Nurul Faizah
Nim : A1A018109
UNIVERSITAS MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini dengan
judul “ANALISIS ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PENDAPATAN
PERKAPITA TERHADAP ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH DIKAB.DOMPU TAHUN
2016-2020”
Terwujudnya proposal skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepadasemua pihak yang telah membantu dalam pembuatan proposal skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT
sebagai amal ibadah, Amin.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-
perbaikan kedepan. Amin yaa Rabbal ‘ Alamiin
Penulis
NURUL FAIZAH
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Disini konsep desentralisasi pendidikan, terutama berkaitan dengan otonomi daerah dan
desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan konsep
desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih besar
pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dilihat dari sisi anggaran, sektor pendidikan merupakan sektor publik yang menjadi
prioritas pada pembangunan, hal ini terlihat dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terhadap sektor
pendidikan. Besarnya alokasi anggaran sektor pendidikan pada Anggaran Pendapatan
Belanjan Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tersebut
harusnya diiringi oleh peningkatan angka partisipasi sekolah (APS) terutama pada tingkat
pendidikan menengah di Kabupaten Dompu. Dimana tingkat tingkat (angka) partisipasi
sekolah merupakan salah satu indikator untuk melihat gambaran secara umum penduduk usia
sekolah yang bersekolah pada jenjang pendidikan tertentu.
Kabupaten Dompu sebagai bagian dari Propinsi NTB, diberikan wewenang oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi untuk mengelola keuangan daerahnya sendiri.
Kemudian pelayanan terhadap masyarakat dapat dilaksanakan dengan optimal termasuk
pelayanan dasar masyarakat disektor pendidikan. Namun dunia pendidikan menghadapi
berbagai tantangan dalam mengahadapi perubahan yaitu adanya tuntutan masyarakat untuk
memperoleh kesempatan pendidikan adapun kebijakan pemerintah daerah yang dilakukan
dengan prioritas anggaran pendidikan melalui program perluasan dan pemerataan akses
pendidikan yan dituangkan dalam rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah tahun
2016-2020 (RPJMD Kab.Dompu 2016-2020).
Mengingat hal tersebut, dalam rangka meletakkan dasar yang kuat untuk pelaksanaan dan
pengaturan APBD khususnya terkait dengan belanja pendidikan pada masa yang akan datang,
maka sejak dini perlu dilakukan analisis terhadap sumber-sumber pembiayaan dan berbagai
analisis penting lainnya terkait dengan APBD. Oleh karena itu, diharapkan Kabupaten
Dompu dapat menggunakan dana dengan efektif dan efisien untuk peningkatan pelayanan
pada masyarakat dengan disertai pertanggung jawaban atas penggunaan dana tersebut.
Berdasarkan data BPS Prov.Nusa Tenggara Barat tahun 2014 diketahui bahwa penduduk
usia 10 tahun keatas Provinsi NTB rata-rata hanya mengenyam pendidikan tamatan sekolah
dasar (SD) yaitu sebesar 28,12%. Berdasarkan data dari pusat data dan statistik pendidikan
dan kebudayaan (PDSPK) kementrian pendidikan dan kebudayaan, pada tahun ajaran
2014/2015 angka partisipasi kasar (APK) PAUD sederajat 66,12% APK SD/MI/ sederajat
109,78% APK SMP/Mts/sederajat 107,18% dan APK SM 91,52%. Berdasarkan data BPS,
pada tahun 2014 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 tahun mencapai 99,11%, APS 13-15
mencapai 97,27% dan APS 16-18 tahun baru mencapai 75,68%. Yang berarti masih banyak
anak-anak usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah. Hal ini juga menunjukkan adanya
kecenderungan masyarakat hanya mengenyam pendidikan dasar sampai tingkat sekolah
menengah pertama.
Masih relatif rendahnya tingkat partisipasi sekolah di Kabupaten Dompu tentunya disebabkan
oleh banyak faktor. Dari banyak faktor penyebab rendahnya tingkat partisipasi sekolah di
Kabupaten Dompu, maka faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi sekolah di Kabupaten Dompu adalaha anggaran sektor pendidikan, pendapatan
perkapita. Hal ini konsisten dengan hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi
(2004) menemukan bahwa rasio pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan (alokasi
anggaran sektor pendidikan) dan pendapatan perkapita.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang peneliti ajukan
adalah sebagai berikut :
1. Apakah proporsi anggaran pendidikan di Kabupaten Dompu tahun 2016-2020 sudah
sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional ?
2. Bagaimana pengaruh anggaran sektor pendidikan terhadap angka partisipasi sekolah
(APS) ?
3. Bagaimana pengaruh pendapatan perkapita terhadap angka partisipasi sekolah (APS)
4. Bagaimana dampak anggaran pendidikan terhadap angka partisipasi sekolah di
Kabupaten Dompu tahun 2016-2020?
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil studi Alisyahbana (2003) tentang Analisis Alokasi Anggaran Pendidikan di era
ekonomi daerah di kabupaten Bandung, Sumedang, Pandeglang dan Semarang memperoleh
hasil yaitu sebagian besar APBD di 4 kabupetan sampel penelitian tahun 2002 di alokasikan
untuk sektor pendidikan, besarnya sekitar 40-50 persen dari total belanja APBD. Dan
sebagian dari alokasi tersebut antara 70-92 persen di gunakan untuk belanja pegawai. Dengan
demikian, maka mandat pasal 49 UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
yang menyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji dan biaya kedinasan di alokasikan
minimal 20 persen dari APBN dan APBD bagi sebagian besar daerah nampaknya sulit untuk
dapat di penuhi dalam waktu dekat.
Toyamah dan Usman (2002) tentang Alokasi Anggaran Pendidikan di era otonomi
daerah dan implikasinya terhadap terhadap pelayanan pendidikan dasar di 6 kabupaten yaitu
Pekan Baru, Cilegon, Bandung, Lombok Barat, Bandar Lampung dan Pasuruan memperoleh
hasil bahwa proporsi anggaran pembangunan sektor pendidikan Realisasi 2001 dan rencana
2002 rata-rata sekitar 8 persen dari total anggaran pembangunan atau sekitar 2 persen dari
total APBD. Proporsi anggaran ini menurun jika dibandingkan tahun 1999/2000 yang
masing-masing mencapai sekitar 11-3 persen. Pada tahun 2001 dan 2002 angaran yang di
kelola Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota mencapai lebih dari 30 persen dari
total APBD. Dan merupakan penerima anggaran terbesar dibandingkan yang diterima dan
dinas lainnya.
Proporsi Anggaran belanja pegawai mencapai 40 persen dari total anggaran rutin
APBD atau sekitar 90 persen dari total anggaran dinas tersebut. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar pegawai daerah adalah guru. Hanya kota pasuruan dan Cilegon yang telah
mengalokasikan dana pendidikan di luar belanja pegawai lebih dari 20 persen dari APBDnya.
Istijoso dan Wibowo (2002) tentang analisis Kebijakan Fiskal pada Era otonomi
Daerah (Studi Kasus:Sektor Pendidikan Di Kota Surakarta), diperoleh hasil bahwa porsi
alokasi dana APBD untuk belanja rutin dan pembangunan sebelum otonomi daerah dan pada
saat pelaksanan otoda terjadi perubahan yang mendasar. Pada saat pelaksanaan otonomi
daerah porsi belanja pembangunan tersedot untuk kebutuhan belanja rutin. Tahun anggaran
1999/2000 belanja rutin dialokasikan 59,48 persen dari total APBD, pada tahun anggaran
2001 meningkat sebesar 16,98 persen menjadi 76,46 persen. Belanja pembangunan yang pada
tahun anggaran 1999/2000 dialokasikan sebesar 40,52 persen dri total APBD, pada tahun
anggaran 2001 hanya dialokasikan sebesar 23,54 persen.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daaerah (APBD) merupakan instrumen yang akan
menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan
pendapatan maupun Belanja Daerah (BD), untuk menjamin agar APBD dapat disusun dan
dilaksanakan dengan baik dan benar, maka di atur landasan administratif dalam pengelolaan
anggaran daerah yang mengatur antara lain prosedur dan teknis penganggaran yang harus
diikuti secara tertib dan taat asas (Darise, 2006:141).