Anda di halaman 1dari 16

FLEKSIBILITAS PENGGUNAAN DANA BOS UNTUK SEKOLAH

Diajuakan untuk memenuhi tugas… mata kuliah Kebijakan Dan Strategi


Perencanaan Pendidikan

Dosen Pengampu : Dr. Romi Siswanto, M.SI

Disusun Oleh:

AHMAD MUKROMIN
NIM : 210503012119

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (DOKTORAL)

INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM PACET,

MOJOKERTO, JAWA TIMUR


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan dana BOS diawali dari adanya kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) pada tahun 2005 yang mengakibatkan pemerintah melakukan pengurangan
subsidi BBM. Dalam rangka mengatasi dampak kenaikan harga BBM tersebut,
Pemerintah merealokasikan sebagian besar anggarannya ke empat program besar, yaitu
program pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan subsidi langsung tunai
(SLT). Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya
pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan bagi siswa lain.
Pada prinsipnya progam Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dicetuskan
sebagai upaya untuk meningkatkan akses masyarakat, khususnya siswa dari keluarga
miskin atau kurang mampu terhadap pendidikan yang berkualitas dalam rangka
penuntasan wajib belajar 9 tahun. Dalam pemberian dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) diharapkan dapat mengurangi beban perekonomian masyarakat miskin,
sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikannya. Begitu pentingnya pendidikan bagi
kemajuan bangsa diharapkan pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
dapat dilaksanakan seadil-adilnya dan tepat pada sasarannya yaitu siswa-siswi yang
berhak atas Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yaitu peserta didik yang kurang
mampu atau tidak mampu. Pemberian dana operasional sekolah yang tidak tepat
sasarannya sama saja membuang uang karena hal tersebut dapat menimbulkan
penyelewengan, untuk mencegah hal tersebut, masyarakat harus mengawasi
pelaksanaan dan penyaluran BOS.
Dengan melihat tujuan dari pemberian dana BOS adalah peningkatan akses
rakyat terhadap pendidikan yang berkualitas melalui peningkatan pelaksanaan wajib
belajar sembilan tahun, maka perlu diketahui berapa besar peranan yang ditimbulkan
dengan adanya dana bos bagi peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri, apakah
dengan adanya dana BOS telah memberi sebuah angin segar bagi peningkatan kualitas
pendidikan di dalam negeri ini. Mengacu pada pembukaan Undang-Undang Dasar
(UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan
Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk itu
setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai
dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis,
agama, dan
gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia
memiliki keterampilan hidup (life skill) sehingga memiliki kemampuan untuk
mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya
masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Pada saat ini, jutaan anak usia sekolah di negara kita, dewasa ini masih belum
mendapatkan kesempatan bersekolah. Sekitar 1,5 juta di antaranya, anak usia 13 – 15
tahun, terpaksa putus sekolah. Salah satu solusi pemerintah melalui Kemendiknas,
menyalurkan dana bantuan dan kemudahan melalui program BOS (Bantuan
Operasional Sekolah). Penerima BOS diutamakan bagi para siswa miskin yang
bersekolah swasta. Termasuk membantu siswa putus sekolah, karena tidak mampu
membayar iuran/pungutan oleh sekolah. Jika kemudian masih ada sisa dana BOS,
maka akan digunakan mensubsidi siswa lain. Bagi sekolah yang tidak mempunyai
siswa miskin, maka dana BOS digunakan untuk mensubsidi seluruh siswa sehingga
dapat mengurangi pungutan/ sumbangan yang dibebankan kepada orang tua siswa,
minimum senilai dana BOS yang diterima sekolah.1 Urgensi studi tentang Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) ini dilakukan karena menurut Menteri Pendidikan
Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, ada beberapa penyimpangan oleh tim audit
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap program Dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Beberapa penyimpangan tersebut adalah:
a. Penggelumbungan siswa oleh sekolah.
b. Beberapa sekolah belum memiliki ijin operasional atau masih dalam proses
pengurusan ijin, namun sekolah itu menerima dana BOS.
c. Masih ditemukan sekolah belum menyetor pajak sesuai dengan ketentuan.
d. BPKP juga menemukan sekolah yang belum membebaskan iuran siswa.
e. Sekolah belum transparan dalam mengelola BOS tingkat kelengkapan administrasi
dan pertanggungjawaban, karena ditemukannya pengadaan fiktif di beberapa
sekolah adanya kecenderungan di beberapa wilayah sumber dana sekolah dari
APBD menurun karena adanya BOS.
f. Pengguna dana BOS juga belum sepenuhnya sesuai petunjuk pelaksanaan misalnya
digunakan untuk membayar guru PNS/guru kontrak, insentif guru, pengadaan
komputer, dipinjamkan dan konsumsi siswa karya wisata.
Pengelolaan dana sekolah tampaknya merupakan suatu persoalan baru yang akan
dihadapi oleh sekolah seiring dengan dijalankannya Manajemen Berbasis Sekolah dan
mampu secara mandiri mengelola sekolah tersebut. BOS diberikan kepada semua
siswa dari tingkatan SD/MI/SDLB, dari SMP/MTs/SMPLB, Salafiyah setara SMP
negeri ataupun swasta. Sedangkan untuk tingkat SMA/SMK/MA, diberikan dana BKM
bagi siswa dari kalangan tidak mampu. Sedangkan distribusi diberikan melalui PT.
Pos/Ban yang ditransfer ke rekening kepala sekolah sedangkan dana BKM diberikan
dalam bentuk tunai kepada pihak sekolah. Pengucuran dana ini terkesan buru-buru
yang mengakibatkan sebagian sekolah seperti mendapat "durian runtuh" dan tidak tahu
bagaimana harus mengelola dana yang diterimanya.
Kebijakan dana BOS selama ini kurang dapat menekan penyelewengan dalam
pengelolaannya. Penyelewengan dana BOS di tingkat sekolah sepertinya telah menjadi
fenomena. Salah satu sebabnya adalah rendahnya transparansi, akuntabilitas, dan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
KEMENDIKBUDRISTEK telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode Ketiga
tentang perubahan mekanisme penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS). Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang
berfokus pada meningkatkan fleksibilitas dan otonomi bagi para kepala sekolah untuk
menggunakan dana BOS sesuai kebutuhan sekolah. Namun, hal ini diikuti dengan
pengetatan pelaporan penggunaan dana BOS agar menjadi lebih transparan dan
akuntabel. Saat ini, dana BOS yang merupakan pendanaan biaya operasional bagi
sekolah yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) nonfisik, proses
penyalurannya dipercepat dari Kementerian Keuangan langsung ke rekening sekolah.
Sebelumnya, penyaluran harus melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD)
Provinsi. Saat ini, tahapan penyaluran dilaksanakan tiga kali setiap tahun, dari
sebelumnya empat kali per tahun. Kebijakan ini diambil guna membantu mengurangi
beban administrasi Pemerintah Daerah (Pemda).
Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan dua rumusan masalah yang akan dijabarkan dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimanakah proses penyaluran dana BOS terbaru yang telah diluncurkan
KEMENDIKBUDRISTEK yang berfokus pada meningkatkan fleksibilitas dan
otonomi bagi para kepala sekolah untuk menggunakan dana BOS sesuai kebutuhan
sekolah ?
2. Bagaimanakah dampak dari fleksibilitas dalam penggunaan bantuan Pendidikan
dana BOS pada Lembaga pendiddikan di sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pro
1. Proses Penyaluran Dana BOS Yang Terbaru
Pemerintah mengubah kebijakan penyaluran dan penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Nadiem Anwar Makarim menyatakan melalui kebijakan Merdeka Belajar episode
ketiga, penggunaan dana BOS dibuat fleksibel, salah satunya sebagai langkah awal
untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer. melalui kolaborasi dengan
Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk
meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan.
setiap sekolah memiliki kondisi yang berbeda. Maka, kebutuhan di tiap sekolah juga
berbeda-beda. Dengan perubahan kebijakan ini, pemerintah memberikan otonomi dan
fleksibilitas penggunaan dana BOS.
Pembayaran honor guru honorer dengan menggunakan dana BOS dapat
dilakukan dengan persyaratan yaitu guru yang bersangkutan sudah memiliki Nomor
Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), belum memiliki sertifikasi
pendidik, serta sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebelum 31
Desember 2019. Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar
yang berfokus pada meningkatkan fleksibilitas dan otonomi bagi para kepala sekolah
untuk menggunakan dana BOS sesuai dengan kebutuhan sekolah yang berbeda-beda.
Namun, hal ini diikuti dengan pengetatan pelaporan penggunaan dana BOS agar
menjadi lebih transparan dan akuntabel. Berikut ini adalah beberapa dampak positiv
dari penyaluran dana BOS yang terbaru antara lain :

a. Penyaluran Makin Cepat dan Tepat Sasaran


Dana BOS merupakan pendanaan biaya operasional bagi sekolah yang
bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) nonfisik. Percepatan proses penyaluran
dana BOS ditempuh melalui transfer dana dari Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) langsung ke rekening sekolah. Sebelumnya penyaluran harus melalui
Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Provinsi. Tahapan penyaluran dilaksanakan
sebanyak tiga kali setiap tahunnya dari sebelumnya empat kali per tahun. Proses
ini membantu mengurangi beban administrasi Pemerintah Daerah dengan
menyalurkan dana BOS dari Kemenkeu langsung ke rekening sekolah sehingga
prosesnya lebih efisien. Penetapan surat keputusan (SK) sekolah penerima dana
BOS dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
kemudian disusul dengan verifikasi oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
Sekolah diwajibkan untuk melakukan validasi data melalui aplikasi Dapodik
sebelum tenggat waktu yang ditentukan. Batas akhir pengambilan data oleh
Kemendikbud dilakukan satu kali per tahun, yakni per 31 Agustus. Sebelumnya
dilakukan dua kali per tahun, yaitu per Januari dan Oktober. Selain kebijakan
penyaluran dan penggunaan, pemerintah juga meningkatkan harga satuan BOS per
satu peserta didik untuk jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama
(SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) sebesar Rp100.000 per peserta didik.
Untuk SD yang sebelumnya Rp800.000 per siswa per tahun, sekarang menjadi
Rp900 ribu per siswa per tahun. Begitu juga untuk SMP dan SMA masing-masing
naik menjadi Rp1.100.000 dan Rp1.500.000 per siswa per tahun.

b. Makin Transparan dan Akuntabel


Merujuk pada Petunjuk Teknis (juknis) BOS Reguler Tahun 2020,
peningkatan transparansi penggunaan dana BOS oleh sekolah akan semakin
optimal. Kemendikbud mengharapkan laporan pemakaian dana BOS mampu
menggambarkan keadaan penggunaan BOS yang riil dan seutuhnya. Karena
pemerintah sudah memberikan otonomi dan fleksibilitas kepada Sekolah dan
Kepala Sekolah, maka pemerintah juga memerlukan transparansi dan akuntabilitas
penggunaan dana BOS. Dengan begitu, Kemendikbud bisa melakukan audit secara
maksimal dalam upaya perbaikan kebijakan pendanaan sekolah
Program dana bantuan operasional sekolah atau biasa disebut dengan Dana
BOS mengalami transformasi besar pada pelaksanaannya sejak tahun 2020.
Transformasi Dana BOS ini diluncurkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim sebagai
Merdeka Belajar episode ketiga.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Sutanto
mengungkapkan transformasi Dana BOS dilakukan dengan perubahan empat
mekanisme yaitu penyaluran Dana BOS langsung ke rekening sekolah, penggunaan
Dana BOS yang lebih fleksibel untuk sekolah, nilai satuan Dana BOS meningkat,
serta pelaporan Dana BOS lebih transparan dan akuntabel. Kebijakan ini tertuang
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8
Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis BOS.
Perubahan mekanisme penyaluran Dana BOS yang ditujukan langsung ke
rekening sekolah bertujuan agar tidak ada keterlambatan pencairan Dana BOS.
Penyaluran Dana BOS akan dilakukan jika persyaratan telah dipenuhi sekolah
penerima bantuan, misalnya dengan penyampaian laporan pengelolaan Dana BOS
pada tahun sebelumnya. Dengan transformasi penyaluran Dana BOS, lanjut Sutanto,
sebanyak 96 persen sekolah telah menerima Dana BOS pada akhir bulan Januari
tahun 2022.
Transformasi kedua dalam Dana BOS adalah penggunaan Dana BOS yang
lebih fleksibel untuk menyesuaikan kebutuhan sekolah dengan berbagai tujuan,
seperti untuk meningkatkan kesejahteraan guru, pemenuhan kebutuhan operasional
sekolah. BOS majemuk merupakan kebijakan pendanaan BOS dengan variatif nilai
sesuai tingkat kemahalan di daerah sekolah . Jika dahulu sampai tahun 2020 anggaran
BOS nilainya sama rata, sekarang sudah variatif disesuaikan dengan tingkat
kemahalan di daerah tempat sekolah itu berada. Kebijakan BOS majemuk ini,
dilakukan dengan mengedepankan prinsip berkeadilan sosial bagi masyarakat yang
paling membutuhkan. Artinya, di daerah indeks kemahalan tinggi seperti Papua,
Maluku atau daerah kepulauan maka akan mendapatkan besaran Dana BOS lebih
banyak. Sebagai contoh, peningkatan Dana BOS yang bervariasi sesuai perbedaan
karakteristik dan kebutuhan daerah, SDN YPPK Sanepa di Kabupaten Intan Jaya,
Provinsi Papua, yang pada 2020 mendapatkan satuan biaya BOS sebesar Rp900.000,
mulai tahun 2021 menjadi Rp1.960.000 per siswa. Sementara, besaran alokasi BOS
2020 yang sebesar Rp159.300.000, tahun 2021 menjadi Rp346.920.000.
Selanjutnya, fleksibilitas dan otonomi dalam pengelolaan Dana BOS harus
diimbangi dengan akuntabilitas, transparansi, serta kepatuhan sekolah dalam
menyampaikan laporan. Pelaporan dilakukan melalui laman
http://bos.kemdikbud.go.id dan sekolah harus transparan dalam pelaporan tersebut.
Pelaporan Dana BOS tahun berjalan merupakan syarat untuk pencairan Dana BOS
tahun berikutnya. Dengan demikian, peningkatan transparansi penggunaan Dana BOS
oleh sekolah akan semakin optimal. Untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas,
Kemendikbudristek telah bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) untuk menggunakan satu aplikasi pengelolaan Dana BOS, yaitu
Aplikasi Rencana dan Kegiatan Anggaran Sekolah (ARKAS). Melalui ARKAS,
diharapkan sekolah lebih mudah dan cepat dalam melakukan pelaporan yang tepat.
Untuk mewujudkan transformasi tersebut, pemerintah juga meminta seluruh
pemangku kepentingan agar membantu sekolah dalam menyukseskan pengelolaan
Dana BOS dari mulai perencanaan, penerimaan dana, belanja, hingga pelaporan.
Berdasarkan data dari Kemendikbudristek pada 8 November 2022, sebanyak 216.815
sekolah telah menerima penyaluran Dana BOS tahap pertama, 216.607 sekolah di
tahap kedua, dan 216.545 sekolah telah menerima dana BOS dari penyaluran tahap
ketiga. Jumlah tersebut merupakan mencakup semua jenjang pendidikan mulai dari
SD, SLB, SMP, SMA, dan SMK. Sedangkan pada BOP PAUD dan kesetaraan, tahun
2022 penyaluran Dana BOP PAUD tahap I mencapai 185.063, tahap II sejumlah
179.864, sedangkan untuuk BOP Kesetaraan tahap I yaitu 6.965 dan untuk tahap II
sejumlah 6.812.
Transformasi pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang
didorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek) melalui Merdeka Belajar direspons positif oleh masyarakat.
Berdasarkan survei Litbang Kompas, sebanyak 86,5 persen responden menilai
kebijakan transfer langsung Dana BOS ke rekening sekolah melalui Merdeka Belajar
episode ketiga lebih memudahkan pihak sekolah.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah
(Dirjen PAUD Dikdasmen), transformasi pengelolaan Dana BOS salah satunya
dilakukan melalui relaksasi penggunaan dana BOS yang lebih fleksibel sesuai dengan
kebutuhan dan program prioritas sekolah. Pemerintah memberikan fleksibilitas
kepada kepala sekolah dalam memanfaatkan dana BOS untuk kebutuhan dan program
sekolahnya.
Ada relaksasi penggunaan dana BOS. Saat ini dana BOS tidak lagi disekat-
sekat persentasenya seperti zaman dulu. Jadi, sudah lebih fleksibel dan kepala sekolah
diberikan kesempatan dan kemerdekaan untuk bisa membelanjakan sesuai dengan
kebutuhan riil yang sesuai dengan RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah).
Terkait keluhan responden mengenai pembelanjaan Dana BOS melalui Sistem
Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah), Dirjen Jumeri meyakini dengan semakin
banyak penjual (merchant) yang bergabung di SIPLah, barang-barang yang
dibelanjakan sekolah lewat SIPLah akan semakin baik.
Peneliti Litbang Kompas, memaparkan hasil survei yang digelar pada pada 15
– 26 November 2021. Sebanyak 59,6 persen responden mengatakan Program
Merdeka Belajar paling bermanfaat bagi pendidikan nasional. Sementara 55,1 persen
menyatakan penyaluran Dana BOS langsung ke sekolah paling bermanfaat.
“Sosialisasi penggunaan Dana BOS oleh dinas pendidikan juga sudah dipahami
dengan jelas oleh 83,7 persen responden.
Selanjutnya, sebanyak 59,4 persen responden menilai transfer dana BOS ke
rekening sekolah setiap bulan sudah tepat waktu. Selain itu, sebanyak 67,4 persen
responden mengakui tidak menemui kendala pada proses pencairan Dana BOS.
Mayoritas responden (99,2 persen) juga mengakui tidak ada pemotongan saat
menerima Dana BOS di luar biaya administratif.
Sebanyak 25 persen responden mengakui masih membutuhkan persetujuan
instansi pemerintahan daerah terkait (dinas pendidikan) untuk membelanjakan Dana
BOS. Namun, 75% responden mengakui tidak membutuhkan persetujuan.
Belanja alat tulis dan olahraga merupakan beberapa keperluan sekolah
responden yang menggunakan dana BOS. Selain itu, umumnya para responden
mengaku menggunakan dana BOS untuk pemeliharaan sekolah dan belanja pegawai.
“Khususnya untuk membayar guru honorer.
Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 84,1 persen mengaku setuju dengan
program Dana BOS Majemuk. Yaitu, pemberian besaran Dana BOS yang disesuaikan
dengan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dan Indeks Peserta Didik (IPD) tiap
wilayah kabupaten/kota.
Survei yang dilakukan Litbang Kompas melibatkan responden yang terdiri
dari 503 orang guru dan kepala sekolah di 34 provinsi dengan rentang usia 25 hingga
69 tahun. Survei dilakukan dengan cara telesurvey/polling melalui telepon dengan
teknik pengambilan sampel menggunakan teknik systematic random sampling yang
berasal dari basis data Kemendikbudristek.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Buleleng, Made


Astika, menjelaskan timnya melakukan pembimbingan dan pengawasan terhadap
dana BOS mulai dari tahap perencanaan penyusunan Rencana Kegiatan dan
Anggaran Sekolah (RKAS). Kabupaten Buleleng memiliki aplikasi yang digunakan
bersama-sama untuk penyusunan RKAS. Kemudian, RKAS yang disusun oleh satuan
pendidikan bersama pemangku kepentingan, yaitu bendahara dan komite sekolah,
wajib disahkan oleh kepala dinas pendidikan.

2. Manfaat Fleksibilitas Dalam Penggunaan Dana BOS Pada Lembaga


Pendiddikan Di Sekolah.

Sebelumnya total dana BOS yang diberikan ke sekolah hanya digunakan


maksimal 15 persen untuk pembayaran guru non ASN sekolah negeri dan 30 persen
untuk guru non ASN sekolah swasta.
Kini dana BOS bisa digunakan maksimal 50 persen untuk membayar guru non
ASN yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK),
belum memiliki sertifikat pendidik, dan tercatat di Dapodik pada 31 Desember
2019. Tentunya kebijakan ini merupakan angin segar bagi para guru non ASN.
Selain itu, apabila masih tersedia, dana BOS dapat diberikan ke tenaga pendidik.
Adapun dana BOS tidak dapat digunakan untuk membiayai guru non ASN baru.
Fleksibilitas dana BOS ini juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing sekolah. Sebelumnya, alokasi dana BOS sebesar 20 persen untuk pembelian
buku teks dan non-teks. Pembelian alat multimedia juga ditentukan kualitas dan
kuantitasnya.
Kini, Tidak ada pembatasan alokasi maksimal maupun minimal pemakaian
dana BOS untuk buku maupun pembelian alat multimedia sehingga sekolah dapat
memanfaatkan dana BOS dengan efisien sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengubah
mekanisme dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk tahun anggaran 2020.
Perubahan tersebut salah satunya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru
honorer. Melalui kebijakan Merdeka Belajar Episode 3, ditetapkan maksimal 50
persen dari dana BOS dapat digunakan untuk membayar gaji guru honorer.
Sebelumnya, pembayaran gaji guru honorer bisa diambil dari total dana BOS
dengan porsi maksimal 15 persen untuk sekolah negeri dan 30 persen untuk sekolah
swasta.
Guru honorer yang dapat digaji dari alokasi dana BOS harus memiliki beberapa
persyaratan, yaitu sudah memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga
Kependidikan), belum memiliki sertifikat pendidik, dan tercatat di data pokok
pendidikan (Dapodik) pada 31 Desember 2019. Dengan ketentuan tersebut, berarti
dana BOS tidak bisa digunakan untuk membiayai guru honorer baru.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim
mengatakan, salah satu prinsip penggunaan dana BOS pada tahun ini adalah
fleksibilitas. Peningkatan fleksibilitas dan otonomi penggunaan dana BOS bertujuan
untuk menyesuaikan dengan kebutuhan sekolah, terutama untuk peningkatan
kesejahteraan guru honorer. Ia mengatakan, kebutuhan satu sekolah berbeda dengan
kebutuhan sekolah lainnya, sehingga prinsip fleksibilitas ini perlu diterapkan dalam
penggunaan dana BOS.
Menurutnya, ada sekolah-sekolah yang memiliki guru honorer dengan jumlah
banyak. Kerja keras para guru honorer tersebut kadang tidak diimbangi dengan upah
yang layak. Mendikbud menuturkan, perubahan mekanisme BOS untuk pembayaran
guru honorer ini merupakan salah satu esensi kebijakan Merdeka Belajar dan
menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program pemerintah pusat
untuk membantu pendanaan biaya operasional sekolah yang bisa digunakan untuk
administrasi kegiatan sekolah, penyediaan alat-alat pembelajaran, pembayaran
honor, pengembangan perpustakaan, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah,
dan lain-lain. Jumlah dana BOS untuk setiap sekolah ditentukan berdasarkan
banyaknya siswa dan disalurkan melalui pemerintah provinsi (transfer daerah).

B. Kontra
a. Permasalah Dari Fleksibilitas Dalam Penggunaan Dana BOS Pada Lembaga
Pendiddikan Di Sekolah.
Seperti halnya alat akuntansi yang lain, anggaran fleksibel juga memiliki
kekurangan. Memahami kekurangan dari anggaran fleksibel dapat membantu
sekolah untuk menentukan apakah anggaran fleksibel cocok dengan sekolah
tersebut.
Yang termasuk kekurangan anggaran fleksibel di antaranya:

1) Rumit
Anggaran fleksibel memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi
daripada anggaran statis. Karena terkadang sulit bagi pihak sekolah untuk
mengenali mana yang termasuk biaya tetap, biaya variabel, dan biaya
tambahan. Menentukan jenis biaya bisa jadi hal yang tidak mudah untuk
dilakukan. Transparansi diwujudkan dengan pemberian informasi kepada
masyarakat dan pemerintah, melalui perwakilan-perwakilan yang ada dalam
pengguna laporan dana BOS seperti Komite sekolah sebagai perwakilan
masyarakat dan pemerintah. Prinsip transparansi ini dilakukan untuk
memastikan bahwa masyarakat dan pemerintah mengetahui apa saja keputusan
atau program yang dibuat untuk pemberdayaan ataupun pembangunan sekolah
untuk kemajuan prestasi siswa baik akademik maupun non akademik. Bapak
Alit selaku pelaksana pengelolaan dana BOS menyampaikan, bahwa
penyampaian informasi terhadap masyarakat selalu dilakukan Penyampaian itu
selalu, baik itu melalui pemerintah atau kepada masyarakatnya yang diwakilkan
melalui perwakilannya yakni komite sekolah. dalam pelaksanaan
pertanggungjawaban kami dalam mengelola dana BOS, kami selalu terbuka
untuk public karena mempengaruhi instansi sendiri dan kepercayaan public.

2) Belum Tentu Selalu Valid


Menentukan jenis biaya merupakan hal yang sulit, sehingga
menggunakan anggaran fleksibel mungkin tidak cocok untuk sekolah-sekolah
swasta yang baru berdiri. Sebagai salah satu kebijakan publik, Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) harus memenuhi fakta dan data yang valid. Selain
itu, harus dapat dipertanggungjawabkan sehingga kebijakan yang menyangkut
masyarakat dapat diterima dan dipahami dengan jelas.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
mengungkapkan sedikitnya 12 modus penyalahgunaan dana bantuan
operasional sekolah (BOS) yang dilakukan oknum pengelola anggaran sekolah.
Ragam modus ini ditemukan dari kasus korupsi dan penyelewengan dana BOS
beberapa tahun belakangan.
Modus tersebut di antaranya kepala sekolah diminta menyetor dana
BOS kepada pengelola dana di Diknas (Pendidikan Nasional) dengan dalih
mempercepat pencairan dana. Kasus ini ditemukan hampir di semua daerah.
Ada juga kasus kepala sekolah diminta menyetor sejumlah uang ke
Diknas dengan dalih untuk uang administrasi. Kemudian, modus
penyelewengan dana BOS dalam bentuk pengadaan barang dan jasa.
Selanjutnya, pengelolaan dana BOS yang tidak sesuai dengan petunjuk
teknis. Kasus ini pernah diungkap di DKI Jakarta oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Ada pula sekolah yang mengabaikan peran Komite Sekolah dan Dewan
Pendidikan dalam mengelola dana BOS dengan dalih mempermudah. Namun
ujungnya, kondisi ini dimanfaatkan untuk penyalahgunaan anggaran.

Pada beberapa kasus, dana BOS hanya dikelola kepala sekolah dan
bendahara. Lalu sengaja dikelola tidak transparan, di mana sekolah tidak
menyampaikan pemakaian dana BOS pada papan informasi.
Dalih kurangnya dana BOS kerap menjadi kedok penyelewengan
anggaran. Penambahan jumlah siswa yang tidak sesuai atau mark up dilaporkan
pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah.
BAB III
KESIMPULAN

A. Pro
Dengan adanya kebijakan fleksibilitas dana BOS bisa digunakan maksimal 50
persen untuk membayar guru non ASN yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (NUPTK), belum memiliki sertifikat pendidik, dan tercatat di
Dapodik pada 31 Desember 2019. Tentunya kebijakan ini merupakan angin segar
bagi para guru non ASN. Selain itu, apabila masih tersedia, dana BOS dapat
diberikan ke tenaga pendidik. Adapun dana BOS tidak dapat digunakan untuk
membiayai guru non ASN baru.
Dana BOS yang fleksibel membantu sekolah mengimplementasikan Kurikulum
Merdeka. pada praktik Kurikulum Merdeka dibutuhkan alat-alat Agar tidak terlalu
membebani orang tua, sekolah bisa menggunakan dana BOS untuk membeli
peralatannya.
Kelebihan lainnya saat ini tidak mematok secara spesifik penggunaannya
sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan sekolah masing-masing.

B. Kontra
Penyalahgunaan pengelolaan dana BOS banyak ditemukan di beberapa daerah,
kasus yang paling sering adalah penggelembungan jumlah siswa, penyalahgunaan
dana, dan bahkan data dan pelaporan fiktif sering menghiasi suratkabar tentang
penyelewengan dana BOS. Hal ini bisa juga dipicu oleh system yang berjalan,
lemahnya pengaawasan dan partisipasi public yang kurang,sehingga menyebabkan
tujuan dari adanya subsidi BOS sendiri menjadi kurangdan cenderung berkurang
kebermanfaataannya.
Dari pemaparan makalah kami ini kami bisa sedikit memberikan saran kepada
beberapa pihak, baik pemabaca, pelaku pendidikan, ataupun pelaksana teknis
pendidikan, diantaranya :
1. Para stakeholder pendidikan (guru, kepala sekolah, siswa, orang tua
murid,masyarakat) harus ikut mengawasi dan berpartisipasi aktif dalam proses
pengelolaan dan BOS. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada efektifitas
penggunaan dan BOS.

2. Para pelaku pendidkan atau pihak lembaga pendidikan untuk bisakooperatif dan
terbuka, asas tranparansi dan akuntabilitas harus dijadikan patokan dalam
pengelolaan dana BOS.
3. Kepada pemangku kebijakan untuk tetap mengkaji dan mengevaluasi kebijakan
yang dikeluarkan, termasuk efektifitas pengelolaan dana BOS.

Anda mungkin juga menyukai