Termasuk dalam teknik analisis data statistik deskriptif antara lain
penyajian data melalui tabel, grafik, diagram, persentase, frekuensi, perhitungan mean,
inferensial, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan membuat
kesimpulan yang berlaku umum. Ciri analisis data inferensial adalah digunakannya
rumus statistik tertentu (misalnya uji t atau uji F). Hasil dari perhitungan rumus statistik
inilah yang menjadi dasar pembuatan generalisasi dari sampel bagi populasi. Berkaitan
dengan statistik inferensial sebagai salah satu teknik analisis data penelitian Arikunto
menggeneralisasikan hasil penelitian sampel bagi populasi. Sesuai dengan fungsi tersebut
Berdasarkan uraian di atas, analisis data dalam penelitian ini akan diarahkan
mengacu pada rata-rata skor kategori angket yang diperoleh responden. Penggunaan skor
kategori ini digunakan sesuai dengan lima kategori skor yang dikembangkan dalam skala
43
Likert dan digunakan dalam penelitian ini. Adapun kriteria yang dimaksud adalah sebagai
berikut.
Tabel 3.4
Kriteria Analisis Data Deskripsi
sebagaimana diungkapkan pada rumusan masalah, maka teknik analisis data yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik Analisis Jalur (Path Analysis). Analisis ini
dikembangkan antara lain oleh Sewall Wright (1934) dalam Harun Al Rasyid (1993).
Dengan tujuan menerangkan akibat langsung dan tidak langsung seperangkat variabel,
yang merupakan variabel akibat (endogenous variable). Dengan analisis jalur dapat
Besarnya pengaruh (relatif) dari suatu variabel eksogenus ke variabel endogenus tertentu,
dinyatakan oleh bilangan koefisien jalur (path coefficient) dari eksogenus tersebut ke
endogenusnya.
Alasan digunakannya model analisis jalur tersebut, selain karena tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk melihat sejauhmana pengaruh variabel eksogenus terhadap
variabel endogenus, adalah karena hubungan kausal antar variabel yang hendak diuji
dibangun atas dasar kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan
44
kausalitas antar variabel tersebut.
Langkah kerja yang dapat dilakukan dalam Model Analisis Jalur (Path Analysis
1. Menggambar dengan jelas diagram jalur yang mencerminkan proposisi hipotetik yang
X1 X2 Y
1 rx1 x 2 rx1 y
1 rx 2 y
R=
1
Alasan penggunaan teknik koefisien korelasi dari Karl Pearson ini adalah karena
n xy x y
rxy
n x x n y y
2 2 2 2 (Sumber : Sudjana, 1996)
45
1 rx1 x 2
R =
1
C11 C12
R1-1 =
C22
rumus :
variabel endogenus = p x u xi x px u xi
46
rxu x1
r
R 2 xu ( x1 , x2 ,...xk ) xu x1 xu x2 ... xu xk xu x2
...
rxu xk
p xu 1 R 2 xu ( x1 , x2 ,..., xk )
dihitung, dengan statistik uji yang digunakan adalah (Harun Al Rasyid, 2005:10):
p xu xi
t
(1 R 2 xu ( x1 x2 ...xk ) )Cii
n k 1
Kriteria pengujian : Ditolak H0 jika nilai hitung t lebih besar dari nilai tabel t –
10. Menguji kebermaknaan (test of significance) koefisien jalur secara keseluruhan yang
telah dihitung, dengan statistik uji yang digunakan adalah (Nirwana Sitepu, 2002):
(n k 1)( R 2 xu ( x1 , x2 ,...xk ) )
F
k (1 R 2 xu ( x1 , x2 ,... xk ) )
Kriteria pengujian : Ditolak H0 jika nilai hitung F lebih besar dari nilai tabel F. (F0 >
47
DAFTAR PUSTAKA
48
Islamy, Irfan. 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi
Aksara.
Jones, Charles O. 1996. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy. Terjemahan Ricky
Ismanto. Jakarta : Penerbit PT RajaGrafmdo Persada.
Lembaga Administrasi Negara (LAN). 2000. Akuntabilitas dan Good Governance.
Jakarta : Penerbit LAN dan BPKP
Nudgroho D, Riant. 2003. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.
Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo.
-------------------------. 2006. Kebijakan Publik untuk Negara-negara Berkembang. Jakarta
: Penerbit PT Elex Media Komputindo.
Putra, Fadillah. 2005. Kebijakan Tidak Untuk Publik. Yogyakarta : Penerbit Resist Book.
Patton, Carl V. & David S. Wawicki. 1986. Basic Methods of Policy Analysis and
Planning. USA : Prentice-Hal,Inc., Englewood Cliffs,N.J.07632.
Paranarka, AMW dan Prijono, Onny S. 1996. Pemberdayaan, Konsep Kebijakan dan
Implementasi. Jakarta : CSIS.
Sabatier, Paul A. 1993. Top-down and Bottom-up Approach to Implementation Research.
Dalam hil, Michael (red). The Policy : A Reader. Hertfordshire: Hervester
Wheatsheaf.
Saefuddin, Asep. 2003. Menuju Masyarakat Mandiri. Jakarta : Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Singarimbun, Masri & Sofian Efendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyarakta : Pererbit Pustaka Pelajar.
Sudriamunawar, Haryono. 2006. Kepemimpinan, Peran Serta, dan Produktivitas.
Bandung : Penerbit Mandar Maju.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Suharto, Edi, 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung : Penerbit AIPI Bandung –
Puslit KP2W Lemlit Unpad.
Tangkilisan, Hesel Nogi S. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta :
Penerbit Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia & Lukman Offset.
49
--------------------------------. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Penerbit
Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia & Lukman Offset.
Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta : Penerbit
PT Gramdia Pustaka Utama.
Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik, Proses dan Analisis. Jakarta : Intermedia.
Kusnendi. 2005. Analisis Jalur,Konsep dan Aplikasi Dengan Program SPSS & LISREL
8.JPE. Bandung : FPIPS.
________. 2004. Konsep dan Aplikasi Model Persamaan Struktur ( SEM ) Dengan
Program LISREL 8. Bandung : JPE-FPIPS.
Moenir, A.S. 1995. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Rasyid, Harun Al. 1994. Teknik Penarikan Sampel dan penyusunan skala. Bandung :
Pascasarjana Unpad.
Rusidi. 1993. Metode dan Teknik Penelitian ilmu-ilmu sosial. Bandung: Program
Pascasarjana Unpad.
50
Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi, 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta:LP3ES.
Spenser, Lyle M.JR. & Signe M. Spenser.1993. Competence at Work. Models for
Superrior Performance. John Willey & Sons Inc.
Tjiptono, Fandi dan Anastasia Diana, 2003. Total Quality Management (Edisi Revisi).
Yogyakarta : Andi.
51
Lampiran 1:
ANGKET PENELITIAN
Identitas:
4. Pangkat/Golongan : ..............................................
5. Dinas/Instansi : ..............................................
6. Alamat : ..............................................
52
program kepada implementor/pelaksana kebijakan PPK sesuai dengan aturan PPK?
a. Sangat sesuai
b. Sesuai
c. Cukup sesuai
d. Kurang sesuai
e. Tidak sesuai sama sekali
3. Menurut Bapak/Ibu, apakah selama ini Penentu/pengambil kebijakan PPK tidak
mengalami kemandekan dalam penyampaian pesan program kepada
implementor/pelaksana kebijakan PPK?
a. Tidak pernah terjadi kemandekan
b. Sering Terjadi kemandekan
c. Kadang-kadang terjadi kemandekan
d. Selalu terjadi kemandekan
e. Mandek terus
- Konsistensi
4. Menurut Bapak/Ibu, apakah Penentu/pengambil kebijakan PPK selalu konsisten
dalam menyampaikan pesan program kepada implementor/pelaksana kebijakan PPK
untuk kepentingan kelompok tani?
a. Sangat konsisten
b. Selalu Konsisten
c. Cukup konsisten
d. Kadang-kadang konsisten
e. Tidak pernah konsisten sama sekali
5. Menurut Bapak/ibu, apakah tugas implementor/pelaksana PPK yang disampaikan
kepada kelompok tani tidak kontradiktif dengan kebijakan PPK?
a. Sangat tidak kontradiktif
b. Tidak kontradiktif
c. Kadang-kadang kontradiktif
d. Selalu kontradiktif
e. Kontradiktif terus
6. Menurut Bapak/ibu, apakah keputusan yang dilaksanakan selama ini adalah
keputusan yang cermat untuk dilaksanakan oleh implementor/pelaksana kebijakan
PPK?
a. Sangat cermat
b. Selalu Cermat
c. Cukup cermat
d. Kadang-kadang cermat
e. Tidak cermat sama sekali
-Kejelasan
7. Menurut Bapak/ibu, apakah para implementor/pelaksana PPK dalam menjalankan
Program yang jelas sesuai dengan kebijakan program PPK?
a. Sangat jelas
b. Selalu Jelas
c. Cukup jelas
d. Kurang jelas
e. Tidak jelas sama sekali
53
8. Menurut Bapak/ibu, apakah para implementor/pelaksana PPK dalam menjalankan
Program sesuai dengan tahapan program PPK?
a. Sangat sesuai
b. Selalu Sesuai
c. Cukup sesuai
d. Kurang sesuai
e. Tidak sesuai sama sekali
9. Menurut Bapak/ibu, apakah Penentu/pengambil kebijakan PPK dalam memberi
informasi tidak membingungkan para implementor/pelaksana PPK dalam
melaksanakan program PPK?
a. Sama sekali tidak membingungkan
b. Tidak membingungkan
c. Selalu membingungkan
d. Membingungkan
e. Cukup membingungkan
54
- Informasi
14. Menurut Bapak/ibu, apakah dalam pelaksanaan tahapan program PPK didukung oleh
data potensi pertanian yang lengkap?
a. Sangat lengkap
b. Lengkap
c. Cukup lengkap
d. Kurang Lengkap
e. Tidak lengkap sama sekali
15. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK memberikan Informasi yang jelas
kepada petani tentang program PPK?
a. Sangat jelas
b. Jelas
c. Cukup jelas
d. Kurang jelas
e. Tidak jelas sama sekali
16. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK dalam melaksanakan program
memberikan Informasi yang akurat tentang program PPK?
a. Sangat akurat
b. Akurat
c. Cukup akurat
d. Kurang akurat
e. Tidak akurat sama sekali
- Wewenang
17. Menurut Bapak/ibu, apakah penentu/pengambil kebijakan PPK memiliki otoritas
(kewenangan) dalam memberi perintah kepada para pelaksana PPK dalam
melaksanakan tugas-tugas PPK?
a. Sangat Memiliki otoritas
b. Memiliki
c. Cukup memiliki
d. Kurang memiliki
e. Tidak memiliki sama sekali
18. Menurut Bapak/ibu, apakah penentu/pengambil kebijakan PPK memiliki
tanggungjawab dalam menyukseskan program PPK?
a. Sangat memiliki
b. Memiliki
c. Cukup memiliki
d. Kurang memiliki
e. Tidak memiliki sama sekali
19. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK bertanggungjawab atas pelaksanaan
semua tahapan program PPK?
a. Sangat bertanggungjawab
b. Bertanggungjawab
c. Cukup bertanggungjawab
d. Kurang bertanggungjawab
e. Tidak bertanggungjawab sama sekali
20. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK dalam melaksanakan program sesuai
55
dengan pembagian tugas dalam tahapan PPK?
a. Sangat sesuai
b. Sesuai
c. Cukup sesuai
d. Kurang sesuai
e. Tidak sesuai sama sekali
-Fasilitas-fasilitas
21. Menurut Bapak/Ibu, apakah para pelaksana PPK dalam melaksanakan program PPK
didukung oleh Sarana yang memadai?
a. Sangat memadai
b. Memadai
c. Cukup memadai
d. Kurang memadai
e. Tidak memadai sama sekali
22. Menurut Bapak/Ibu, apakah sarana PPK yang ada dapat menunjang pelaksanaan
program PPK?
a. Sangat menunjang
b. Menunjang
c. Cukup menunjang
d. Kurang menunjang
e. Tidak menunjang sama sekali
23. Menurut Bapak/Ibu, apakah para pelaksana PPK dalam melaksanakan program PPK
didukung oleh prasarana yang memadai?
a. Sangat memadai
b. Memadai
c. Cukup memadai
d. Kurang memadai
e. Tidak memadai sama sekali
24. Menurut Bapak/Ibu, apakah prasarana PPK yang ada dapat menunjang pelaksanaan
program PPK?
a. Sangat menunjang
b. Menunjang
c. Cukup menunjang
d. Kurang menunjang
e. Tidak menunjang sama sekali
25. Menurut Bapak/Ibu, dalam hal penggunaan fasilitas-fasilitas PPK, apakah para
pelaksana PPK menggunakannya secara bertanggungjawab?
a. Sangat bertanggungjawab
b. Bertanggungjawab
c. Cukup bertanggungjawab
d. Kurang bertanggungjawab
e. Tidak bertanggungjawab sama sekali
56
tugas dalam program PPK?
a. Sangat patuh
b. Patuh
c. Cukup patuh
d. Kurang patuh
e. Tidak patuh sama sekali
27. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK memiliki sikap yakin dalam
menyukseskan tugas-tugas dalam program PPK?
a. Sangat yakin
b. Yakin
c. Cukup yakin
d. Kurang yakin
e. Tidak yakin sama sekali
28. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK memiliki kepercayaan diri dalam
menyukseskan tugas-tugas dalam program PPK?
a. Sangat percaya diri
b. Percaya diri
c. Cukup percaya diri
d. Kurang percaya diri
e. Tidak percaya diri sama sekali
29. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK selalu respon terhadap tugas-tugas
dalam program PPK?
a. Sangat respon
b. Respon
c. Cukup respon
d. Kurang respon
e. Tidak respon
- Insentif
30. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK membutuhkan pengakuan atas
kinerjanya dalam melaksanakan tugas-tugas dalam program PPK?
a. Sangat membutuhkan
b. Membutuhkan
c. Cukup membutuhkan
d. Kurang membutuhkan
e. Tidak membutuhkan sama sekali
31. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK diberi penghargaan lisan oleh
penentu/pengambil kebijakan PPK atas kinerjanya dalam melaksanakan tugas-tugas
dalam program PPK?
a. Selalu diberi penghargaan
b. Diberikan penghargaan
c. Cukup diberi penghargaan
d. Kurang diberi penghargaan
e. Sama sekali tidak diberi penghargaan
32. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK diberi penghargaan tertulis oleh
penentu/pengambil kebijakan PPK atas kinerjanya dalam melaksanakan tugas-tugas
dalam program PPK?
57
a. Selalu diberi penghargaan
b. Diberikan penghargaan
c. Cukup diberi penghargaan
d. Kurang diberi penghargaan
e. Sama sekali tidak diberi penghargaan
33. Menurut Bapak/ibu, apakah penentu/pengambil kebijakan PPK selalu memberi
dukungan moril kepada Para implementor dalam melaksanakan tugas-tugas dalam
program PPK?
a. Selalu memberi dukungan
b. Memberi dukungan
c. Cukup memberi dukungan
d. Kurang memberi dukungan
e. Tidak memberi dukungan sama sekali
34. Menurut Bapak/ibu, apakah penentu/pengambil kebijakan PPK selalu memberi
dukungan materil kepada Para implementor dalam melaksanakan tugas-tugas dalam
program PPK?
a. Selalu memberi dukungan
b. Memberi dukungan
c. Cukup memberi dukungan
d. Kurang memberi dukungan
e. Tidak memberi dukungan sama sekali
58
38. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK dalam menjalankan program PPK
memiliki fungsi yang jelas dalam organisasi pelaku PPK?
a. Sangat jelas
b. Jelas
c. Cukup jelas
d. Kurang jelas
d. Tidak jelas sama sekali
39. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK selalu efektif dalam menjalankan program
PPK?
a. Sangat efektif
b. Efektif
c. Cukup efektif
d. Kurang efektif
e. Tidak efektif sama sekali
40. Menurut Bapak/ibu, apakah para pelaksana PPK memiliki daya dukung tim kerja yang kuat
dalam menjalankan program PPK?
a. Sangat memiliki
b. Memiliki
c. Cukup memiliki
d. Kurang memiliki
e. Tidak memiliki sama sekali
59
Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu Jawaban yang
sesuai diberi dengan tanda silang (X) pada kolom angka 5, 4, 3, 2, atau 1.
A. KEHANDALAN
1. Apakah selama ini petugas memiliki kecermatan dalam pelaksanaan tugas pelayanan
pendidikan.
5 4 3 2 1
sangat cermat cermat cukup cermat kurang cermat tidak cermat
2. Apakah selama ini pelaksanaan tugas pelayanan di puskesmas dilakukan oleh
petugas/paramedik yang memiliki ketepatan dalam membuat resep/ mendiagnosa
pasien.
5 4 3 2 1
sangat tepat tepat cukup tepat kurang tepat tidak tepat
3. Apakah selama ini pelaksanaan tugas pelayanan di puskesmas dilakukan oleh
petugas/paramedik yang memiliki kemampuan memahami tugasnya dalam melayani
pasien.
5 4 3 2 1
sangat mampu mampu cukup mampu kurang mampu tidak mampu
4. Apakah selama ini pelaksanaan tugas pelayanan di puskesmas dilakukan oleh
petugas/paramedik yang memiliki kehandalan dalam menggunakan peralatan
kesehatan.
5 4 3 2 1
sangat handal handal cukup handal kurang handal tidak handal
60
KETANGGAPAN
B. KEYAKINAN
12. Apakah selama ini pelaksanaan tugas pelayanan di puskesmas dilakukan oleh
petugas/paramedik yang memiliki kemampuan menyelesaikan pelayanan tepat waktu.
61
5 4 3 2 1
selalu sering kadang-kadang jarang tidak pernah
C. EMPATI
13. Apakah selama ini pelaksanaan tugas pelayanan di puskesmas dilakukan oleh
petugas/paramedik yang memiliki kemampuan untuk mendahulukan kepentingan
pasien.
5 4 3 2 1
selalu sering kadang-kadang jarang tidak pernah
14. Apakah selama ini pelaksanaan tugas pelayanan di puskesmas dilakukan oleh
petugas/paramedik yang memiliki kemampuan untuk memberikan informasi tentang
biaya pelayanan secara terbuka.
5 4 3 2 1
sangat terbuka terbuka cukup terbuka kurang terbuka tidak terbuka
15. Apakah selama ini pelaksanaan tugas pelayanan di puskesmas dilakukan oleh
petugas/paramedik yang memiliki kemampuan untuk mengetahui kebutuhan pasien.
5 4 3 2 1
sangat tinggi tinggi cukup tinggi kurang tinggi rendah
16. Apakah selama ini pelaksanaan tugas pelayanan di puskesmas dilakukan oleh
petugas/paramedik yang memiliki sifat ramah kepada pasien.
5 4 3 2 1
sangat ramah ramah cukup ramah kurang ramah tidak ramah
D. BERWUJUD
62
19. Bagaimana kemudahan persyaratan memperoleh pelayanan di puskesmas ini.
5 4 3 2 1
sangat mudah mudah Cukup mudah Kurang mudah Tidak mudah
20. Bagaimana keterjangkauan biaya pelayanan kesehatan di puskesmas ini.
5 4 3 2 1
sangat terjangkau cukup kurang tidak
terjangkau terjangkau terjangkau terjangkau
21. Bagaimana kedisiplinan petugas/paramedik yang melayani bapak/ibu di puskesmas
ini
5 4 3 2 1
sangat disiplin disiplin cukup disiplin kurang disiplin tidak disiplin
63
64
Lampiran 3:
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Counter Information
Identitas:
b. Jabatan/Pekerjaan : ..............................................
b. Alamat : ..............................................
I. Dimensi Modal
1) Bagaimana pendapat bapak/ibu soal modal/dana yang digunakan dalam aktivitas
65
usahatani jagung di kabupaten Gorontalo?
2) Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kebijakan pemerintah daerah dalam
pengadaan modal/dana bagi usahatani jagung?
3) Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang pengelolaan modal/dana yang bersumber dari
dana PPK?
4) Apakah kelompok tani jagung memanfaatkannya untuk kepentingan usaha taninya?
66