Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH DANA BOS TERHADAP PENINGKATAN MUTU

PENDIDIKAN

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Pendidikan
Dosen: Yuna Mampuni. R, S.Pd.,MM.MPd.

disusun oleh:
1. Imas Sari Rukmana 2C (112060061)
2. Epa Khodijah 2D (112060082)
3. UlfahWantika 2D (112060067)

PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI KOTA CIREBON
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T atas limpahan karunia, rahmat, serta
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk mata
kuliah PROFESI PENDIDIKAN dengan judul: Pengaruh Dana BOS terhadap Peningkatan
Mutu Pendididkan.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ibu Yuna Mumpuni Rahayu, S.Pd.,M.M.Pd. selaku dosen pembimbing pembuatan makalah.
2. Semua pihak yang telah membantu kami menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan
oleh penulis.
Terlepas dari segala kekurangan, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Cirebon, Mei 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 2
1.3 Tujuan..................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Dana BOS
1. Definisi Dana BOS......................................................
2. Tujuan Dana Bantuan Operasional Sekolah................
3. Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah........
4. Landasan Hukum BOS.
5. Manfaat BOS dalam penyelenggaraan pendidikan.
6. Konsep Bantuan Operasional Sekolah.
7. Pengawasan, Pemeriksaan, dan Sanksi Dana Bantuan
Operasional Sekolah....................................................
2.2 Mutu Pendidikan
1. Pengertian Mutu Pendidikan..........................................
2. Perkembangan Mutu Pendidikan di Indonesia........................................................................
3. Strategi peningkatan Mutu Pendidikan..........................
4. Manajemen sekolah sebagai upaya peningkatan Mutu
Pendidikan.........................
5. Pengaruh Dana BOS terhadap Mutu Pendidikan
diIndonesia
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan............................................................................
4.2 Saran......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Meningkatnya kebutuhan dalam bidang pendidikan telah mendorong pemerintah
Indonesia untuk menyalurkan berbagai bantuan demi keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS).Dana bantuan operasional Sekolah (BOS) ini merupakan dana bantuan pemerintah di
bidang pendidikan yang diperuntukkan bagi setiap sekolah tingkat dasar di Indonesia dengan
tujuan untuk meminimalisasi beban biaya pendidikan demi tuntasnya program Wajib belajar
sembilan tahun yang bermutu.Berkaitan dengan ini, secara khusus seluruh siswa miskin di
tingkat pendidikan dasar negeri maupun sekolah swasta bebas dari beban biaya operasional
sekolah. Yaitu seluruh siswa di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
negeri yang dibebaskan dari biaya operasional sekolah, kecuali Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun dapat diukur dengan
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP. Pada tahun 2005 APK SD telah mencapai
115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai 98,11%, sehingga program wajar 9
tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All (EFA) di Dakar.
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah
berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena
itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan
orientasi program BOS, dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas.Namun dengan
adanya kebijakan dana BOS ini bukan berarti turut berhentinya permasalahan pendidikan di
Indonesia, dalam kenyataan yang terjadi, masih dapat kita temukan berbagai kendala dalam
penyaluran dan realisasi dana BOS. Berbagai masalah muncul terkait dengan adanya berbagai
kasus penyelewengan dana BOS, dan mengenai ketidakefektifan pengelolan dana BOS oleh
pemerintah.
Terkadang sistem yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia terkait dana BOS ini pun
turut menjadi bumerang dan sering mnghadirkan berbagai masalah baru. Pada tahun 2012
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami perubahan mekanisme penyaluran
dan. Pada tahun anggaran 2011 penyaluran dana BOS dilakukan melalui mekanisme transfer
ke daerah kabupaten/kota dalam bentuk Dana Penyesuaian untuk Bantuan Operasional
Sekolah, mulai tahun anggaran 2012 dana BOS disalurkan dengan mekanisme yang sama
tetapi melalui pemerintah provinsi.Selain itu pun pribadi dan budaya manusia Indonesia juga
ikut member pengaruh terhadap penyelewengan dan ketidakefektifan pengelolaan dana BOS
di Indonesia. Untuk itu kami berusaha mempelajari tentang dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) ini serta mencari setiap kendala dan kasus yang terkait untuk berusaha
mencari solusi dari setiap kendala-kendala tersebut.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga merupakan pengembangan lebih lajut dari
Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Bidang Pendidikan, yang dilaksanakan pemerintah
pada kurun 1998-2003, dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM yang
dilaksanakan dalam kurun 2003-2005. BOS dimaksudkan sebagai subsidi biaya operasional
sekolah kepada semua peserta didik wajib belajar, yang untuk tahun 2009 jumlahnya
mencapai 26.866.992 siswa sekolah dasar, yang disalurkan melalui satuan pendidikan.
Dengan Program BOS, satuan pendidikan diharapkan tidak lagi memungut biaya operasional
sekolah kepada peserta didik, terutama mereka yang miskin.
Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka
menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin
yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu, hal ini disebabkan
antara lain karena mahalnya biayapendidikan. Disisi lain, Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara
berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah
wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan
dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat).
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapaada Dana BOS??
2. Mengapa Dana BOS seringtidaktepatsasaran?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengertian dan landasan-landasan umum
program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), agar dapat memahami kondisi-kondisi
dunia pendidikan khususnya di tingkat dasar, mempelajari kasus-kasus yang terjadi di dunia
pendidikan yang muncul di lapangan, serta mengetahui mutu pendidikan di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Dana BOS


1. Definisi Dana BOS
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah yang pada
dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan
pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa
jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi
nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi
nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar
satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan
sesuai Standar Nasional Pendidikan.
Menurut PP 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, biaya nonpersonalia
adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung
berupa daya, air, jasa, telekomnikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak dll. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi
dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.Dalam perkembangannya,
program BOS mengalami mengalami peningkatan biaya satuan dan juga perubahan
mekanisme penyaluran sesuai Undang-Undang APBN yang berlaku. Sejak tahun 2012
penyaluran dana BOS dilakukan dengan mekanisme transfer ke provinsi yang selanjutnya
ditransfer ke rekening sekolah secara online. Melalui mekanisme ini, penyaluran dana BOS
ke sekolah berjalan lancar.Pelaksanaan program Dana BOS diatur dengan peraturan menteri,
yaitu :
1. Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mekanisme penyaluran Dana BOS dari Kas
Umum Negara ke Kas Umum Daerah serta pelaporannya.
2. Peraturan Menteri Dalam Negri yang mengatur mekanismepengelolaan Dana BOS di daerah
dan mekanisme penyaluran dari kas daerah ke sekolah.
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengatur mekanisme pengalokasian
Dana BOS dan penggunaan Dana BOS di sekolah.
2. Tujuan Bantuan Operasional Sekolah
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap
pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
1. Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT
(Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf
internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi
sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan
nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih.
2. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun,
baik di sekolah negeri maupun swasta;
3. Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

3. Landasan Hukum

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

3. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

4. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

5. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar

6. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan

7. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.

8. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar.

9. Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia No. SE-02/PJ./2006,
tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan
Penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS) oleh Bendaharawan atau Penanggung-Jawab
Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di Masing-Masing Unit Penerima BOS.

4. Manfaat BOS Dalam Penyelenggaraan Pendidikan

Membantu peserta didik untuk mandapatkan pendidikan yang bebas biaya dan
bermutu. Masyarakat mempunyai pengharapan yang begitu tinggi dengan adanya pendanaan
biaya operasional pendidikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dapat berlangsung
dengan semestinya dan pihak-pihak yang terkait bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
Tahap awal penerapan program ini adalah dengan membebaskan biaya operasional bagi
peserta didik yang kurang mampu. Setelah penerapan pertama berlangsung sukses,
pemerintah mengubah tujuan BOS menjadi program pendidikan gratis bagi peserta didik di
sekolah dasar dan menengah pertama negeri dan swasta. Tujuan tersebut memaksakan
sekolah menyelenggarakan pendidikan yang bermutu tanpa mengurangi mutu pendidikan
yang telah dicapai oleh sekolah.

Program BOS dalam pemanfaatannya adalah untuk pemerataan dan perluasan akses,
program BOS juga merupakan program untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing
serta untuk tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Melalui program ini yang terkait
dengan pendidikan dasar 9 tahun, setiap pengelola program pendidikan harus memperhatikan
hal-hal berikut:

1. BOS harus menjadi sarana penting untuk meningkatkan akses dan mutu pendidikan dasar 9
tahun
2. Tidak adanya peserta didik miskin yang putus sekolah
3. Lulusan SD harus diupayakan keberlangsungan pendidikannya ke SMP;
4. Kepala sekolah mengajak peserta didik SD yang akan lulus dan berpotensi tidak melanjutkan
sekolah ditampung di SMP sementara, apabila terdapat peserta didik SMP yang akan putus
sekolah agar diajak kembali ke bangku sekolah.
5. Kepala sekolah bertanggung jawab mengelola dana BOS secara transparan dan akutabel
6. BOS bukan penghalang bagi peserta didik, orang tua, atau walinya dalam pemberian
sumbangan sukarela yang tidak mengikat kepada sekolah. Hal-hal diatas menjelaskan
peranan BOS dalam penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun. BOS adalah bantuan biaya
operasional sekolah namun bukan penghalang bagi sumbangan sekolah.

Dalam menetapkan alokasi dan BOS tiap sekolah perlu dipertimbangkan bahwa
dalam satu tahun anggaran terdapat dua periode tahun pelajaran yang berbeda, sehingga perlu
acuan sebagai berikut: alokasi dana BOS untuk periode tertentu misalnya Januari-Juli 2008-
2009 didasarkan pada jumlah siswa tahun 2009, alokasi BOS periode Juli-Desember 2009
didasarkan pada data siswa tahun pelajran 2009/2010 (sekolah diharapkan mengirimkan
jumlah data siswa kepada Tim Manajemen BOS Kab/Kota setelah pendaftaran siswa baru
tahun 2009 selesai. Untuk besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk BOS
Buku, dihitung berdasarkan jumlah dengan ketentuan sebagai berikut :

1. SD/SDLB di kota Rp.400.000,00/siswa/tahun,


2. SD/SDLB di kabupaten Rp.397.000,00/siswa/tahun,

Agar pelaksanaan pendidikan gratis dapat terlaksana dan tercapai sesuai dengan
target, maka untuk penyaluran dananya dilakukan secara langsung dari lembaga penyalur
yang diberikan kewenangan oleh pemerintah ke rekening sekolah. Oleh karena itu, sekolah
penerima BOS harus memiliki rekening sekolah atas nama lembaga yang harus di
tandatangani oleh kepala sekolah dan bendahara BOS. Cara tersebut di anggap efektif dalam
mekanisme penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah yang dituju. Pengambilan dana BOS
dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai keperluan sekolah. Pasalnya, dengan dana BOS yang
ada seyogyanya telah membantu pemerintah daerah meringankan biaya operasional yang
ditanggung sekolah. Hal ini membuktikan bahwa BOS digunakan untuk membantu kegiatan
sekolah yang sesuai dengan kebutuhan sekolah untuk penyelenggaraan pendidikan, sehingga
sekolah yang telah mampu memenuhi kebutuhannya dapat mengalihkan dana BOS tersebut
kepada siswa yang tidak mampu agar pelaksanaan pendidikan gratis terlaksana. Namun
dalam buku panduan BOS tahun 2009, penyaluran dana disalurkan secara bertahap, yaitu
setiap periode tiga bulan, disalurkan pada bulan awal dari periode tiga bulan.

Penggunaan dana BOS di sekolah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan
bersama antara Tim Manajemen BOS Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah yang harus
didaftar sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RKAS/RAPBS, di samping dana yang
diperoleh dari Pemda atau sumber lain yang sah. Hasil kesepakatan penggunaan dana BOS
(dan dana lainnya tersebut) harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk berita acara rapat
yang dilampirkan tanda tangan seluruh peserta rapat yang hadir.
Dari seluruh dana BOS yang diterima oleh sekolah, sekolah wajib menggunakan
sebagian dana tersebut untuk membeli buku teks pelajaran atau mengganti yang telah rusak.
Buku yang harus dibeli untuk tingkat SD adalah buku mata pelajaran Pendidikan Agama,
serta mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, sedangkan tingkat SMP adalah buku
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan mata pelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi.
Adapun dana BOS selebihnya digunakan untuk membiayai kegiatan berikut:
1. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran,
penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk
sekolah gratis, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut
(misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan
siswa baru, dan lainnya yang relevan).
2. Pembelian buku referensi dan pengayaan untuk dikoleksi di perpustakaan (hanya bagi
sekolah yang tidak menerima DAK).
3. Pembelian buku teks pelajaran lainnya (selain yang wajib dibeli) untuk dikoleksi di
perpustakaan.
4. Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, pemantapan
persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, unit
kesehatan sekolah, dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam
pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba,
fotocopy, membeli alat olahraga, alat kesenian, perlengkapan kegiatan ekstrakulikuler, dan
biaya pendaftaran mengikuti lomba).
5. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah, dan laporan hasil belajar siswa
(misalnya untuk fotocopy/penggandaan soal, honor koreksi ujian, dan honor guru dalam
rangka penyusunan rapor siswa).
6. Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas,
bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan,
minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku
cadang alat kantor.
7. Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, termasuk untuk
pemasangan barujika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada
jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di
sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset.
8. Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecetan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan
jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik, dan
perawatan fasilitas sekolah lainnya.
9. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk
sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS.
10. Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus
untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau
sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS
untuk peruntukan yang sama.
11. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya
transport dari dan ke sekolah. Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat
transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu
penyebrangan, dll).
12. Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK termasuk tinta printer, CD dan
flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan
laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos;
13. Pembelian komputer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-
masing maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran;
14. Bila seluruh komponen 1 s.d 13 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih
terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga,
media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah.
Telah jelas apabila program BOS dapat diartikan sebagai bantuan pendidikan gratis
bagi siswa yang berada di jenjang pendidikan SD. Pelaksanaan BOS ini pun masih perlu
monitoring dan evaluasi oleh petugas yang ditunjuk dari sekolah sebagai usaha bagi
pemerintah dan pemerintah daerah untuk merealisasikan penuntasan pendidikan wajib belajar
dasar 9 tahun yang bermutu, agar dapat menciptakan masyarakat yang beradab dan berdaya
saing global.

Pada dasarnya penciptaan masyarakat beradab adalah usaha untuk membuat


kehidupan yang lebih baik, apabila mengingat sejarah bangsa kita pada abad sebelum
merdeka kita berada pada suatu kondisi yang sangat jauh dari kehidupan yang cerdas. Maka
bangsa Indonesia perlu perubahan melalui transformasi budaya. Pendidikan adalah jawaban
dari pernyataan sebelumnya. Dengan pendidikan, budaya-budaya yang ada dapat terjamin
keberadaannya, terutama pada pendidikan dasar.

5. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penggunaan Dana BOS


Prioritas utama penggunaan dana BOS adalah untuk kegiatan operasional
sekolah;Maksimum penggunaan dana untuk belanja pegawai bagi sekolah negeri sebesar
20%. Penggunaan dana untuk honorarium guru honorer di sekolah agar mempertimbangkan
rasio jumlah siswa dan guru sesuai dengan ketentuan pemerintah yang ada dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 15 Tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di
Kabupaten/Kota;
Bagi sekolah yang telah menerima DAK, tidak diperkenankan menggunakan dana
BOS untuk peruntukan yang sama;
1. Pembelian barang/jasa per belanja tidak melebihi Rp. 10 juta;
2. Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan
hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar.
Besaran/satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas di luar jam
mengajar tersebut harus mengikuti batas kewajaran. Pemerintah daerah wajib mengeluarkan
peraturan tentang penetapan batas kewajaran tersebut di daerah masing-masing dengan
mempertimbangkan faktor sosial ekonomi, faktor geografis dan faktor lainnya;
3. Jika dana BOS yang diterima oleh sekolah dalam triwulan tertentu lebih besar/kurang dari
jumlah yang seharusnya, misalnya akibat kesalahan data jumlah siswa, maka sekolah harus
segera melapor kepada Dinas Pendidikan. Selanjutnya Dinas Pendidikan mengirim surat
secara resmi kepada Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah yang berisikan
daftar sekolah yang lebih/kurang untuk diperhitungkan pada penyesuaian alokasi pada
triwulan berikutnya;
4. Jika terdapat siswa pindah/mutasi ke sekolah lain setelah pencairan dana di triwulan berjalan,
maka dana BOS siswa tersebut pada triwulan berjalan menjadi hak sekolah lama. Revisi
jumlah siswa pada sekolah yang ditinggalkan/menerima siswa pindahan tersebut baru
diberlakukan untuk pencairan triwulan berikutnya;
5. Bunga Bank/Jasa Giro akibat adanya dana di rekening sekolah menjadi milik sekolah untuk
digunakan bagi sekolah.
Adapun larangan larangan dalam penggunaan dana BOS yaitu:
1. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.
2. Dipinjamkan kepada pihak lain.
3. Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar,
misalnya studi banding, studi tour (karya wisata) dan sejenisnya.
4. Membiayai kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD Kecamatan/
Kabupaten/kota/Provinsi/Pusat, atau pihak lainnya, walaupun pihak sekolah tidak ikut serta
dalam kegiatan tersebut. Sekolah hanya diperbolehkan menanggung biaya untuk siswa/guru
yang ikut serta dalam kegiatan tersebut. Membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.
5. Membeli pakaian/seragam bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris
sekolah).
6. Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.
7. Membangun gedung/ruangan baru.
8. Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.
9. Menanamkan saham.
10. Membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau
pemerintah daerah secara penuh/wajar, misalnya guru kontrak/guru bantu.
11. Kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasi sekolah, misalnya
iuran dalam rangka perayaan hari besar nasional dan upacara keagamaan/acara keagamaan.
12. Membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/ pendampingan
terkait program BOS/perpajakan program BOS yang diselenggarakan lembaga di luar Dinas
Pendidikan Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Kementerian Pendidikan Nasional.
6. FaktaFaktapenyelewenganDanaBOS

BerdasarkanUU20tahun2003tentangSisdiknas,telahmengaturbahwapendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan
masyarakatsebesarminimal20%daribelanjanegara/daerah.Namun,perjuangan3tahun
paragurudalamwadahPGRImenuntutpemerintahSBYJKuntukmematuhiUU20/2003
agarAPBNmemberiporsi20%bagipendidikantidakdipatuhipemerintah.HinggapadaMei
2008, para guru berhasil mengugat APBN pemerintah SBYJK periode 2009 melalui
keputusan MK agar pemerintah SBYJK mematuhi UU 20/2003 sekaligus menandakan
kemenanganparaguru(maaf,bukaninisiasipartai/politkusyanggemarmempolitisasiAPBN
20%adalahhasilusahanya).

Sebelum Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan para guru pada Mei 2008,
akhirnyapemerintahSBYJKterpaksamematuhi20%anggaranpendidikandariAPBN.
Angkainimeningkatbakdisamparpetir,karenakitatahubahwasektorpendidikanpada
tahun2007hanyamenerimasebesar11.8%dariAPBN(Rp50.02triliun).Danpadatahun
2008 hanya 12% dari APBN (Rp 61.4 triliun).Dan pada tahun 2009, pemerintah baru
menganggarkanpendidikan20%APBNsetelahdigugatolehparagurumelaluiPGRI.Sekali
lagisayatekankan,agarrakyattidakdibodohiolehiklantidakbertanggungjawabkarena
secaratidaklangsungpembuatiklanmenghinaperjuanganparagurumelaluiPGRIyangsetia
selama3tahunmenggugatAPBNyangtidakmenganggarkan20%pendidikan.

Berikut ini saya sampaikan Buku Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas
PengelolaandanPertanggungjawabanDanaBantuanOperasionalSekolah(BOS)danDana
PendidikanDasarLainnya(DPL)TA2007dan2008.Dalammengaudithasillaporandana
BOSdandanapendidikanlainnya,BPKRImengambilujisamplingpada4.127sekolahdi62
kabupaten/kota,sertahasilpengolahankuesioneryangtelahdiisikepalasekolah.Catatan
penting:Datapenyalahgunaananggaraninihanyadisampling4127sekolahSD/SMPdari
sekitar 200.000 SD/SMP. Atau angka tertera hanya mencatat 2% dari total penyalahan
anggarandanaBOS.

Dari hasil audit dan pengolahan data di lapangan, maka diperoleh statisik penyelewangan
dana BOS dan dan pendidikan dasar lainnya sebagai berikut :
1. Sebanyak 62.85% sekolah tidak mencantumkan penerimaan BOS dan DPL (indikasi
korupsi). Sebanyak 62,84% sekolah yang disampling tidak mencantumkan seluruh
penerimaan dana BOS dan DPL dalam RAPBS dengan nilai Rp 479,96 miliar [TA 2007] dan
Rp 144, 23 miliar [TA 2008 semester I]. Padahal salah satu media perencanaan yang dipakai
sekolah dalam pengelolaan keuangannya adalah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah (RAPBS).
Penyalahaninidisebabkanoleh:1)petunjukteknisBOSdalampenyusunanRAPBS
tidakmengatursecarajelascarapenyusunandanmekanismepengesahandariRAPBS
menjadiAPBSdan2)Kepalasekolahtidaktransparandalammengeloladanasekolah.

1. Sebanyak 4.12% sekolah tidak mengratiskan biaya operasional sekolah pada siswa didiknya.
Dari 4.127 sekolah di 62 kabupaten/kota, diperoleh 47 SD (27 SD Negeri dan 20 SD Swasta)
dan 123 SMP (95 SMP Negeri dan 28 SMP Swasta) di 15 kabupaten/kota belum
membebaskan biaya/iuran bagi siswa tidak mampu di sekolah dan tetap memungut
iuran/biaya pendidikan seperti iuran ekstra kurikuler, sumbangan pengembangan sekolah, dan
iuran komputer kepada siswa.
2. Dana BOS sebesar Rp28.14 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya (indikasi korupsi).

Sesuai dengan peraturan dan perundangan, dana BOS diperuntukkan untuk :

1. pembiayaan seluruh kegiatan Penerimaan Siswa Baru (PSB);


2. pembelian buku tekspelajaran dan buku penunjang untuk koleksi perpustakaan;
3. pembelian bahan-bahan habis pakai, misalnya buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum,
buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi dan teh untuk kebutuhan
sehari-hari di sekolah.
4. pembiayaan kegiatan kesiswaan, program remedial, program pengayaan siswa,olahraga,
kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya;
5. pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa;
6. pengembangan profesi guru antara lain pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS;
7. pembiayaan perawatan sekolah seperti pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan
jendela, perbaikan meubelair dan perawatan lainnya;
8. pembiayaan langganan daya dan jasa;
9. pembayaran honorarium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah;
10. pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin;
11. pembiayaan pengelolaan BOS dan bila seluruh komponen diatas telah
terpenuhipendanaannya dari BOS dan jika masih terdapat sisa dana maka sisa dana BOS
tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran sekolah.

Faktadilapangan:darihasilsampling4127sekolahterdapat2054sekolah(sebesar
49,79%)penerimadanaBOSmenyalahipenggunaandanaBOSsebesarRp28.14miliar
dengansebagaiberikut:

1. Biayatransportasikegiatanrekreasikepalasekolahdanguru.
2. Uanglelahkepalasekolah.
3. Biayapertemuanhariulangtahunyayasan(biasaterjadidisekolahswastayangdikelola
yayasan).
4. Dana BOS digunakan untuk membeli laptop, PC desktop, flash disk, dan peripheral
komputerlainnyayangtidakterkaitlangsungdenganmurid.
5. Membeliperalatanyangtidakberkaitanlangsungdenganmuridsepertidispenser,TV,antena
parabola,kursitamudiruangkepalasekolah,lemari,danlainlain.
6. Pembelian voucher hand phone, pemberian uang duka dan karangan bunga acara pisah
sambutkepaladinas,pembeliannotebookdanPCdesktop.
7. Melakukanrehabgedungsekolahyangtermasukdalamrehabsedangatauberat.
8. Biayahonordantransportasiguruuntukkegiatankegiatanpengembanganprofesiyangtelah
dibiayaidarisumberdanapemerintahpusatataupemerintahdaerahlainnyasepertiLPMP,
SKB,danPemda.
9. DanaBOSdipinjamkansementarauntukmembiayaihonorgurubantuatauhonorgurutidak
tetapyangbelumdibayarkanolehpemerintahdaerah.
10. BiayapartisipasiHUTKota/Kabupaten(mengikutiparadeHUTkotaataukabupaten).
11. Biaya konsumsi guru dari pagi s.d. siang hari (selain biaya teh, gula, dan kopi seperti
diperbolehkandalamjuklak)

Denganmengunakanujisampling(ujipetik)4127darisekitar200ribusekolah,maka
danaBOSyangtidakdigunakansesuaiperuntukandalamoperasionalsekolahmencapaiRp
1.4triliun.

1. Buku dana BOS buku sebesar Rp562.4 juta tidak sesuai dengan buku panduan BOS (indikasi
korupsi) dan senilai Rp656.7 juta belum/tidak dapat dimanfaatkan.Dari sampling 4127
SD/SMP di 62 kabupaten/kota, terdapa 134 sekolah di 14 kabupaten/kota senilai Rp 562.4
juta yang menggunakan dana BOS buku untuk membeli buku-buku pelajaran yang tidak
sesuai dengan juknis BOS buku. Secara statistik, angka penyalahaan BOS buku ini setara
dengan Rp 25 miliar untuk sekitar seluruh SD/SMP di Indonesia.
2. Terjadinya indikasi korupsi sebesar Rp 2.41 miliar dana safeguarding
Dalam pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan dana safeguarding.

7. Konsep Bantuan Operasional Sekolah


Bantuan Operasional Sekolah (BOS) secara konsep mencakup komponen untuk biaya
operasional non personal hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen
Pendidikan Nasional (Balitbang Depdiknas). Namun karena biaya satuan yang digunakan
adalah rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa
kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi. Prioritas utama BOS
adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah. Oleh karena itu keterbatasan dana
BOS dari pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi sekolah/madrasah/ponpes dan
kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lain, dengan prioritas utana dari sumber
pemerintah, pemerintah daerah dan selanjutnya dari partisipasi masyarakat yang mampu.
Dana BOS ini diambil dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM. Secara nasional
besarnya alokasi ini Rp 5,6 triliun, sementara anggaran keseluruhan termasuk untuk program
beasiswa SMA dan SMK sebesar Rp 6,2 triliun. Rincian BOS ini dihitung dari jumlah siswa
di setiap sekolah. Sekolah dasar akan menerima Rp 19.580 per anak per bulan, sedangkan
SMP sebesar Rp 27.000 per anak per bulan. Jumlah ini akan diterima sekolah setiap enam
bulan sekali melalui rekening sekolah. Alokasi dana ini nantinya akan dimasukkan ke dalam
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) tiap sekolah sehingga
penggunaannya harus sesuai dengan kebutuhan sekolah. Setelah itu, sekolah harus membuat
rencana pengambilan dana per bulannya mengacu pada pos kebutuhan dalam RAPBS
sehingga nantinya pengambilan dana BOS oleh sekolah dibatasi.
AdapunKebijakanPengalihanMekanismePenyaluranDanaBOSsebagaiberikut:

1. PP38/2007tentangPembagianUrusanPemerintahanAntaraPemerintah,PemerintahDaerah
Provinsi,danPemerintahDaerahKab./Kota:
Urusanpemerintahyangwajibdiselenggarakanolehpemerintahdaerahyangterkaitdengan
pelayanandasar(basicservices)bagimasyarakat,sepertipendidikandasar...
2. RencanaKerjaPemerintah:
MulaiTahun2011,DanaBOSyangselamainidianggarkanmelaluianggaranKementerian
PendidikanNasionalakandipindahkankedanapenyesuaian,dimanadanaBOStersebutakan
disalurkanlangsungdariKasNegarakeKasDaerahkemudianakandisalurkanlangsungke
rekeningsekolahdenganmengikutimekanismeAPBD...
7. PENGAWASAN,PEMERIKSAANDANSANKSI
A. Pengawasan

PengawasanprogramBOSmeliputipengawasanmelekat,pengawasanfungsional,dan
pengawasanmasyarakat.

1. Pengawasan Melekat yang dilakukan oleh pimpinan masingmasing instansi kepada


bawahannyabaikditingkatpusat,provinsi,kabupaten/kotamaupunsekolah.Prioritasutama
dalam program BOS adalah pengawasan yang dilakukan oleh SKPD Pendidikan
Kabupaten/Kotakepadasekolah.
2. Pengawasan Fungsional Internal oleh Inspektorat Jenderal Kemdikbud serta Inpektorat
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan melakukan audit sesuai dengan kebutuhan
lembagatersebutataupermintaaninstansiyangakandiaudit.
3. PengawasanolehBadanPengawasKeuangandanPembangunan(BPKP)denganmelakukan
auditataspermintaaninstansiyangakandiaudit.
4. PengawasanmasyarakatdalamrangkatransparansipelaksanaanprogramBOSolehunsur
masyarakatdanunitunitpengaduanmasyarakatyangterdapatdisekolah,Kabupaten/Kota,
ProvinsidanPusat.ApabilaterdapatindikasipenyimpangandalampengelolaanBOS,agar
segeradilaporkankepadainstansipengawasfungsionalataulembagaberwenanglainnya.
B. Pemeriksan
1. PemeriksaanolehBadanPemeriksaKeuangan(BPK)sesuaidengankewenangan.
C. Sanksi

Sanksiterhadappenyalahgunaanwewenangyangdapatmerugikannegaradan/atau
sekolahdan/ataupesertadidikakandijatuhkanolehaparat/pejabatyangberwenang.Sanksi
kepada oknum yang melakukan pelanggaran dapat diberikan dalam berbagai bentuk,
misalnyasepertiberikut.

1. Penerapansanksikepegawaiansesuaidenganperaturandanundangundangyangberlaku
(pemberhentian,penurunanpangkat,mutasikerja).
2. Penerapan tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi, yaitu dana BOS yang terbukti
disalahgunakanagardikembalikankepadasatuanpendidikanataukekasdaerahprovinsi.
3. Penerapanproseshukum,yaitumulaiprosespenyelidikan,penyidikandanprosesperadilan
bagipihakyangdidugaatauterbuktimelakukanpenyimpangandanaBOS.
4. Pemblokirandanadanpenghentiansementaraseluruhbantuanpendidikanyangbersumber
dari APBN pada tahun berikutnya kepada 2provinsi/kabupaten/kota, bilamana terbukti
pelanggarantersebutdilakukansecarasengajadantersistemuntukmemperolehkeuntungan
pribadi,kelompok,ataugolongan.

2.2 MutuPendidikan

1. Pengertian Mutu Pendidikan

Pengertian mutu memiliki konotasi yang bermacam-macam tergantung orangyang


memakainya. Kata mutu diambil dari bahasa latin Qualis yang artinya what kind of
(tergantung dengan kata apa yang mengikutinya). Pengertian mutu sendiri menurut Deming
ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Sedangkan menurut Juran, mutu ialah kecocokan dengan
kebutuhan. Sallis (2003) mengemukakan bahwa mutu adalah konsep yang absolut dan relatif.
Mutu yang absolut adalah mutu yang mempunyai idealisme tinggi dan berstandar tinggi yang
harus dipenuhi, dengan sifat produk bergengsi yang tinggi. Sedangkan mutu relatif adalah
sebuah alat yang sudah ditetapkan dan harus memenuhi standar yang telah dibuat.

Definisi pendidikan menurut undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional atau Sisdiknas, pasal 1 ( ayat 1 dan 4), bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, akhlak mulia, pengendalian diri, kecerdasan, keperibadian, serta keterampilan
yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.

Menurut Hoy, Jardine, & Vood (2000: 10), mutu dalam pendidikan
adalah:
An evaluation of the process of educating with enhances the need
to achiev and develop the talents of the customers of the process, and
at the same time meets the accountability standards set by the clients
who pay for the process or the outputs from the process of educating.

Mutu dalam pendidikan merupakan evaluasi proses pendidikan


melaluipeningkatankebutuhan untuk mencapai dan mengembangkan prosesbakat pelanggan
dan menemukan perangkat standar akuntabilitas klienyang membayar atau output dari proses
pendidikan.
Hoy & Miskel (2001: 308) mengatakan bahwa para peneliti danpraktisi bidang
pendidikanmemandang mutu pendidikan dari segi kualitasinput, kualitas proses, dan kualitas
produk. Hal tersebut sesuai denganAnonim (2002: 7) yang memandang mutu pendidikan
mencakup input,proses, dan output pendidikan.

a. Input pendidikan
Anonim (2002:7) memandang bahwa input pendidikan sebagaisegala sesuatu (berupa
sumber daya, perangkat lunak, dan harapan)yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses.Input sumber daya meliputi; manusia (kepala sekolah, guru, siswa,
karyawan lainnya) dan lainnya (infrastruktur, uang, bahan, dsb). Inputperangkat lunak
meliputistruktur organisasi sekolah, peraturanperundang-undangan, deskripsi tugas, rencana,
program kerja, dansebagainya. Input harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran yangingin
dicapai. Kesiapan input akan mempengaruhi berlangsungnyaproses dengan baik. Mutu input
diukur dengan tingkat kesiapan sumberdaya, perangkat lunak dan harapan yang tersedia
untuk berlangsungnyaproses.

b. Proses pendidikan
Anonim (2002: 7) memandang bahwa proses pendidikan sebagaiberubahnya sesuatu
menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yangberpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut
input, sedangsesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskalamikro
(tingkat sekolah), proses meliputi proses pengambilan keputusan,proses manajemen
kelembagaan dan program, proses belajar mengajar,dan proses monitoring dan evaluasi.

Mutu proses terlihat dari tingkat pengkoordinasian danpenyerasian serta pemaduan


input sekolah secara harmonis, sehinggamampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan(enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar,dan
benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.

C. Output pendidikan.
Anonim (2002: 8) memandang bahwa output pendidikansebagai kinerja sekolah.
Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yangdihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja
sekolah dapat diukurdari kualitas, efektivitas, produktivitas, efisiensi, inovasi,
kualitaskehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Output sekolah dikatakanbermutu jika
prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar siswa,menunjukkan pencapaian yang tinggi
dalam: (a) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, ujian nasional, karya ilmiah,
lombaakademik, dan (b) prestasi non akademik, berupa IMTAQ, kejujuran,kesopanan,
olahraga, keterampilan, dan kegiatan ekstrakurikulerlainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh
banyak tahapan kegiatan yangsaling berhubungan (proses) seperti perencanaan, pelaksanaan,
danpengawasan.Apabila mutu berupa pemenuhan dan melampaui kebutuhanpelanggan, perlu
diketahui siapa pelanggannya. Apabila mutu berupa pemenuhan dan melampaui
kebutuhanpelanggan, perlu diketahui siapa pelanggannya.

Menurut Burnham (2007:41) menyatakan bahwa pelanggan (customer) adalah,"anyone


to whom aproduct or service is provided." Pelanggan merupakan seseorang kepadasiapa
produk atau jasa itu diberikan. Pelanggan dalam pendidikan terdiriatas pelanggan internal dan
eksternal.
Menurut Sallis (2003: 32) bahwa pelanggan internal adalah:Everyone working in an
institution provides services to their colleagues.Hal senada dikatakan Cotton (1994: 4)
bahwa pelanggan internal adalah:Those who, in the process of creating a product or
service. Pelangganinternal merupakan setiap orang yang menciptakan atau
memberikanproduk atau layanan. Dalam hal ini, pelanggan internal pendidikan meliputiguru
dan staf kependidikan lainnya.Berikutnya pelanggan eksternal, yang terdiri atas tiga
kelompok: (1)pelanggan eksternal primer yaitu peserta didik; (2) pelanggan
eksternalsekunder yaitu orang tua dan para pemimpin pemerintahan; serta (3)pelanggan
ekternal tersier yaitu pasar kerja, pemerintah, dan masyarakatluas (Sallis, 2003: 32). Secara
sederhana, Cotton (2004: 4) menyebutkanbahwa pelanggan eksternal adalah, Who consume
the product or service
offered. Pelanggan eksternal yaitu mereka yang memakai produk ataujasa.
Sekolah seharusnya dapat menjamin terjadinya kepuasanmasyarakat penggunanya,
dengan jalan menjamin bahwa di dalam sekolahtersebut baik guru maupun siswa akan
menampilkan kinerja yang terbaik.Kondisi tersebut membutuhkan lima pilar yang berdiri
kokoh di ataskeyakinan dan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan
yang saling berhubungan (proses) seperti perencanaan, pelaksanaan, danpengawasan.
Kelima pilar tersebut seperti dikemukakan Arcaro (2005: 38-42) meliputi: (1) fokus
pada kostumer, (2) keterikatan total, (3)pengukuran, (4) komitmen, dan (5) perbaikan
berkelanjutan.
Apabila mutu berupa pemenuhan dan melampaui kebutuhan
pelanggan, perlu diketahui siapa pelanggannya. Menurut Burnham (2007:41),
pelanggan (customer) adalah, Anyone to whom a product or service isprovided. Pelanggan
merupakan seseorang kepada siapa produk atau jasaitu diberikan. Pelanggan dalam
pendidikan terdiri atas pelanggan internaldan eksternal.

2. Perkembangan Mutu Pendidikan


Perkembangan mutu pendidikan di Indonesia telah berlangsung dalam empat era yaitu : Era
kolonial, Era Orde Lama,Era Orde Baru, dan era reformasi:
1) Era Kolonial
Pada jaman kolonial pendidikan hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal.
Pendidikan rakyat cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar penguasa kolonial.
Pendidikan diberikan hanya terbatas kepada rakyat di sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko
loro tidak diragukan mutunya. Sungguhpun standar yang dipakai untuk mengukur kualitas
rakyat pada waktu itu diragukan karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan,
namun demikian apa yang diperoleh pendidikan seperti pendidikan rakyat 3 tahun,
pendidikan rakyat 5 tahun, telah menghasilkan pemimpin masyarakat bahkan menghasilkan
pemimpin-pemimpin gerakan nasional.Pendidikan kolonial untuk golongan bangsawan serta
penguasa tidak diragukan lagi mutunya. Para pemimpin nasional kita kebanyakan
memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah kolonial bahkan beberapa mahasiswa yang dapat
melanjutkan di Universitas terkenal di Eropa. Dalam sejarah pendidikan kita dapat katakana
bahwa intelegensi bangsa Indonesia tidak kalah dengan kaum penjajah. Masalah yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu adalah kekurangan kesempatan yang sama
yang diberikan kepada semua anak bangsa. Oleh sebab itu di dalam Undang Undang Dasar
1945 dinyatakan dengan tegas bahwa pemerintah akan menyusun suatu sistem pendidikaan
nasional untuk rakyat, untuk semua bangsa.
2) Era Orde Lama
Masa revolusi pendidikan nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya. Pada masa revolusi
sangat terasa serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional
sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang Undang
Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang
tidak kalah mutunya. Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya
walaupun serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin-pemimpin
nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti rongrongan terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sayang sekali pada akhir era ini pendidikan kemudian dimasuki oleh
politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik. Pada masa itu dimulai pendidikan
indoktrinasi yaitu menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan
kekuasaanOrde Lama.Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang
terpusat dengan sistem kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan
kualitas. Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru-guru yang
ditempa pada zaman kolonial. Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru
belum berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai
pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan
pada Orde Lama.Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi
yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih
memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi
yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR,
sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen dan keterbatasaan sarana
dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu pendidikan tinggimulaiterjadi.
3) Era OrdeBaru
Dalam era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan
pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan
adanya INPRES Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali INPRES Pendidikan Dasar belum
ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas. Selain itu sistem ujian
negara (EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa
menurut rumus-rumus tertentu. Akhirnya di tiap-tiap lembaga pendidikan sekolah berusaha
untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat pada suatu pembohongan publik dan
dirinya sendiri dalam masyarakat. Oleh sebab itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan
sebagai indikator palsu mengenai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan.
Dalam era pembangunan nasional selama lima REPELITA yang ditekankan ialah
pembangunan ekonomi sebagai salah satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan
pendidikan nasional telah berlangsung.Dari hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar
kemudian meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke sekolah menengah
tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan tinggi. Walaupun pada waktu
itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan mengadakan ujian masuk melalui UMPTN,
tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada akhirnya hasil EBTANAS juga dijadikan indikator
penerimaan di perguruan tinggi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka
pendidikan tinggi negeri mulai mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang
berpotensi. Cara tersebut kemudian diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya.
Di samping perkembangan pendidikan tinggi dengan usahanya untuk mempertahankan dan
meningkatkan mutunya pada masa Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan
tinggi swasta dalam berbagai bentuk. Hal ini berdampak pada mutu perguruan semakin
menurun walaupun dibentuk KOPERTIS-KOPERTIS sebagai bentuk birokrasi baru.
4) Era Reformasi
Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi.
Demokrasi juga telah memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang
pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada
tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang No 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan
pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa
konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga
bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan
bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari
reformasi pendidikan nasional.Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan
atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi
pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang
tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan
pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusia-manusiaa
yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan
politik dan kekuatan ekonomi.Kekuatan Politik :Pendidikan masuk dalam subordinasi dari
kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam
perebutan kekuasaan partai-partai politik, untuk kepentingan kekuatan golongannya.
Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma
ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin
kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan
modern dalam arti pemenuhan-pemenuhan kehidupan materiil dan mengesampingkan
kebutuhan non materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20 %.
Kekuatan Ekonomi:Manusia Indonesia tidak terlepas dari modernisasi seperti teknologi
informasi dan teknologi komunikasi. Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif
dan negatif. Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya
yaitu mempersempit tujuan pendidikan atas pertimbangan efisiensi, produksi, dan
menghasilkan manusia-manusia yang dapat bersaing, yaitu pada profit orientit yang mencari
keuntungan sebesar-besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan.
Demi mencapai efisiensi dan kualitas pendidikan maka disusunlah beberapa upaya
standardisasi. Untuk usaha tersebut maka muncul konsep-konsep seperti : Ujian Nasional.
Dalam menyusun RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 2009 lebih
menekankan pada manajemen dan kepemeimpinan bukan masalah pokok yaitu
pengembangan anak Indonesia. Anak Indonesia dijadikan obyek, anak Indonesia bukan
merupakan suatu proses humanisasi atau pemanusiaan. Anak Indonesia dijadikan alat untuk
menggulirkan suatu tujuan ekonomis yaitu pertumbuhan, keterampilan, penguasaan skil yang
dituntut dalam pertumbuhan ekonomi.

3. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan

Mutu pendidikan adalah karakteristik yang harus melekat padasistem pendidikan itu
sendiri. Kemampuan meningkatkan mutu harusdimiliki oleh sekolah sebagai suatu sistem
tersendiri tanpa bergantung padabantuan pihak luar termasuk pemerintah. Mutu pendidikan
merupakankemampuan manajemen dan teknis professional dari suatu sistempendidikan
(sekolah) dalam memanfaatkan faktor-faktor input agar dapatmenghasilkan output yang
setinggi-tingginya, dengan demikian, usaha-usahake arah peningkatan mutu pendidikan
diarahkan pada peningkatankemampuan sekolah (Sudarsono, 2008: 8).

Program peningkatan mutu pendidikan di sekolah menurut Anonim(2002: 180), dapat


dilakukan dengan mengaplikasikan empat teknik, yaitu:school review, benchmarking, quality
assurance, dan quality control.
a. School review adalah suatu proses dimana seluruh komponen sekolahbekerja sama khususnya
dengan orang tua dan tenaga professional (ahli)untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas
sekolah serta mutu lulusan.
b. Benchmarking yaitu suatu kegiatan untuk menetapkan target yang akandicapai dalam suatu
periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikanuntuk individu, kelompok ataupun
lembaga. Langkah-langkah yangdilaksanakan adalah: (a) tentukan topik, (b) tentukan
aspek/variabelatau indikator, (c) tentukan standar, (d) bandingkan standar
dengankemampuan, (e) tentukan gap/kesenjangan yang terjadi, (f) rencanakantarget untuk
mencapai standar, (g) rumuskan cara-cara dan programprogramuntuk mencapai target.
c. Quality assurance merupakan teknik untuk menentukan bahwa prosespendidikan telah
berlangsung sebagaimana seharusnya. Adanya teknikini akan dapat dideteksi adanya
penyimpangan yang terjadi pada proses.Informasi yang akan dihasilkan dengan quality
assurance dapat menjadiumpan balik bagi sekolah dan memberikan jaminan bagi orang
tuabahwa sekolah senantiasa memberikan pelayanan terbaik bagi siswa.
d. Quality control merupakan suatu sistem untuk mendeteksi terjadinyapenyimpangan kualitas
output yang tidak sesuai dengan standar.Quality control memerlukan indikator kualitas yang
jelas dan pasti,sehingga dapat ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi.
Suyanto dan Abbas (2001: 109-111) mengemukakan bahwa secaraumum prasyarat
untuk menentukan prosedur dan metode kerja dalampeningkatan mutu pendidikan adalah; (1)
memerlukan seorang pimpinanyang mengenali permasalahan dan memiliki motivasi
menyelesaikan masalahtersebut; (2) kesiapan sumber daya manusia yang terlibat (termasuk
guru,kepala sekolah, karyawan, siswa, dan orang tuanya); dan (3) tingkatpemahaman
terhadap kondisi nyata dan tantangan ke depan (yang dihadapioleh sekolah, masyarakat,
bahkan negara sekalipun) di kalangan guru, siswadan orang tuanya akan sangat mewarnai
ketepatan strategi dalammeningkatkan mutu pendidikan.

Sidi (2001:74-75) mengemukakan bahwa terdapat beberapa langkahpeningkatan mutu


pendidikan, yaitu: (1) Pembenahan kurikulum pendidikanyang dapat memberikan
kemampuan dan keterampilan dasar minimal(minimum basic skill), menerapkan konsep
belajar tuntas (masterylearning), dan membangkitkan sikap kreatif, inovatif, demokratis, dan
mandiri bagi para siswa; (2) Peningkatan kualifikasi, kompetensi danprofesionalisme tenaga
kependidikan sesuai dengan kebutuhan melaluipendidikan dan pelatihan professional; (3)
Penetapan standar kelengkapandan kualitas sarana dan prasarana pendidikan sebagai
persyaratan dalamkegiatan belajar mengajar; (4) Pelaksanaan program peningkatan mutu
pendidikan berbasis sekolah (PMPBS) sebagai upaya pemberian otonomipedagogis dalam
meningkatkan kinerjanya; dan (5) Penciptaan iklim dansuasana kompetitif dan kooperatif
antar sekolah dalam memajukan danmeningkatkan kualitas siswa dan sekolah sesuai dengan
standar yang telahditetapkan.

Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah telah dilakukan denganpenerapan


berbagai model manajemen. Salah satu model manajemen yangdiadopsi dan diterapkan pada
dunia pendidikan adalah Total QualityManagement (TQM). Model TQM merupakan strategi
dalam dunia bisnisuntuk melakukan peningkatan kualitas terus menerus
(continousimprovement) dan berfokus pada pelanggan. Model manajemen tersebutkemudian
diadopsi dalam dunia pendidikan.

Model manajemen lain untuk meningkatkan kualitas pendidikanyang terus


dikembangkan di berbagai negara yaitu School-BasedManagement (SBM) yang dalam
Bahasa Indonesia disebut ManajemenBerbasis Sekolah (MBS). Melalui MBS, sekolah
diberikan otonomi dankeluwesan dalam mengelola semua sumber daya yang dimiliki untuk
meningkatkan kinerja menuju peningkatan mutu pendidikan.
4. Manajemen Sekolah sebagai Upaya meningkatkan Mutu Pendidikan

Upaya pemerintah dalam peningkatan mutu diwujudkan dalampeningkatan sarana


belajar, inovasi kurikulum hingga peningkatan mutu gurumelalui pelatihan-pelatihan. Pada
tahun 2007 juga telah dilaksanakan sertifikasibagi guru meningkatkan kualitasnya. Guru
berkualitas diharapkan dapatmendongkrak mutu pendidikan pada proporsi yang diharapkan.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan juga telah diatur dalamberbagai undang-
undang dan peraturan pemerintah antara lain Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang SistemPendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional
Pendidikanmengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah
disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada standar isi (SI) danstandar
kompetensi lulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan yangdisusun oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu,penyusunan KTSP juga harus mengikuti
ketentuan lain yang menyangkutkurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Dalam hal penuntasan wajib belajar 9 tahun, pemerintah telahmenyelenggarakan
wajib belajar dan mengatur sistem pendidikan nasional agarmampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu,relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan.
Namun saat ini mutu pendidikandi Indonesia masih belum dapat bersaing dengan negara lain,
terlebih pada saatini Indonesia belum berhasil sepenuhnya keluar dari krisis multidimensi.
Menurut Miraje (2007: 2), realisasi program pemerintah dalammeningkatkan harkat
masyarakat di bidang pendidikan melalui penyelenggaraanwajib belajar 9 tahun pada tahun
2007 mencapai 92%. Masalah dalammerealisasi tujuan tersebut adalah adanya kesenjangan
antara partisipasipendidikan bagi penduduk kaya dan penduduk miskin. Data tersebut
diperkuatoleh fakta data dari Liputan 6 tanggal 14/04/2010 15:31 sebagai berikut.
Nasib anak-anak putus sekolah teramat mengkuatirkan. Mereka yangseharusnya bisa
mengecap ilmu pengetahuan malah mesti terpuruk lantaranmiskin. 78 anak tidak melanjutkan
pendidikan. Selain itu, puluhan kepalakeluarga mengaku tidak mampu membiayai anak
mereka (Anonim, 2010).
Kompas, Selasa, 12 Agustus 2008 memberitakan mengenai angka putussekolah yang
masih tinggi:Angka putus SD/MI sekitar 2,90 persen, sedangkan total murid SD/MIsekitar
28,1 juta. Lebih lanjut diungkapkan oleh Mudjito (Direktur PembinaTK dan SD Departemen
Pendidikan Nasiona) mengungkapkan, penyebabsiswa putus sekolah antara lain karena
persoalan ekonomi, sosiokultural,dan letak geografis yang sulit (Anonim, 2008).
Data yang dihimpun berdasarkan berbagai sumber di atas bahwa alasanyang
mempengaruhi rendahnya partisipasi pendidikan adalah kemiskinan.Disamping itu tingginya
biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidaklangsung. Biaya langsung antara lain
meliputi iuran sekolah, buku, seragam,dan alat tulis, sementara biaya tidak langsung meliputi
antara lain biayatransportasi, kursus, uang saku dan biaya lain-lain.

Manajemen pendidikan dalam meningkatkan mutu adalah suatu hal yangpenting di


suatu skolah. Manajemen pendidikan di sekolah meliputimanajemen kurikulum, manajemen
murid, manajemen personil (guru danstaf), manajemen tata laksana sekolah, manajemen
sarana pendidikan danmanajemen keuangan sekolah.(B. Suryosubroto, 2004 :32-131).

a) Manajemen kurikulum
Dalam manajemen kurikulum kegiatan dititik beratkan kepadakelancaran pembinaan
sitausi belajar mengajar. Dalam manajemenkurikulum ada dua hal yang penting antara lain :
a. Organisasi Kurikulum
Organisasai kurikulum adalah pola atau bentuk penyusunanbahan pelajaran yang akan
disampaikan kepada murid-murid.(B.Suryosubroto: 2004 :33). Organisasi kurikulum sangat
eratberhubungan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai karenapola-pola yang
berbeda akan mengakibatkan isi dan carapenyampaian pelajaran berbeda pula (Nasution
dalam B.Suryasubroto, 2004 : 33).
Pola pengorganisasian kurikulum menurut B.Suryasubroto(2004) ada 3 macam, yaitu
Separated Subject Curriculum,Corrleated Curriculum, dan Integrated Curiculum.
Pertama, Separated Subject Curriculum adalah menyajikansegala bahan pelajaran
dalam berbagai macam mata pelajaran(subject) yang terpisah-pisah satu sama lain. Ada
pembatas antaramata pelajaran yang satu dengan yang lain, antara kelas yang satudengan
kelas lain. Dengan demikian contohnya adalah matapelajaran yang terdapat dalam Sekolah
Rakyat (sekarang SD)terdapat mata pelajaran ilmu tumbuh-tumbuhn, ilmu hewan, ilmutubuh
manusia, ilmu kesehatan, masih juga ada ilmu alam. Untukmasa sekarang mata pelajaran
tersebut terintegrasi menjadi IPA(Ilmu Pengetahuan Alam). Oleh karena itu konsep
dasarnyaberbeda dengan lima mata pelajaran terdahulu.Tetapi pengorganisian kurikulum
yang separated subjectcurriculum mempunyai kelebihan antara lain :
1) Bahan pelajaran disajikan secara sistematis dan logis
2) Sederhana, mudah disusun, mudah ditambah dan dikurangi(mudah diorganisasi)
3)Mudah dalam penilaian, karena pelajaran berdasarkan buku-bukutertentu, sehingga tes
hasil belajar seragam bagi seluruhsiswa.
4) Memudahkan guru dalam mengajar terutama guru yang sudahberpengalamankarena
sifatnya hanya mengulang materi yangpernah diberikan.
Selain kelebihan organisasi kurikulum separated subjectcurriculum ada kelamahannya
antara lain :
1) Mata pelajaran terlepas satu sama lain
2) Kurang memperhatikan masalah yang dihadapi sehari-hari
3) Adanya bahwa verbalistis karrena menghafal
4) Kurikulum cenderung statis dan ketingggalan zaman
Kedua, Correlated curriculum, yaitu organisasi kurikulumyang menghendaki adanya
hubungan Correlated antara matapelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain .
Prinsipberhungan dilaksanakan dengan cara : dua mata pelajaran diadakanhubungan secara
incidental, membahas masalah-masalah tertentudalam berbagai mata pelajaran,
mempersatukan bebrapa matapelajaran dengan menghilangkan batas-batas masing-masing.
Matapelajaran merupakan kesatuan yang tidak terbagi-bagi atasbeberapa bagian. Organisasi
ini sebagai modifikasi dari subjectcurriculum yang tradisional.
Kelebihan dari correlated curriculum adalah sebagai berikut :
1) Pengetahuan siswa integral tidak terpisah-pisah
2) Minat siswa bertamabah karena adanya hubungan yang eratantar mata pelajaran
3) Memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam
4) Mengutamakan pengetahuan dan prisnip-prinsip bukan fakta,Sedang kelemahan dari
correlated curriculum adalah sebagai
berikut :
1) sulit menghubungakan dengan masalah-masalah yang actualdalam keseharian
2) tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam
Ketiga, Integrated Curriculum, adalah pengorganisasiankurikulum yang meniadakan
batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan pelajaran dalam bentuk
unitataukeseluruhan. Dengan mata pelajaran sebagai unit maka melaluimata pelajaran mampu
membentuk kepribadian murid secaraintegral, apa yang diajarkan di sekolah diseusiakan
dengankehidupan sekitarnya.
Kelebihan dari integrated curriculum adalah sebagai berikut :
1) Yang dipelajari siswaadalah pengetahuan yang bertalian eratbukan fakta
2) Sesuai dengan kebutuhan siswa karena dihadapkan denganrealita
3) Memungkin terjadinya hubungan yang erat antara siswadengan masyarakat
4) Siswa aktif karena dirangsang untuk berfikir dan bekerja sendiri
5) Mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dankematangan siswa.
Kelemahan dari integrated curriculum adalah sebagai berikut :
1) Banyak guru yang belum siap
2) Kurikulumnya tidan terogasir secara sistematis
3) Memberatkan tugas guru
4) Tidak memungkinkan adanya ujian umum, sebab tidak seragam
5) Sekolah kekurangan alat untuk melaksanakannya

b. Kegiatan-kegiatan Manajemen Kurikulum


Kegiatan manajemen kurikulum dititikberatkanpada usaha-usahapembinaan situasi
belajar mengajar si sekolah agar terjaminkelancarannnya. Kegiatan ini ada dua yaitu kegiatan
yang berhubungandang tugas guru dan kegiatan yang berhubungan dengan proses
belajarmengajar.Kegiatan yang berhubungan dengan tugas guru, meliputi :pembagian tugas
mengajar, pembagian tugas /tanggung jawa dalammembina ekstra kurikuluer dan koordinasi
penyusunan persiapanmengajar.
Kegiatan yang berhubungan dengan tugas mengajar adalah tugasguru mengajar
sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Tugas inisesuai jadwal yang diberikan kepada
guru. Sedang kegiatan dalammembina ekstra kurikuluer, adalah tugas guru dalam kegiatan di
luarkurikulum (ekstra) seperti olah raga dan kesenian,, UKS, Pramuka,dan sebagainya. Tugas
ekstrakurikuler adalah tugas yang dilaksanakansebagai penunjang pendidikanKegiatan yang
berhubungan dengan proses pelaksanaan belajarmengajar, meliputi penyusunan jadwal,
penyususnan program (RPP),pengisian daftar kemajuan murid, penyelenggaran evaluasi hasil
belajar,laporan hasil evaluasi dan kegiatan bimbingan dan penyuluhan.
b) Manajemen Murid
Manajemen murid adalah mengatur dan mengelola masalah-masalahyang berkaitan
dengan siswa, seperti seleksi murid baru. Manajemen inidalam seleksi murid sekolah perlu
membentuk panitia penerimaanmurid baru, menentukan syarat pendaftaran murid atau siswa,
danmenyediakan formulir pendaftaran. Selain itu majamene murid jugamengatur tentang
buku induk, buku klaper, tata tertib siswa, danpresensi siswa. Hal-hal tersebut sangat penting
dalam rangka melayanikebutuhan siswa. Dengan adanya manajemen murid atau siswa
guruatau pegawai sekolah mudah dalam melayani siswa, karena salah satucontohnya dengan
Buku Induk dapat mengakses hal-hal yang pentingyang berhubungan dengan siswa.
Dengan manejemen murid yang baikmaka sangat dimungkinkan sekolah dapat
meningkatlkan mutu sekolah.Contoh dengan manajemen muridyangbaik maka guru atau
pegawai dapatmenentukan alokasi dana BOS kepada siswa yang menerima bantuan.
c) Manajemen Personil (Guru dan Staf)
Manajemen personil adalah pengelolaan terhadap sumber dayamanusia yang tersedia.
Kepala sekolah wajib mendayagunakan seluruhpersonil secara efektif dan efesien agar
penyelenggaraan pendidikan disekolah tercapai dengan optimal. Cara pemberdayaannya
dengan jalanmemberikan tugas sesuai dengan kemampuan dan kewenangan masingmasing.
Perlu adanya job description yang jelas.Dalam rangka pelaksanaan manejemen personil perlu
adanya arsip yangmenyimpan data-data tentang personil yang ada di sekolah. Sepertidaftar
personil, dafatar dadir, daftar kondiute. Hal ini penting manakaladibutuhkan dalam suatu
waktu maka tinggal mencari dan membukaarsipnya saja.
d) Manajemen Tata Laksana Sekolah
Manajemen tata laksana sekolah adalah pengelolaan kegiatan sepertisurat menyurat,
ekspedisi, notulen, pengumuman, pemeliharaangedung, perlengkapan sekolah, halaman
sekolah dan sebagainya.Manajemen dibidang ini merupakan salah satu manajemen yang
dapatmempengaruhi kemajuan suatu sekolah. Oleh karena itu dalammelaksanakan
manajemen tersebut sekolah perlu menyiapkan segalaperlengkapan yang dibutuhkan.
Contohnya adalah daam pemeliharaanperlengkapan sekolah (seperti Laboratorium sekolah),
perlu adapetugas yang mengelola laboratorium untuk memelihara agar tetapbersih, aman dan
dapat digunakan manakala dibutuhkan. Petugasdapat melaporkan kondisi perlengkapan
sekolah, sehingga apabila adayang kurang atau rusak kepala sekolah segera dapat menangani.
Hal inipenting agar tidak mengganggu jalan proses belajar mengajar.
e) Manajemen Sarana Pendidikan
Manajemen pendidikan adalah pengelolaan yang berhubungan dengantiga hal yaitu :
alat pelajaran, alat peraga, media pengajaran. (B.Suryosubroto, 2004: 114). Alat pelajaran
adalah alat yang digunakanlangsung dalam proses belajar mengajar. Alat ini seperti buku,alat
tulis,alat praktek. Alat peraga adalah alat pembantu dalam proses belajarmengajar, seperti
gambar atau perbuatan yang memberi pengertiankepada siswa. Sedang media pengajaran
adalah sarana pendidikanyang digunakan sebagai perantra dalam proses belajar mengajar,
untukmempertinggi efektivitas dan efesiensi dalam mencapai tujuanpendidikan (Umar
Suwito dalam B Suryobroto, 2004 : 115). Mediapendidikan ada tiga macam yaitu audio,
visual dan audio visual.
Dengan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sekolah sangatmungkin dapat
membeli media pendidikan sebagai sarana dalammeningkatkan mutu pendidikan. Logikanya
dengan sarana pendidikanyang cukup maka guru dapat mengajar dengan baik dan siswa
dapatbelajar dengan baik. Sebaliknya apabila sarana pendidikan kurangtercukupi guru
kesulitan dalam mengajar dan siswa kesulitan dalammenerima pelajaran, sehingga mutu
pendidikan akan rendah.

f) Manajemen Keuangan Sekolah


Manajemen keuangan suatu kegiatan pengelolaan dibidang keuangan,seperti
pengelolaan keuangan yang berasal dari Negara untuk gaji gurudan karyawan dan belanja
barang, Bantuan Operasional Sekolah (BOS)untuk berbagai kegiatan seperti : pembiayaan
seluruh kegiatan dalamrangka penerimaan siswa baru., pembelian buku referensi
untukdikoleksi di perpustakaan, pembelian buku teks pelajaran untukdikoleksi di
perpustakaan, pembiiayaan kegiatan pembelajaran,pembiayaan ulangan, pembelian bahan-
bahan habis pakai untukkebutuhan sehari-hari di sekolah, pembiayaan langganan daya dan
jasa,pembiayaan perawatan sekolah, pembayaran honorarium bulanan guruhonorer dan
tenaga kependidikan honorer, pengembangan profesi guru,pembiayaan pengelolaan BOS
seperti pembelian komputer desktopuntuk kegiatan belajar siswa.Bila seluruh komponen di
atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS danmasihterdapat sisa dana, maka sisa dana
BOS tersebut dapat digunakanuntuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik
dan mebelersekolah.Dengan manajemen keuangan sekolah yang baik yang transparan,
tepatsasaran, serta efesien maka sekolah dapat menentukan arah kemajuan. Karenasegala
kegiatan sekolah ada konsekuensinya yaitu membutuhkan dana. Olehkarena pengelolaan
dana sekolah salah satunya BOS dengan baik bisamempengaruhi kemajuan suatu sekolah.

5. Pengaruh Dana BOS Terhadap Mutu Pendidikan di Indonesia

Bidang pendidikan merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam suatu negara,
khususnya negara Indonesia. Karena, pendidikan merupakan jalan utama untuk bangkit
meraih kemajuan dan kehormatan bangsa. Peningkatan kualitas mutu pendidikan harus
dijadikan prioritas utama. Pemerintah atau dalam hal ini Kemdiknas sebagai salah satu
elemen yang paling penting dalam negara mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam
upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. Dan dalam tujuh tahun
belakangan ini, suatu program Kemdiknas yaitu penyaluran bantuan dana untuk sekolah atau
lebih dikenal dengan sebutan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) cukup membantu
peningkatan sisi ekonomi masyarakat Indonesia.Tetapi diumur yang masih terbilang muda,
penyaluran dana BOS yang baru saja dimulai pada tahun 2005, sudah menuai banyak
permasalahan yang tidak seharusnya terjadi di dalam dunia pendidikan, yaitu diantaranya
kasus tentang terlambatnya pendistribusian dana BOS hingga tingkat sekolah, masih
rawannya penyelewengan dana BOS di tingkat kabupaten/kota, hingga kasus penyelewengan
dana BOS di tingkat sekolah. Terlambatnya pendistribusian dana BOS hingga tingkat
sekolah, meninggalkan masalah yang besar bagi sekolah. Akibatnya, banyak kepala sekolah
yang memutar otak, berakrobat menyiasati keuangan sekolahnya salah satunya dengan
meminjam dana yang berbunga kepada rentenir. Dengan kata lain keterlambatan penyaluran
dana BOS telah memaksa kapala sekolah dan bendahara sekolah untuk membenarkan
manipulasi menutupi kekurangan pengelolaan dana BOS. Hal ini dikarenakan dana BOS
yang disalurkan harus melalui daerah, selanjutnya kabupaten/kota barulah dana itu sampai di
sekolah. Alasannya, karena adanya otonomi daerah. Hal ini yang menyebabkan rawannya
penyelewengan dana BOS, atau digunakan diluar keperluan BOS. Tetapi meskipun dana BOS
tetap sampai ke sekolah, tidak menutup kemungkinan adanya penyelewengan dengan modus
yang tidak biasa.Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri mengatakan
bahwa penyelewengan bisa saja terjadi, kalau kepala sekolah diminta menyetorkan sejumlah
dana kepada kepala dinas pendidikan kabupaten/kota. Berdasarkan data dari ICW (Indonesian
Coruption Watch) pada tahun 2005 2009 setidaknya aparat penegak hukum telah menindak
kasus korupsi di bidang pendidikan termasuk korupsi dana BOS yang mengakibatkan
kerugian uang negara sebesar Rp 243 juta. Contoh lain pada tahun 2011 lalu, terjadi peristiwa
yang menimpa salah satu SD negeri di Jakarta yakni plafon ruang kelas sekolah yang
ambruk, yang mengakibatkan 2 siswa terluka. Padahal bangunan di SD negeri tersebut, baru
di rehab pada tahun 2009 lalu. Jelas, hal ini mengindikasikan adanya praktik korupsi dalam
pengelolaan dana BOS.
Beberapa hal di atas sungguh membuat prihatin akan keadaan pendidikan di
Indonesia. Para pendidik yang seharusnya mengajarkan nilai nilai moral yang baik, malah
mencontohkan perilaku yang buruk terhadap siswa atau pelajarnya. Menanggapi hal tersebut,
Menteri Pendidikan Nasional mengambil kebijakan merubah mekanisme penyaluran dana
BOS. Jika pada tahun tahun sebelumnya dana BOS disalurkan dari Kemenkeu ke
Kemendiknas dan disalurkan ke kantor Diknas tingkat provinsi, kabupaten/kota lalu baru
sanpai ke sekolah sekolah, pada tahun 2011 mekanisme itu diubah menjadi dari Kemenkeu
langsung ke kantor Diknas kabupaten/kota melalui dana APBD selanjutnya langsung sampai
ke sekolah sekolah. Dalam hal ini Kemendiknas bekerja sama dengan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dalam mengawasi proses penyaluran dana BOS hingga sampai di
tingkat sekolah. Tak lupa, Mendiknas juga meminta kepada masing masing DPRD untuk
memonitoring penyaluran dana BOS. Hal yang juga tak kalah pentingnya adalah partisipasi
yang aktif dari masyarakat khususnya komite sekolah untuk mengawasi penggunaan dana
BOS di tingkat sekolah.

Berbagai kebijakan di atas diharapkan mampu membenahi permasalahan


permasalahan menyangkut penyaluran dana BOS yang terjadi selama ini. Dari mulai
kebijakan tentang perubahan mekanisme distribusi dana BOS, membangun kerjasama dengan
KPK dan DPRD, hingga harapan adanya partisipasi yang aktif dari masyarakat dan komite
sekolah dalam mengawasi penggunaan dana BOS. Sehingga diharapkan dana BOS bukan
hanya sekedar sebagai nyawa pendidikan dalam negeri, tetapi juga menjadi suatu program
yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dan kelak dapat melahirkan
generasi generasi muda yang terdidik, berpengetahuan luas, serta memiliki moral dan etiket
yang baik.
Membiayai segala jenis kegiatan yang telah dibiayai secara penuh atau mencukupi dari
sumber dana pemerintah pusat atau daerah, misalnya guru kontrak/ guru bantu dan kelebihan
jam mengajar. Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS
diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban
jam mengajar. Besaran/satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah guru PNS yang
bertugas diluar jam mengajar tersebut harus mengikuti peraturan tentang penetapan batas
kewajaran yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah masing-masing dengan
mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, geografis dan faktor lainnya.
Dalam pelaksanaan program BOS sekolah-sekolah negeri maupun swasta di seluruh
Indonesia yang menerima dana BOS serta pihak lain yang terkait dan bertanggung jawab
dalam pelaksanaan program ini. Masalah yang muncul di masyarakat adalah selama ini BOS
dipersepsi sebagai wujud nyata pelaksanaan pendidikan dasar gratis seperti yang dijanjikan
oleh Presiden SBY pada saat kampanye, baik pada periode I maupun II. Karena itu, ketika
sudah ada BOS tapi pendidikan tidak gratis, masyarakat memprotesnya. Ternyata persepsi
masyarakat tersebut keliru, karena kedua peraturan menteri (Menteri Pendidikan Nasional
dan Menteri Keuangan) di atas tidak ada yang menyebutkan BOS itu menggratiskan
pendidikan dasar (SD/MI-SMP/MTS), tapi hanya untuk meringankan beban masyarakat atas
pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang bermutu, serta
ditujukan untuk stimulus bagi daerah, dan bukan sebagai pengganti kewajiban daerah
menyediakan anggaran pendidikan dalam APBD, untuk BOS daerah dan/atau Bantuan
Operasional Pendidikan.
Fungsi BOS sebagai stimulus daerah itu dipertegas dalam Pasal 2 Permendiknas
Nomor 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun 2011. Dengan
demikian, janganlah bermimpi ada pendidikan gratis melalui BOS tersebut.
Di sekolah-sekolah di pedesaan atau pinggiran, keberadaan BOS dapat menggratiskan
pendidikan dasar. Tapi, untuk sekolah-sekolah di perkotaan, yang biaya hidupnya lebih
mahal, mustahil BOS dapat menggratiskan pendidikan dasar. Meskipun tidak mampu
menggratiskan pendidikan dasar, kita berharap penyaluran dana BOS tidak terlambat
sehingga tidak merepotkan pihak sekolah. Keterlambatan penyaluran dana BOS dapat
merepotkan sekolah, karena mereka terpaksa harus mencari pinjaman untuk operasional.
Usaha mencari pinjaman itu kadang dapat melahirkan persoalan baru, berupa teguran Badan
Pemeriksa Keuangan dengan tuduhan tidak sesuai dengan prosedur. Agar tidak merepotkan
sekolah, lebih baik penyaluran dana BOS ditarik ke pusat saja agar bisa datang tepat waktu.
Lalu bagaimanakah pengaruh dana bos terhadap prestasi siswa? "Secara akademik,
siswa tidak boleh mengalami hambatan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.
Institusi pendidikan yang dibiayai APBN dan APBD wajib menerima mereka. Keberadaan
program beasiswa ini pun. ditegaskan Suyanto, akan semakin membantu kelangsungan masa
depan pendidikan siswa, setelah mereka mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Adapun jumlah dana BOS yang disediakan pemerintah, per 2009 ada peningkatan
yang signifikan. Jumlah biaya satuan BOS per 2009, termasuk BOS buku per siswa SD di
kota mencapai Rp 400 ribu/tahun, SD di kabupaten Rp 397 ribu/tahun, SMP di kota Rp 575
ribu/tahun, SMP di kabupaten Rp 570 ribu/tahun.
Harapannya, dengan adanya bantuan itu, BOS dan Beasiswa, angka putus sekolah
dapat semakin menurun pada satu sisi dan kualitas prestasi mereka meningkat di sisi yang
lain.
Tujuan program pemberian bantuan beasiswa itu, untuk meningkatkan akses dan
pemerataan serta peningkatan kualitas prestasi siswa. Seperti yang diamanatkan Undang-
Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Apabila siswa tidak memili biaya, biasanya siswa itu drop out dari sekolahnya.
Dengan bantuan beasiswa itu diharapkan dapat menekan angka drop oUt sekolah di
masyarakat. Program yang telah berjalan dua tahun ini telah cukup efektif dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat dan kualitas prestasi siswa.
Kita bisa melihat angka drop out setiap tahun semakin menurun, dan siswa yang
berprestasi pun semakin meningkat. Di setiap olimpiade kita bisa lihai juara-juara itu tidak
hanya didominasi oleh kota-kota besar; sekarang sebarannya sudah merata.
Mengingat efektifitas program itu, diharapkan dapat terus ditingkatkan setiap
tahunnya. Hanya saja, tahun 2010 angkanya akan mengalami penurunan. Tahun depan
diperkirakan besarannya akan berkurang karena resesi global, kemungkinan 10 persen.
Seluruh pemerintahan daerah di Indonesia dapat aktif mendukung pemberian bantuan
ini, dengan cara mengalokasikan dana pada masing-masing APBD.Pemerintah daerah
diharapkan dapat meningkatkan APBD pendidikan, agar orang tua siswa tidak terlalu
dibebankan. Sejumlah pemda yang telah menyediakan dari APBD-nya untuk beasiswa,
seperti Jakarta dan Yogyakarta. Pemda -pemda yang lain dapat juga mengeluarkan kebijakan
sama mendukung pendidikan.
Langkah-langkah pemberian beasiswa itu, jelasnya, tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan ekonomi daerah, namun yang tak kalah pentingnya adalah kemauan dan
komitmen dari pemerintah masing-masing. Pihak Pemda harus dapat mengawasi penyaluran
dana bantuan agar program ini berjalan tepat sasaran.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bergantung pada kualitaspendidikan,
terutama pendidikan formal dapat dilihat melalui proses belajarmengajar yang
diselenggarakan pihak sekolah bagi seluruh peserta didiknya.Namun pada kenyataannya,
dalam upaya pemenuhan pendidikan yangberkualitas, banyak sekali ditemukannya berbagai
masalah atau kendala yangmuncul. Pada umumnya, masalah atau kendala itu adalah terkait
permasalahanpendanaan dalam pelaksanaan pendidikan yang berkualitas, seperti
kurangmemadainya sarana dan prasarana yang menyebabkan kurang
optimalnyapenyelenggaraan proses belajar mengajar di berbagai sekolah.Suatu proses
merupakan hal yang terpenting dalam pencapaian suatu tujuan.Maka, proses belajar yang
optimal akan dapat mendidik para siswa-siswi menjadipribadi yang memiliki kualitas dalam
hal ilmu pengetahuan, kemampuan sertadaya saing sebagai dasar untuk menempuh tingkatan
pendidikan yangselanjutnya. Dan tujuan pendidikan yang sebagaimana diamanatkan
dalamUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia juga dapat tercapai.

Dengan demikian mutu pendidikan di Indonesia akan meningkat, mengingatkualitas


pendidikan Indonesia ranking 69 tingkat dunia tentu sangat memprihatinkan berdasarkan data
dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed
Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan
Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin
(1/3/2011), indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI)
berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69
dari 127 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium
berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80.

Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu:
1. Angka partisipasi pendidikan dasar,
2. Angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas,
3. Angka partisipasi menurut kesetaraan jender,
4. Angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
Sebenarnya dana BOS dapatmeningkatkan mutu pendidikan jika penggunaan dan
pengelolaannya sesuai dengan semestinya. Hal ini disebabkan dengan BOS adanya
danakegiatan operasional personil dan kegiatan operasional non personildapat berjalan
dengan baik. Dengan adanya dana BOS kegiatan personilseperti biaya kesejahteraan guru dan
pengembangan perofesi guru berjalandengan baik, sehingga kegiatan pembelajaran
meningkat. Denganlancarnya kegiatan operasionil personil maka mutu
pembelajaranmeningkat, dengan demikian mutu pendidikan juga meningkat. Selain itudengan
adanya dana BOS kegiatan operasional non personil sepertibantuan untuk tiap siswa, biaya
evaluasi, biaya pemeliharaan peralatansekolah, biaya daya dan jasa juga berjalan dengan baik
dan lancar, serta siswa dapatbelajar dengan baik, dan guru dapat melaksanakan tugasnya
dengan baikkarena meningkat kompetensi guru yang diperoleh melalui Diklat danMGMP.
BAB III
1.2. PEMBAHASAN
1. Mengapa ada Dana BOS?
Meningkatnya kebutuhan dalam pendidikan, mendorong pemerintah Indonesia
menyalurkan berbagai bantuan demmi kelangsungan pendidikan di Indonesia, salah satunya
adalah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana bantuan operasional Sekolah (BOS)
diperuntukkan bagi setiap sekolah tingkat dasar di Indonesia dengan tujuan meningkatkan
beban biaya pendidikan demi tuntasnya wajib belajar sembilan tahun yang bermutu.

Secara khusus seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar negeri maupun
sekolah swasta bebas dari beban biaya operasional sekolah. Seluruh siswa Sekolah Dasar
(SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri bebas dari biaya operasional sekolah,
kecuali Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI). Meringankan beban biaya operasional siswa di sekolah swasta. Namun masih kita
temukan berbagai kendala dalam penyaluran dan realisasi dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS). Untuk itu kami berusaha mempelajari tentang dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) mencari setiap kendala dan kasus, hingga berusaha mencari solusi dari setiap kendala-
kendala tersebut.

Salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun diukur dengan Angka
Partisipasi Kasar (APK) tingkat SD dan SMP. Pada tahun 2005 APK SD telah mencapai
115% dan MI/PPS telah berkontribusi di dalamnya sebesar 12,44%. Sedangkan APK SMP,
pada tahun 2009 telah mencapai 98,11% dan MTs/PPs Wustha telah berkontribusi di
dalamnya sebesar 21,97%. Dengan demikian, maka program wajar 9 tahun telah tuntas 7
tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All (EFA) di Dakar. Program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara
signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun
2009 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS,
dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas. Mulai tahun 2011, mekanisme penyaluran
dana BOS pada madrasah swasta dan PPS mengalami perubahan, yaitu penyalurannya
langsung ke rekening madrasah dan PPS dari KPPN tanpa melalui lembaga penyalur dan
rekening penampung.
Sedangkan dana BKM diberikan dalam bentuk cash (tunai) kepada pihak sekolah atau
siswa. Pengucurun dana ini kesekolah diragukan karena kemampuan dan pengalaman sekolah
mengelola dana bantuan yang belum matang.Sekolah yang tidak berpengalaman disinyalir
perencanaan atau perubahan terhadap APBS penuh rekayasa.Mengingat pencairan dana BOS
mensyaratkan, bila APBS sekolah di bawah jumlah dana BOS, maka sekolah harus
menggratiskan semua biaya pendidikan. Sebaliknya, bila APBS sekolah diatas sana BOS,
sekolah diperbolehkan mencari dana tambahan lain dari masyarakat. Hasil studi ini adalah
BOS sudah diketahui masyarakat tetapi belum sebagaimana yang dimaksudkan dalam
petunjuk. Pertemuan, tetapi pemahaman yang benar dari warga sekolah belum benar. Isu
tentang BOS banyak dimuat di media massa tetapi pada dasarnya hanya menguraikan kasus-
kasus pelaksanaan BOS. Hanya sekolah sebagai pengelola BOS belum cukup terbuka, belum
melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan.
Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) yang dimaksud dalam PKPS-BBM Bidang
Pendidikan secara konsep rnencankup komponen untuk biaya operasional non personil hasil
studi Badan Penelitian dan Pengembangan Departernen Pendidikan Nasional (BALITBANG
DEPDIKNAS ). Namun karena Biya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka
penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong
dalam biaya personil dan biaya investasi. Perlu ditegaskan hahwa prioritas utama BOS adalah
untuk biaya operasional non personil bagi sekolah, bukan biaya kesejahteraan guru dan bukan
biaya untuk investasi.

Oleh karena keterbatasan dana B0S dan pemerintah Pusat, maka biaya investasi
sekolah dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lainnya dengan prioritas utama
dari sumber pemerintah daerah. Semua Sekolah Negeri dan Swasta berhak memperoleh
BOS. Khusus sekolah swasta harus memiliki ijin operasional (program penyelenggaraan
pendidikan). Sekolah yang bersedia menerima B0S harus menandatangani Surat Perjanjian
pemberian bantuan dan bersedia mengikuti ketentuan yang tertuang dalam buku petunjuk
pelaksanaan.

Sekolah kaya/ mapan yang mampu secara ekonomi yang saat ini memiliki penerimaan
lebih besar dari dana BOS mempunyai hak untuk menolak BOS tersehut. Sehingga tidak
wajib untuk melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam buku petunjuk
pelaksanan. Keputusan atas penolakan BOS harus melalui persetujuan orang tua siswa dan
komite sekolah, bilamana di sekolah terdapat siswa miskin, sekolah harus dapat menjamin
kelangsungan siswa tersebut.
Bagi sekolah yang telah menyelenggarakan pendidikan gratis pada periode sebelumnya,
maka sekolah tersebut harus tetap membebaskan semua bentuk pungutan sumbangan atau
iuran kepada seluruh peserta didik. Bagi sekolah yang masih memungut pungutan,
surnbangan atau iuran pada periode sebelumnya yang dikarenakan terdapat selisih antara
RAPBS (kebutuhan personil sekolah) dan BOS, sekolah masih harus mengikuti ketentuan
sebagai berikut:

(1). Apabila di sekolah tersebut terdapat siswa miskin. maka sekolah diwajibkan
membebaskan pungutan/sumbangan iuran seluruh siswa yang ada di sekolah tersebut. Sisa
dana BOS (bila masih ada) digunakan untuk mensubsidi siswa lain.

(2). Bagi sekolah yang tidak mempunyai siswa miskin, maka dana BOS digunakan
mensubsidi seluruh siswa, sehingga dapat mengurangi semua bentuk pungutan
sumbangan/iuran yang dibebankan kepada orang tua siswa minimum senilai dana BOS yang
diterima sekolah.

Depdiknas akan meluncurkan sembilan program utama tahun 2006. Salah satunya
adalah bantuan operasional sekolah (BOS) untuk buku teks pelajaran (BOS Buku), BOS buku
diberikan kepada siswa-siswa SD dan SMP di daerah-daerah terpencil dan tertinggal yang
ada di 9-12 provinsi di Indonesia.

Depdiknas bersama DPR telah sepakat mengalokasikan dana Rp 800 miliar dari
APBN untuk BOS buku tahun 2006. BOS buku teks ini diberikan kepada siswa-siswa SD dan
SMP yang ada di daerah-daerah terpencil dan tertinggal dalam rangka penuntasan wajib
belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun. Pola penyaluran BOS buku ini sama dengan
pola penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS), yaitu menggunakan pola block
grant. BOS buku, diberikan untuk buku teks pelajaran saja, tidak termasuk buku pengayaan.

Pada prinsipnya pihak sekolah dan komite sekolah silahkan memilih buku teks
pelajaran yang akan digunakan di sekolah. Buku teks pelajaran yang dipilih adalah buku yang
sudah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Besar kecilnya dana BOS
Buku ditentukan oleh jumlah siswa dari sekolah yang bersangkutan. Setiap siswa
mendapatkan BOS Buku sebesar Rp20.000,00 per buku.

Bos buku diberikan langsung ke sekolah dengan besaran setiap sekolah mendapatkan
alokasi yang dihitung dari jumlah siswa. Setiap siswa dialokasikan Rp.20.000. Sekolah yang
menerima BOS buku memiliki kewajiban untuk membeli buku teks pelajaran yang
diprioritaskan untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Buku-buku itu
diharapkan digunakan minimal dalam 5 tahun.

Siswa diberikan pinjaman secara cuma-cuma oleh sekolah untuk digunakan dalam
belajar baik di rumah maupun di sekolah dan dikembalikan lagi pada akhir semester atau
akhir tahun pelajaran sehingga bisa dipakai kembali oleh adik kelasnya. Sayangnya, seiring
dengan bergulirnya BOS buku, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional pada awal
tahun pelajaran 2006/2007 mengeluarkan Peraturan Mendiknas No. 22, 23, dan 24. Ketiga
peraturan ini mendasari berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kondisi
daerah dan sekolah yang beragam dan keluwesan penerapan KTSP berdampak pada
pelaksanaan kurikulum pun menjadi beragam. Ada sekolah yang pada tahun pelajaran
2006/2007 ini telah melaksanakan KTSP, ada pula yang belum. Jadi, praktis pada tahun
2006/2007 ini secara nasional berlaku tiga macam kurikulum, yaitu Kurikulum 1994,
Kurikulum 2004, dan kurikulum berdasarkan standar isi (KTSP).

Dengan berlakunya tiga macam kurikulum, panduan BOS buku yang harus dijadikan
acuan para pengelola BOS Buku menjadi kurang sesuai untuk sekolah yang telah menerapkan
KTSP. Dalam panduan itu tercantum pembatasan judul buku yang dibeli dipilih dari daftar
yang tertera dalam lampiran Peraturan Mendiknas No. 26 tahun 2005, hal ini sebenarnya
hanya cocok untuk sekolah yang masih menggunakan kurikulum 1994 dan 2004. Apabila
konsisten dengan isi Permendiknas tentang Buku Pelajaran, sebenarnya buku-buku tersebut
tidak dapat digunakan minimal 5 tahun karena paling lambat tiga tahun yang akan datang
semua sekolah sudah harus melaksanakan kurikulum sesuai standar isi atau KTSP.

Bagi sekolah-sekolah atau dinas pendidikan dikota atau setiap kabupaten yang
responsif menanggapi perubahan kurikulum, pada tahun pelajaran 2006/2007 sekolah-
sekolah mulai SD, SMP, SMA dan SMK telah melaksanakan KTSP. Dengan kondisi yang
demikian, mestinya panduan BOS buku tersebut tidak dapat diberlakukan sama dengan
daerah/sekolah yang masih menerapkan kurikulum 2004 atau kurikulum 1994. Hal inilah
yang menimbulkan kebingungan bagi sebagian pengelola BOS buku dan guru di sekolah. Di
satu sisi harus mempertanggungjawabkan sesuai aturan tetapi disisi lain jika aturan itu
diterapkan akan tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan, meskipun sebenarnya dalam KTSP
tidak ada pembatasan buku.

Kondisi yang demikian ini ternyata juga harus disadari oleh Manajer PKPS-BBM
setiap kota atau kabupaten. Namun agar sekolah tetap mematuhi rambu-rambu yang
tercantum dalam buku Panduan. Logikanya, sesuai tujuan pemberian BOS buku itu untuk
meringankan masyarakat. Apabila ketiga buku itu telah dipenuhi oleh Pemda, kemudian dana
itu digunakan untuk mencukupi kebutuhan buku yang lain akan dapat mempercepat
pemenuhan buku sehingga program pemerintah mewujudkan pemenuhan buku bagi siswa
akan cepat tercapai. Setiap siswa satu buku untuk semua mata pelajaran. Jika BOS buku
masih digunakan lagi untuk membeli buku yang sudah ada di sekolah maka target pemenuhan
buku justru akan terhambat. Di satu sisi ada buku tertentu yang berlebih dan di sisi lain masih
ada yang belum ada sama sekali.

Atas dasar pertimbangan itu dan hasil konsultasi dengan Tim Pusat, maka dibuatlah
edaran ke sekolah agar dana Bos Buku diusahakan untuk memenuhi buku yang belum
dipenuhi oleh Pemda. Sekolah bebas memilih buku sesuai kebutuhannya sendiri. Tetapi,
ternyata beberapa saat kemudian oleh oknum yang merasa dirugikan dengan kebijakan itu,
surat edaran itu dianggap menyalahi panduan BOS buku. Akhirnya, dengan berbagai
pertimbangan dan agar tidak merepotkan, akhirnya surat itu diralat kembali untuk tetap sesuai
panduan yang ada saja meskipun akhirnya ada yang dirasakan kurang tepat.
2. Mengapa Dana Bos Sering Tidak Tepat Sasaran?

Disisi pihak ada temuan yang mengherankan pada sebuah institusi pendidikan
bahwa Dewan Pendidikan (DP) di salah satu
kabupaten.kabupaten Tabanan, membeberkan sejumlah
temuan yang cukup mengejutkan. Dana bantuan operasional sekolah
(BOS) sejumlah Sekolah Dasar (SD) di Tabanan diduga
disunat oknum Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas
Pendidikan dan Persip. Berdalih berwenang mengelola dana BOS,pihak sekolah diminta men
yerahkan sebagian dana itu jika tidakingin guru atau pihak sekolah kena sanksi institusi.
Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Beberapa temuan kasus
seperti penyunatan dana BOS maupun lemahnya pengawasan Dana
Alokasi Khusus (DAK) menyatakan dana BOS yang semestinya
dikelola sekolah justru dalam praktiknya UPTD turut melakukan
intervensi. Pihak UPTD meminta sebagian dana BOS diserahkankepada mereka dengan dalih
untuk dana pengawasan siswa,besaran dana BOSyang disunat sekitar Rp 1.000
per siswa, karena selama ini dilaporkan tidak ada masalah dengan dana BOS, kasus
penyunatan dana BOS di SD ditemui pada beberapa kecamatan
seperti Baturiti, Kediri, dan Pupuan,Dari upaya turun ke lapanganyang dilakukannya ditemui
banyak sekolah yang tidak tahu,
ketentuan petunjuk pelaksana pengelolaan dana BOS. Padahal
sosialisasinya sudah dengan gencar baik lewat media massa
maupun secara internal. Juga sudah jelas disebutkan dalam buku
panduan dan petunjuk dana BOS. Sehingga, ketika oknum UPTD
menyatakan juga berwenang mengelolanya mereka tidak dapat
berbuat banyak kecuali menerima. Ada alasan lain yang cukup
mencengangkan bahwa para guru terpaksa memberikan sebagian
dana BOS karena takut kena sanksi institusi dari UPTD misalnya kena mutasi dan lainnya.
Seharusnya, dana BOS sepenuhnya dalam pengelolaan
sekolah. Karenanya, siapapun atau institusi seperti UPTD tidak
diperkenankan turut campur dalam pengelolaan dana BOS dengan
dalih apa pun. Sebab, hal itu merupakan wewenang sekolah sertamekanisme dan pertanggung
jawabannya dilakukan oleh sekolah.Selaku Ketua DP, Dinas Pendidikan melakukan pengawa
san dan pengecekan kembali atas temuannya itu agar tidak terjadi manipulasi
dan penyimpangan. Selain temuan penyunatan dana BOS, juga
diungkap tim monev adanya keluhan dari sekolah-sekolah terkaitlambatnya bantuan dana alo
kasi khusus (DAK). Hal itu
sangatberpengaruh terhadap pelaksanaan proyek atau kegiatan perbaikansarana dan prasarana
sekolah. Pasalnya, dana DAK belum cair,
sementara perbaikan gedung sekolah mesti cepat dilaksanakan. Dipihak lain, banyak guru ata
u kepala sekolah tidak tahu-menahu soalbantuan DAK tersebut baik besaran maupun pemanf
aatannya.Akibatnya, kepala sekolah kesulitan memanfaatkan dengan benar disamping juga le
mahnya pengawasan pelaksanaan proyek perbaikan
sarana gedung atau mebel. Lemahnya pengawasan membuatsejumlah dana yang turun menja
di rawan penyimpangan.
Hasil temuan menunjukkan bahwa kampanye dana BOS yang begitu gencar di
berbagai media massa, ternyata hanya tebar pesona saja, kasihan murid sekolah kita yang
hanya dibuat terpesona lewat tayangan-tayangan itu.
Beberapa temuan BPKP tentang penyaluran dana BOS bermasalah, adalah, Pertama,
ditemukan sekolah yang belum punya izin operasional, tetapi mendapat dana
BOS. Kedua, terjadi penggelembunganjumlah siswa di 29 provinsi. Lalu, ketiga,penggunaan
dana BOS tidak seperti apa yang disampaikan Mendiknas di depan Komisi X DPR.
Selain itu, ditemukan pula pengunaan dana BOS yang tidak sesuai aturan, seperti
dipakai untuk insentif guru, beli komputer, kepentingan pribadi, dipinjamkan dan karya
siswa. Kalau kayak gini penggunaannya, tidak pas kalau jumlah siswa yang dijadikan
patokan menghitung jatah BOS per sekolah. Perlud ingat, konsep awal guna BOS itu untuk
beli alat praktek siswa, biaya rapat komite sekolah, alat tulis, pembinaan siswa, perbaikan
fasilitas.
Namun, alokasi penggunaan BOS Buku tersebut dinilai sangat rentan terhadap praktik
penyimpangan. Berdasarkan laporan dari berbagai media, aroma tidak sedap mulai terendus
di balik transaksi pengadaan buku teks. Hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun
2006 mengenai BOS buku di Jakarta, Garut, Semarang, dan Kupang, menunjukkan adanya
kesalahan dalam proses pengadaan buku setelah muncul Peraturan Mendiknas Nomor
11/2005 tentang Buku Teks Pelajaran. Dalam peraturan itu, sekolah tidak diperkenankan
memaksa atau menjual buku kepada siswa. Namun, aturan itu disiasati sekolah. Caranya,
dengan mengarahkan sekolah atau siswa membeli buku dari penerbit tertentu.
Jika dana berasal dari masyarakat, sekolah (kepala sekolah) yang menjadi aktor, siswa
diharuskan membeli buku dari penerbit yang sudah memiliki perjanjian kerja sama dengan
sekolah. Bila yang digunakan uang negara, biasanya pejabat dinas yang menjadi pelaku,
sekolah diarahkan membeli buku-buku dari rekanan mereka.

Hal senada juga dilaporkan oleh harian Kompas (25/11/2006). Menurut media
nasional tersebut, indikasi penyimpangan penggunaan dana BOS Buku berupa pembelian
buku yang merupakan hasil rekomendasi dinas. Ini berarti, sangat dimungkinkan buku ajar
yang digunakan di tiap-tiap daerah akan seragam. Selain itu, juga dipastikan munculnya
persaingan tidak sehat antar penerbit untuk memperebutkan rekomendasi dari dinas atau
sekolah.

Sementara itu, harian Pontianak Post (06/01/2007) melaporkan, banyak guru di


Pontianak yang belum mengetahui cairnya dana BOS Buku akibat tidak transparannya kepala
sekolah dalam pengelolaan BOS buku. Dari beberapa sekolah, ada guru-guru mengaku
kecewa sebab kepala sekolah tak memberi tahu kalau BOS buku sudah cair, dan sudah
seharusnya kepala sekolah memberitahukan guru tentang BOS buku. Sebab, selama ini
sosialisasi BOS sangat gencar dilakukan oleh dinas pendidikan dan departemen agama di
seluruh Indonesia.

Peran aktif juga semestinya dilakukan berbagai pihak. Seperti dari LSM yang
tergabung dalam tim pengawas kecurangan dana BOS buku di lapangan. Dewan akan
mengawasi BOS buku dengan ketat. Tak bisa dipungkiri, pelaksanaannya di lapangan sangat
rentan penyimpangan. Misalnya saat sekolah menggelar kegiatan, banyak penerbit buku yang
bersedia menawarkan diri sebagai sponsor. Kalau tak ada kepentingan, tak mungkin penerbit
mau membantu tanpa adanya kompensasi tertentu. Mengenai pemberian diskon adalah
kebijakan internal tiap sekolah, tidak perlu dipermasalahkan jika diberikan secara profesional.
Artinya, potongan harga tersebut bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh guru, bukannya
hanya kepala sekolah ataupun dialihkan untuk pembelian berbagai perlengkapan sekolah, di
luar BOS.

pemerintah harus mengantisipasi berbagai persoalan yang muncul terkait dengan


penyaluran dana tersebut. Salah satunya, penyelewengan dana BOS oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggungjawab.
"Sebelum memberlakukan kebijakan tersebut, pemerintah harus melakukan simulasi
mengenai model penyaluran yang baru ini, untuk melihat kelemahan atau kekurangan dari
sistem ini. Sehingga pelaksanaanya nanti benar-benar siap. Tepat sasaran dan tepat guna,
Salah satu faktor yang perlu diperhitungkan, kecukupan waktu untuk menyosialisasikan
penyaluran program dana BOS. Hal ini dibuktikan dengan terlambatnya pencairan dana BOS
akibat ketidaksiapan pemerintah daerah.
Dengan waktu yang cukup, dapat memberikan kesempatan bagi pemerintah provinsi dan juga
sekolah untuk melakukan berbagai persiapan.

Pada tahun 2011 , dana yang dikucurkan oleh pemerintah untuk Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) mencapai Rp 16.266.039.176.000,00. Penyalurannya dilakukan melalui
Bendahara Negara yang ditransfer ke kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
lalu diteruskan ke rekening sekolah. Cara baru ini bertujuan memberi kewenangan lebih besar
kepada pemerintah daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini diharapkan
pengelolaannya menjadi lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan.

Besaran dana BOS yang disalurkan itu sesuai dengan Permendiknas 247/pk.p7/2010 tentang
alokasi dana BOS per siswa per tahun dan per jenjang pendidikan. Besar biaya satuan BOS
per siswa per tahun adalah:

1. SMP/SMPLB/SMPT di kota Rp. 575.000.

2. SMP/SMPLB/SMPT di kabupaten Rp. 570.000.

3. SD/SDLB di kota sebesar Rp. 400.000.

4. SD/SDLB di kabupaten Rp. 397.000.

Besar dana BOS per siswa dapat berubah pada setiap tahun anggaran, tergantung pada
kebijakan pemerintah. Dalam penggunaan dana BOS, sekolah wajib mengikuti dan menaati
petunjuk teknis pengelolaan dana BOS. Indikator transparansi dan akuntabilitas dana BOS
oleh pihak sekolah terhadap orang tua siswa/masyarakat adalah sebagai berikut:

Komite Sekolah menyetujui Rencana Anggaran Sekolah dan Ketua Komite Sekolah
atau perwakilannya ikut menandatangani RAPBS atau RKAS. Komite Sekolah melakukan
review laporan keuangan sekolah dan Ketua Komite Sekolah atau perwakilannya ikut
mencermati dan memberi masukan bagi laporan keuangan sekolah. Komite Sekolah
menyetujui laporan keuangan sekolah dan Ketua Komite Sekolah atau perwakilannya ikut
menandatangani laporan keuangan sekolah.

Sekolah mengumumkan penggunaan dana di papan pengumuman sekolah, dimana


pengumuman tersebut diperbaharui secara reguler dan papan pengumuman diletakkan di
tempat yang dapat diakses oleh orang banyak.Pada kenyataannya ada sekolah yang tidak
menaati juknis (Aplikasi Pelaporan dan Manajemen Informasi Sekolah) yang telah
disosialisasikan oleh dinas terkait. Pihak sekolah tidak melakukan kewajibannya untuk
mengumumkan poin-poin yang boleh/tidak boleh dibiayai oleh dana BOS, sehingga para
orang tua siswa/masyarakat sama sekali tidak mengetahui perencanaan dan penggunaan dana
BOS ini. Akibatnya sering tererjadi penyalahgunaan dana BOS, karena masyarakat tidak
pernah tau seberapa besar anggaran dana bos yang di terima oleh sekolah.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Pendidikan juga memegang
peranan penting dalam pembangunan, sehingga kemajuan pendidikan sangat di butuhkan
bagi satu bangsa yang ingin menu kemajuan. Untuk kemajuan pendidikan , dibutuhkan
konsentrasi yang tinggi berbagai element bangsa terutama pemerintah. Dalam UUD 1945,
dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga Negara , dan untuk program
wajib belajar pendidikan dasar , pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan
pendanaannya. Selain itu, perkembangan pendanaan pemerintah melalui APBN mengalami
perkembangan pengurangan subsidi untuk BBM mempengaruhi besaran subsidi untuk bidang
lainnya, begitu juga dengan pendidikan salah satu hasilnya yaitu dengan adanya pendanaan
Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) dalam pendidikan.
Penyalahgunaan pengelolan dana BOS banyak di temukan di beberapadaerah, kasus yang
paling sering adalah penggelembungan jumlah siswa, penyalahgunaan dana, dan bahkan data
pelaporan fiktif sering menghiasi surat kabar tentang penyelewengan dana bos. Hal ini bisa
juga di oicu oleh system yang berjalan, lemahnya pengawasan dan partisipasi public yang
kurang, sehingga menyebabkan tujuan dari adanya subsidi BOS sendiri menjadi kurang dan
cenderung berkurang kebermanfaatannya. Untuk itu di perlukan tindakan preventif dari setiap
lembaga dan elemen dari bangsa ini, untuk kemajuan dan pengefektifan dana BOS.
Diantaranya solusi yang kami tawarkan adalah kembali mengkaji kebijakan yang sudah
ditetepkan, karena satu kebijakan tidak mungkin langsung cocok pada tataran implementasi.
Selain itu, kebijakan dana berkeadilan juga bisa menjadi salah satu solusi dari permasalahan.
Karena kondisi orang tua dan siswa serta sekolah tidak semua sama , sehingga yang
mendapatkan subsidi adalah orang orang yang benar-benar mlayak mendapatkan subsidi.
Pengawasan yang lebih efektif dan efisien juga mendukung pencapaian tujuan dana bos .
solusi lain yang bisa di coba adalah pendampingan oleh ahli yang kompeten mempermudah
pengelolaan dan efektifitas dana BOS, mahasiswa Administrasi Pendidikan, serta ahli dalam
bidang Managerial Pendidikan bisa menjadi pendamping utama dan ikut membantu dalam
mengarahkan , hal ini dikarenakan kurangnya tenaga professional terkait administrasi dan
managemen Sekolah yang ada di Sekolah.

Anda mungkin juga menyukai