Anda di halaman 1dari 4

Pertemuan 8 (Konsep Pembiayaan Pendidikan)

Nama : Mutia Dwiranti Nuraini Ekonomi Pendidikan


NPM : 195020070 Smst.6

1. Konsep pelaksanaan pembiayaan pendidikan di Indonesia!


Pembiayaan pendidikan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Negara (UUD)
Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Dalam Undang-Undang (UU) no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SPN) dengan tegas dijelaskan bahwa pembiayaan pendidikan diluar gaji 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sementara PP no.19 tahun 2005 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (SNP) menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan
diantaranya meliputi biaya operasi yang didalamnyatermasuk gaji. Gaji guru memang
termasuk dalam komponen pembiayaan pendidikan, dalam ketentuan Undang-Undang
(UU) gaji diluar ketentuan 20%, namun dalam PP bisa saja diartikan gaji guru
termasuk dalam ketentuan 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jadi antara Undang-
Undang (UU) dan PP tentang fasal pembiayaan tidak saling mendukung, yang terjadi
justru PP mengaburkan ketentuan Undang-Undang (UU). Pembiayaan pendidikan erat
kaitannya dengan politik bangsa dan daerah. Hal tersebut tidak terlepas dari politik dan
kebijakan publik secara umum seperti yang menyangkut jumlah uang yang harus
dikeluarkan untuk pembiayaan pendidikan, bagaimana organisasi pengelolaan
pendanaan sekolah dan siapa yang harus membayar dan siapa yang harus mendapatkan
pendidikan kesemuanya berhubungan dengan berbagai peraturan dan keputusan
(Yahya, 2007).
Konstitusi (UUSPN Nomor 20/2003) mengamanatkan kewajiban Pemerintah untuk
mengalokasikan biaya pendidikan 20% dari APBN maupun APBD agar masyarakat
dapat memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan misi Kemdiknas 5 (lima) K,
yaitu: ketersediaan layanan pendidikan; keterjangkauan layanan pendidikan; kualitas
dan relevansi layanan pendidikan; kesetaraan layanan pendidikan; dan kepastian
memperoleh layanan pendidikan. Ketentuan ini memberikan jaminan bahwa ada
alokasi dana yang secara pasti digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan. Namun,
dalam pelaksanaannya Pemerintah belum memiliki kapasitas finansial yang memadai,
sehingga alokasi dana tersebut dicicil/dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan dengan komitmen peningkatan alokasi setiap tahunnya.

Sumber :
https://zenodo.org/record/3686334#.YlZR76pBzMx
http://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/index.php/jpnk/article/download/310/212/

2. Permasalahan yang muncul dari pembiayaan pendidikan di Indonesia, serta solusi


untuk mengatasi permasalahan tersebut!
Pendidikan merupakan faktor kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan
namun Biaya pendidikan sekarang ini tidak murah lagi karena dilihat dari
penghasilan rakyat Indonesia setiap harinya. Mahalnya biaya pendidikan tidak
hanya pendidikan di perguruan tinggi melainkan juga biaya pendidikan di sekolah
dasar sampai sekolah menengah keatas walaupun sekarang ini sekolah sudah
mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) semuanya masih belum mencukupi
biaya pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu sehingga banyak
masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan tidak begitu peduli atau
memperhatikan pentingnya pendidikan bagi sang buah hatinya, sehingga membuat
anak putus sekolah.
Adanya desentralisasi pendidikan atau biasa disebut dengan otonomi pendidikan
yang dibentuk untuk pengaturan keuangan antar pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, untuk memberikan wewenang kepada setiap daerah untuk mengatur
pemerintahan dan keuangan daerahnya secara otonom, keberpindahan wewenang
ini juga berdampak pada sistem pendidikan yang ada diindonesia yang semula
sentralistik menjadi desentralistik, peran pemerintah yang semula sebagai pembuat
kebijakan penuh, pelaksana dan pengontrol telah bergeser dengan hadirnya
pemerintah daerah yang memiliki peran baru yang lebih luas dalam mengelola
pendidikan didaerahnya masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya terdapat
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan yaitu :
1) Sistem anggaran pendidikan di Indonesia masih tergolong kompleks, rumit,
birokratis, kaku, dan masih terlalu banyak melibatkan instansi dengan
kepentingan masing-masing, memang dengan adanya otonomi daerah yang
salah satu tujuannya adalah pemangkasan jalur birokrasi dan
penyederhanaan sistem penganggaran pendidikan, namun dalam aplikasinya
nyatanya masih banyak permasalahan yang terjadi, dengan pencairan
anggaran lewat beberapa instansi DAU, DAK, proyek-proyek pemerintah
berskala nasional, regional dan lokal nyatanya mengakibatkan banyak terjadi
pengahmburan dan kebocoran anggaran serta penggunaan yang tidak
efisien.(Zainuddin, 2015)
2) Perbedaan kondisi di masing-masing daerah yang menyebabkan perbedaan
pula pada kemampuan masing-masing daerah dalam pengelolaan
pembiayaan pendidikan di daerahnya, daerah-daerah yang kaya akan sumber
daya alamnya secara otomatis akan mendapatkan suntikan anggaran
pendidikan yang cukup banyak, tapi sebaliknya bagi daerah-daerah terpencil
dan tidak memiliki sumber daya alam yang mencukupi untuk mendukung
program otonomi ini akan semakin tertinggal dan mengakibatkan terjadinya
ketimpangan kemajuan pendidikan antara daerah yang di kategorikan kaya
dan daerah miskin.(Suprapti, 2014)
3) Sistem alokasi anggaran pendidikan di setiap daerah yang berbeda-beda,
tergantung dengan selera daerah masing-masing menyebabkan terjadinya
ketidakmerataan, ketidakadilan, kurang efisien, kurang efektif, dan membuka
pintu terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), hal ini menjadikan
kondisi anggaran pendidikan di beberapa daerah semakin memburuk karena
terbatasanya pula anggaran dari pemerintah pusat.(Suwandi, 2012)
4) Terjadinya penyelewengan pada pengelolaan dan penyaluran dana ke
sekolah-sekolah.
5) keterlambatan Pencairan anggaran pendidikan yang tidak sesuai dengan
kalender kegiatan pendidikan di masing-masing daerah juga masih menjadi
kendala yang tidak kunjung menemukan solusi, hal ini memaksa sekolah
untuk menggunakan dana yang harusnya di alokasikan pada kegiatan lain
untuk menutup keterlambatan pencairan dana tersebut.(Karno, 2016)
Solusi untuk permasalahan-permasalahan tersebut dibutuhkan peran dari pemerintah
dengan menyusun peraturan-peraturan dalam hal anggaran pendidikan yang dapat di
jadikan acuan secara pasti, memastikan anggaran yang di berikan perintah tepat
sasaran dan tepat tujuan, pemerintah juga harus melakukan pengawasan dengan
lebih ketat dalam hal pengalokasian anggaran pendidikan di daerah-daerah dan
untuk memberlakukan sistem subsidi anggaran pendidikan dari daerah daerah kaya
di berikan kepada daerah-daerah miskin untuk mengatasi ketimpangan pendapatan
daerah yang selama ini sealu terjadidan mengakibatkan ketimpangan dalam
kemajuan pendidikan di daerah pula.

Sumber :
http://eprints.umsida.ac.id/6498/1/Problematika%20Pembiayaan%20pendidikan%20%28Rojii%
29.pdf
https://seribuuchiha.wordpress.com/2018/03/17/permasalahan-pembiayaan-pendidikan-di-
indonesia/
3. Persenan kenaikan biaya pendidikan rata-rata pertahun di Indonesia serta
faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan tersebut.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut kenaikan rata-rata biaya pendidikan di
Indonesia mencapai 10-15 persen per tahun. Biaya tersebut hanya sebatas uang
pangkal, belum termasuk uang SPP, uang buku, perlengkapan sekolah anak, serta
biaya tugas-tugas sekolah.
Faktor yang mempengaruhi kenaikan tersebut diantara lain :
1) Inflasi menjadi pemacu kenaikan biaya pendidikan tersebut. Kenaikan
kebutuhan pokok seperti beras, tepung, telur dan lain-lain membuat daya beli
masyarakat menurun termasuk guru. Akibatnya, sekolah pun menaikkan gaji
guru. Demikian juga kebutuhan biaya pemeliharaan fasilitas sekolah lain
yang meningkat. Semua itu tentu mengakibatkan kenaikan biaya pendidikan.
2) Adanya keinginan masyarakat untuk memberikan pendidikan yang
bermutu/berkualitas bagi anak-anak mereka, tidak peduli berapa pun harga
yang harus dibayar.
3) Sekolah berlomba-lomba memberikan standar pendidikan berkualitas karena
permintaan masyarakat. Untuk meningkatkan standar kualitas pendidikan,
tentu perlu biaya tambahan yang tidak sedikit. Maka dari itu, sekolah
membebankannya pada para orangtua melalui uang pangkal dan iuran
sekolah.

Sumber :
https://www.jaringanprima.co.id/id/siasati-biaya-pendidikan-anak-yang-mahal
https://ekonomi.kompas.com/read/2012/02/01/16070851/~Karir~Keuangan

Anda mungkin juga menyukai