Anda di halaman 1dari 10

UJIAN AKHIR SEMESTER

KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN PENDIDIKAN


S3 REGULER DAN NON REGULER
Disusun guna memenuhi nilai UAS mata kuliah Kebijakan dan Perencanaan
Strategis Pendidikan
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.M
Prof. Dr. Rugaiyah, M. Pd

Oleh:
SABOLAH (NIM. 9911922012)

Program Studi Doktor Manajemen Pendidikan


Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

2021
INTRODUCTION
Berdasarkan pada data yang saya temukan di SMA Provinsi banten
kaitannya dengan kekuatan dan kelemahan perencanaan mikro adalah
salah satunya bila melihat dari angka partisipasi murni (APM) dan angka
partisipasi kasar (APK) dari jumlah siswa terlihat di provinsi banten dari
tahun ke tahun terlihat makin meningkat jumlah partisipasi umur anak
sekolah yang masuk sekolah, karena APK lebih tinggi. Sebagai contoh
misalkan 2019 APM 60,24 % dan APK 74,77 %. Kemudian bila melihat
dari data siswa yang mengulang, naik kelas dan putus sekolah. Provinsi
banten terlihat trend tiap tahunnya bagus, Bila melihatnya dalam konteks
perencanaan memang ini terlihat bagus tapi situasi mikronya belum tentu
baik dan berbanding lurus.
Untuk mengatasi permasalahan Pendidikan secara komprehensif,
Banghart dan Trull merekomendasikan beberapa hal yang harus dicermati
dalam merencanakan pendidikan, di antaranya (1) mengidentifikasi
berbagai kebijakan terkait dengan system pendidikan; (2) mengevaluasi
dan mempertimbangkan berbagai alternatif metode pendidikan dan dalam
kaitannya dengan masalah-masalah khusus pendidikan; (3) mencermati
masalah-masalah kritis yang memerlukan perhatian, penelitian, dan
pengembangan; (4) mengevaluasi keunggulan dan kelemahan sistem
pendidikan yang ada; serta (5) melaksanakan kajian terhadap sistem
Pendidikan dan komponen-komponennya. Perencanaan berfungsi sebagai
pemberi arah bagi terlaksananya aktivitas yang disusun secara
komprehensif, sistematis, dan transparan. Perencanaan yang baik adalah
perencanaan yang paling mungkin untuk dilaksanakan. Melalui
perencanaan dapat dijelaskan tujuan yang akan dicapai, ruang lingkup
pekerjaan yang akan dijalankan, orang-orang yang terlibat dalam
pekerjaan itu, berbagai sumber daya yang diperlukan, serta langkah-
langkah dan metode kerja yang dipilih berdasarkan urgensi dan
prioritasnya. Semua itu menjadi arah dan panduan dalam mengorganisir
unsur manusia dalam pendidikan, pengerahan, dan pemanfaatan berbagai
sumber daya guna menunjang proses pencapaian tujuan dan dapat
dijadikan sebagai alat pengendalian tentang pencapaian tujuan. Kekeliruan
dan kesalahan semestinya dapat dihindari dengan adanya rencana yang
komprehensif, terintergrasi, dan berdasarkan pada pemilihan strategi yang
tepat. Ketepatan dan keberhasilan dalam perencanaan menjadi barometer
suksesnya pelaksanaan kegiatan dan bermaknanya proses pengendalian
kegiatan serta menjadi kunci bagi efisiensi pemanfaatan berbagai sumber
daya dan efektivitas dalam pencapaian tujuan.

PENYELESAIAN GAP PADA KEBUTUHAN MIKRO


FAN MAKRO DI JENJANG SMA/K
(Studi Kasus SMA/K di Provinsi Banten)

Bilamana ada gap antara kebutuhan mikro dan makro yang tidak relevan ,
yang pertama yang harus dilakukan sebagai pimpinan organisasi
pendidikan di tingkat daerah atau provinsi adalah dengan melakuakan
evaluasi terlebih dahulu. Tahap inilah yang akan membuat pemimpin
(kepala dinas) dapat mengetahui kekurangan dan kelemahan perencanaan
sebelumnya sehingga dapat memprediksi perbaikan-perbaikan untuk
menemukan masalah dan tanda-tanda kenapa bisa terjadi gap tersebut.
Sehingga sangat besar kemungkinan bila masalah ditemukan maka akan
sangat mungkin menemukan solusi dan jawabannya.

Dalam situasi ada gap antara perencanaan mikro dan makro ini
tentu saja akan menjadi masalah dalam dunia Pendidikan, dan memang
kerap sekali terjadi. Karena kebutuhan akan sekolah baik itu fasilitas fisik
dan kualitas sumber daya manusia akan sangat bergantung pada
ketersediaan anggaran suatu daerah, sebut saja untuk sekolah SMS/SMK
akan bergantung pada alokasi anggaran pemerintah provinsi setempat.
Akan tetapi bila melihat dalam konteks perencanaan maka sesungguhnya
ini sangat bisa dilaksanakan dan disiasati. Fungsi perencanaan dalam
konteks ini sangat dibutuhkan, mengingat dunia Pendidikan notabene
berbicara jangka Panjang maka segala hal akan dimulai dengan
perencanaan.

Pemimpin Pendidikan ditingkat provinsi dalah hal masalah gap ini


sebaiknya mulai melakukan evaluasi terhadap rencana yang sudah
dilaksanakan, kemudian bisa memakai tekhnik linear programming
models untuk mengambil keputusan terkait cara mencapai hasil kombinasi
dari sumber daya yang terbatas. Mengapa tehnik ini penting setelah
melakukan evaluasi, agar tidak mengeluhkan keadaan dan keterbatasan
tanpa ada solusi. Sederhananya misalkan menaikkan anggaran Pendidikan,
mungkin saja itu tidak cukup untuk peningkatan output kualitas dan
sebaliknya. Lebih-lebih misalkan ketersediaan anggaran dari masing-
masing daerah berbeda tergantung pendapatan asli daerahnya (PAD).

Dalam konteks Pendidikan SMA di provinsi banten, sebagaimana


tugas saya sebelumnya berbicara tentang Pendidikan di banten. Dengan
APBD TA 2021 mencapai 12, 12 triliun saya kira sangat memungkinkan
untuk tercapainya alokasi biaya Pendidikan yang baik dan memadai untuk
SMA = 183 Sekolah dan SMK = 91 sekolah. Tetapi masalah mikro yang
bicara kwalitas dan layanan juga menjadi bagian dari kunci tercapainya
tujuan Pendidikan. Untuk mepertemukan gap antara dua hal ini adalah
dinas harus memulai dengan memastikan anggaran Pendidikan merata
berdasar asas keadilan terhadap semua sekolah SMA/SMK di banten,
kemudian melakukan evaluasi dan perbaikan atas kekurangan-
kekuranngan di tiap daerah dengan melakukan rapat koordinasi dengan
kepala sekolah SMA/SMK se-banten hingga dengan melakukan prediksi
atas perbaikan yang ingin dicapai dan kendala yang ditemukan, sebut saja
misalkan untuk mengurangi atau mempertemukan gap ini maka kepala
dinas harus melakukan kolaborasi dan membangun keterbukaan
komunikasi dengan semua pihak, utamanya sekolah-sekolah yang ada
dibawah koorinasinya.

Tercapainya pelayanan Pendidikan yang baik sebagai mana


harapan semua pihak dengan mengurangi gap maka penting dilakukan
dengan baik dan bijak oleh kepala dinas yakni salah satunya tadi itu
dengan melakukan evaluasi dan rembuk Bersama dengan stakeholder
terkait sehingga tidak saja memakai probability theory. Tapi dengan
langsung turun memastikan sampai ke level sekolah, sehingga tidak terjadi
lagi gap antar kedua masalah tersebut, lebih-lebih bilamana anggaran
pendidikannya cukup memadai

1. Langkah-langkah yang harus dilakukan agar layanan Pendidikan tetap


terjaga dengan baik apabila terdapat dalam perencanaan bahwa kebutuhan
tidak sesuai dengan alokasi dana yang diberikan yakni dengan :
a. Melakukan survey atau melihat situasi dan tingkat Pendidikan
masyarakatnya di suatu daerah tersebut
b. Melihat struktur pendidikannya
c. Melihat fasilitas layanan Pendidikan
d. Melihat sumberdaya Pendidikan sekolah di daerah tersebut’
e. Melihat manajemen Pendidikan yang dijalankan

Dengan mengetahui secara rinci beberapa hal diatas maka akan


sangat mempermudah pemimpin Lembaga Pendidikan dalam hal ini
kepala dinas misalkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan kearah yang
lebih baik tentunya. Mendapakan beberapa hal diatas memang ada yang
bisa dilakukan dengan melakukan rapat kordinasi dengan memanggil
kepala sekolah, akan tetapi lebih baik lagi bilamana dilakukan secara
langsung juga dengan melihat situasi dilapangan. Seperti melihat situasi
masyarakat dilingkunagn sekolah, keterlaksanaannya manajemen dan
layanan Pendidikan serta fasilitas pendidikannya harus dilihat secara
langsung tidak cukup dengan cerita-cerita. Sehingga dapat mengambil
kesimpulan terkait situasi yang terjadi di masing-masing daerah bila
berbicara tentang sekolah SMA/SMK yang mana menjadi tanggung jawab
dinas ditingkat provinsi.

Dengan menemukan beberapa hal spesifik itu maka kepala dinas


dapat mengambil kebijakan strategis meskipun dalam kondisi anggaran
yang terbatas. Minimal mungkin kepala dinas dapat memberlakukan skala
prioritas terhadap kondisi Pendidikan yang ditemukan. Artinya tidak harus
merata anggaran yang digelontorkan ke semua daerah, akan tetapi dapat
memberikannya sesuai kebutuhan terdekat dalam rangak tercapainya
layanan Pendidikan yang berkualitas. Dan disanalah letak untungnya bila
dilakukan rapat koordinasi secara langsung selain turun ke lapangan,
semua daerah akan mengetahui dan bahkan akan bisa memaklumi
bilamana nanti ada daerha yang anggarannya diberikan lebih besar, karena
dalam rapat tersebut akan bercerita tentang keadaan masing-masing.
Bahkan dalam suatu titik, mungkin sekolah atau daerah lain dapat
memberikan solusi dan pengalaman bagi sekolah atau daerah lain dalam
konteks meningkatkan layanan Pendidikan dengan keadaan keterbatasan.

Karenanya kepemimpinan dan pola-pola mementukan kebijakan


dan melakuakan perencanaan juga menjadi kunci bagi tercapainya
kwalitas dan layanan pendidkan yang baik dan ideal.

Perencanaan dan manajemen pendidikan diarahkan untuk dapat


membantu: (1) memenuhi keperluan akan tenaga kerja, (2) perluasan
kesempatan pendidikan, (3) peningkatan mutu pendidikan, serta (4)
peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan.
Pemenuhan keperluan akan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas
menempati prioritas utama karena tanpa didukung tenaga kerja yang
terampil, maka pembangunan di berbagai bidang sukar dilaksanakan dan
tingkat pengangguran akan terus meningkat. Kebutuhan akan pendidikan
juga terus meningkat. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan merupakan upaya pembebasan yang bersifat politis dan
merakyat. Sementara peningkatan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan merupakan pra syarat bagi terwujudnya
pemenuhan keperluan akan tenaga kerja dan perluasan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan.

Tujuan pendidikan yang bersifat eksternal tersebut telah


melatarbelakangi pandangan klasik tentang perencanaan pendidikan, yaitu
(1) pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach); (2) pendekatan
perencanaan ketenagakerjaan (manpower planning approach); dan (3)
pendekatan untung-rugi dalam perencanaan Pendidikan (rate of return
approach). Davis (2015) menambahkan pendekatan yang keempat, yaitu
pendekatan analisis keefektifan biaya (cost effectiveness analysis
approach), sebagaimana dikemukakan Davis bahwa: “Educational
planning is said to have three basic approaches used at the national level,
and we would add a fourth apllied mainly at the project or program level;
estimation of social demand; manpower planning; rate of return analysis;
and cost efectiveness analysis” (Blaugh 2015; Roger dan Rucklin 2020;
Davis 2006).

Perencanaan dengan pendekatan kebutuhan sosial (social demand


approach) menekankan pada tujuan pendidikan yang mengandung misi
pembebasan, yakni pembebasan masyarakat dari kebodohan dan
kemiskinan. Misalnya keperluan akan pendidikan yang memadai, yang
implementasinya tertuang dalam bentuk kebijakan wajib belajar,
pembebasan biaya pendidikan bagi kelompok masyarakat yang terbatas
secara ekonomis. Pendekatan ini membawa misi bagaimana perencana
dapat mengakomodir agar semua orang dapat memperoleh pendidikan
yang memadai dengan pembiayaan wajar. Pendidikan adalah hak setiap
warga negara, setiap orang harus mempunyai kesempatan untuk
memperoleh pendidikan, tidak dibatasi oleh ketidakberdayaan secara
ekonomis, fisik, ataupun faktor sosial budaya lainnya.

Pemerintah dan/atau penyelenggara pendidikan harus berupaya


untuk dapat mengakomodir semua penduduk usia sekolah (PUS) yang
berada dan terlibat dalam system pendidikan. Mahalnya pendidikan jadi
relatif, yang pasti semua penduduk usia sekolah harus ambil bagian dalam
proses pendidikan. Tingkat keberhasilan pemerintah dalam pelayanan
pendidikan dapat diketahui dari besarnya persentase penduduk usia
sekolah yang bersekolah, yang dikenal dengan istilah angka partisipasi
pendidikan.

Manpower planning approach menekankan pada kesesuaian atau


relevansi antara lulusan (output) satuan pendidikan dan keperluan akan
tenaga kerja di berbagai bidang. Implementasinya tertuang dalam
kebijakan “link and match, kurikulum berbasis kompetensi, penerapan
konsep life skill, dan sejenisnya”. Proses Pendidikan dipandang sebagai
wahana untuk mempersiapkan peserta didik menjadi sumber daya manusia
(SDM) yang terdidik dengan baik, yakni SDM yang kreatif, inovatif,
kompetitif, memiliki sikap dan kepribadian yang unggul, serta memiliki
keterampilan hidup yang memadai untuk hidup mandiri dan
mengembangkan dirinya. SDM yang terdidik dengan baik akan menjadi
manusia produktif yang dapat menyumbang pada keberhasilan
pembangunan. SDM yang terdidik dengan baik akan menjadi manusia
yang bermakna bagi dirinya, keluarganya, organisasi di mana ia berada,
serta masyarakat dan bangsa pada umumnya. Pendekatan perencanaan
ketenagakerjaan (manpower planning approach) mempersiapkan SDM
untuk menjadi tenaga kerja yang produktif di masa yang akan datang.

Cost benefit approach menekankan pada analisis untung rugi yang


lebih bersifat ekonomis dan berlandaskan pada konsep investment in
human capital. Pendidikan dipandang sebagai investasi sumber daya
manusia yang akan mendatangkan keuntungan yang dapat diukur dengan
nilai moneter. Penyelenggara pendidikan akan mempertimbangkan berapa
banyak investasi yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan,
keuntungan apa yang akan diperolehnya dan berapa banyak, adakah
keuntungan langsung ataupun keuntungan tidak langsung atas program
penyelenggaraan pendidikan tersebut. Masalah untung-rugi menjadi bahan
pertimbangan utama dalam penyelenggaraan pendidikan. Konsep ini juga
menjadi dasar pemikiran bahwa semakin banyak dana dialokasikan untuk
pendidikan, akan semakin banyak keuntungan yang akan diperoleh
penyelenggara pendidikan di masa yang akan datang.

Sementara Cost effectiveness approach lebih menekankan pada


penggunaan dana dan fasilitas yang secermat mungkin untuk mencapai
hasil optimal, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pertimbangan
utama dalam pendekatan efektivitas biaya adalah berapa banyak budget
yang tersedia untuk pendidikan, pendidikan apa yang dapat dilakukan
dengan budget tersebut. Dalam konteks ini dianut prinsip produktivitas,
yakni dengan dana minimal diupayakan dapat mencapai hasil yang
maksimal. Para penyelenggara pendidikan akan menghindari adanya
pemborosan dalam pembiayaan pendidikan dan akan berupaya seoptimal
mungkin agar tujuan pendidikan dapat dicapai secara cepat dan tepat. Pada
umumnya, perencanaan pendidikan merupakan hasil sintesis dari keempat
pendekatan tersebut. Pemerintah sebagai penyedia/penyelenggara
pendidikan perlu mempertimbangkan penggunaan keempat pendekatan
tersebut dalam merencanakan pendidikan. Hal itu tercermin dalam
perencanaan yang berkaitan dengan penuntasan program wajib belajar
pendidikan dasar, di mana semua anak usia pendidikan dasar pada saatnya
dapat terlayani semua dalam sistem pendidikan nasional.

Untuk itu digunakan konsep pendekatan tuntutan sosial (social


demand approach). Sementara itu, kehendak untuk mengalokasikan biaya
pendidikan sebanyak 20% dari APBN dan APBD merupakan manifestasi
dari pandangan bahwa pendidikan merupakan prioritas dalam
pembangunan. Jika kita mengalokasikan dana yang cukup (sebagai
prioritas) untuk pendidikan anak bangsa, maka pemerintah pada dasarnya
menanamkan investasi jangka panjang. Modal yang besar untuk
pendidikan akan menghasilkan SDM yang produktif dan kompetitif, yang
pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada kemajuan pembangunan
pada

Anda mungkin juga menyukai