Anda di halaman 1dari 17

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN HONOR GURU

EKSTRAKURIKULER SESUAI ATURAN DANA BOS


DI SEKOLAH NEGERI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan dan Perencanaan Biaya Pendidikan

Dosen Pengampu:
Dr. Suyatmini, M.Si

Disusun oleh:
Khilmi Dzulqornain (Q100190041)
Rino Dwi Irawan (Q100190040)

PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN HONOR GURU
EKSTRAKURIKULER SESUAI ATURAN DANA BOS DI
SEKOLAH NEGERI

Khilmi1 , Rino2

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Magister Administrasi Pendidikan


Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Kartasura, Surakarta, Kode Pos 57169

ABSTRAK
Program BOS pada jenjang pendidikan ditujukan terutama untuk pemerataan dan
perluasan akses dalam pelayanan pendidikan yang sampai saat ini masih banyak
masyarakat miskin yang tidak mampu mengeluarkan biaya pendidikan untuk anggota
keluarganya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan pendanaan pendidikan yaitu pada
Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
lima belas tahun. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, maka program-
program BOS yang dimulai sejak Juli 2005 dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
program pemerataan dan perluasan akses, program peningkatan mutu, relevansi dan
daya saing, serta program tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
Kata kunci: program BOS, pendidikan, pembiayaan, pemerataan.

ABSTRACT
The BOS program at the education level is aimed primarily at equitable distribution
and expansion of access to education service, which to date there are still many poor
people who are unable to pay for education for their family members. This is in
accordance with Law No. 20 of 2003 Concerning the National Education System that
explains education funding, namely in article 11 paragraph 2 the government and
regional governments are obliged to guarantee the availability of funds for the
implementation of education for every citizen aged seven to fifteen years. In the
context of improving the quality of education, the BOS programs which began in July
2005 are grouped into three, namely: equity and access expansion programs, quality
improvement programs, relevance and competitiveness, as well as governance,
accountability and public imaging programs.
Key word: the BOS programs, education, financing, equal distribution.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BOS (Bantuan Operasional Sekolah) adalah bantuan pendidikan yang
berbentuk dana yang diberikan kepada sekolah dan madrasah untuk kepentingan
nonpersonalia. Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya
operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan
dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara
teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa BOS (Bantuan Operasional Sekolah) adalah program pemerintah yang pada
dasarnhya untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan
pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar.
Program BOS pada jenjang pendidikan ditujukan terutama untuk pemerataan
dan perluasan akses dalam pelayanan pendidikan, yang sampai saat ini masih banyak
masyarakat miskin yang tidak mampu mengeluarkan biaya pendidikan untuk anggota
keluarganya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan pendanaan pendidikan yaitu pada
Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
lima belas tahun. Dari manapun sumber dana pendidikan dan sistem penganggaran
yang digunakan biaya tersebut tidak hanya memperhatikan saja pemerataan, tapi juga
harus berdampak pada pelayanan pembelajaran yang berbasis mutu/kualitas.
Sejak tahun 2011 dana BOS mengalami perubahan mekanisme penyaluran
dari transfer ke kabupaten/kota menjadi transfer ke provinsi pada tahun 2012.
Pelaksanaan program BOS diatur dengan 3 peraturan menteri, yaitu: (1) Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mekanisme penyaluran dana BOS dari Kas Umum
Negara ke Kas Umum Daerah serta pelaporannya; (2) Peraturan Menteri Dalam
Negeri yang mengatur mekanisme pengelolaan dana BOS di daerah dan mekanisme
penyaluran dari kas daerah ke sekolah; dan (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan yang mengatur mekanisme pengalokasian dana BOS dan penggunaan
dana BOS di sekolah. Penentuan besaran dana Bantuan Operasional Sekolah pada
satuan pendidikan yang berlaku saat ini didasarkan pada Kepmendiknas Nomor 69
Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia. Besaran BOS persiswa
pada tahun 2009 sebesar Rp 580.000,00 per tahun, sedangkan untuk tahun anggaran
2015 sebesar Rp 800.000,00 persiswa pertahun.
Di tengah kondisi umum sekolah yang masih kekurangan guru PNS (termasuk
di sekolah/ madrasah negeri) kelonggaran penggunaan dana BOS ini dimanfaatkan
oleh sekolah untuk rekruitmen guru non-PNS. Selain itu, sekolah juga menggunakan
dana BOS untuk kegiatan-kegiatan yang berujung pada peningkatan kesejahteraan
guru, seperti untuk membayar honor guru honorer, membiayai pengawasan dan
penilaian ujian, dan biaya untuk pembelajaran ekstrakurikuler. Dengan demikian,
proporsi alokasi dana BOS untuk kegiatan lain menjadi sangat terbatas. Berdasarkan
hasil Regional Independent Monitoring (RIM) yang dilakukan oleh Bank Dunia tahun
2010, ditemukan 30 persen dana BOS yang diterima sekolah digunakan untuk gaji
dan honor guru.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, maka program-program BOS
yang dimulai sejak Juli 2005 dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: program pemerataan
dan perluasan akses, program peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta
program tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Meskipun tujuan utama
program BOS adalah untuk pemerataan dan perluasan akses, program BOS juga
merupakan program untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta tata
kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Akan tetapi jika masalah penataan dan
pemerataan guru PNS tidak dibenahi, dapat dipastikan masalah penggunaan dana
BOS yang melebihi ambang batas yang diijinkan akan tetap terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebijakan pembiayaan honor guru ekstrakurikuler di sekolah negeri?
2. Bagaimana aturan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) disekolah negeri
terhadap pembiayaan honor guru ekstrakurikuler?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kebijakan pembiayaan honor guru ekstrakurikuler di sekolah negeri.
2. Mengetahui aturan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) disekolah negeri
terhadap pembiayaan honor guru ekstrakurikuler.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Honor Guru
Hadirnya kebijakan tidak sekadar dilandasi oleh sikap bijak, namun
memahami akan realitas dan kebutuhan yang ada. Kebijakan tidak hanya memuat
kebijakan itu sendiri (policy), tetapi di dalamnya juga mengandung wisdom . Pada
satu sisi, kebijakan menjadi indikator dari sikap pemerintah atau pemegang kebijakan
atas permasalahan yang ada. Pada sisi yang lain, kebijakan juga sebagai nilai dasar
dari pemerintah, apakah kebijakan tersebut bisa direalisasikan secara konkret atau
tidak, meskipun memahami bahwa permasalahan itu tidak akan pernah ada habisnya.
Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses
pembelajaran agar dapat mengembangkan potensi tentunya memerlukan guru sebagai
fasilitator bahkan komponen utama dari proses pendidikan itu sendiri. Keberadaan
guru tidak luput juga dari ruang kebijakan pemerintah. Anomali yang terjadi adalah
tidak seimbangnya antara ketersediaan guru yang sudah disediakan pemerintah
(berstatus PNS/ASN) dengan kebutuhan guru yang dibutuhkan , sehingga memaksa
satuan pendidikan (kepala instansi) melakukan pengangkatan guru honorer. Guru
yang menjadi salah satu unsur penting dalam pendidikan dalam menyelenggarakan
capaian pendidikan sebagaimana telah diamanatkan UUD 1945, untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Guru honorer merupakan guru yang memiliki hak untuk memperoleh
honorium, baik perbulan maupun pertriwulan, mendapatkan perlindungan hukum dan
cuti berdasarkan peraturan pemerintah yang tertuang dalam undang-undang
ketenagakerjaan (Mulyasa, 2016). Guru honorer memiliki status kepegawaian yang
kurang jelas, disebabkan jangka kontrak yang ditentukan, jika kontraknya selesai,
seorang guru honorer akan diberhentikan dari status kepegawaiannya. Dalam status
kepegawaian, profesi guru dibagi dua, (1) guru tetap dan, (2) guru tidak tetap (Guru
bantu). Perbedaan antara guru tetap dan guru honorer tidak berhenti pada status
kepegawaiannya, tetapi juga pada faktor upah minimumnya. Padahal, jika ditinjau
dari sisi pekerjaan antara guru tetap dan guru honorer memiliki pekerjaan yang sama.
Adanya perbedaan tersebut tentu menimbulkan permasalahan bagi guru honorer,
terutama tentang kesejahteraan psikologisnya, lebih khusus kesejahteraan psikologis
guru honorer yang berada didaerah tertinggal. Oleh sebab itu, Peningkatan
kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan psikologis sudah seharusnya dirasakan oleh
guru honorer yang ada didaerah tertinggal, terpencil dan terdalam, apa lagi para guru
honorer telah mengabdi dalam jangkan waktu yang sangat lama.
Kesejateraan psikologis, merupakan terpenuhinya kebutuhan hidup seharihari.
Manusia baru disebut memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang baik, apabila
hierarki kebutuhan hidupnya tercapai. Maslow (dalam Sobur, 2003) menggolongkan
kebutuhan manusia pada lima tingkat, diantaranya; (1) adanya kebutuhan fisiologis
(Pshychological needs), (2) terpenuhinya rasa aman dalam kehidupan (safety needs),
(3) hasrat dan terpenuhinyan kasi sayang dan cinta (Love Needs), (4) saling
memberikan penghargaan, baik penghargaan dalam bentuk moril 2 maupun materi
(Estem Needs), dan (5) kebutuhan akan ke-Tuhanan sebagai tingkat religiusitas
tertinggi (Self-actualization needs). Menurut Ryan & deci (2001) bahwa kesejahteraan
psikologis yaitu berkaitan erat dengan terpenuhinya hierarki kebutuhan hidup
manusia, terpenuhinya hierarki kebutuhan hidup manusia, tentu akan membuat
individu bahagia dalam menjalangkan kehidupan sehari-hari. Dan menurut Indryawati
(2012) menyatakan bahwa, individu yang memiliki kesejahteraan psikologis yang
positif, apabila memiliki kemampuan dalam menerima, menikmati dan mampu
memaknai kehidupan yang dijalani sehari-hari. Sedangkan menurut Ryff (1989)
seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis adalah individu yang memiliki
keterahan hidup yang hendak dicapai, baik tujuan jangkan pendek, menengah dan
jangkan panjang. Dari beberapa pendapat akhli diatas, dapat disimpulkan bahwa
kesejahteraan psikologis adalah terpenuhinya kebutuhan manusia serta memiliki
sesuatu yang ingin di capai baik jangka panjang maupun pendek sehingga manusia
dapat menerima dan menikmati serta memaknai kehidupan yang dijalaninya.
Sehubungan dengan peran dan posisi seorang guru honorer, maka akan
mengantar kita pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 tahun 2005. Disebutkan
dalam PP tersebut bawasannya guru honorer mendapatkan penghasilan yang
dibebankan pada APBN/APBD. Terbitnya Undang-undang (UU) nomor 5 tahun 2014
yang membawa konsekuensi tenaga honorer dihapus dan diganti menjadi PPPK/P3K,
seharusnya menjadi angin segar bagi para guru honorer, karena ada jaminan
kesejahteraan dari pemerintah. Akan tetapi, pada praktiknya sama saja, mereka masih
digaji oleh institusi pengangkatnya dan hanya ada kompensasi maksimal 15% dari
alokasi dana belanja pegawai BOS. Realitas ini tentunya akan menjadi salah satu
hambatan bagi guru untuk melakukan kerjanya. Guru yang dianggap sebagai tenaga
profesional layaknya mendapatkan kompensasi yang sesuai dengan profesinya,
sehingga guru dapat fokus dalam pengembangan kinerja dan karirnya tanpa harus
menambah pekerjaan demi memenuhi kebutuhan.
B. Gambaran Umum Guru Honorer
Klasifikasi guru yang ada di Indonesia paling tidak ada, ada 2, yaitu: guru PNS
dan guru Honorer. Hadirnya arus besar ini adalah bentuk dari kebijakan
pemerintahkan untuk menyediakan sumber daya manusia pendidikan yang memadahi,
sehingga pihak institusi/satuan pendidikan mengangkat secara mandiri guru tambahan
yang selenjutnya disebut guru honorer. Menjadi rahasia umum, bagaimana posisi
seorang guru honorer dalam satuan kerja terkait dengan hak atau gaji yang mereka
peroleh. Setiap daerah mengalami dinamika dan tantangan yang berbeda-beda.
Sebagai pembanding, beberapa kasus yang pernah ada terkait guru honorer, misalnya
di Banjarmasin guru honorer bisa menerima gaji perbulannya hanya dengan Rp.
75.000/ bulan, di Bekasi berkisar Rp. 1.000.000/ bulan. Menjadi sangat ironi apabila
mencoba dikomparasikan dengan buruh kasar yang bisa mendapat penghasilan
Rp.3.300.000 perbulannya. Guru honorer di Yogyakarta misalnya, masih ada yang
menerima penghasilan antara Rp. 500.000- Rp. 800.000/ bulan. Fenomena ini
menimbulkan kesenjangan apabila dibandingkan dengan tenaga honorer di bidang
lain, semisal kesehatan yang bisa mendapatkan kompensasi Rp. 1.900.000 di Kodya
Yogyakarta sebagaimana dua sektor ini sama-sama sebagai sektor utama dalam
pembangunan publik . Pada sisi yang lain, forecasting di Kota Yogyakarta terdapat
865 rombongan belajar dari 90 Sekolah Dasar Negeri. Jumlah guru yang berstatus
PNS/ASN berjumlah 745.11 Logika matematisnya jika setiap rombongan belajar
diampu oleh guru PNS maka akan ada sejumlah 120 rombongan belajar yang tidak
mempunyai guru.
C. Pembiayaan Honor Guru Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh
peserta didik diluar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler,
dibawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik secara optimal untuk mendukung pencapaian
tujuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dikembangkan
dengan prinsip: 1) partisipasi aktif bahwa kegiatan ekstrakurikuler menuntuk
keikutsertaan peserta didik secara penuh sesuai dengan minat dan pilihan masing-
masing dan 2) menyenangkan yaitu bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan
dalam suasana yang menggembirakan bagi peserta didik.
Mengenai kegiatan ekstrakurikuler pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pengembangan potensi
peserta didik dapat diwujudkan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan
ekstrakurikuler dapat menemukan dan mengembangkan potensi peserta didik, serta
memberikan manfaat sosial yang besar dalam mengembangkan kemampuan
berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain. Disamping itu, kegiatan
ekstrakurikuler dapat memfasilitasi bakat, minat, dan kreativitas peserta didik yang
berbeda-beda.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Thun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagiaman telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 53 ayat (2) butir a dan pada pasal 79 ayat (2) butir
b menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler termasuk di dalam rencana kerja
tahunan satuan pendidikan, dan kegiatan ekstrakurikuler perlu dievaluasi
pelaksanaannya setiap semester oleh satuan pendidikan.
Dalam pembayaran honor guru pembimbing kegiatan ekstrakurikuler bagi
ASN tidak boleh diberikan karena ekuivalensi dengan jumlah jam mengajar, bagi
guru ASN mengajar 24 jam pelajaran dan maksimal 40 jam pelajaran. Dan honor
hanya diperuntukkan bagi guru yang berstatus non Aparatur Sipil Negara (ASN)
sedangkan untuk ASN tidak diperbolehkan, pemberian honor maksimal 50% dari
keseluruhan dana yang diterima sekkolah. Berikut syarat-syarat pemberian honor
terhadap guru:
a) Berstatus bukan ASN (Aparatur Sipil Negara)
b) Sudah tercatat pada Dapodik per 31 Desember
c) Memiliki NUPTK
d) Belum memiliki sertifikat pendidik

Bila GTT (Guru Tidak Tetap) atau non ASN sudah memiliki sertifikat namun belum
menerima tunjangan profesi maka tetap diberi Honor dengan dilengkapi berita acara.

D. Aturan Dana Bantuan Operasional Sekolah


Program BOS pada jenjang pendidikan dasar ditujukan terutama untuk
pemerataan dan perluasan akses dalam pelayanan pendidikan, yang sampai saat ini
masih banyak masyarakat miskin yang tidak mampu mengeluarkan biaya pendidikan
untuk anggota keluarganya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan pendanaan pendidikan
yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai lima belas tahun. Dengan adanya program BOS diharapkan
seluruh keluarga miskin yang memiliki anak usia sekolah khususnya 7-15 tahun dapat
menyekolahkan anaknya karena mereka tidak lagi memikirkan biaya sekolah atau
lebih populer dengan sebutan sekolah gratis. Penentuan besaran dana Bantuan
Operasional Sekolah pada satuan pendidikan yang berlaku saat ini didasarkan pada
Kepmendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia.
Besaran BOS persiswa pada tahun 2009 sebesar Rp 580.000,00 per tahun, sedangkan
untuk tahun anggaran 2015 sebesar Rp 800.000,00 persiswa pertahun. Penentuan
besaran anggaran pertahun digambarkan sebagai berikut.
Dengan perhitungan tersebut dianggap bahwa jumlah siswa di sekolah
dianggap sama atau mendekati, padahal kenyataannya setiap sekolah memiliki jumlah
siswa yang berbeda, dengan komponen kegiatan yang sama. Hal ini sesuai yang
dikemukakan oleh Fatah (2008) bahwa dalam pembiayaan sekolah tidak ada
pendekatan tunggal dan yang paling baik untuk pembiayaan semua sekolah karena
kondisi tiap sekolah berbeda. Jadi, dalam hal ini tidak mungkin dalam menghitung
anggaran sekolah disamaratakan berdasarkan perhitungan nasional.Perhitungan
anggaran berdasarkan kompleksitas kegiatan dalam satu organisasi/lembaga dapat
digambarkan berikut. Bastian (2006) mengartikan pembiayaan pendidikan sebagai
upaya pengumpulan dana untuk membiayai operasional dalam sektor pendidikan.
Model pembiayaan sekolah terdapat dua dimensi pokok yaitu dimensi alokasi biaya dan
dimensi penghasilan (revenue). Dimensi alokasi biaya terkait dengan target populasi
yang disesuaikan dengan program, pelayanan dan kelengkapan fasilitas untuk mencapai
populasi. Dari pendapat diatas bahwa penentuan anggaran pada suatu lembaga
khususnya satuan pendidikan harus disesuaikan dengan jenis program dan besar
volume yang terdapat pada setiap program.Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi dampak dari kebijakan penentuan anggaran BOS yang hanya menggunakan
variable banyak siswa terhadap pelayanan pelaksanaan pembelajaran bagi peserta didik
yang berkeadilan untuk semua satuan pendidikan.

E. Pendanaan Pendidikan di Sekolah Negeri


Mengenai pembiayaan pendidikan, Uhar Suharsaputra (2013: 289) berpendapat
bahwa pembiayaan pendidikan dapat diartikan sebagai kajian tentang bagaimana
pendidikan dibiaya, siapa yang membiayai serta siapa yang perlu dibiayai dalam suatu
proses pendidikan. Sedangkan Manuel Zymelman (1975) dalam Moch. Idochi Anwar
(2013: 109) mengungkapkan bahwa pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut
analisa sumbersumber saja, tetapi juga penggunaan dana-dana secara efisien. Pengertian
lain, Suryosubroto (2004: 26) berpendapat bahwa pembiayaan sekolah adalah kegiatan
mendapatkan biaya serta mengelola anggaran pendapatan dan belanja menengah. Dari
beberapa pendapat mengenai pembiayaan pendidikan, dapat disimpulkan bahwa
pembiayaan pendidikan merupakan kajian mengenai 12 sumber-sumber dana dan
pengalokasiannya yang diperlukan untuk berbagai keperluan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Alokasi dana pendidikan harus mengacu pada tujuan yang ingin dicapai.
Pada tingkat sekolah (satuan pendidikan), biaya pendidikan diperoleh dari subsidi
pemerintah pusat, pemerintah daerah, iuran siswa, dan sumbangan masyarakat.
Sebagaimana tercatat dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS) sebagian besar biaya pendidikan di tingkat sekolah berasal dari pemerintah
pusat, sedangkan pada sekolah swasta berasal dari para siswa atau yayasan. Pada tahun
1991/1992, sebanyak 93,35% penerimaan biaya pendidikan di SD berasal dari
pemerintah pusat, hanya 0,23% dari pemerintah daerah, 6,98% dari iuran siswa yang
ditampung melalui BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan)—sebelumnya
bernama POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), 0,20% dari masyarakat, dan
0,20% dari sumber sumber lain (Ditjen PUOD, 1993) (Dedi Supriadi: 2006, 6).
Sementara dalam pidato kenegaraan Presiden RI tanggal 15 Agustus 2008, dinyatakan
bahwa pada APBN 2009 akan dialokasikan paling sedikit 20% dari total anggaran untuk
pendidikan, sesuai dengan amanah konstitusi pada pasal 31 ayat (4) Undang-Undang
Dasar tahun 1945. Untuk memenuhi amanah konstitusi ini, pemerintah sudah
mengajukan dokumen tambahan untuk melengkapi Rancangan Nota Keuangan (RNK)
yang telah disampaikan terdahulu. Anggaran pendidikan diusulkan penambahan sebesar
Rp. 46,1 triliun. Total anggaran untuk pendidikan dalam APBN 2009 akan melampaui
Rp. 200 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan alokasi pada tahun 2008 sebesar Rp.
154,2 triliun. Namun, anggaran 20% dari APBN itu tidaklah cukup membiayai lembaga
pendidikan yang tersebar di seluruh daerah, sehingga menuntut adanya peran serta
masyarakat untuk menutupi kekurangan dari alokasi 20% tersebut (Benyamin Lakitan:
2008).
Pada dasarnya pembiayaan pendidikan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah I dan II
(provinsi dan kabupaten/kota). Kondisi ini sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 2 ayat (1)
“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.” Implementasi perundang-undangan yang dimaksud
memerlukan tekad yang kuat dari pemerintah dan pemerintah daerah. Hal tersebut di atas
disebut dengan otonomi daerah. Otonomi daerah memiliki arti setiap lembaga
pendidikan memiliki wewenang untuk dapat mengelola lembaga pendidikannya serta
mengelola dana pendidikan yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan masyarakat demi terciptanya pendidikan bermutu yang berorientasi pada pendidikan
unggul berbasis masyarakat.

Pembiayaan pendidikan menjadi masalah yang penting dalam keseluruhan


penyelenggaraan pendidikan. Hal ini karena pembiayaan menyangkut masalah tenaga
pendidik, sarana prasarana, proses pembelajaran, dan aspek-aspek lainnya yang
berhubungan dengan keuangan. Meskipun masalah pembiayaan tersebut tidak
sepenuhnya berpengaruh langsung terhadap kualitas pendidikan, namun pembiayaan
berkaitan dengan komponen yang ada di dalamnya. Banyak sekolah yang tidak dapat
melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal karena masalah keuangan, baik
untuk menggaji guru maupun untuk mengadakan sarana dan prasarana pembelajaran.
Pembiayaan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses mengalokasikan sumber-
sumber pada kegiatan-kegiatan atau program-program pelaksanaan operasional
pendidikan atau dalam proses belajar mengajar di kelas (Matin, 2014: 4).

Salah satu hal yang merupakan konsep penting dalam pembiayaan pendidikan
adalah masalah biaya pendidikan yang sangat diperlukan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 14 tentang Standar Nasioal
Pendidikan Pasal 62 mengelompokkan biaya pendidikan menjadi tiga, yaitu:

a. Biaya Investasi Biaya investasi meliputi biaya: Penyediaan sarana dan


prasarana , pengembangan sumber daya manusia , modal kerja tetap.

b. Biaya Operasi Biaya operasi meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan
serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa,
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi,
konsumsi, pajak, asuransi dan lain sebagainya,biaya Personal

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan


Pendidikan Pasal 3 biaya pendidikan digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Biaya Satuan Pendidikan Biaya satuan pendidikan terdiri dari:


1) Biaya investasi yang terdiri atas: a) Biaya investasi lahan pendidikan b)
Biaya investasi selain lahan pendidikan
2) Biaya operasional yang terdiri atas: a) Biaya personalia b) Biaya non
personalia
3) Bantuan biaya pendidikan yaitu dana pendidikan yang diberikan kepada
peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai
pendidikannya.
4) Beasiswa Beasiswa adalah bantuan dana pendidikan yang diberikan kepada
peserta didik yang berprestasi. b. Biaya penyelenggaraan dan/atau
pengelolaan pendidikan
b. Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan meliputi:
1) Biaya investasi yang terdiri dari: a) Biaya investasi lahan pendidikan b)
Biaya investasi selain lahan pendidikan.
2) Biaya operasi yang terdiri dari: a) Biaya personalia b) Biaya nonpersonalia
c. Biaya pribadi peserta didik

Menurut Uhar Suharsaputra (2013: 289) biaya pada lembaga pendidikan biasanya
meliputi:

a. Direct cost (biaya langsung) yaitu biaya yang langsung berproses dalam produksi
pendidikan dimana biaya pendidikan ini secara langsung dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Biaya langsung ini meliputi gaji guru dan personil lainnya, pembelian
buku, fasilitas kegiatan belajar mengajar, alat laboratorium, buku pelajaran, buku
perpustakaan, dan lain-lain. Sementar itu, indirect cost (biaya tidak langsung) meliputi
biaya hidup, transportasi, dan biaya-biaya lainnya.
b. Sosial cost dan private cost Sosial cost dapat dikatakan sebagai biaya publik, yaitu
sejumlah biaya sekolah yang harus dibayar oleh masyarakat. Sedangkan private cost
adalah biaya yang dikeluarkan oleh keluarga untuk membiayai sekolah anaknya, dan
termasuk di dalamnya forgone opportunities (biaya kesempatan yang hilang).
Sementara itu, menurut Sri Minarti (2011: 222) berdasarkan fungsinya, biaya dapat
dikelompokkan menjadi:

a. Biaya administrasi, yaitu biaya-biaya untuk melaksanakan dan mendukung


kegiatan proses belajar mengajar, seperti gaji kepala sekolah, gaji guru, gaji staf
administrasi, pembelian buku, fokopi, alat-alat tulis, dan sebagainya. 17
b. Biaya umum, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan umum,
seperti biaya pemeliharaan gedung, peralatan sekolah, biaya penyusutan, biaya
listrik, dan telepon.
c. Biaya promosi, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka
mempromosikan sekolah, seperti biaya pembuatan pamflet atau brosur, biaya
tenaga promosi, dan biaya iklan radio atau koran.
F. Bentuk Pendanaan Pendidikan
Dalam pendanaan pendidikan, orang tua wajib membiayai pendanaan
pendidikan anak-anaknya mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga Perguruan Tinggi (PT). Adapun
pendanaan orangtua terhadap anak-anaknya dapat diklasifikasikan dalam beberapa
bentuk pendanaan sebagai berikut:
a) Biaya Operasional Sekolah (BOS) merupakan program pemerintah untuk
penyediaan pendanaan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar dan
menengah pertama sebagai wujud pelaksanaan program wajib belakar Sembilan
tahun. Pendanaan BOS diprioritaskan untuk biaya operasional non personal,
meskipun dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lainnya. Sasaran
program BOS adalah semua siswa/siswi jenjang sekolah dasar (SD/MI),
(SMP/MTs), dan (SMA/MA/MAK).
b) Fasilitas Belajar di Sekolah Untuk mendukung berbagai kegiatan belajar mengajar
di sekolah seyogyanya dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, seperti adanya
ketersediaan media pembelajaran seperti buku pegangan guru, pegangan siswa,
papan tulis, spidol, projector, LCD, Komputer, Laptop, dan lain sebagainya.
c) Kesempatan Belajar Setiap anak di negeri ini tentunya memiliki kesempatan dan
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, baik kalangan yang mampu
maupun tidak mampu. Kesempatan belajar ini dapat diberikan mulai dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga ke perguran tinggi. Bahkan
pemerintah melalui lembaga pendidikan wajib memberikan beasiswa baik
beasiswa tidak mampu maupun beasiswa prestasi kepada setiap anak bangsa di
negeri ini. Sehingga dengan adanya apresiasi ini mampu menciptakan anak-anak
bangsa yang tidak hanya cerdas dan dapat bermanfaat keak bagi pembangunan
bangsa.
d) Kegiatan Ekstrakurikuler ini tentunya kegiatan yang dilakukan diluar jam sekolah
untuk mengembangkan bakat dan minat peserta didik. Misalnya dengan kegiatan
ekstrakurikuler Pramuka, PMR, Karate, Paskibraka, Bola, Musik, Sains, dan lain
sebagainya.

Tentunya dengan berbagai bentuk pendanaan pendidikan yang ada di atas


tidak luput dari peran serta orangtua dalam pendanaan pendidikan bagi anak-anaknya.
Jika hanya mengharapkan pendanaan pendidikan dari pemerintah tentunya lembaga
pendidikan tidak dapat mandiri dan maju dalam menyongsong masa depan. Untuk itu
peran serta orang tua dalam pendanaan pendidikan sangatlah penting guna sebagai
pendukung terselenggaranya pendidikan nasional.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan
untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian
dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan
pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan
(Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009). Program BOS pada jenjang pendidikan
ditujukan terutama untuk pemerataan dan perluasan akses dalam pelayanan
pendidikan, yang sampai saat ini masih banyak masyarakat miskin yang tidak mampu
mengeluarkan biaya pendidikan untuk anggota keluarganya. Dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan, maka program-program BOS yang dimulai sejak Juli
2005 dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: program pemerataan dan perluasan akses,
program peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta program tata kelola,
akuntabilitas dan pencitraan publik. Dalam pendanaan pendidikan, orang tua wajib
membiayai pendanaan pendidikan anak-anaknya mulai dari Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga
Perguruan Tinggi (PT). Tentunya pendanaan pendidikan tidak luput dari peran serta
orangtua dalam pendanaan pendidikan bagi anak-anaknya. Jika hanya mengharapkan
pendanaan pendidikan dari pemerintah tentunya lembaga pendidikan tidak dapat
mandiri dan maju dalam menyongsong masa depan. Untuk itu peran serta orang tua
dalam pendanaan pendidikan sangatlah penting guna sebagai pendukung
terselenggaranya pendidikan nasional.

B. Saran
Berdasarkan temuan data lapangan mengenai kebijakan pembiayaan honor
guru ekstrakurikuler sesuai aturan dana bos di sekolah negeri, maka penulis
mengajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah tidak hanya menekankan akan pentingnya honor untuk pegawai
negeri saja akan tetapi juga harus mempertimbangkan tentang pemerataan
pembiayaan tenaga pendidik yang bersama-sama berjasa dalam dunia pendidikan.
2. Diharapkan dari pemerintah daerah maupun instansi-instansi lebih memperhatikan
dan peduli terhadap pembiayaan honor guru ekstrakurikuler supaya mereka dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan memberikan gaji yang setimpal dengan
kinerja guru selama mengajar
DAFTAR PUSTAKA

Bastian. 2006, Akuntansi Pendidikan. Jakarta: Erlangga.


Dirjen Manajemen Dikdasmen Kementrian Pendidikan Nasional, 2009, Pedoman
Pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Jakarta.
Fattah, N. 2008, Pembiayaan Pendidikan Landasan Teori dan Studi Empiris, Jurnal
Pendidikan Dasar. (9) http://jurnal.upi.edu/pendidikan-dasar/view/ 108/pembiayaan-
pendidikan: landasan-teori-danstudi-empiris.html.
Matin. (2014). Manajemen Pembiayaan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya. Jakarta:
Rajawali Pers.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan.
Sri Minarti. (2011). Manajemen Sekolah. Jakarta: Ar Ruzz Media.
Undang -Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tim Penerbit. 2015. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara
(ASN). Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Uhar Suharsaputra. (2013). Administrasi Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama.
Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. (Yogyakarta: UGM Press, 2000)
Http://Nasional.Republika.Co.Id/Berita/Nasional/ Daerah/16/05/18/O7dqvw365-AdaGuru-
Honorer-Digaji-Rp-75-Ribu-PerBulan. Diakses 03 Oktober 2016.
Kunandar, Guru Profesional. (Jakarta: Raja Grafindo, 2007).
Mulyasa, E. Manajemen Berbasis Sekofah Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Anda mungkin juga menyukai