Disusun Oleh:
AHMAD MUKROMIN
NIM : 210503012119
PROGRAM STUDI
A. Latar Belakang
Kebijakan dana BOS diawali dari adanya kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) pada tahun 2005 yang mengakibatkan pemerintah melakukan pengurangan
subsidi BBM. Dalam rangka mengatasi dampak kenaikan harga BBM tersebut,
Pemerintah merealokasikan sebagian besar anggarannya ke empat program besar, yaitu
program pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan subsidi langsung tunai
(SLT). Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya
pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan bagi siswa lain.
Pada prinsipnya progam Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dicetuskan
sebagai upaya untuk meningkatkan akses masyarakat, khususnya siswa dari keluarga
miskin atau kurang mampu terhadap pendidikan yang berkualitas dalam rangka
penuntasan wajib belajar 9 tahun. Dalam pemberian dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) diharapkan dapat mengurangi beban perekonomian masyarakat miskin,
sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikannya. Begitu pentingnya pendidikan bagi
kemajuan bangsa diharapkan pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
dapat dilaksanakan seadil-adilnya dan tepat pada sasarannya yaitu siswa-siswi yang
berhak atas Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yaitu peserta didik yang kurang
mampu atau tidak mampu. Pemberian dana operasional sekolah yang tidak tepat
sasarannya sama saja membuang uang karena hal tersebut dapat menimbulkan
penyelewengan, untuk mencegah hal tersebut, masyarakat harus mengawasi
pelaksanaan dan penyaluran BOS.
Dengan melihat tujuan dari pemberian dana BOS adalah peningkatan akses
rakyat terhadap pendidikan yang berkualitas melalui peningkatan pelaksanaan wajib
belajar sembilan tahun, maka perlu diketahui berapa besar peranan yang ditimbulkan
dengan adanya dana bos bagi peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri, apakah
dengan adanya dana BOS telah memberi sebuah angin segar bagi peningkatan kualitas
pendidikan di dalam negeri ini. Mengacu pada pembukaan Undang-Undang Dasar
(UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan
Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk itu
setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai
dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis,
agama, dan
gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia
memiliki keterampilan hidup (life skill) sehingga memiliki kemampuan untuk
mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya
masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Pada saat ini, jutaan anak usia sekolah di negara kita, dewasa ini masih belum
mendapatkan kesempatan bersekolah. Sekitar 1,5 juta di antaranya, anak usia 13 – 15
tahun, terpaksa putus sekolah. Salah satu solusi pemerintah melalui Kemendiknas,
menyalurkan dana bantuan dan kemudahan melalui program BOS (Bantuan
Operasional Sekolah). Penerima BOS diutamakan bagi para siswa miskin yang
bersekolah swasta. Termasuk membantu siswa putus sekolah, karena tidak mampu
membayar iuran/pungutan oleh sekolah. Jika kemudian masih ada sisa dana BOS,
maka akan digunakan mensubsidi siswa lain. Bagi sekolah yang tidak mempunyai
siswa miskin, maka dana BOS digunakan untuk mensubsidi seluruh siswa sehingga
dapat mengurangi pungutan/ sumbangan yang dibebankan kepada orang tua siswa,
minimum senilai dana BOS yang diterima sekolah.1 Urgensi studi tentang Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) ini dilakukan karena menurut Menteri Pendidikan
Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, ada beberapa penyimpangan oleh tim audit
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap program Dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Beberapa penyimpangan tersebut adalah:
a. Penggelumbungan siswa oleh sekolah.
b. Beberapa sekolah belum memiliki ijin operasional atau masih dalam proses
pengurusan ijin, namun sekolah itu menerima dana BOS.
c. Masih ditemukan sekolah belum menyetor pajak sesuai dengan ketentuan.
d. BPKP juga menemukan sekolah yang belum membebaskan iuran siswa.
e. Sekolah belum transparan dalam mengelola BOS tingkat kelengkapan administrasi
dan pertanggungjawaban, karena ditemukannya pengadaan fiktif di beberapa
sekolah adanya kecenderungan di beberapa wilayah sumber dana sekolah dari
APBD menurun karena adanya BOS.
f. Pengguna dana BOS juga belum sepenuhnya sesuai petunjuk pelaksanaan misalnya
digunakan untuk membayar guru PNS/guru kontrak, insentif guru, pengadaan
komputer, dipinjamkan dan konsumsi siswa karya wisata.
Pengelolaan dana sekolah tampaknya merupakan suatu persoalan baru yang akan
dihadapi oleh sekolah seiring dengan dijalankannya Manajemen Berbasis Sekolah dan
mampu secara mandiri mengelola sekolah tersebut. BOS diberikan kepada semua
siswa dari tingkatan SD/MI/SDLB, dari SMP/MTs/SMPLB, Salafiyah setara SMP
negeri ataupun swasta. Sedangkan untuk tingkat SMA/SMK/MA, diberikan dana BKM
bagi siswa dari kalangan tidak mampu. Sedangkan distribusi diberikan melalui PT.
Pos/Ban yang ditransfer ke rekening kepala sekolah sedangkan dana BKM diberikan
dalam bentuk tunai kepada pihak sekolah. Pengucuran dana ini terkesan buru-buru
yang mengakibatkan sebagian sekolah seperti mendapat "durian runtuh" dan tidak tahu
bagaimana harus mengelola dana yang diterimanya.
Kebijakan dana BOS selama ini kurang dapat menekan penyelewengan dalam
pengelolaannya. Penyelewengan dana BOS di tingkat sekolah sepertinya telah menjadi
fenomena. Salah satu sebabnya adalah rendahnya transparansi, akuntabilitas, dan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
KEMENDIKBUDRISTEK telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode Ketiga
tentang perubahan mekanisme penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS). Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang
berfokus pada meningkatkan fleksibilitas dan otonomi bagi para kepala sekolah untuk
menggunakan dana BOS sesuai kebutuhan sekolah. Namun, hal ini diikuti dengan
pengetatan pelaporan penggunaan dana BOS agar menjadi lebih transparan dan
akuntabel. Saat ini, dana BOS yang merupakan pendanaan biaya operasional bagi
sekolah yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) nonfisik, proses
penyalurannya dipercepat dari Kementerian Keuangan langsung ke rekening sekolah.
Sebelumnya, penyaluran harus melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD)
Provinsi. Saat ini, tahapan penyaluran dilaksanakan tiga kali setiap tahun, dari
sebelumnya empat kali per tahun. Kebijakan ini diambil guna membantu mengurangi
beban administrasi Pemerintah Daerah (Pemda).
Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan dua rumusan masalah yang akan dijabarkan dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimanakah proses penyaluran dana BOS terbaru yang telah diluncurkan
KEMENDIKBUDRISTEK yang berfokus pada meningkatkan fleksibilitas dan
otonomi bagi para kepala sekolah untuk menggunakan dana BOS sesuai kebutuhan
sekolah ?
2. Bagaimanakah dampak dari fleksibilitas dalam penggunaan bantuan Pendidikan
dana BOS pada Lembaga pendiddikan di sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pro
1. Proses Penyaluran Dana BOS Yang Terbaru
Pemerintah mengubah kebijakan penyaluran dan penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Nadiem Anwar Makarim menyatakan melalui kebijakan Merdeka Belajar episode
ketiga, penggunaan dana BOS dibuat fleksibel, salah satunya sebagai langkah awal
untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer. melalui kolaborasi dengan
Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk
meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan.
setiap sekolah memiliki kondisi yang berbeda. Maka, kebutuhan di tiap sekolah juga
berbeda-beda. Dengan perubahan kebijakan ini, pemerintah memberikan otonomi dan
fleksibilitas penggunaan dana BOS.
Pembayaran honor guru honorer dengan menggunakan dana BOS dapat
dilakukan dengan persyaratan yaitu guru yang bersangkutan sudah memiliki Nomor
Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), belum memiliki sertifikasi
pendidik, serta sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebelum 31
Desember 2019. Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar
yang berfokus pada meningkatkan fleksibilitas dan otonomi bagi para kepala sekolah
untuk menggunakan dana BOS sesuai dengan kebutuhan sekolah yang berbeda-beda.
Namun, hal ini diikuti dengan pengetatan pelaporan penggunaan dana BOS agar
menjadi lebih transparan dan akuntabel. Berikut ini adalah beberapa dampak positiv
dari penyaluran dana BOS yang terbaru antara lain :
B. Kontra
a. Permasalah Dari Fleksibilitas Dalam Penggunaan Dana BOS Pada Lembaga
Pendiddikan Di Sekolah.
Seperti halnya alat akuntansi yang lain, anggaran fleksibel juga memiliki
kekurangan. Memahami kekurangan dari anggaran fleksibel dapat membantu
sekolah untuk menentukan apakah anggaran fleksibel cocok dengan sekolah
tersebut.
Yang termasuk kekurangan anggaran fleksibel di antaranya:
1) Rumit
Anggaran fleksibel memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi
daripada anggaran statis. Karena terkadang sulit bagi pihak sekolah untuk
mengenali mana yang termasuk biaya tetap, biaya variabel, dan biaya
tambahan. Menentukan jenis biaya bisa jadi hal yang tidak mudah untuk
dilakukan. Transparansi diwujudkan dengan pemberian informasi kepada
masyarakat dan pemerintah, melalui perwakilan-perwakilan yang ada dalam
pengguna laporan dana BOS seperti Komite sekolah sebagai perwakilan
masyarakat dan pemerintah. Prinsip transparansi ini dilakukan untuk
memastikan bahwa masyarakat dan pemerintah mengetahui apa saja keputusan
atau program yang dibuat untuk pemberdayaan ataupun pembangunan sekolah
untuk kemajuan prestasi siswa baik akademik maupun non akademik. Bapak
Alit selaku pelaksana pengelolaan dana BOS menyampaikan, bahwa
penyampaian informasi terhadap masyarakat selalu dilakukan Penyampaian itu
selalu, baik itu melalui pemerintah atau kepada masyarakatnya yang diwakilkan
melalui perwakilannya yakni komite sekolah. dalam pelaksanaan
pertanggungjawaban kami dalam mengelola dana BOS, kami selalu terbuka
untuk public karena mempengaruhi instansi sendiri dan kepercayaan public.
Pada beberapa kasus, dana BOS hanya dikelola kepala sekolah dan
bendahara. Lalu sengaja dikelola tidak transparan, di mana sekolah tidak
menyampaikan pemakaian dana BOS pada papan informasi.
Dalih kurangnya dana BOS kerap menjadi kedok penyelewengan
anggaran. Penambahan jumlah siswa yang tidak sesuai atau mark up dilaporkan
pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah.
BAB III
KESIMPULAN
A. Pro
Dengan adanya kebijakan fleksibilitas dana BOS bisa digunakan maksimal 50
persen untuk membayar guru non ASN yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (NUPTK), belum memiliki sertifikat pendidik, dan tercatat di
Dapodik pada 31 Desember 2019. Tentunya kebijakan ini merupakan angin segar
bagi para guru non ASN. Selain itu, apabila masih tersedia, dana BOS dapat
diberikan ke tenaga pendidik. Adapun dana BOS tidak dapat digunakan untuk
membiayai guru non ASN baru.
Dana BOS yang fleksibel membantu sekolah mengimplementasikan Kurikulum
Merdeka. pada praktik Kurikulum Merdeka dibutuhkan alat-alat Agar tidak terlalu
membebani orang tua, sekolah bisa menggunakan dana BOS untuk membeli
peralatannya.
Kelebihan lainnya saat ini tidak mematok secara spesifik penggunaannya
sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan sekolah masing-masing.
B. Kontra
Penyalahgunaan pengelolaan dana BOS banyak ditemukan di beberapa daerah,
kasus yang paling sering adalah penggelembungan jumlah siswa, penyalahgunaan
dana, dan bahkan data dan pelaporan fiktif sering menghiasi suratkabar tentang
penyelewengan dana BOS. Hal ini bisa juga dipicu oleh system yang berjalan,
lemahnya pengaawasan dan partisipasi public yang kurang,sehingga menyebabkan
tujuan dari adanya subsidi BOS sendiri menjadi kurangdan cenderung berkurang
kebermanfaataannya.
Dari pemaparan makalah kami ini kami bisa sedikit memberikan saran kepada
beberapa pihak, baik pemabaca, pelaku pendidikan, ataupun pelaksana teknis
pendidikan, diantaranya :
1. Para stakeholder pendidikan (guru, kepala sekolah, siswa, orang tua
murid,masyarakat) harus ikut mengawasi dan berpartisipasi aktif dalam proses
pengelolaan dan BOS. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada efektifitas
penggunaan dan BOS.
2. Para pelaku pendidkan atau pihak lembaga pendidikan untuk bisakooperatif dan
terbuka, asas tranparansi dan akuntabilitas harus dijadikan patokan dalam
pengelolaan dana BOS.
3. Kepada pemangku kebijakan untuk tetap mengkaji dan mengevaluasi kebijakan
yang dikeluarkan, termasuk efektifitas pengelolaan dana BOS.