PENDIDIKAN
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Pendidikan
Dosen: Yuna Mampuni. R, S.Pd.,MM.MPd.
disusun oleh:
1. Imas Sari Rukmana 2C (112060061)
2. Epa Khodijah 2D (112060082)
3. UlfahWantika 2D (112060067)
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T atas limpahan karunia, rahmat, serta
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk mata
kuliah PROFESI PENDIDIKAN dengan judul: Pengaruh Dana BOS terhadap Peningkatan
Mutu Pendididkan.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ibu Yuna Mumpuni Rahayu, S.Pd.,M.M.Pd. selaku dosen pembimbing pembuatan makalah.
2. Semua pihak yang telah membantu kami menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan
oleh penulis.
Terlepas dari segala kekurangan, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 2
1.3 Tujuan..................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Dana BOS
1. Definisi Dana BOS......................................................
2. Tujuan Dana Bantuan Operasional Sekolah................
3. Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah........
4. Landasan Hukum BOS.
5. Manfaat BOS dalam penyelenggaraan pendidikan.
6. Konsep Bantuan Operasional Sekolah.
7. Pengawasan, Pemeriksaan, dan Sanksi Dana Bantuan
Operasional Sekolah....................................................
2.2 Mutu Pendidikan
1. Pengertian Mutu Pendidikan..........................................
2. Perkembangan Mutu Pendidikan di Indonesia........................................................................
3. Strategi peningkatan Mutu Pendidikan..........................
4. Manajemen sekolah sebagai upaya peningkatan Mutu
Pendidikan.........................
5. Pengaruh Dana BOS terhadap Mutu Pendidikan
diIndonesia
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan............................................................................
4.2 Saran......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
3. Landasan Hukum
7. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
8. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar.
9. Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia No. SE-02/PJ./2006,
tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan
Penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS) oleh Bendaharawan atau Penanggung-Jawab
Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di Masing-Masing Unit Penerima BOS.
Membantu peserta didik untuk mandapatkan pendidikan yang bebas biaya dan
bermutu. Masyarakat mempunyai pengharapan yang begitu tinggi dengan adanya pendanaan
biaya operasional pendidikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dapat berlangsung
dengan semestinya dan pihak-pihak yang terkait bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
Tahap awal penerapan program ini adalah dengan membebaskan biaya operasional bagi
peserta didik yang kurang mampu. Setelah penerapan pertama berlangsung sukses,
pemerintah mengubah tujuan BOS menjadi program pendidikan gratis bagi peserta didik di
sekolah dasar dan menengah pertama negeri dan swasta. Tujuan tersebut memaksakan
sekolah menyelenggarakan pendidikan yang bermutu tanpa mengurangi mutu pendidikan
yang telah dicapai oleh sekolah.
Program BOS dalam pemanfaatannya adalah untuk pemerataan dan perluasan akses,
program BOS juga merupakan program untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing
serta untuk tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Melalui program ini yang terkait
dengan pendidikan dasar 9 tahun, setiap pengelola program pendidikan harus memperhatikan
hal-hal berikut:
1. BOS harus menjadi sarana penting untuk meningkatkan akses dan mutu pendidikan dasar 9
tahun
2. Tidak adanya peserta didik miskin yang putus sekolah
3. Lulusan SD harus diupayakan keberlangsungan pendidikannya ke SMP;
4. Kepala sekolah mengajak peserta didik SD yang akan lulus dan berpotensi tidak melanjutkan
sekolah ditampung di SMP sementara, apabila terdapat peserta didik SMP yang akan putus
sekolah agar diajak kembali ke bangku sekolah.
5. Kepala sekolah bertanggung jawab mengelola dana BOS secara transparan dan akutabel
6. BOS bukan penghalang bagi peserta didik, orang tua, atau walinya dalam pemberian
sumbangan sukarela yang tidak mengikat kepada sekolah. Hal-hal diatas menjelaskan
peranan BOS dalam penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun. BOS adalah bantuan biaya
operasional sekolah namun bukan penghalang bagi sumbangan sekolah.
Dalam menetapkan alokasi dan BOS tiap sekolah perlu dipertimbangkan bahwa
dalam satu tahun anggaran terdapat dua periode tahun pelajaran yang berbeda, sehingga perlu
acuan sebagai berikut: alokasi dana BOS untuk periode tertentu misalnya Januari-Juli 2008-
2009 didasarkan pada jumlah siswa tahun 2009, alokasi BOS periode Juli-Desember 2009
didasarkan pada data siswa tahun pelajran 2009/2010 (sekolah diharapkan mengirimkan
jumlah data siswa kepada Tim Manajemen BOS Kab/Kota setelah pendaftaran siswa baru
tahun 2009 selesai. Untuk besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk BOS
Buku, dihitung berdasarkan jumlah dengan ketentuan sebagai berikut :
Agar pelaksanaan pendidikan gratis dapat terlaksana dan tercapai sesuai dengan
target, maka untuk penyaluran dananya dilakukan secara langsung dari lembaga penyalur
yang diberikan kewenangan oleh pemerintah ke rekening sekolah. Oleh karena itu, sekolah
penerima BOS harus memiliki rekening sekolah atas nama lembaga yang harus di
tandatangani oleh kepala sekolah dan bendahara BOS. Cara tersebut di anggap efektif dalam
mekanisme penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah yang dituju. Pengambilan dana BOS
dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai keperluan sekolah. Pasalnya, dengan dana BOS yang
ada seyogyanya telah membantu pemerintah daerah meringankan biaya operasional yang
ditanggung sekolah. Hal ini membuktikan bahwa BOS digunakan untuk membantu kegiatan
sekolah yang sesuai dengan kebutuhan sekolah untuk penyelenggaraan pendidikan, sehingga
sekolah yang telah mampu memenuhi kebutuhannya dapat mengalihkan dana BOS tersebut
kepada siswa yang tidak mampu agar pelaksanaan pendidikan gratis terlaksana. Namun
dalam buku panduan BOS tahun 2009, penyaluran dana disalurkan secara bertahap, yaitu
setiap periode tiga bulan, disalurkan pada bulan awal dari periode tiga bulan.
Penggunaan dana BOS di sekolah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan
bersama antara Tim Manajemen BOS Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah yang harus
didaftar sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RKAS/RAPBS, di samping dana yang
diperoleh dari Pemda atau sumber lain yang sah. Hasil kesepakatan penggunaan dana BOS
(dan dana lainnya tersebut) harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk berita acara rapat
yang dilampirkan tanda tangan seluruh peserta rapat yang hadir.
Dari seluruh dana BOS yang diterima oleh sekolah, sekolah wajib menggunakan
sebagian dana tersebut untuk membeli buku teks pelajaran atau mengganti yang telah rusak.
Buku yang harus dibeli untuk tingkat SD adalah buku mata pelajaran Pendidikan Agama,
serta mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, sedangkan tingkat SMP adalah buku
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan mata pelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi.
Adapun dana BOS selebihnya digunakan untuk membiayai kegiatan berikut:
1. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran,
penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk
sekolah gratis, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut
(misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan
siswa baru, dan lainnya yang relevan).
2. Pembelian buku referensi dan pengayaan untuk dikoleksi di perpustakaan (hanya bagi
sekolah yang tidak menerima DAK).
3. Pembelian buku teks pelajaran lainnya (selain yang wajib dibeli) untuk dikoleksi di
perpustakaan.
4. Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, pemantapan
persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, unit
kesehatan sekolah, dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam
pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba,
fotocopy, membeli alat olahraga, alat kesenian, perlengkapan kegiatan ekstrakulikuler, dan
biaya pendaftaran mengikuti lomba).
5. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah, dan laporan hasil belajar siswa
(misalnya untuk fotocopy/penggandaan soal, honor koreksi ujian, dan honor guru dalam
rangka penyusunan rapor siswa).
6. Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas,
bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan,
minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku
cadang alat kantor.
7. Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, termasuk untuk
pemasangan barujika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada
jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di
sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset.
8. Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecetan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan
jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik, dan
perawatan fasilitas sekolah lainnya.
9. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk
sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS.
10. Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus
untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau
sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS
untuk peruntukan yang sama.
11. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya
transport dari dan ke sekolah. Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat
transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu
penyebrangan, dll).
12. Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK termasuk tinta printer, CD dan
flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan
laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos;
13. Pembelian komputer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-
masing maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran;
14. Bila seluruh komponen 1 s.d 13 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih
terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga,
media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah.
Telah jelas apabila program BOS dapat diartikan sebagai bantuan pendidikan gratis
bagi siswa yang berada di jenjang pendidikan SD. Pelaksanaan BOS ini pun masih perlu
monitoring dan evaluasi oleh petugas yang ditunjuk dari sekolah sebagai usaha bagi
pemerintah dan pemerintah daerah untuk merealisasikan penuntasan pendidikan wajib belajar
dasar 9 tahun yang bermutu, agar dapat menciptakan masyarakat yang beradab dan berdaya
saing global.
BerdasarkanUU20tahun2003tentangSisdiknas,telahmengaturbahwapendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan
masyarakatsebesarminimal20%daribelanjanegara/daerah.Namun,perjuangan3tahun
paragurudalamwadahPGRImenuntutpemerintahSBYJKuntukmematuhiUU20/2003
agarAPBNmemberiporsi20%bagipendidikantidakdipatuhipemerintah.HinggapadaMei
2008, para guru berhasil mengugat APBN pemerintah SBYJK periode 2009 melalui
keputusan MK agar pemerintah SBYJK mematuhi UU 20/2003 sekaligus menandakan
kemenanganparaguru(maaf,bukaninisiasipartai/politkusyanggemarmempolitisasiAPBN
20%adalahhasilusahanya).
Sebelum Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan para guru pada Mei 2008,
akhirnyapemerintahSBYJKterpaksamematuhi20%anggaranpendidikandariAPBN.
Angkainimeningkatbakdisamparpetir,karenakitatahubahwasektorpendidikanpada
tahun2007hanyamenerimasebesar11.8%dariAPBN(Rp50.02triliun).Danpadatahun
2008 hanya 12% dari APBN (Rp 61.4 triliun).Dan pada tahun 2009, pemerintah baru
menganggarkanpendidikan20%APBNsetelahdigugatolehparagurumelaluiPGRI.Sekali
lagisayatekankan,agarrakyattidakdibodohiolehiklantidakbertanggungjawabkarena
secaratidaklangsungpembuatiklanmenghinaperjuanganparagurumelaluiPGRIyangsetia
selama3tahunmenggugatAPBNyangtidakmenganggarkan20%pendidikan.
Berikut ini saya sampaikan Buku Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas
PengelolaandanPertanggungjawabanDanaBantuanOperasionalSekolah(BOS)danDana
PendidikanDasarLainnya(DPL)TA2007dan2008.Dalammengaudithasillaporandana
BOSdandanapendidikanlainnya,BPKRImengambilujisamplingpada4.127sekolahdi62
kabupaten/kota,sertahasilpengolahankuesioneryangtelahdiisikepalasekolah.Catatan
penting:Datapenyalahgunaananggaraninihanyadisampling4127sekolahSD/SMPdari
sekitar 200.000 SD/SMP. Atau angka tertera hanya mencatat 2% dari total penyalahan
anggarandanaBOS.
Dari hasil audit dan pengolahan data di lapangan, maka diperoleh statisik penyelewangan
dana BOS dan dan pendidikan dasar lainnya sebagai berikut :
1. Sebanyak 62.85% sekolah tidak mencantumkan penerimaan BOS dan DPL (indikasi
korupsi). Sebanyak 62,84% sekolah yang disampling tidak mencantumkan seluruh
penerimaan dana BOS dan DPL dalam RAPBS dengan nilai Rp 479,96 miliar [TA 2007] dan
Rp 144, 23 miliar [TA 2008 semester I]. Padahal salah satu media perencanaan yang dipakai
sekolah dalam pengelolaan keuangannya adalah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah (RAPBS).
Penyalahaninidisebabkanoleh:1)petunjukteknisBOSdalampenyusunanRAPBS
tidakmengatursecarajelascarapenyusunandanmekanismepengesahandariRAPBS
menjadiAPBSdan2)Kepalasekolahtidaktransparandalammengeloladanasekolah.
1. Sebanyak 4.12% sekolah tidak mengratiskan biaya operasional sekolah pada siswa didiknya.
Dari 4.127 sekolah di 62 kabupaten/kota, diperoleh 47 SD (27 SD Negeri dan 20 SD Swasta)
dan 123 SMP (95 SMP Negeri dan 28 SMP Swasta) di 15 kabupaten/kota belum
membebaskan biaya/iuran bagi siswa tidak mampu di sekolah dan tetap memungut
iuran/biaya pendidikan seperti iuran ekstra kurikuler, sumbangan pengembangan sekolah, dan
iuran komputer kepada siswa.
2. Dana BOS sebesar Rp28.14 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya (indikasi korupsi).
Faktadilapangan:darihasilsampling4127sekolahterdapat2054sekolah(sebesar
49,79%)penerimadanaBOSmenyalahipenggunaandanaBOSsebesarRp28.14miliar
dengansebagaiberikut:
1. Biayatransportasikegiatanrekreasikepalasekolahdanguru.
2. Uanglelahkepalasekolah.
3. Biayapertemuanhariulangtahunyayasan(biasaterjadidisekolahswastayangdikelola
yayasan).
4. Dana BOS digunakan untuk membeli laptop, PC desktop, flash disk, dan peripheral
komputerlainnyayangtidakterkaitlangsungdenganmurid.
5. Membeliperalatanyangtidakberkaitanlangsungdenganmuridsepertidispenser,TV,antena
parabola,kursitamudiruangkepalasekolah,lemari,danlainlain.
6. Pembelian voucher hand phone, pemberian uang duka dan karangan bunga acara pisah
sambutkepaladinas,pembeliannotebookdanPCdesktop.
7. Melakukanrehabgedungsekolahyangtermasukdalamrehabsedangatauberat.
8. Biayahonordantransportasiguruuntukkegiatankegiatanpengembanganprofesiyangtelah
dibiayaidarisumberdanapemerintahpusatataupemerintahdaerahlainnyasepertiLPMP,
SKB,danPemda.
9. DanaBOSdipinjamkansementarauntukmembiayaihonorgurubantuatauhonorgurutidak
tetapyangbelumdibayarkanolehpemerintahdaerah.
10. BiayapartisipasiHUTKota/Kabupaten(mengikutiparadeHUTkotaataukabupaten).
11. Biaya konsumsi guru dari pagi s.d. siang hari (selain biaya teh, gula, dan kopi seperti
diperbolehkandalamjuklak)
Denganmengunakanujisampling(ujipetik)4127darisekitar200ribusekolah,maka
danaBOSyangtidakdigunakansesuaiperuntukandalamoperasionalsekolahmencapaiRp
1.4triliun.
1. Buku dana BOS buku sebesar Rp562.4 juta tidak sesuai dengan buku panduan BOS (indikasi
korupsi) dan senilai Rp656.7 juta belum/tidak dapat dimanfaatkan.Dari sampling 4127
SD/SMP di 62 kabupaten/kota, terdapa 134 sekolah di 14 kabupaten/kota senilai Rp 562.4
juta yang menggunakan dana BOS buku untuk membeli buku-buku pelajaran yang tidak
sesuai dengan juknis BOS buku. Secara statistik, angka penyalahaan BOS buku ini setara
dengan Rp 25 miliar untuk sekitar seluruh SD/SMP di Indonesia.
2. Terjadinya indikasi korupsi sebesar Rp 2.41 miliar dana safeguarding
Dalam pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan dana safeguarding.
1. PP38/2007tentangPembagianUrusanPemerintahanAntaraPemerintah,PemerintahDaerah
Provinsi,danPemerintahDaerahKab./Kota:
Urusanpemerintahyangwajibdiselenggarakanolehpemerintahdaerahyangterkaitdengan
pelayanandasar(basicservices)bagimasyarakat,sepertipendidikandasar...
2. RencanaKerjaPemerintah:
MulaiTahun2011,DanaBOSyangselamainidianggarkanmelaluianggaranKementerian
PendidikanNasionalakandipindahkankedanapenyesuaian,dimanadanaBOStersebutakan
disalurkanlangsungdariKasNegarakeKasDaerahkemudianakandisalurkanlangsungke
rekeningsekolahdenganmengikutimekanismeAPBD...
7. PENGAWASAN,PEMERIKSAANDANSANKSI
A. Pengawasan
PengawasanprogramBOSmeliputipengawasanmelekat,pengawasanfungsional,dan
pengawasanmasyarakat.
Sanksiterhadappenyalahgunaanwewenangyangdapatmerugikannegaradan/atau
sekolahdan/ataupesertadidikakandijatuhkanolehaparat/pejabatyangberwenang.Sanksi
kepada oknum yang melakukan pelanggaran dapat diberikan dalam berbagai bentuk,
misalnyasepertiberikut.
1. Penerapansanksikepegawaiansesuaidenganperaturandanundangundangyangberlaku
(pemberhentian,penurunanpangkat,mutasikerja).
2. Penerapan tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi, yaitu dana BOS yang terbukti
disalahgunakanagardikembalikankepadasatuanpendidikanataukekasdaerahprovinsi.
3. Penerapanproseshukum,yaitumulaiprosespenyelidikan,penyidikandanprosesperadilan
bagipihakyangdidugaatauterbuktimelakukanpenyimpangandanaBOS.
4. Pemblokirandanadanpenghentiansementaraseluruhbantuanpendidikanyangbersumber
dari APBN pada tahun berikutnya kepada 2provinsi/kabupaten/kota, bilamana terbukti
pelanggarantersebutdilakukansecarasengajadantersistemuntukmemperolehkeuntungan
pribadi,kelompok,ataugolongan.
2.2 MutuPendidikan
Menurut Hoy, Jardine, & Vood (2000: 10), mutu dalam pendidikan
adalah:
An evaluation of the process of educating with enhances the need
to achiev and develop the talents of the customers of the process, and
at the same time meets the accountability standards set by the clients
who pay for the process or the outputs from the process of educating.
a. Input pendidikan
Anonim (2002:7) memandang bahwa input pendidikan sebagaisegala sesuatu (berupa
sumber daya, perangkat lunak, dan harapan)yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses.Input sumber daya meliputi; manusia (kepala sekolah, guru, siswa,
karyawan lainnya) dan lainnya (infrastruktur, uang, bahan, dsb). Inputperangkat lunak
meliputistruktur organisasi sekolah, peraturanperundang-undangan, deskripsi tugas, rencana,
program kerja, dansebagainya. Input harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran yangingin
dicapai. Kesiapan input akan mempengaruhi berlangsungnyaproses dengan baik. Mutu input
diukur dengan tingkat kesiapan sumberdaya, perangkat lunak dan harapan yang tersedia
untuk berlangsungnyaproses.
b. Proses pendidikan
Anonim (2002: 7) memandang bahwa proses pendidikan sebagaiberubahnya sesuatu
menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yangberpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut
input, sedangsesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskalamikro
(tingkat sekolah), proses meliputi proses pengambilan keputusan,proses manajemen
kelembagaan dan program, proses belajar mengajar,dan proses monitoring dan evaluasi.
C. Output pendidikan.
Anonim (2002: 8) memandang bahwa output pendidikansebagai kinerja sekolah.
Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yangdihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja
sekolah dapat diukurdari kualitas, efektivitas, produktivitas, efisiensi, inovasi,
kualitaskehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Output sekolah dikatakanbermutu jika
prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar siswa,menunjukkan pencapaian yang tinggi
dalam: (a) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, ujian nasional, karya ilmiah,
lombaakademik, dan (b) prestasi non akademik, berupa IMTAQ, kejujuran,kesopanan,
olahraga, keterampilan, dan kegiatan ekstrakurikulerlainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh
banyak tahapan kegiatan yangsaling berhubungan (proses) seperti perencanaan, pelaksanaan,
danpengawasan.Apabila mutu berupa pemenuhan dan melampaui kebutuhanpelanggan, perlu
diketahui siapa pelanggannya. Apabila mutu berupa pemenuhan dan melampaui
kebutuhanpelanggan, perlu diketahui siapa pelanggannya.
Mutu pendidikan adalah karakteristik yang harus melekat padasistem pendidikan itu
sendiri. Kemampuan meningkatkan mutu harusdimiliki oleh sekolah sebagai suatu sistem
tersendiri tanpa bergantung padabantuan pihak luar termasuk pemerintah. Mutu pendidikan
merupakankemampuan manajemen dan teknis professional dari suatu sistempendidikan
(sekolah) dalam memanfaatkan faktor-faktor input agar dapatmenghasilkan output yang
setinggi-tingginya, dengan demikian, usaha-usahake arah peningkatan mutu pendidikan
diarahkan pada peningkatankemampuan sekolah (Sudarsono, 2008: 8).
a) Manajemen kurikulum
Dalam manajemen kurikulum kegiatan dititik beratkan kepadakelancaran pembinaan
sitausi belajar mengajar. Dalam manajemenkurikulum ada dua hal yang penting antara lain :
a. Organisasi Kurikulum
Organisasai kurikulum adalah pola atau bentuk penyusunanbahan pelajaran yang akan
disampaikan kepada murid-murid.(B.Suryosubroto: 2004 :33). Organisasi kurikulum sangat
eratberhubungan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai karenapola-pola yang
berbeda akan mengakibatkan isi dan carapenyampaian pelajaran berbeda pula (Nasution
dalam B.Suryasubroto, 2004 : 33).
Pola pengorganisasian kurikulum menurut B.Suryasubroto(2004) ada 3 macam, yaitu
Separated Subject Curriculum,Corrleated Curriculum, dan Integrated Curiculum.
Pertama, Separated Subject Curriculum adalah menyajikansegala bahan pelajaran
dalam berbagai macam mata pelajaran(subject) yang terpisah-pisah satu sama lain. Ada
pembatas antaramata pelajaran yang satu dengan yang lain, antara kelas yang satudengan
kelas lain. Dengan demikian contohnya adalah matapelajaran yang terdapat dalam Sekolah
Rakyat (sekarang SD)terdapat mata pelajaran ilmu tumbuh-tumbuhn, ilmu hewan, ilmutubuh
manusia, ilmu kesehatan, masih juga ada ilmu alam. Untukmasa sekarang mata pelajaran
tersebut terintegrasi menjadi IPA(Ilmu Pengetahuan Alam). Oleh karena itu konsep
dasarnyaberbeda dengan lima mata pelajaran terdahulu.Tetapi pengorganisian kurikulum
yang separated subjectcurriculum mempunyai kelebihan antara lain :
1) Bahan pelajaran disajikan secara sistematis dan logis
2) Sederhana, mudah disusun, mudah ditambah dan dikurangi(mudah diorganisasi)
3)Mudah dalam penilaian, karena pelajaran berdasarkan buku-bukutertentu, sehingga tes
hasil belajar seragam bagi seluruhsiswa.
4) Memudahkan guru dalam mengajar terutama guru yang sudahberpengalamankarena
sifatnya hanya mengulang materi yangpernah diberikan.
Selain kelebihan organisasi kurikulum separated subjectcurriculum ada kelamahannya
antara lain :
1) Mata pelajaran terlepas satu sama lain
2) Kurang memperhatikan masalah yang dihadapi sehari-hari
3) Adanya bahwa verbalistis karrena menghafal
4) Kurikulum cenderung statis dan ketingggalan zaman
Kedua, Correlated curriculum, yaitu organisasi kurikulumyang menghendaki adanya
hubungan Correlated antara matapelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain .
Prinsipberhungan dilaksanakan dengan cara : dua mata pelajaran diadakanhubungan secara
incidental, membahas masalah-masalah tertentudalam berbagai mata pelajaran,
mempersatukan bebrapa matapelajaran dengan menghilangkan batas-batas masing-masing.
Matapelajaran merupakan kesatuan yang tidak terbagi-bagi atasbeberapa bagian. Organisasi
ini sebagai modifikasi dari subjectcurriculum yang tradisional.
Kelebihan dari correlated curriculum adalah sebagai berikut :
1) Pengetahuan siswa integral tidak terpisah-pisah
2) Minat siswa bertamabah karena adanya hubungan yang eratantar mata pelajaran
3) Memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam
4) Mengutamakan pengetahuan dan prisnip-prinsip bukan fakta,Sedang kelemahan dari
correlated curriculum adalah sebagai
berikut :
1) sulit menghubungakan dengan masalah-masalah yang actualdalam keseharian
2) tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam
Ketiga, Integrated Curriculum, adalah pengorganisasiankurikulum yang meniadakan
batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan pelajaran dalam bentuk
unitataukeseluruhan. Dengan mata pelajaran sebagai unit maka melaluimata pelajaran mampu
membentuk kepribadian murid secaraintegral, apa yang diajarkan di sekolah diseusiakan
dengankehidupan sekitarnya.
Kelebihan dari integrated curriculum adalah sebagai berikut :
1) Yang dipelajari siswaadalah pengetahuan yang bertalian eratbukan fakta
2) Sesuai dengan kebutuhan siswa karena dihadapkan denganrealita
3) Memungkin terjadinya hubungan yang erat antara siswadengan masyarakat
4) Siswa aktif karena dirangsang untuk berfikir dan bekerja sendiri
5) Mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dankematangan siswa.
Kelemahan dari integrated curriculum adalah sebagai berikut :
1) Banyak guru yang belum siap
2) Kurikulumnya tidan terogasir secara sistematis
3) Memberatkan tugas guru
4) Tidak memungkinkan adanya ujian umum, sebab tidak seragam
5) Sekolah kekurangan alat untuk melaksanakannya
Bidang pendidikan merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam suatu negara,
khususnya negara Indonesia. Karena, pendidikan merupakan jalan utama untuk bangkit
meraih kemajuan dan kehormatan bangsa. Peningkatan kualitas mutu pendidikan harus
dijadikan prioritas utama. Pemerintah atau dalam hal ini Kemdiknas sebagai salah satu
elemen yang paling penting dalam negara mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam
upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. Dan dalam tujuh tahun
belakangan ini, suatu program Kemdiknas yaitu penyaluran bantuan dana untuk sekolah atau
lebih dikenal dengan sebutan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) cukup membantu
peningkatan sisi ekonomi masyarakat Indonesia.Tetapi diumur yang masih terbilang muda,
penyaluran dana BOS yang baru saja dimulai pada tahun 2005, sudah menuai banyak
permasalahan yang tidak seharusnya terjadi di dalam dunia pendidikan, yaitu diantaranya
kasus tentang terlambatnya pendistribusian dana BOS hingga tingkat sekolah, masih
rawannya penyelewengan dana BOS di tingkat kabupaten/kota, hingga kasus penyelewengan
dana BOS di tingkat sekolah. Terlambatnya pendistribusian dana BOS hingga tingkat
sekolah, meninggalkan masalah yang besar bagi sekolah. Akibatnya, banyak kepala sekolah
yang memutar otak, berakrobat menyiasati keuangan sekolahnya salah satunya dengan
meminjam dana yang berbunga kepada rentenir. Dengan kata lain keterlambatan penyaluran
dana BOS telah memaksa kapala sekolah dan bendahara sekolah untuk membenarkan
manipulasi menutupi kekurangan pengelolaan dana BOS. Hal ini dikarenakan dana BOS
yang disalurkan harus melalui daerah, selanjutnya kabupaten/kota barulah dana itu sampai di
sekolah. Alasannya, karena adanya otonomi daerah. Hal ini yang menyebabkan rawannya
penyelewengan dana BOS, atau digunakan diluar keperluan BOS. Tetapi meskipun dana BOS
tetap sampai ke sekolah, tidak menutup kemungkinan adanya penyelewengan dengan modus
yang tidak biasa.Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri mengatakan
bahwa penyelewengan bisa saja terjadi, kalau kepala sekolah diminta menyetorkan sejumlah
dana kepada kepala dinas pendidikan kabupaten/kota. Berdasarkan data dari ICW (Indonesian
Coruption Watch) pada tahun 2005 2009 setidaknya aparat penegak hukum telah menindak
kasus korupsi di bidang pendidikan termasuk korupsi dana BOS yang mengakibatkan
kerugian uang negara sebesar Rp 243 juta. Contoh lain pada tahun 2011 lalu, terjadi peristiwa
yang menimpa salah satu SD negeri di Jakarta yakni plafon ruang kelas sekolah yang
ambruk, yang mengakibatkan 2 siswa terluka. Padahal bangunan di SD negeri tersebut, baru
di rehab pada tahun 2009 lalu. Jelas, hal ini mengindikasikan adanya praktik korupsi dalam
pengelolaan dana BOS.
Beberapa hal di atas sungguh membuat prihatin akan keadaan pendidikan di
Indonesia. Para pendidik yang seharusnya mengajarkan nilai nilai moral yang baik, malah
mencontohkan perilaku yang buruk terhadap siswa atau pelajarnya. Menanggapi hal tersebut,
Menteri Pendidikan Nasional mengambil kebijakan merubah mekanisme penyaluran dana
BOS. Jika pada tahun tahun sebelumnya dana BOS disalurkan dari Kemenkeu ke
Kemendiknas dan disalurkan ke kantor Diknas tingkat provinsi, kabupaten/kota lalu baru
sanpai ke sekolah sekolah, pada tahun 2011 mekanisme itu diubah menjadi dari Kemenkeu
langsung ke kantor Diknas kabupaten/kota melalui dana APBD selanjutnya langsung sampai
ke sekolah sekolah. Dalam hal ini Kemendiknas bekerja sama dengan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dalam mengawasi proses penyaluran dana BOS hingga sampai di
tingkat sekolah. Tak lupa, Mendiknas juga meminta kepada masing masing DPRD untuk
memonitoring penyaluran dana BOS. Hal yang juga tak kalah pentingnya adalah partisipasi
yang aktif dari masyarakat khususnya komite sekolah untuk mengawasi penggunaan dana
BOS di tingkat sekolah.
Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu:
1. Angka partisipasi pendidikan dasar,
2. Angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas,
3. Angka partisipasi menurut kesetaraan jender,
4. Angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
Sebenarnya dana BOS dapatmeningkatkan mutu pendidikan jika penggunaan dan
pengelolaannya sesuai dengan semestinya. Hal ini disebabkan dengan BOS adanya
danakegiatan operasional personil dan kegiatan operasional non personildapat berjalan
dengan baik. Dengan adanya dana BOS kegiatan personilseperti biaya kesejahteraan guru dan
pengembangan perofesi guru berjalandengan baik, sehingga kegiatan pembelajaran
meningkat. Denganlancarnya kegiatan operasionil personil maka mutu
pembelajaranmeningkat, dengan demikian mutu pendidikan juga meningkat. Selain itudengan
adanya dana BOS kegiatan operasional non personil sepertibantuan untuk tiap siswa, biaya
evaluasi, biaya pemeliharaan peralatansekolah, biaya daya dan jasa juga berjalan dengan baik
dan lancar, serta siswa dapatbelajar dengan baik, dan guru dapat melaksanakan tugasnya
dengan baikkarena meningkat kompetensi guru yang diperoleh melalui Diklat danMGMP.
BAB III
1.2. PEMBAHASAN
1. Mengapa ada Dana BOS?
Meningkatnya kebutuhan dalam pendidikan, mendorong pemerintah Indonesia
menyalurkan berbagai bantuan demmi kelangsungan pendidikan di Indonesia, salah satunya
adalah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana bantuan operasional Sekolah (BOS)
diperuntukkan bagi setiap sekolah tingkat dasar di Indonesia dengan tujuan meningkatkan
beban biaya pendidikan demi tuntasnya wajib belajar sembilan tahun yang bermutu.
Secara khusus seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar negeri maupun
sekolah swasta bebas dari beban biaya operasional sekolah. Seluruh siswa Sekolah Dasar
(SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri bebas dari biaya operasional sekolah,
kecuali Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI). Meringankan beban biaya operasional siswa di sekolah swasta. Namun masih kita
temukan berbagai kendala dalam penyaluran dan realisasi dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS). Untuk itu kami berusaha mempelajari tentang dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) mencari setiap kendala dan kasus, hingga berusaha mencari solusi dari setiap kendala-
kendala tersebut.
Salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun diukur dengan Angka
Partisipasi Kasar (APK) tingkat SD dan SMP. Pada tahun 2005 APK SD telah mencapai
115% dan MI/PPS telah berkontribusi di dalamnya sebesar 12,44%. Sedangkan APK SMP,
pada tahun 2009 telah mencapai 98,11% dan MTs/PPs Wustha telah berkontribusi di
dalamnya sebesar 21,97%. Dengan demikian, maka program wajar 9 tahun telah tuntas 7
tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All (EFA) di Dakar. Program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara
signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun
2009 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS,
dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas. Mulai tahun 2011, mekanisme penyaluran
dana BOS pada madrasah swasta dan PPS mengalami perubahan, yaitu penyalurannya
langsung ke rekening madrasah dan PPS dari KPPN tanpa melalui lembaga penyalur dan
rekening penampung.
Sedangkan dana BKM diberikan dalam bentuk cash (tunai) kepada pihak sekolah atau
siswa. Pengucurun dana ini kesekolah diragukan karena kemampuan dan pengalaman sekolah
mengelola dana bantuan yang belum matang.Sekolah yang tidak berpengalaman disinyalir
perencanaan atau perubahan terhadap APBS penuh rekayasa.Mengingat pencairan dana BOS
mensyaratkan, bila APBS sekolah di bawah jumlah dana BOS, maka sekolah harus
menggratiskan semua biaya pendidikan. Sebaliknya, bila APBS sekolah diatas sana BOS,
sekolah diperbolehkan mencari dana tambahan lain dari masyarakat. Hasil studi ini adalah
BOS sudah diketahui masyarakat tetapi belum sebagaimana yang dimaksudkan dalam
petunjuk. Pertemuan, tetapi pemahaman yang benar dari warga sekolah belum benar. Isu
tentang BOS banyak dimuat di media massa tetapi pada dasarnya hanya menguraikan kasus-
kasus pelaksanaan BOS. Hanya sekolah sebagai pengelola BOS belum cukup terbuka, belum
melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan.
Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) yang dimaksud dalam PKPS-BBM Bidang
Pendidikan secara konsep rnencankup komponen untuk biaya operasional non personil hasil
studi Badan Penelitian dan Pengembangan Departernen Pendidikan Nasional (BALITBANG
DEPDIKNAS ). Namun karena Biya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka
penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong
dalam biaya personil dan biaya investasi. Perlu ditegaskan hahwa prioritas utama BOS adalah
untuk biaya operasional non personil bagi sekolah, bukan biaya kesejahteraan guru dan bukan
biaya untuk investasi.
Oleh karena keterbatasan dana B0S dan pemerintah Pusat, maka biaya investasi
sekolah dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lainnya dengan prioritas utama
dari sumber pemerintah daerah. Semua Sekolah Negeri dan Swasta berhak memperoleh
BOS. Khusus sekolah swasta harus memiliki ijin operasional (program penyelenggaraan
pendidikan). Sekolah yang bersedia menerima B0S harus menandatangani Surat Perjanjian
pemberian bantuan dan bersedia mengikuti ketentuan yang tertuang dalam buku petunjuk
pelaksanaan.
Sekolah kaya/ mapan yang mampu secara ekonomi yang saat ini memiliki penerimaan
lebih besar dari dana BOS mempunyai hak untuk menolak BOS tersehut. Sehingga tidak
wajib untuk melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam buku petunjuk
pelaksanan. Keputusan atas penolakan BOS harus melalui persetujuan orang tua siswa dan
komite sekolah, bilamana di sekolah terdapat siswa miskin, sekolah harus dapat menjamin
kelangsungan siswa tersebut.
Bagi sekolah yang telah menyelenggarakan pendidikan gratis pada periode sebelumnya,
maka sekolah tersebut harus tetap membebaskan semua bentuk pungutan sumbangan atau
iuran kepada seluruh peserta didik. Bagi sekolah yang masih memungut pungutan,
surnbangan atau iuran pada periode sebelumnya yang dikarenakan terdapat selisih antara
RAPBS (kebutuhan personil sekolah) dan BOS, sekolah masih harus mengikuti ketentuan
sebagai berikut:
(1). Apabila di sekolah tersebut terdapat siswa miskin. maka sekolah diwajibkan
membebaskan pungutan/sumbangan iuran seluruh siswa yang ada di sekolah tersebut. Sisa
dana BOS (bila masih ada) digunakan untuk mensubsidi siswa lain.
(2). Bagi sekolah yang tidak mempunyai siswa miskin, maka dana BOS digunakan
mensubsidi seluruh siswa, sehingga dapat mengurangi semua bentuk pungutan
sumbangan/iuran yang dibebankan kepada orang tua siswa minimum senilai dana BOS yang
diterima sekolah.
Depdiknas akan meluncurkan sembilan program utama tahun 2006. Salah satunya
adalah bantuan operasional sekolah (BOS) untuk buku teks pelajaran (BOS Buku), BOS buku
diberikan kepada siswa-siswa SD dan SMP di daerah-daerah terpencil dan tertinggal yang
ada di 9-12 provinsi di Indonesia.
Depdiknas bersama DPR telah sepakat mengalokasikan dana Rp 800 miliar dari
APBN untuk BOS buku tahun 2006. BOS buku teks ini diberikan kepada siswa-siswa SD dan
SMP yang ada di daerah-daerah terpencil dan tertinggal dalam rangka penuntasan wajib
belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun. Pola penyaluran BOS buku ini sama dengan
pola penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS), yaitu menggunakan pola block
grant. BOS buku, diberikan untuk buku teks pelajaran saja, tidak termasuk buku pengayaan.
Pada prinsipnya pihak sekolah dan komite sekolah silahkan memilih buku teks
pelajaran yang akan digunakan di sekolah. Buku teks pelajaran yang dipilih adalah buku yang
sudah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Besar kecilnya dana BOS
Buku ditentukan oleh jumlah siswa dari sekolah yang bersangkutan. Setiap siswa
mendapatkan BOS Buku sebesar Rp20.000,00 per buku.
Bos buku diberikan langsung ke sekolah dengan besaran setiap sekolah mendapatkan
alokasi yang dihitung dari jumlah siswa. Setiap siswa dialokasikan Rp.20.000. Sekolah yang
menerima BOS buku memiliki kewajiban untuk membeli buku teks pelajaran yang
diprioritaskan untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Buku-buku itu
diharapkan digunakan minimal dalam 5 tahun.
Siswa diberikan pinjaman secara cuma-cuma oleh sekolah untuk digunakan dalam
belajar baik di rumah maupun di sekolah dan dikembalikan lagi pada akhir semester atau
akhir tahun pelajaran sehingga bisa dipakai kembali oleh adik kelasnya. Sayangnya, seiring
dengan bergulirnya BOS buku, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional pada awal
tahun pelajaran 2006/2007 mengeluarkan Peraturan Mendiknas No. 22, 23, dan 24. Ketiga
peraturan ini mendasari berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kondisi
daerah dan sekolah yang beragam dan keluwesan penerapan KTSP berdampak pada
pelaksanaan kurikulum pun menjadi beragam. Ada sekolah yang pada tahun pelajaran
2006/2007 ini telah melaksanakan KTSP, ada pula yang belum. Jadi, praktis pada tahun
2006/2007 ini secara nasional berlaku tiga macam kurikulum, yaitu Kurikulum 1994,
Kurikulum 2004, dan kurikulum berdasarkan standar isi (KTSP).
Dengan berlakunya tiga macam kurikulum, panduan BOS buku yang harus dijadikan
acuan para pengelola BOS Buku menjadi kurang sesuai untuk sekolah yang telah menerapkan
KTSP. Dalam panduan itu tercantum pembatasan judul buku yang dibeli dipilih dari daftar
yang tertera dalam lampiran Peraturan Mendiknas No. 26 tahun 2005, hal ini sebenarnya
hanya cocok untuk sekolah yang masih menggunakan kurikulum 1994 dan 2004. Apabila
konsisten dengan isi Permendiknas tentang Buku Pelajaran, sebenarnya buku-buku tersebut
tidak dapat digunakan minimal 5 tahun karena paling lambat tiga tahun yang akan datang
semua sekolah sudah harus melaksanakan kurikulum sesuai standar isi atau KTSP.
Bagi sekolah-sekolah atau dinas pendidikan dikota atau setiap kabupaten yang
responsif menanggapi perubahan kurikulum, pada tahun pelajaran 2006/2007 sekolah-
sekolah mulai SD, SMP, SMA dan SMK telah melaksanakan KTSP. Dengan kondisi yang
demikian, mestinya panduan BOS buku tersebut tidak dapat diberlakukan sama dengan
daerah/sekolah yang masih menerapkan kurikulum 2004 atau kurikulum 1994. Hal inilah
yang menimbulkan kebingungan bagi sebagian pengelola BOS buku dan guru di sekolah. Di
satu sisi harus mempertanggungjawabkan sesuai aturan tetapi disisi lain jika aturan itu
diterapkan akan tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan, meskipun sebenarnya dalam KTSP
tidak ada pembatasan buku.
Kondisi yang demikian ini ternyata juga harus disadari oleh Manajer PKPS-BBM
setiap kota atau kabupaten. Namun agar sekolah tetap mematuhi rambu-rambu yang
tercantum dalam buku Panduan. Logikanya, sesuai tujuan pemberian BOS buku itu untuk
meringankan masyarakat. Apabila ketiga buku itu telah dipenuhi oleh Pemda, kemudian dana
itu digunakan untuk mencukupi kebutuhan buku yang lain akan dapat mempercepat
pemenuhan buku sehingga program pemerintah mewujudkan pemenuhan buku bagi siswa
akan cepat tercapai. Setiap siswa satu buku untuk semua mata pelajaran. Jika BOS buku
masih digunakan lagi untuk membeli buku yang sudah ada di sekolah maka target pemenuhan
buku justru akan terhambat. Di satu sisi ada buku tertentu yang berlebih dan di sisi lain masih
ada yang belum ada sama sekali.
Atas dasar pertimbangan itu dan hasil konsultasi dengan Tim Pusat, maka dibuatlah
edaran ke sekolah agar dana Bos Buku diusahakan untuk memenuhi buku yang belum
dipenuhi oleh Pemda. Sekolah bebas memilih buku sesuai kebutuhannya sendiri. Tetapi,
ternyata beberapa saat kemudian oleh oknum yang merasa dirugikan dengan kebijakan itu,
surat edaran itu dianggap menyalahi panduan BOS buku. Akhirnya, dengan berbagai
pertimbangan dan agar tidak merepotkan, akhirnya surat itu diralat kembali untuk tetap sesuai
panduan yang ada saja meskipun akhirnya ada yang dirasakan kurang tepat.
2. Mengapa Dana Bos Sering Tidak Tepat Sasaran?
Disisi pihak ada temuan yang mengherankan pada sebuah institusi pendidikan
bahwa Dewan Pendidikan (DP) di salah satu
kabupaten.kabupaten Tabanan, membeberkan sejumlah
temuan yang cukup mengejutkan. Dana bantuan operasional sekolah
(BOS) sejumlah Sekolah Dasar (SD) di Tabanan diduga
disunat oknum Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas
Pendidikan dan Persip. Berdalih berwenang mengelola dana BOS,pihak sekolah diminta men
yerahkan sebagian dana itu jika tidakingin guru atau pihak sekolah kena sanksi institusi.
Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Beberapa temuan kasus
seperti penyunatan dana BOS maupun lemahnya pengawasan Dana
Alokasi Khusus (DAK) menyatakan dana BOS yang semestinya
dikelola sekolah justru dalam praktiknya UPTD turut melakukan
intervensi. Pihak UPTD meminta sebagian dana BOS diserahkankepada mereka dengan dalih
untuk dana pengawasan siswa,besaran dana BOSyang disunat sekitar Rp 1.000
per siswa, karena selama ini dilaporkan tidak ada masalah dengan dana BOS, kasus
penyunatan dana BOS di SD ditemui pada beberapa kecamatan
seperti Baturiti, Kediri, dan Pupuan,Dari upaya turun ke lapanganyang dilakukannya ditemui
banyak sekolah yang tidak tahu,
ketentuan petunjuk pelaksana pengelolaan dana BOS. Padahal
sosialisasinya sudah dengan gencar baik lewat media massa
maupun secara internal. Juga sudah jelas disebutkan dalam buku
panduan dan petunjuk dana BOS. Sehingga, ketika oknum UPTD
menyatakan juga berwenang mengelolanya mereka tidak dapat
berbuat banyak kecuali menerima. Ada alasan lain yang cukup
mencengangkan bahwa para guru terpaksa memberikan sebagian
dana BOS karena takut kena sanksi institusi dari UPTD misalnya kena mutasi dan lainnya.
Seharusnya, dana BOS sepenuhnya dalam pengelolaan
sekolah. Karenanya, siapapun atau institusi seperti UPTD tidak
diperkenankan turut campur dalam pengelolaan dana BOS dengan
dalih apa pun. Sebab, hal itu merupakan wewenang sekolah sertamekanisme dan pertanggung
jawabannya dilakukan oleh sekolah.Selaku Ketua DP, Dinas Pendidikan melakukan pengawa
san dan pengecekan kembali atas temuannya itu agar tidak terjadi manipulasi
dan penyimpangan. Selain temuan penyunatan dana BOS, juga
diungkap tim monev adanya keluhan dari sekolah-sekolah terkaitlambatnya bantuan dana alo
kasi khusus (DAK). Hal itu
sangatberpengaruh terhadap pelaksanaan proyek atau kegiatan perbaikansarana dan prasarana
sekolah. Pasalnya, dana DAK belum cair,
sementara perbaikan gedung sekolah mesti cepat dilaksanakan. Dipihak lain, banyak guru ata
u kepala sekolah tidak tahu-menahu soalbantuan DAK tersebut baik besaran maupun pemanf
aatannya.Akibatnya, kepala sekolah kesulitan memanfaatkan dengan benar disamping juga le
mahnya pengawasan pelaksanaan proyek perbaikan
sarana gedung atau mebel. Lemahnya pengawasan membuatsejumlah dana yang turun menja
di rawan penyimpangan.
Hasil temuan menunjukkan bahwa kampanye dana BOS yang begitu gencar di
berbagai media massa, ternyata hanya tebar pesona saja, kasihan murid sekolah kita yang
hanya dibuat terpesona lewat tayangan-tayangan itu.
Beberapa temuan BPKP tentang penyaluran dana BOS bermasalah, adalah, Pertama,
ditemukan sekolah yang belum punya izin operasional, tetapi mendapat dana
BOS. Kedua, terjadi penggelembunganjumlah siswa di 29 provinsi. Lalu, ketiga,penggunaan
dana BOS tidak seperti apa yang disampaikan Mendiknas di depan Komisi X DPR.
Selain itu, ditemukan pula pengunaan dana BOS yang tidak sesuai aturan, seperti
dipakai untuk insentif guru, beli komputer, kepentingan pribadi, dipinjamkan dan karya
siswa. Kalau kayak gini penggunaannya, tidak pas kalau jumlah siswa yang dijadikan
patokan menghitung jatah BOS per sekolah. Perlud ingat, konsep awal guna BOS itu untuk
beli alat praktek siswa, biaya rapat komite sekolah, alat tulis, pembinaan siswa, perbaikan
fasilitas.
Namun, alokasi penggunaan BOS Buku tersebut dinilai sangat rentan terhadap praktik
penyimpangan. Berdasarkan laporan dari berbagai media, aroma tidak sedap mulai terendus
di balik transaksi pengadaan buku teks. Hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun
2006 mengenai BOS buku di Jakarta, Garut, Semarang, dan Kupang, menunjukkan adanya
kesalahan dalam proses pengadaan buku setelah muncul Peraturan Mendiknas Nomor
11/2005 tentang Buku Teks Pelajaran. Dalam peraturan itu, sekolah tidak diperkenankan
memaksa atau menjual buku kepada siswa. Namun, aturan itu disiasati sekolah. Caranya,
dengan mengarahkan sekolah atau siswa membeli buku dari penerbit tertentu.
Jika dana berasal dari masyarakat, sekolah (kepala sekolah) yang menjadi aktor, siswa
diharuskan membeli buku dari penerbit yang sudah memiliki perjanjian kerja sama dengan
sekolah. Bila yang digunakan uang negara, biasanya pejabat dinas yang menjadi pelaku,
sekolah diarahkan membeli buku-buku dari rekanan mereka.
Hal senada juga dilaporkan oleh harian Kompas (25/11/2006). Menurut media
nasional tersebut, indikasi penyimpangan penggunaan dana BOS Buku berupa pembelian
buku yang merupakan hasil rekomendasi dinas. Ini berarti, sangat dimungkinkan buku ajar
yang digunakan di tiap-tiap daerah akan seragam. Selain itu, juga dipastikan munculnya
persaingan tidak sehat antar penerbit untuk memperebutkan rekomendasi dari dinas atau
sekolah.
Peran aktif juga semestinya dilakukan berbagai pihak. Seperti dari LSM yang
tergabung dalam tim pengawas kecurangan dana BOS buku di lapangan. Dewan akan
mengawasi BOS buku dengan ketat. Tak bisa dipungkiri, pelaksanaannya di lapangan sangat
rentan penyimpangan. Misalnya saat sekolah menggelar kegiatan, banyak penerbit buku yang
bersedia menawarkan diri sebagai sponsor. Kalau tak ada kepentingan, tak mungkin penerbit
mau membantu tanpa adanya kompensasi tertentu. Mengenai pemberian diskon adalah
kebijakan internal tiap sekolah, tidak perlu dipermasalahkan jika diberikan secara profesional.
Artinya, potongan harga tersebut bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh guru, bukannya
hanya kepala sekolah ataupun dialihkan untuk pembelian berbagai perlengkapan sekolah, di
luar BOS.
Pada tahun 2011 , dana yang dikucurkan oleh pemerintah untuk Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) mencapai Rp 16.266.039.176.000,00. Penyalurannya dilakukan melalui
Bendahara Negara yang ditransfer ke kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
lalu diteruskan ke rekening sekolah. Cara baru ini bertujuan memberi kewenangan lebih besar
kepada pemerintah daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini diharapkan
pengelolaannya menjadi lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan.
Besaran dana BOS yang disalurkan itu sesuai dengan Permendiknas 247/pk.p7/2010 tentang
alokasi dana BOS per siswa per tahun dan per jenjang pendidikan. Besar biaya satuan BOS
per siswa per tahun adalah:
Besar dana BOS per siswa dapat berubah pada setiap tahun anggaran, tergantung pada
kebijakan pemerintah. Dalam penggunaan dana BOS, sekolah wajib mengikuti dan menaati
petunjuk teknis pengelolaan dana BOS. Indikator transparansi dan akuntabilitas dana BOS
oleh pihak sekolah terhadap orang tua siswa/masyarakat adalah sebagai berikut:
Komite Sekolah menyetujui Rencana Anggaran Sekolah dan Ketua Komite Sekolah
atau perwakilannya ikut menandatangani RAPBS atau RKAS. Komite Sekolah melakukan
review laporan keuangan sekolah dan Ketua Komite Sekolah atau perwakilannya ikut
mencermati dan memberi masukan bagi laporan keuangan sekolah. Komite Sekolah
menyetujui laporan keuangan sekolah dan Ketua Komite Sekolah atau perwakilannya ikut
menandatangani laporan keuangan sekolah.