Anda di halaman 1dari 20

PROGRAM ORGANISASI PENGGERAK (POP)

Diajuakan untuk memenuhi tugas… mata kuliah Kebijakan Dan Strategi


Perencanaan Pendidikan

Dosen Pengampu : Dr. Romi Siswanto, M.SI

Disusun Oleh:

AHMAD MUKROMIN
NIM : 210503012119

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (DOKTORAL)

INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM PACET,

MOJOKERTO, JAWA TIMUR


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan sebuah


program yaitu Program Organisasi Penggerak (POP). Program Organisasi Penggerak
ini merupakan salah satu bagian dari Sekolah Penggerak yang didirikan oleh
Kemendikbud. Melibatkan para organisasi masyarakat dan relawan pendidikan yang
dapat ikut berpartisipasi sebagai organisasi penggerak untuk menciptakan sekolah-
sekolah Penggerak di Indonesia. Program Organisasi Penggerak sudah membuka
pendaftaran sejak tanggal 16 Maret hingga 16 April 2020. terdapat beberapa langkah
untuk menjadi bagian dari Program Organisasi Penggerak ini. Mulai dari adanya tahap
pengiriman proposal, tahap seleksi, tahap implementasi dan tahap integrasi. Dalam
Program Organisasi Penggerak (POP) ini pun terdapat tiga jenis program yang
ditawarkan. Program Organisasi Penggerak adalah sebuah program yang dibuat oleh
Kemendikbud guna mendorong hadirnya Sekolah Penggerak yang melibatkan peran
serta organisasi. Fokus utamanya adalah peningkatan kualitas guru, kepala sekolah dan
tenaga kependidikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Organisasi yang
berpartisipasi dapat menerima dukungan pemerintah untuk mentrasformasi sekolah
menjadi Sekolah Penggerak. Pada tahun 2020-2022 Program Organisasi Penggerak
(POP) memiliki sasaran peningkatan meningkatkan kompetensi 50.000 guru, kepala
sekolah dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD dan SMP.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan program
Organisasi Penggerak adalah episode keempat dalam kebijakan Merdeka Belajar dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Organisasi Penggerak adalah program pemberdayaan masyarakat secara masif
melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah
berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar siswa. "Waktu itu penulis beserta tim menjanjikan
bahwa paradigma Kemendikbud akan berubah menjadi jauh lebih gotong royong .
Inilah buktinya pada hari ini apa yang kita maksud gotong royong, bukan hanya janji-
janji palsu gotong royong tapi bahkan kita akan menggerakkan sekolah dengan
organisasi pemggerak. Itu adalah episode keempat kita," kata Nadiem dalam akun
Youtube Kemendikbud. Nadiem menyebutkan, Organisasi Penggerak hadir
berdasarkan pengalaman Indonesia hampir 20 tahun yang masih belum berhasil
meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil skor Programme for International
Student Assessment (PISA), peningkatan level hasil belajar di Indonesia belum
memadai. "Walaupun, positifnya adalah jauh lebih banyak anak-anak kita yang
sekolah. Tapi dari sisi pembelajaran masih belum memadai. Itu yang kita lihat dari
PISA," ujar Nadiem.
Menurut Nadiem, seluruh perubahan kebijakan reformasi pendidikan ini tak
akan mungkin bisa sukses tanpa ada perubahan di dalam sekolah. Baginya, perubahan
di dalam sekolah adalah kunci keberhasilan. "Apapun yang kita lakukan kalau tidak
terasakan oleh murid-murid di dalam kelas artinya tak ada perbaikan yang signifikan.
Artinya tak ada perubahan yang bermakna. Perubahan itu harus dimulai dari sekolah.
Penulis mau kenalkan satu konsep sekolah penggerak," kata Nadiem. Organisasi
Penggerak nantinya akan memberdayakan masyarakat melalui dukungan pemerintah
untuk menginisiasi hadirnya Sekolah-Sekolah Penggerak. Melalui Program Organisasi
Penggerak, Kemdikbud akan melakukan pengidentifikasian program-program
pelatihan guru dan kepala sekolah yang terbukti dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. "Organisasi Penggerak itu suatu gerakan yang bukan dilakukan oleh pemerintah
tapi dilaksanakan oleh berbagai macam organisasi yang sudah beraktivitas di dunia
pendidikan, yang sudah selama ini bekerja keras untuk mencoba meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia," tambah Nadiem. Menurutnya, banyak dari organisasi di
bidang pendidikan yang melakukan peningkatan kualitas pendidikan dan tidak
meminta bantuan dari pemerintah. Namun, kata Nadiem, Kemendikbud ingin
mendukung organisasi-organisasi yang sudah berusaha meningkatkan kualitas
pendidikan. "Selama berpuluh-puluh tahun pemerintah mencobanya sendiri tapi kali ini
kita akan mencoba yang berbeda. Kami akan melakukan penciptaan sekolah penggerak
dengan berbagai macam metode, dengan menghormati keberagaman metode yang ada
di dalam komunitas kita, yang ada di dalam masyarakat kita. Inilah saatnya organisasi-
organisasi penggerak untuk bangun dan membantu bukan hanya pemerintah tapi
membantu Indonesia," kata Nadiem. Adapun dasar hukum pelaksanaan program
Organisasi Penggerak adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
32 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu juga, Peraturan Sekretaris
Jenderal Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Tentang Petunjuk Teknis
Penyaluran Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan Mutu Guru Dan Tenaga
Kependidikan. Organisasi Penggerakan akan mulai dijalankan pada bulan Juni 2020.
Program Organisasi Penggerak pada Fase Pertama (2020 sampai 2022), program ini
akan dilaksanakan selama 2 (dua) tahun jika semua syarat dan ketentuan terpenuhi.
Penyaluran bantuan akan dilakukan dalam 2 (dua) tahap pada tiap tahun anggaran
berdasarkan hasil evaluasi berkala dari Kemendikbud.
Pelaksanaan Program Organisasi Penggerak dilakukan dengan melibatkan
sejumlah Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan. Organisasi
Penggerak terutama organisasi-organisasi yang sudah memiliki rekam jejak yang baik
dalam implementasi program pelatihan guru dan kepala sekolah, dengan tujuan
meningkatnya kemampuan profesional para pendidik dalam meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar siswa. Persyaratan Organisasi Kemasyarakatan yang dapat
mengikuti Program Organisasi Penggerak terdiri atas Persyaratan Umum dan
Persyaratan Khusus.
Berikut persyaratan umumnya :
1. memiliki akta pendirian dan telah disahkan oleh notaris
2. memiliki kedudukan/domisili
3. memiliki surat keputusan pengesahan sebagai Badan Hukum dari Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
4. memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
5. memiliki sumber daya pendukung untuk melaksanakan program sebagaimana
diajukan dalam proposal yang ditunjukkan dalam profil lembaga
6. memiliki struktur Organisasi Kemasyarakatan atau perkumpulan
7. memiliki nomor pokok wajib pajak atas nama Organisasi Kemasyarakatan atau
anggota dari salah satu pengurus yang namanya tercantum dalam akta notaris
8. memiliki neraca keuangan yang telah diaudit (Gajah 3 minimal tahun, Macan
minimal 1 tahun, Kancil kurang dari 1 tahun)
9. memiliki salinan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak tahun terakhir
10. memiliki nomor rekening bank pemerintah atas nama Organisasi Kemasyarakatan
penerima Bantuan.
Persyaratan khusus yang digunakan saat pengajuan proposal antara lain:
1. memiliki pengalaman dan/atau bukti keberhasilan program di bidang pendidikan di
satuan pendidikan
2. mengajukan proposal dalam kurun waktu yang ditetapkan
Dukungan dari Kemendikbud untuk Organisasi Penggerak
Dukungan yang diberikan oleh Kemendikbud berupa bantuan dana, pemantauan
dan evaluasi dampak, serta integrasi program yang terbukti baik ke dalam program
Kemendikbud. Besar bantuan yang akan diterima bervariasi, tergantung pada hasil
evaluasi terhadap kapasitas Organisasi Kemasyarakatan dan kualitas rencana
program peningkatan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang akan
dijalankan. Secara umum,
Sasaran Organisasi Penggerak Nadiem menjelaskan sasaran Organisasi Penggerak
adalah di tingkat pendidikan anak usia dini formal/luar biasa atau nonformal untuk
usia peserta didik 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun. Selain itu, ada sekolah
dasar dan sekolah dasar luar biasa. Selain itu, ada sekolah menengah pertama dan
sekolah menengah pertama luar biasa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan dua rumusan masalah yang akan dijabarkan dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimanakah tahap-tahap skema program penggerak (POP)?
2. Apasajakah bentuk komponen dna tipe program organisasi penggerak (POP)?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pro
Program Organisasi Penggerak (POP) adalah program pemberdayaan masyarakat
secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala
sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam
meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Pelaksanaan POP difokuskan pada peningkatan kompetensi di bidang literasi, numerasi,
dan/atau penguatan pendidikan karakter. Dalam pelaksanaannya, POP melibatkan
sejumlah Ormas bidang pendidikan, terutama yang sudah memiliki rekam jejak baik
dalam implementasi program peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
serta memiliki model, antara lain model pelatihan yang efektif dalam peningkatan
kualitas proses dan hasil belajar peserta didik.
“POP mewujudkan budaya dan semangat kolaborasi Merdeka Belajar antara pemerintah
dan ormas secara masif melalui berbagai pelatihan dan pendampingan bagi para
pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan kualitas peserta didik,” kata
@dirjen.gtk Iwan Syahril.

1. Skema Program Organisasi Penggerak (POP).


a. Tahap Seleksi
Calon Organisasi Penggerak akan mengirimkan proposal yang kemudian
akan dievaluasi. Evaluasi meliputi rekam jejak organisasi, potensi dampak dan
efektivitas biaya. Tim evaluasi dari kalangan independen dan berintegritas tinggi.
b. Implementasi
Organisasi yang terpilih menyelenggarakan program pelatihan pilot
selama dua tahun ajaran (Agustus 2020 s/d mei 2022) dan Kemendikbud akan
melakukan pemantauan dan evaluasi.
c. Integrasi
Pada tahap integrasi, model dan praktik baik dengan performa terbaik
akan diidentifikasi untuk selanjutnya diintegrasikan dengan program transformasi
guru Kemendikbud. Harapannya sekolah yang diintervensi oleh Program
Organisasi Penggerak akan menjadi Sekolah Penggerak yang dapat
menggerakkan sekolah lainnya.

2. Empat Komponen Program Organisasi Penggerak


a. Kepala sekolah memahami proses pembelajaran siswa dan mampu
mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar.
b. Guru berpihak kepada anak dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa.
c. Siswa menjadi senang belajar, berakhlak mulia, bernalar kritis, kreatif,
kolaboratif (gotong royong) dan berkebhinekaan global.
d. Terwujudnya komunitas penggerak yang terdiri atas orang tua, tokoh dan
organisasi kemasyarakatan yang diharapkan dapat menyokong sekolah
meningkatkan kualitas belajar.
3. Tipe Program Organisasi Penggerak
Program yang dapat diikuti oleh organisasi yang sudah memiliki pengalaman
merancang dan mengimplementasikan program bidang pendidikan. Organisasi yang
mengikuti salah satu dari ketiga tipe program harus bisa menunjukkan rekam jejak
program yang pernah mencapai peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktek
mengajar guru dan kepala sekolah. Bukti dampak tersebut harus ditunjukan secara
kuantitatif.
a. Program Gajah
Organisasi yang mengikuti ‘Program Gajah’ akan mendapatkan bantuan
pemerintah selama dua (2) tahun dari 2020-2022 untuk menjalankan program di
lebih dari 100 PAUD/SD/SMP.
Kategori Gajah merupakan kategori terbesar yang memiliki sasaran target
minimal 100 PAUD/SD/SMP. Bagi organisasi yang ingin mendaftar ke dalam
kategori ini harus memiliki bukti empiris, tidak hanya pada dampak program
terhadap hasil belajar siswa, tetapi juga dampak positif terhadap peningkatan
motivasi, kinerja dan praktik mengajar dari para guru. Serta berpengalaman dalam
merancang dan mengimplementasikan program yang akan dijalankan. Adapun
dukungan dana yang akan berikan untuk organisasi kategori gajah yaitu sebesar
Rp20 miliar/tahun/program.
Program dengan bukti peningkatan hasil belajar siswa dan peningkatan
motivasi, pengetahuan atau praktek pembelajaran guru atau kepala sekolah. Dalam
kategori ini organisasi bisa mendapat bantuan untuk menjalankan proyek rintisan di
lebih dari 100 sekolah atau PAUD.
b. Program Macan
Organisasi yang mengikuti ‘Program Macan’ akan mendapatkan bantuan
pemerintah selama dua (2) tahun dari 2020-2022 untuk menjalankan program di 21-
100 PAUD/SD/SMP.
Sementara Kategori Macan akan memperoleh dukungan dana maksimal Rp5
miliar/tahun/program. Kategori ini memiliki jumlah sasaran target yang dibatasi
antara 21 sampai 100 PAUD/SD/SMP. Syarat bagi organisasi yang ingin mendaftar
pada kategori ini tidak harus sampai pada evaluasi dampak hasil belajar, tetapi
minimal memiliki dampak empiris terhadap peningkatan profesional para guru baik
pendidikan inovasi, kreativitas dan praktik kinerjanya.
Program dengan bukti peningkatan motivasi, pengetahuan atau praktek
pembelajaran guru atau kepala sekolah. Dalam kategori ini organisasi bisa mendapat
bantuan untuk menjalankan proyek rintisan di 21 s.d. 100 sekolah atau PAUD.
c. Program Kijang
Organisasi yang mengikuti ‘Program Kijang’ akan mendapatkan bantuan
pemerintah selama dua (2) tahun dari 2020-2022 untuk menjalankan program di 5-
20 PAUD/SD/SMP.
Kategori yang ketiga yaitu Kijang. Kategori ini diperuntukkan bagi organisasi
baru yang terbukti mampu merancang dan mengimplementasikan program dengan
baik. Kategori Kijang akan memperoleh dukungan dana maksimal Rp1
miliar/tahun/program dengan sasaran target 5 sampai 20 PAUD/SD/SMP.
Mengingat kategori Kijang diperuntukkan bagi organisasi baru, Praptono
menambahkan syarat untuk kategori ini tidak harus memiliki bukti-bukti yang
empiris.
Program dengan bukti pengalaman merancang dan mengimplementasikan
program bidang pendidikan. Dalam kategori ini organisasi bisa mendapat bantuan
untuk menjalankan proyek rintisan di 5 s.d. 20 sekolah atau PAUD.

Organisasi yang terpilih akan menyelenggarakan program rintisan peningkatan


kualitas guru dan kepala sekolah di bidang literasi dan numerasi selama dua tahun
ajaran, yaitu tahun 2020 hingga 2022 pada jenjang pendidikan anak usia dini
(PAUD), sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP). Pada periode
ini, program Organisasi Penggerak akan meningkatkan kompetensi 50.000 guru,
kepala sekolah dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD dan SMP. Serta juga
menyasar satuan pendidikan pada jenis pendidikan khusus/luar biasa.
Penyaluran dana kepada penerima bantuan dilakukan dalam dua tahap.
Penyaluran Tahap I sebesar 60% dilakukan setelah penandatanganan: Perjanjian
Kerja Sama, kuitansi, pernyataan kesanggupan melaksanakan pekerjaan, pernyataan
kesanggupan menggunakan bantuan pemerintah dan menyetorkan sisa dana, dan
Rancangan Anggaran (RAB).
Adapun Tahap II sebesar 40% setelah penerima bantuan menyampaikan:
kuitansi bukti penerimaan bantuan Tahap I yang telah ditandatangani penerima
bantuan, laporan kemajuan penyelesaian pekerjaan yang ditandatangani penerima
bantuan, dan laporan penggunaan dana Tahap I paling sedikit 80%, serta Berita
Acara Serah Terima (BAST).
Dalam rangka pengendalian program dan anggaran, Kemendikbud akan
melakukan pemantauan dan evaluasi untuk mengetahui kesesuaian penyaluran
bantuan dengan petunjuk teknis. Hasil pemantauan dan evaluasi menjadi bahan
pengambilan keputusan dan penyempurnaan program ke depan.
Nantinya, seluruh kategori akan dievaluasi Kemendikbud bersama tim
independen memakai Asesmen Kompetensi Minimum. Proses ini bertujuan
mengukur perkembangan literasi dan numerasi (SD/SMP) dan instrumen
pengukuran kualitas pembelajaran serta pertumbuhan/perkembangan anak (PAUD).
Beberapa pilihan peran yang bisa diambil relawan antara lain:
1) Konsultan ahli
2) Narasumber Pelatihan
3) Fasilitator
4) Tutor
5) Ahli informasi dan teknologi
6) Fotografer
7) Videografer
8) Reporter
9) Penulis konten
10) Manajemen proyek
11) Peneliti, dan
12) Penjamin mutu
Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud meloloskan 156 ormas
untuk membantu pemerintah meningkatkan mutu dan kualitas siswa hingga tenaga
pendidik.

Menurut Mendikbud, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia


juga perlu melakukan perubahan di dalam sekolah. Perubahan di sekolah bisa
dimulai dari sekolah-sekolah penggerak yang bisa menjadi teladan bagi sekolah-
sekolah lainnya.
Sekolah penggerak adalah sekolah yang dapat menggerakkan sekolah-sekolah
lain. Sekolah penggerak bisa menjadi panutan, temoat pelatihan dan juga inspirasi
bagi kepala sekolah dan guru-guru lainnya
Guru-guru yang ada di sekolah penggerak memberikan pembelajaran
berlangsung searah saja, tetapi melalui beragam aktivitas yang menyenangkan dan
memuat kompetensi-kompetensi bernalar kritis, kolaborasi dan kreatif.
Ada 3 ciri utama yang dimiliki oleh sekolah penggerak dibandingkan sekolah-
sekolah lainnya. Yaitu, dalam sekolah penggerak selalu ada 3 banyak : banyak
tanya, banyak coba dan banyak karya. Ciri-Ciri Sekolah Penggerak,Menurut
Mendikbud, berikut adalah ciri-ciri dari sekolah penggerak :
1. Memiliki kepala sekolah yang mengerti proses pembelajaran siswa dan mampu
mengembangkan guru. Kepala sekolah di sekolah penggerak tidak hanya bisa
mengatur operasional suatu sekolah, melainkan juga bisa mengerti proses
pembelaharan siswa dan menjadi mentor untuk guru-guru di sekolah.
2. Berpihak pada siswa. Sekolah penggerak memiliki guru yang berpihak kepada
anak. Sekolah penggerak memiliki guru yang mengerti bahwa setiap anak
berbeda dan memiliki cara pengajaran yang berbeda.
3. Menghasilkan profil siswa. Sekolah penggerak mampu menghasilkan profil
siswa yang berakhlak mulia, independen dan mandiri, punya kemampuan
bernalar kritis, kreatif, gotong royong dan punya rasa kebinekaan dalam negara
dan global.
4. Dukungan komunitas. Sekolah penggerak memiliki komunitas di sekeliling
sekolah yang mendukung proses pembelajaran di dalam kelas.

Program pelaksanaan sekolah penggerak ini dilakukan melalui komunitas


penggerak dan guru penggerak. Keduanya bersinergi membantu hadirnya sekolah
penggerak yang secara bersama memajukan pendidikan di Indonesia.
Komunitas memiliki peran penting untik bersama-sama meningkatkan kualitas
pendidikan. Dalam komunitas penggerak, semua pemangku kepentingan bersama-
sama menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran yang relevan dan berdampak bagi
peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Organisasi penggerak adalah organisasi kemasyarakatan yang bergerak di
bidang pendidikan terutama organisasi-organisasi yang sudah memiliki rekam jejak
yang baik dalam implementasi program pelatihan guru dan kepala sekolah.
Organisasi penggerak ini adalah kumpulan organisasi kemasyarakatan bidang
pendidikan yang berpartisipasi dalam program penggerak akan diseleksi dan
diverifikasi oleh tim pakar independen. Organisasi yang terpilih akan
menyelenggarakan program rintisan peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah
pada bidang literasi dan numerasi serta karakter selama dua tahun ajaran mulai dari
2020 hingga 2022 pada jenjang PAUD hingga SMP termasuk sekolah-sekolah luar
biasa (SLB).
Dengan gotong royong tri-sector partnership, Kemendikbud selaku otoritas
penyelenggara negara di bidang pendidikan nasional, bisa merangkul lebih banyak
lagi organisasi-organisasi yang relevan baik di sektor pemerintahan, perusahaan
(melalui CSR dan filantropi), maupun masyarakat sipil untuk mensukseskan POP.
Kepemimpinan Nadiem Makarim akan sangat berpengaruh dalam konsolidasi
mensukseskan "gotong royong" tri-sector partnership ini.
Pada akhirnya, gotong royong tri-sector partnership akan menguntungkan
semua pihak. Pemerintah untung karena mendapat kepercayaan publik dalam
pembangunan pendidikan. Perusahaan (melalui CSR dan filantropi) untung karena
ikut andil memecahkan tantangan pendidikan nasional, sehingga mendapat leverage
sebagai responsible corporate citizens yang akan membantu keberlanjutan bisnis.
Masyarakat sipil untung karena mendapat dukungan pendanaan baik dari
pemerintah maupun perusahaan (CSR dan filantropi).
Untuk strategi ulang gotong royong tri-sector partnership ini, Mendikbud sudah
melakukan hal yang benar dengan meminta maaf dan mengajak Muhammadiyah,
NU, dan PGRI agar mau kembali menjadi bagian dari POP. Mendikbud juga perlu
mengajak perusahaan (melalui CSR dan filantropi) untuk mau berpartisipasi dalam
POP sesuai dengan kekuatan relatifnya, yaitu "ikut urunan" pendanaan alih-alih
menerima pendanaan dari Kemendikbud.
Melihat nature masing-masing organisasi di atas yang terbukti punya komitmen
besar untuk mendukung pendidikan nasional baik masyarakat sipil seperti
Muhammadiyah, NU, dan PGRI, atau CSR dan filantropi seperti Yayasan Putera
Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto, kiranya niat baik untuk strategi ulang
gotong royong POP ke dalam tri-sector partnership tidak akan terlalu sulit untuk
dilakukan oleh Mendikbud.
B. Kontra
Dunia pendidikan di Indonesia tidak pernah selesai untuk diperbincangkan, mulai
dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemendikbud sampai dengan tataran riil di
lapangan, terlebih pada masa mas Menteri Nadiem Anwar Makarim memimpin
Kemendikbud. Sosok menteri yang satu ini sangat fenomenal, karena banyak beberapa
hal, yaitu: usianya paling muda, latar belakang pendidikan, bidang usaha yang ditekuni
sebelumnya, gagasan dan kebijakan-kebijakan baru yang dibuatnya.
kebijakan merdeka belajar episode 3 tentang perubahan pola penyaluran dan
penggunaan Dana Operasional Sekolah (BOS), berlanjut pada kebijakan merdeka belajar
episode 4 tentang Program Organisasi Penggerak (POP). Kebijakan POP ini melibatkan
organisasi masyarakat bidang pendidikan, terutama organisasi-organisasi yang sudah
memiliki rekam jejak yang baik dalam implementasi program pelatihan guru dan kepala
sekolah, dengan tujuan meningkatnya kemampuan profesional para pendidik dalam
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.
Program Organisasi Penggerak ini diarahkan untuk menginisiasi Sekolah Penggerak
yang idealnya memiliki empat komponen, yaitu:
1. Kepala Sekolah memahami proses belajar siswa dan mampu mengembangkan
kemampuan guru dalam mengajar
2. Guru berpihak kepada siswa dan mengajar sesuai dengan tahap perkembangan siswa
3. Siswa menjadi senang belajar, berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif,
kolaboratif, dan berkebinekaan global dan
4. Terwujudnya Komunitas Penggerak yang terdiri dari orangtua, tokoh, serta organisasi
kemasyarakatan yang diharapkan dapat menyokong sekolah dalam meningkatkan
kualitas belajar siswa.
Kebijakan POP ini akan dilaksanakan pada tahun 2020-2022, dimana Organisasi
Penggerak akan menyelenggarakan pelatihan dalam program rintisan peningkatan
kualitas guru dan kepala sekolah selama dua tahun ajaran. Pelatihan ini nantinya
dilakukan kepada pendidik jenjang PAUD, SD dan SMP dengan target sasaran peserta
sebanyak 50.000 guru dan 5.000 kepala sekolah.
Dalam kebijakan POP ini Kemendikbud akan memberikan bantuan dana dengan
tiga kategori, yaitu kategori gajah mendapat bantuan 20 milyar per tahun dengan target
lebih dari 100 sekolah, kategori macan mendapat bantuan 5 milyar per tahun dengan
target 21-100 sekolah, dan kategori kijang mendapat bantuan 1 milyar per tahun dengan
target 5-20 sekolah. Total dana yang akan digulirkan Kemendikbud dalam POP ini
sebesar 567 milyar per tahun. Setelah Kemendikbud mengumumkan nama-nama
organisasi penggerak yang dinyatakan olos dan berhak mendapat bantuan dana dalam
tiga ketegori tersebut, kemjudian menjadi heboh, karena Muhammadiyah mundur dari
POP, yang kemudian diikuti oleh NU.
Muhammadiyah dan NU Mundur dari POP, Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat
Muhammadiyah menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam Program Organisasi
Penggerak (POP) yang diluncurkan Kemendikbud, dengan tiga pertimbangan, sebagai
berikut:
1. Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh
Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah
dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka. Sehingga,
tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian
besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi
Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020
Nomer 2314/B.B2/GT/2020.
2. Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal
sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya
membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak
mendapatkan bantuan dari pemerintah.
3. Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam
meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah
dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun
tanpa keikutsertaan kami dalam Program Organisasi Penggerak ini.
Dengan mundurnya Muhammadiyah dari POP ini, apalagi setelah NU menyusul
menyatakan mundur juga, maka POP ini akan menjadi pincang, karena tidak diikuti oleh
dua organisasi kemsyarakatan terbesar di Indonesia yang mempunyai rekam jejak sangat
panjang dalam menyelenggarakan pendidikan, bahkan mempunyai lembaga pendidikan
mulai PAUD, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, dan Perguruan Tinggi yang
jumlahnya puluhan ribu.
Mundurnya Muhammadiyah dan NU dari POP ini menjadi bahan pembicaraan
yang luas dari berbagai kalangan, baik ekskutif, legislatif, organisasi sosial
kemasyarakatan, baik secara kelembagaan maupun perorangan. Untuk itu Kemendikbud
perlu melakukan peninjauan kembali kebijakan POP ini, sehingga dikemudian hari tidak
banyak menimbulkan masalah. Mundurnya Muhammadiyah dari POP tidak berpengaruh
terhadap pelaksanaan pendidiian di sekolah-sekolah Muhammadiyah, karena selama ini
Muhammadiyah sudah terbiasa mandiri dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pertanyaan diawali dari kriteria panitia seleksi Kemendikbud soal siapa yang
masuk kriteria Gajah, Macan, dan Kijang. Hal ini karena dari 28 organisasi yang masuk
kriteria Gajah itu dikabarkan ada yang hanya sebagai embaga bimbingan belajar. Itu
pun kiprahnya setingkat kabupaten.
Melihat ini, wajar saja jika ormas pendidikan selevel Muhammadiyah, NU, dan
PGRI merasakan keraguan terhadap POP ini. Sepertinya tiga ormas besar ini khawatir
hanya dijadikan legitimasi dari sebuah program “siluman” yang boleh jadi hanya untuk
mengejar target anggaran APBN.
Sorotan kedua yang diangkat sejumlah media adalah pada kalkulasi anggarannya.
Total semua kriteria dengan sejumlah organisasi akan menghabiskan anggaran sebesar
887 milyar rupiah. Padahal total anggarannya hanya sebesar 595 milyar rupiah.
Sederhananya, untuk kriteria Gajah saja dengan 28 ormas dan per ormasnya mendapat
20 milyar, berarti akan menghabiskan anggaran sebesar 560 milyar.
Aneh bin ajaib memang. Di tengah krisis pendidikan saat pandemi ini, di tengah
anak-anak didik di daerah kedodoran soal alat dan sarana; masih sempat-sempatnya
Kemendikbud menggolkan sebuah program yang sepertinya mengandung cacat kriteria
peserta dan anggaran. Sejumlah kalangan pun meminta agar program POP ini setidaknya
ditunda, agar tidak terjadi salah kriteria dan anggaran.
Program Organisasi Penggerak yang diinisiasi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mendapat sorotan. Setelah muncul kritik karena meloloskan Tanoto
Foundation dan Sampoerna Foundation untuk mendapatkan bantuan dana, kali ini
Muhammadiyah memutuskan mundur dari program itu. Muhammadiyah menilai kriteria
pemilihan organisasi masyarakat yang lolos dalam tahap evaluasi proposal tidak jelas.
“Karena tidak membedakan antara lembaga CSR (tanggung jawab sosial perusahaan
atau corporate social responsibility) yang sepatutnya membantu dana pendidikan,
dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah
Polemik keputusan Kemendikbud dalam pemberian bantuan dana POP kepada
organisasi penggerak yang telah diumumkan, perlu mendapat perhatian serius dari
Kemendikbud. Jika ada peninjauan kembali, maka dana tersebut bisa dimanfaatkan
untuk menyelesaikan beberapa masalah pendidikan yang lebih urgen.
Ada lima masalah pendidikan yang lebih urgen untuk mendapatkan perhatian dan
penanganan yang lebih serius dan segera, yaitu:
1. Terbatasnya fasilitas di sekolah dan kuota internet yang mendukung pelaksanaan
pembelajaran jarak jauh (PJJ)
2. Banyak daerah yang belum memiliki area akses internet yang bisa dimanfaatkan
untuk mendukung PJJ
3. Berkurangnya pemasukan keuangan lembaga pendidikan secara signifikan karena
dampak Covid-19 dibidang ekonomi dan keuangan
4. Banyak lembaga pendidikan belum mempunyai sarana dan prasarana yang memenuhi
standar pelayanan minimal
5. Banyak guru dan tenaga kependidikan dengan penghasilan yang sangat rendah dan
memprihatinkan.
Program Organisasi Penggerak Rawan Tak Tepat Sasaran Pakar pendidikan
Darmaningtyas berpendapat Program Organisasi Penggerak seharusnya tidak melibatkan
organisasi besar yang memiliki banyak uang karena tidak layak mendapat kucuran dana
hibah pemerintah. Sebaliknya, organisasi besar harusnya membantu menyokong dana
program itu melalui CSR.
Saat ini lebih dari 46 ribu sekolah tidak dapat melakukan pembelajaran jarak jauh
karena infrastruktur tidak memadai. Hal ini tidak hanya terjadi di daerah tertinggal,
terluar, dan terdepan (3T), tapi juga Jakarta dan kota penyangga sekitarnya.
Setelah mengamati berbagai respons masyarakat, penulis menangkap setidaknya
tiga kegelisahan yang menjadikan POP kontroversial. Pertama, dua organisasi yang lolos
seleksi POP dikenal luas sebagai organisasi Corporate Social Responsibility (CSR) dari
dua perusahaan raksasa, yaitu Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto.
Lolosnya dua organisasi CSR yang sudah sangat kaya sumber daya finansial ini melukai
rasa keadilan di tengah masyarakat.
Kedua, lolosnya dua organisasi CSR di atas memunculkan kesan bahwa seleksi
POP oleh Kemendikbud tidak jelas dan tidak transparan, sehingga memunculkan distrust
terhadap POP. Lolosnya organisasi-organisasi yang dianggap tidak jelas rekam jejaknya
menambah ketidakpercayaan ini, terlepas Kemendikbud sejak awal sudah mengklaim
bahwa seleksi POP dilakukan secara transparan, independen, dan akuntabel.
Ketiga, adanya sense of crisis akibat pandemi Covid-19 yang mengubah dunia
pendidikan secara fundamental. Menurut Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI),
pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan dunia pendidikan. Pembelajaran Jarak Jauh
(PJJ) membutuhkan infrastruktur listrik dan internet yang di lapangan sama sekali tidak
menunjang, terutama di wilayah 3T. PJJ juga sangat menyulitkan siswa, guru, dan
orangtua karena adanya ketimpangan akses terhadap sarana pendukung seperti telepon
seluler, laptop, dan kuota internet.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas, Muhammadiyah, Nahdlatul
Ulama (NU), kemudian disusul oleh PGRI menyatakan diri keluar dari POP. Sikap tiga
organisasi masyarakat sipil tersebut jadi wake up call bagi Mendikbud untuk meninjau
kembali POP, mengingat relevansi dan signifikansi ketiganya di masyarakat sipil
penggerak pendidikan.
Evaluasi lanjutan terhadap POP akan dilakukan secara intensif sekitar satu bulan
ke depan, melibatkan para pakar pendidikan, organisasi masyarakat, dan lembaga negara
di luar Kemendikbud. Rencana ini patut diapresiasi sekaligus dikawal untuk memastikan
outcome kebijakan yang tidak lagi kontroversial.
Akar Masalah
Dalam pengamatan penulis menggunakan perspektif public management, salah
satu akar masalah dari kontroversi POP adalah rancunya format "gotong royong" POP,
yang berdasarkan komunikasi publik dari Kemendikbud sendiri dipahami secara luas
sebagai pendanaan oleh Kemendikbud kepada organisasi-organisasi yang lolos seleksi.
Ini terutama terkait dengan lolosnya dua organisasi CSR sebagaimana disebut
sebelumnya. Sudah jamak diketahui bahwa Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan
Bhakti Tanoto merupakan organisasi CSR dari dua perusahaan raksasa dengan
kemampuan sumber daya finansial yang besar. Kontribusi keduanya terhadap gerakan
pendidikan selama ini memang patut diapresiasi sebagai contoh positif dari profil
responsible corporate citizens yang ikut andil terhadap pemecahan tantangan pendidikan
di Indonesia.
Meskipun Kemendikbud akhirnya mengklarifikasi bahwa Yayasan Putera
Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto akan menggunakan skema pendanaan mandiri,
fakta bahwa keduanya merupakan organisasi CSR perusahaan raksasa tetapi dalam
seleksi POP dikategorikan "sama" dengan organisasi masyarakat sipil lainnya, tidak bisa
begitu saja diterima.
Mendikbud perlu strategi ulang format gotong royong POP ke dalam multi-
sektor antara Kemendikbud, perusahaan (melalui CSR dan filantropi), dan masyarakat
sipil untuk memberi kejelasan posisi masing-masing organisasi dalam gotong royong
POP menurut karakternya yang khas sehingga bisa mengurangi kegelisahan di tengah
masyarakat.
Tri-sector Partnership. Menimbang adanya momentum evaluasi lanjutan POP
dalam satu bulan ke depan, strategi ulang format gotong royong POP masih mungkin
dilakukan. Penulis ingin mengusulkan tri-sector partnership kepada Mendikbud sebagai
format gotong royong POP yang baru. Model tri-sector partnership dikenal dalam public
management, salah satu perspektif penting dalam kebijakan publik.
Tri-sector partnership meniscayakan kerja sama strategis antara pemerintah,
perusahaan (melalui CSR dan filantropi), dan masyarakat sipil untuk menangani
masalah-masalah publik yang pelik seperti tantangan pendidikan nasional di Indonesia.
Dalam tri-sector partnership, profil masing-masing sektor yaitu Kemendikbud,
perusahaan (melalui CSR dan filantropi), dan organisasi masyarakat sipil yang sudah
lolos atau potensial untuk dirangkul dalam POP perlu didefinisikan secara jelas, lengkap
dengan analisis kekuatan dan kelemahan relatif masing-masing. Ini penting untuk
sinergi, agar gotong royong POP bisa tinggal landas.
Sebagai gambaran awal, dan ini sangat terbuka untuk analisis lebih lanjut,
Kemendikbud dalam tri-sector partnership memiliki kekuatan relatif yang tidak dimiliki
oleh perusahaan (melalui CSR dan filantropi) maupun masyarakat sipil, yaitu
kewenangan, komando, koordinasi, regulasi, juga anggaran negara.
Tapi Kemendikbud juga punya kelemahan relatif, yaitu kurangnya kepercayaan
publik terhadap POP yang disebabkan oleh gap komunikasi publik, juga oleh blunder-
blunder kebijakan yang dianggap kurang sensitif terhadap kompleksitas realitas
persoalan pendidikan di tengah masyarakat. Penulis kira ini masalah utama yang
memicu keluarnya Muhammadiyah, NU, dan PGRI dari POP.
Perusahaan (melalui CSR dan filantropi), dalam hal ini Yayasan Putera Sampoerna
dan Yayasan Bhakti Tanoto, dan juga organisasi-organisasi CSR lain yang relevan untuk
dirangkul oleh Kemendikbud, punya kekuatan relatif berupa kemampuan sumber daya
finansial untuk mendukung program pendidikan nasional. Tetapi, sektor ini punya
kelemahan relatif yaitu kurangnya insentif, legitimasi, dan keahlian.
Organisasi masyarakat sipil punya kekuatan relatif yaitu kredibilitas di tengah
masyarakat, legitimasi, dan keahlian dalam sejarah panjang pendidikan nasional.
Organisasi masyarakat sipil juga punya kelemahan relatif yang persis merupakan
kekuatan relatif dari pemerintah dan perusahaan (melalui CSR dan filantropi), yaitu
kecenderungan under funded atau kurangnya pendanaan untuk mendukung program
pendidikan yang berkelanjutan.
Penulis yakin, dengan strategi ulang gotong royong tri-sector partnership,
Kemendikbud bahkan bisa mendapatkan lebih banyak lagi dukungan perusahaan
(melalui CSR dan filantropi) untuk memberi pendanaan kepada lebih banyak lagi
organisasi masyarakat sipil yang belum terangkul dalam POP karena keterbatasan
pendanaan dari Kemendikbud.
BAB III
KESIMPULAN

A. Pro
Program organisasi penggerak merupakan terobosan yang belum pernah
dilakukan sebelumnya, di mana pemerintah menggandeng masyarakat sipil beserta
dengan pendanaannya. Program ini juga disebut cukup strategis untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia.
organisasi-organisasi ini tidak bisa lepas juga dari apa yang digariskan untuk
sekolah. Kalau seandainya ada organisasi yang ingin melakukan sesuatu yang tidak
langsung berhubungan, tetapi memberikan dampak positif terhadap literasi,
numerasi, dan karakter, mereka bisa menjadi bagian daripada pengembangan
sekolah.
organisasi-organisasi yang selama ini bergiat di bidang pendidikan akan
menyambut baik program organisasi penggerak. Bekerja sama dengan pemerintah
akan memberi mereka kemudahan tertentu.
Melihat update dari Mendikbud, POP memang inovatif. Inisiatif ini punya niat
baik untuk melibatkan partisipasi publik, "gotong royong" memberdayakan
organisasi masyarakat sipil dengan bantuan pendanaan untuk berbagi praktik-praktik
terbaik pendidikan melalui pelatihan peningkatan kualitas guru. Harapannya, inisiatif
ini akan mendukung peningkatan hasil belajar siswa di sekolah.
Praktik-praktik terbaik pendidikan memang seringkali sudah dijalankan oleh
organisasi masyarakat sipil yang aktif dalam gerakan pendidikan. Dengan POP,
Kemendikbud akan bisa belajar dari masyarakat sipil, menemukan bibit-bibit inovasi
yang bisa dijadikan referensi untuk memetakan kebijakan-kebijakan yang efektif
bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional ke depan.

B. Kontra
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus transparan
dalam seluruh proses program Organisasi Penggerak. Mulai dari proses pendaftaran
hingga implementasi dari organisasi-organisasi yang terpilih.
Keterlibatan masyarakat sipil diperlukan untuk dapat menilai kapabilitas
organisasi yang dipilih dalam program ini. Salah satu bentuk transparansi yang bisa
dilakukan dengan membuka atau memberi akses kepada publik terhadap profil
organisasi lengkap tersebut di situs resmi Kemendikbud.
Langkah ini diperlukan untuk menepis kemungkinan munculnya persepsi kalau
Kemendikbud hanya bagi-bagi proyek kepada pihak-pihak terdekatnya. Hal ini,
serupa dengan ketika pemerintah menggelar tender untuk suatu proyek atau program
tertentu.

Anda mungkin juga menyukai