Anda di halaman 1dari 16

DAMPAK PEMISAHAN WILAYAH KABUPATEN BARITO TIMUR

DENGAN KABUPATEN BARITO SELATAN TERHADAP


KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN BARITO TIMUR

Nama Penulis

Abstrak

Kebijakan Desentralisasi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 telah
memperluas wewenang pelaksanaan Otonomi Daerah melalui penyerahan sepenuhnya beberapa
bidang urusan pemerintahan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Dan Kota, untuk menjadi tugas
dan tanggung jawabnya dalam rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas Otonomi dan tugas pembantuan. Pemekaran daerah merupakan engan asas desentralisasi
berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakatsuatu langkah atau cara politik sebuah daerah dengan cara membagi atau memperluas sub
bagian wilayah dari daerah tersebut baik bagian atau daerah yang berbentuk provinsi baru ataupun
kabupaten baru. Tujuan dilakukannya upaya pemerintah dalam pemekaran daerah ini adalah tidak
lainuntuk meningkatkan mengefektif dan mengefisienkan pelayan sosial kepada masyarakat. Dengan
mengacu pada itu penulis berkeinginan apakah ada Dampak langsung terhadap masyarakat lokal
Barito Timur pasca pemisahan wilayah dikarenakan pemisahan wilayah pasti mempunyai tujuan agar
masyarakat sejahtera dalam segala bidang, pemekaran itu sendiri berlangsung pada tahun 2002, Barito
Timur (TAMIANG LAYANG) adalah nama yang secara resmi ditetapkan bagi daerah ini setelah
terbentuk menjadi kabupaten otonom sejak tahun 2002. Sebelumnya, daerah ini masih bergabung
dengan Kabupaten Barito Selatan (BUNTOK). Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif
agar dalam penulisan penelitian ini data serta keterangan dikumpulkan secara objektif dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang dipergunakan
adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pemekaran wilayah (propinsi, kabupaten,
kecamatan, dan desa) merupakan dinamika kemauan politik masyarakat pada daerah-daerah yang
memiliki cakupan luasan wilayah administratif cukup luas. Dalam ukuran 10 tahun pasca menjadi
kabupaten yang mandiri, kabupaten Barito Timur bergerak cepat melakukan beberapa prioritas
pembangunan menyangkut pemberdayaan masyarakat, penciptaan infrastruktur baru, perbaikan
kualitas birokrasi, pembangunan kehidupan politik yang baik dan lain-lain. Segenap daya dikerahkan
menciptakan kabupaten barito timur yang mandiri.

Keyword : Barito Timur, Metode, Sejarah, Kesejahteraan


PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau yang sangat banyak sehingga
mengakibatkan wilayah daerah yang sangat luas. Disamping luas wilayah yang besar keragaman
gugusan pulau tadi mengakibatkan beragamnya kearifan lokal masing-masing wilayah. Menyikapi
fenomena tersebut dalam konteks penataan relasi politik yang lebih ideal maka diperlukan sebuah
formulasi otonomi daerah yang kemudian dibagi dalam mekanisme pemekaran wilayah. Pemekaran
wilayah salah satunya, agar bisa mengakomodasi keperluan daerah karena semakin dekatnya
perhatian pemerintah daerah dengan rakyatnya sehingga dengan itu kesejahteraan masyarakat lebih
terakomodir. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan menugur
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Kebijakan Desentralisasi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 telah
memperluas wewenang pelaksanaan Otonomi Daerah melalui penyerahan sepenuhnya beberapa
bidang urusan pemerintahan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Dan Kota, untuk menjadi tugas
dan tanggung jawabnya dalam rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas Otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian Otonomi luas kepada Daerahnya diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, Pemberdayaan
dan peran serta Masyarakat. Disamping itu melalui Otonom luas kepada daerahnya diharapkan
mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi yang sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki. Sehingga pelaksanaan otonomi daerah dimaknai sebagai suatu keleluasaan
dan kewenangan yang diberikan pemerintah kepada pemerintah daerah sendiri atas dasar prakarsa,
dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat serta
kreatifitas dan peran aktif seluruh masyarakat, untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan.

Sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, dikemukakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas
kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Maksud pembentukan
daerah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat, di samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Bila inisiatif
daerah muncul untuk memekarkan daerahnya maka selanjutnya akan muncul proses penentuan
kelayakan sebuah daerah untuk dimekarkan. Regulasi yang ada mensyaratkan adanya kesiapan daerah
untuk pemekaran. Usulan pembagian Daerah yang terkandung dalam pasal 18 UndangUndang Dasar
1945 berserta penjelasannya” Daerah yang dibentuk berdasarkan asas Desentralisasi dan
Dekonsentrasi adalah Daerah Provinsi, sedangkan Daerah yang dibentuk berdasarkan asas
Desentralisasi adalah Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah yang dibentuk Pemekaran daerah
merupakan engan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatsuatu langkah atau cara politik sebuah daerah dengan
cara membagi atau memperluas sub bagian wilayah dari daerah tersebut baik bagian atau daerah yang
berbentuk provinsi baru ataupun kabupaten baru. Tujuan dilakukannya upaya pemerintah dalam
pemekaran daerah ini adalah tidak lainuntuk meningkatkan mengefektif dan mengefisienkan pelayan
sosial kepada masyarakat. Hal tersebut bisa tercermin karena masing-masing daerah secara mandiri
memiliki keleluasaan dan ruang kreatifitas yang lebih luas untuk menciptakan sebuah terobosan baru
yang lebih bertanggungjawab dalam kesejahteraan masyarakat.

Dalam undang undang otonomi daerah, wacana pemekaran tidak terlepas dari pemberlakuan
prinsip-prinsip otonomi daerah. Hal ini menyimpulkan bahwa pada prinsipnya otonomi daerah
merupakan media atau jalan untuk menjawab tiga persoalan mendasar dalam tata pemerintahan dan
pelayanan terhadap publik. Sehingga banyak orang berasumsi bahwa pemekaran daerah merupakan
langkah yang diambil setelah diberlakukannya otonomi daerah yang merupakan "Mencari Bentuk
Otonomi Daerah: Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global" (Dr. J.
Kaloh,2002) :

1. Pemekaran daerah yang dilakukan oleh pemerintah merupakan jalan atau upaya untuk
mendekatkan pemerintah kepada rakyat
2. Melalui pemekaran Daerah juga harus tercipta akuntanbilitas yang terjaga dengan baik
3. Pemekaran Daerah diformulasikan menjadi langkah untuk mengupayakan responsivenes,
dimana public berpartisipasi aktif dalam pengambilan kebijakan

Dengan mengacu pada itu penulis berkeinginan apakah ada Dampak langsung terhadap
masyarakat lokal Barito Timur pasca pemisahan wilayah dikarenakan pemisahan wilayah pasti
mempunyai tujuan agar masyarakat sejahtera dalam segala bidang, pemekaran itu sendiri berlangsung
pada tahun 2002, Barito Timur (TAMIANG LAYANG) adalah nama yang secara resmi ditetapkan
bagi daerah ini setelah terbentuk menjadi kabupaten otonom sejak tahun 2002. Sebelumnya, daerah
ini masih bergabung dengan Kabupaten Barito Selatan (BUNTOK). Barito Selatan dikenal dengan
nama Barito Hilir untuk wilayah dengan luas 8.287,57 km² sepanjang kiri dan kanan aliran Sungai
Barito dan untuk Barito Timur dengan luas 3.013 km² yang meliputi daratan sebelah timur Sungai
Barito. Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka masyarakat Barito Timur mengusulkan
dibentuknya kembali Kabupaten Barito Timur.

Menurut Zain Alkin. 2005, dalam ukuran 10 tahun pasca menjadi kabupaten yang mandiri,
kabupaten Barito Timur bergerak cepat melakukan beberapa prioritas pembangunan menyangkut
pemberdayaan masyarakat, penciptaan infrastruktur baru, perbaikan kualitas birokrasi, pembangunan
kehidupan politik yang baik dan lain-lain. Segenap daya dikerahkan menciptakan kabupaten barito
timur yang mandiri. Pembangunan dikerahkan untuk membangun sinergis yang nyata antara SDA dan
kekuatan strategis ditingkat daerah yang memicu lahirnya terobosan-terobosan pembangunan yang
relatif segar dan tepat untuk menjadi daerah yang maju. Maka dengan pemisahan wilayah yang telah
berjalan sembilan tahun apakah sudah terwujud kesejahteraan masyarakat, maka dari itu penulis ingin
mengetahui serta menganalisis dengan kritis agar bermanfaat kedepannya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari pemekaran wilayah
Kabupaten Barito Timur dengan Kabupaten Barito Selatan terhadap kesejahteraan masyarakat lokal.
Selain itu juga, diharapkan menjadi manfaat secara akademis sebagai penambah wawasan dan
mengembangkan pengetahuan bagi mahasiswa ilmu pemerintahan pada khususnya, dan sebagai
pembelajaran bagi peneliti dan menganalisis masalah secara ilmiah. Secara praktis penelitian ini
diharapkan mampu menjadi masukan dan memberikan kontribusi yang positif bagi penyelenggara
pemerintahan Kabupaten Barito Timur, dalam hal untuk memberdayakan masyarakat termasuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal yang ada di daerah.
METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara yang dilakukan dalam suatu kegiatan dengan tujuan untuk
mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai menyusun laporannya (Narbuko, Cholid,
dan Achmadi Abu, 2003.) Agar dalam penulisan penelitian ini data serta keterangan dikumpulkan
secara objektif dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Dalam penelitian ini, jenis penelitian
yang dipergunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif (Moleong, Lexy, J.,
2002.) Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. Sumber data
merupakan orang atau dokumen yang terkait dengan masalah penelitian sebagai sumber informasi.
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah:

a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari tempat penelitian melalui
wawancara dan dokumentasi.Kata-kata serta tindakan obyek yang diamati dan diwawancarai
merupakan sumber data yang utama ataupun primer. Sumber data dicatat melalui catatan secara
tertulis ataupun melalui tape, pengambilan foto atau film.

b. Data Sekunder
Data sekunder atau data pendukung yaitu data yang diperoleh dari pihak lain dan dari buku-
buku, dokumen-dokumen dan catatan resmi yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah perundang-undangan, peraturan daerah yang terkait dengan
Pelayanan Publik, internet, artikel, majalah, karya ilmiah, dan catatan, arsip maupun dokumen dari
aparatur di lokasi penelitian.

Didalam menjawab fenomena pada latar belakang dalam penelitian ini, maka peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk menganalisa datanya. Sebab analisa deskriptif
merupakan suatu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orangorang dan perilaku yang diamati, bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematis, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara
fenomena yang diteliti sehingga dapat menggambarkan subyek-subyek penelitian yang ada sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang nampak sebagaimana yang sebenarnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Pemekaran Wilayah

Pemekaran wilayah (propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa) merupakan dinamika


kemauan politik masyarakat pada daerah-daerah yang memiliki cakupan luasan wilayah administratif
cukup luas. Ditetapkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, pemerintah telah memberikan ruang bagi
daerah untuk melakukan pemekaran wilayah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat
secara merata pada setiap tingkatan. Berdasarkan ketentuan tersebut, pemekaran daerah dapat berupa
penggabungan dari beberapa daerah atau bagian daerah yang berdekatan atau pemekaran dari satu
daerah menjadi lebih dari satu daerah. Sedangkan secara substansi, pemekaran daerah bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan pemerintah pada masyarakat dalam rangka percepatan pembangunan
ekonomi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban untuk mewujudkan keserasian pembangunan
antar pusat dan daerah. Selain itu diatas, menurut Sidik Pramono dan Susie Berindra, “ pemekaran
daerah dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal untuk sesuai potensi dan
cita-cita daerah”.
Gagasan pemekaran wilayah dan pembentukan Daerah Otonom Baru memiliki dasar hukum
yang cukup kuat. Secara yuridis landasan yang memuat persoalan pembentukan daerah terdapat dalam
pasal 18 UUD 1945 yang intinya, bahwa membagi daerah Indonesia atas daerah besar (provinsi) dan
daerah provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberi peluang pembentukan daerah dalam suatu
NKRI, yaitu daerah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Dari sisi pemerintah pusat, mengutip dari Ahmad
Muzawwir, “Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara dalam Perspektif
Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000” bahwa proses pembahasan pemekaran wilayah yang
datang dari berbagai daerah melalui dua tahapan besar yaitu proses teknokratis (kajian kelayakan
teknis dan administratif), serta proses politik karena selain harus memenuhi persyaratan teknokratis
yang telah diatur dalam UU dan Peraturan Pemerintah, proposal pemekaran harus didukung secara
politis oleh DPR.
Tahapan dan prosedur pembentukan daerah kabupaten/kota menurut PP No. 78/2007 tentang
Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah sebagai
pengganti PP No. 129/2000, pada Pasal 16 dimana ada beberapa prosedur yang harus dilalui oleh
daerah Kabupaten/Kota yang akan dimekarkan, yaitu:
1. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa
dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang
menjadi calon cakupan wilayah Kabupaten/Kota yang akan dimekarkan.
2. DPRD Kabupaten/Kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk Keputusan DPRD bersadarkan
aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau
nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;
3. Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dalam bentuk keputusan Bupati/ Walikota berdasarkan hasil
kajian daerah;
4. Bupati/Walikota mengusulkan pembentukan Kabupaten/Kota kepada Gubernur untuk
mendapatkan persetujuan dengan melampirkan :

a. Dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/Kota;


b. Hasil kajian daerah;
c. Peta wilayah calon Kabupaten/Kota; dan
d. Keputusan DPRD Kabupaten/Kota dan keputusan Bupati/Walikota sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b.
5. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan
Kabupaten/Kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah
6. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon Kabupaten/Kota kepada DPRD
Propinsi;
7. DPRD Propinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan
Kabupaten/Kota; dan
8. Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan Kabupaten/Kota, Gubernur
mengusulkan pembentukan Kabupaten/Kota kepada Presiden melalui Menteri dengan
melampirkan :
a. Dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/Kota;
b. Hasil kajian daerah;
c. Peta wilayah calon Kabupaten/Kota;
d. Keputusan DPRD Kabupaten/Kota dan keputusan Bupati/Walikota sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b; dan e. Keputusan DPRD Propinsi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf c
e. Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf d.

Perkembangan pemekaran wilayah dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir ini cukup
banyak mendapat respon masyarakat. Sampai tahun 2005, pemerintah telah mengesahkan pemekaran
wilayah sebanyak 148 daerah otonom baru, terdiri dari 7 propinsi, 114 kabupaten, dan 27 kota (tahun
1999-2004). Sampai tahun 2007 telah terbentuk 173 daerah otonom, terdiri dari 7 propinsi, 135
kabupaten, dan 31 kota. Dalam versi lain pemekaran wilayah selama tahu 1999-2007, telah terbentuk
7 propinsi, 144 kabupaten, dan 27 kota. Pada tahun 2007, DPR telah memutuskan 12 wilayah dari
usulan 39 wilayah yang diterima sebagai daerah pemekaran yang disahkan oleh Departemen Dalam
Negeri. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, antara tahun 1999 sampai dengan tahun
2009, telah terbentuk 205 Daerah Otonom Baru, yang terdiri atas 7 provinsi, 165 kabupaten, dan 33
kota (Priyono,2008.)
Maraknya pemekaran wilayah ini di satu pihak perlu disyukuri karena memberikan tempat
bagi aspirasi, keberagaman, dan otonomi lokal, sesuatu yang dulu diabaikan pada era Orde Baru.
Namun di lain pihak, fenomena pemekaran wilayah secara besar-besaran tersebut sekaligus membawa
masalah-masalah baru. Masalah-masalah yang bisa terjadi akibat dari ketergesa-gesaan pada suatu
daerah yang mengalami pemekaran wilayah di antaranya ialah adanya tidak jelas akan membuat
kelangsungan sosial di lapangan menjadi tersendat, tidak berjalan lancar. Seperti rencana tata ruang
wilayah (RTRW) yang buruk dalam pemetaannya akan membuat masyarakat sulit menggunakan
kebutuhan administrasi dalam kepentingan sebagai warga negara Indonesia. Kemudian masalah
kepemimpinan yang tidak jarang bagian paling rumit menentukan suatu pemerintahan akan menyeret
ke dalam masalah baru (Eska Miranda,2011)
Melihat kondisi faktual seperti diatas, pembentukan daerah otonom baru disinyalir bermuatan
politis dan cenderung merugikan masyarakat. Terjadinya tidak memperlambat tujuan otonomi dearah
umumnya dan pemekaran daerah pada khususnya yaitu mendekatkan dan mempercepat proses
pelayanan publik di masyarakat dan mensejahterakan rakyat. Dengan kenyataan seperti ini, substansi
dari otonomi daerah itu sendiri tidak akan tepat pada sasarannya. Otonomi daerah dengan pemekaran
wilayah yang digembor-gemborkan akan mewujudkan kemajuan suatu daerah malah sebaliknya akan
menjadi bumerang. Tujuan pembentukan daerah otonom baru hanya menjadi sebuah hipotesis yang
tidak terbukti atau bahkan gagal. Disisi lain proses pemekaran tetap saja berlangsung sebagai
dinamika perkembangan di era reformasi. Kemudian pertanyaannya adalah 1) bagaimana
meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah pemekaran baru yang menjadi provinsi, kabupaten,
kecamatan, atau desa?; 2) apakah program-program pembangunan sudah diimplementasikan sesuai
dengan kebutuhan wilayah baru tersebut?; serta 3) bagaimana usaha yang perlu dilakukan untuk
mengurangi sebanyak mungkin kemungkinan dampak negatif dan mendorong semaksimal mungkin
munculnya dampak positif? Usaha ini harus dilakukan baik oleh rakyat dan pemerintahan di aras lokal
maupun oleh pemerintahan di arah nasional.
Sejarah Barito Timur

Barito Timur adalah nama secara resmi ditetapkan bagi daerah ini setelah terbentuk menjadi
kabupaten otonom sejak tahun 2002. Sebelumnya, daerah ini masih bergabung dengan Kabupaten
Barito Selatan. Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka masyarakat Barito Timur
mengusulkan dibentuknya kembali Kabupaten Barito Timur. Sebelumnya, Barito Selatan dikenal
dengan nama Barito Hilir untuk wilayah dengan luas 8.287,57 km² sepanjang kiri dan kanan aliran
sungai barito , dan untuk Barito Timur dengan luas 3.013 km² yang meliputi daratan sebelah timur
sungai barito. Berdasarkan pembagian wilayah administrasi Pemerintahan pada waktu itu, Wilayah
Barito Hilir dan Barito Timur adalah Wilayah Kewedanaan dari Kabupaten Barito yang pusat
pemerintahan nya berkedudukan di Muara Teweh. Kedua wilayah Kewedanaan tersebut adalah :
1. Kewedanaan Barito Hilir dengan ibukotanya Buntok
2. Kewedanaan Barito Timur dengan ibukotanya Tamiang Layang
Tuntutan masyarakat dari kedua Kewedanaan ini agar Kabupaten Barito dipisahkan menjadi
dua kabupaten, yang akhirnya mendapat dukungan dariv DPRD Barito pada tahun 1956 dalam bentuk
mosi tanggal30 Januari 1956 dengan nomor 1/MS/DPRD/56 dan tanggal 21 September 1956 dengan
nomor2/MS/DPRD/56. Selain itu tuntutan masyarakat ini dituangkan pula dalam surat dukungan
Bupati Kepala Daerah Kabupaten Barito dengan surat nomor 675/UP-IV-4 tanggal 23 April 1958.
sambil menunggu ketetapan dari Pemerintah Pusat oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Kalimantan Tengah dikeluarkan Surat Keputusan (SK) nomor 28/Des-I-4/58 tanggal 10 Juni 1958
ditunjuklah Wedana Barito Hilir disamping tugasnya mengadakan perasiapan-persiapan seperlunya.
Realisasi dari Surat Keputusan (SK) tersebut, maka pada tanggal 5 September 1958 resmi
terbentuknyas kantor persiapan kabupaten yang berkedudukan di Buntok. Tahun 1959 keluarlah
Undang-undang nomor 27 Tahun 1959 yang berlaku sejal tanggal 4 Juli 1959. dalam Undang-undang
tersebut ditetapkan antara lain Kewedanaan Barito Hilir dan Barito Timur dijadikan Daerah Otonomi
yang terpisah dari Kabupaten Barito dengan nama Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Selatan,
dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Buntok. Secara formal Kabupaten Barito Timur
terbentuk bersama-sama dengan beberapa kabupaten lainnya di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah
pada tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito
Timur.
Sebelum Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten
Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur ini
dikeluarkan, wilayah Kewedanaan Barito Timur pernah berkembang dari Kewedanaan Barito Timur
menjadi Wilayah Pembantu Bupati Barito Timur, sejak Undang-undang tersebut diatas berlaku, maka
secara resmi Wilayah Barito Timur memisahkan diri dari Kabupaten Barito Selatan dan menjadi
daerah otonom sendiri dengan nama Kabupaten Barito Timur dengan ibukota Tamiang Layang.
Kabupaten Barito Timur yang beribukota di Tamiang Layang terletak antara 1º 2’ Lintang
Utara dan 2º 5’ Lintang Selatan, 114º – 115º Bujur Timur yang diapit oleh kabupaten tetangga yaitu
Sebelah Utara dengan Wilayah Kabupaten Barito Selatan, disebelah Timur dengan sebagian Wilayah
Provinsi Kalimantan Selatan, di Sebelah Selatan dengan Kabupaten Barito Selatan Provinsi
Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan serta di Sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah.
Luas Wilayah Kabupaten Barito Timur tercatat seluas 3.834 km² yang meliputi sepuluh (10)
kecamatan. Kecamatan Dusun Timur dan Kecamatan Paju Epat merupakan kecamatan terluas,
masing-masing 867,70 km² dan 664,30 km² atau luas kedua kecamatan tersebut mencapai 40,15 %
dari seluruh luas wilayah Kabupaten Barito Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Barito Timur
adalah merupakan dataran rendah yang ketinggiannya berkisar antara 15 s/d 80 meter dari permukaan
laut, kecuali sebagian Wilayah Kecamatan Awang dan Kecamatan Patangkep Tutui yang merupakan
daerah perbukitan. Dengan tidak adanya sungai besar dan banyaknya sungai kecil/anak sungai,
keberadaannya menjadi salah satu ciri khas Kabupaten Barito Timur. Sebagian besar wilayah
Kabupaten Barito Timur beriklim tropis dengan rata-rata mendapat penyinaran matahari lebih dari
50% sepanjang tahun. Udaranya relatif panas yaitu pada siang hari bisa mencapai 34,6ºC dan pada
malam hari mencapai 21,0ºC, sedangkan rata-rata curah hujan pertahunnya relatif tinggi yaitu
mencapai 239,53 mm.

Dampak Pemisahan Barito Timur dan Barito Selatan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Dari sisi sejarah pemekaran Kabupaten Barito Timur dari Kabupaten Barito Selatan tidak
terlepas dari aspirasi masyarakat yang kuat. Selama ini pembangunan di Barito Timur, dilihat dari
segi sosial contohnya pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas SDM.
Gambaran umum keadaan pendidikan di Barito Timur antara lain tercermin dari kuantitas dan kualitas
prasarana pendidikan seperti jumlah sekolah, murid dan guru. Tahun 2010 rasio murid terhadap guru
cukup ideal, rata-rata seorang guru menangani 10 orang murid untuk sekolah dasar, 9 orang murid
untuk menengah pertama, dan 13 untuk menengah atas. Dan pembangunan sarana dan prasarana
kesehatan di Barito Timur mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,
namun demikian, rasio dokter perjumlah penduduk hingga tahun 2011 relatif masih belum ideal
karena seorang dokter harus menangani lebih dari 2.632 jiwa, dan perhatian Kabupaten Induk masih
belum maksimal, sedangkan bidang keagamaan juga menjadi salah satu unsur penting pembangunan
masyarakat untuk menjadi bangsa yang beriman dan bertakwa kepada tuhan YME. Pembangunan
rumah peribadatan dibarito timur terus meningkat setiap tahunnya. Dan sedangkan pembangunan
infrastruktur sebagian belum terlihat maju dan hanya ada sebagian yang terlihat baik serta pelayanan
publik juga belum baik. Maka, melihat hal tersebut kuat dukungan masyarakat agar melakukan
pemekaran demi tujuan pembangunan yang lebih merata dan memadai. Kesejahteraan masyarakat
saat itu hanya akan dicapai salah satunya melalui pemekaran. Apalagi secara kewilayahan daerah ini
tergolong luas sehingga membuat pembangunan kesejahteraan terasa kurang maksimal. Dukungan
masyarakat yang tinggi serta lobi elit lokal yang kuat memberikan jalan dalam keberhasilan mekarnya
Kabupaten Barito Timur.
Maka secara praktis alasan apa dari pemekaran wilayah ini karena memang semata demi
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Barito Timur yang menginginkan adanya perbaikan kualitas
hidup dan kemajuan daerah. Hal ini bisa terlihat dari kuatnya dukungan masyarakat pada pemekaran
wilayah ini. Jadi bukan karena kepentingan politik untuk mencari kekuaasaan oleh elit Daerah.
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi Pemerintahan pada waktu itu, Wilayah Barito Hilir dan
Barito Timur adalah Wilayah Kewedanaan dari Kabupaten Barito yang pusat Pemerintahannya
berkedudukan di Muara Teweh. Kedua wilayah kewedaan tersebut adalah :

1. Kewedanaan Barito Hilir, ibukotanya : Buntok


2. Kewedanaan Barito Timur, ibu kotanya : Tamiang Layang

Tuntutan masyarakat dari kedua kewedanaan ini agar kabupaten Barito dipisahkan menjadi
dua Kabupaten, akhirnya mendapat dukungan DPRD Barito pada tahun 1956 dalam bentuk mosi
tanggal 30 januari 1956 No. 1/MS/DPRD/50 dan tanggal 21 september 1956 No. 2/MS/DPRD/56.
Selain itu tuntutan masyarakat ini dituangkan pada dalam surat dukungan bupati kepala daerah Barito
Timur, dengan suratnya tanggal 23 april 1958 No. 675/UP-IV-4. Sambil menunggu ketetapan dari
pemerintah pusat oleh gubernur kepala Daerah tingkat 1 Kalimantan Tengah dengan surat keputusan
(SK) tanggal 10 juni 1958 no 28/Des-1-4/58 ditunjuk wedana Barito Hilir disamping tugasnya untuk
mengadakan persiapan-persiapan seperlunya. Secara formal Kabupaten Barito Timur terbentuk
bersama-sama dengan beberapa kabupaten lainnya di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah pada
tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito
Timur.
Sebagai daerah yang tergolong masih baru, membangun wilayah Barito Timur membutuhkan
kerja keras yang dipadukan dengan kerja sama semu elemen masyarakat tanpa terkecuali hal ini wajar
mengingat keterbatasanketerbatasan berupa alokasi anggaran, ketersedian sarana dan prasarana
pemerintah dan publik, SDM yang masih minim, dan faktor-faktor eksternal lainnya dukungan dan
kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan untuk membangun kabupaten barito timur kedepannya
menjadi lebih maju. Dalam ukuran 10 tahun pasca menjadi kabupaten yang mandiri, kabupaten Barito
Timur bergerak cepat melakukan beberapa prioritas pembangunan menyangkut pemberdayaan
masyarakat, penciptaan infrastruktur baru, perbaikan kualitas birokrasi, pembangunan kehidupan
politik yang baik dan lain-lain. Segenap daya dikerahkan menciptakan kabupaten barito timur yang
mandiri. Pembangunan dikerahkan untuk membangun sinergis yang nyata antara SDA dan kekuatan
strategis ditingkat daerah yang memicu lahirnya terobosan-terobosan pembangunan yang relatif segar
dan tepat untuk menjadi daerah yang maju.
KESIMPULAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau yang sangat banyak sehingga
mengakibatkan wilayah daerah yang sangat luas. Disamping luas wilayah yang besar keragaman
gugusan pulau tadi mengakibatkan beragamnya kearifan lokal masing-masing wilayah. Menyikapi
fenomena tersebut dalam konteks penataan relasi politik yang lebih ideal maka diperlukan sebuah
formulasi otonomi daerah yang kemudian dibagi dalam mekanisme pemekaran wilayah. Pemekaran
wilayah salah satunya, agar bisa mengakomodasi keperluan daerah karena semakin dekatnya
perhatian pemerintah daerah dengan rakyatnya sehingga dengan itu kesejahteraan masyarakat lebih
terakomodir. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan menugur
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, dikemukakan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan
kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah . Maksud pembentukan daerah pada
dasarnya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat, di samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Pemekaran wilayah
(propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa) merupakan dinamika kemauan politik masyarakat pada
daerah-daerah yang memiliki cakupan luasan wilayah administratif cukup luas. Ditetapkannya UU
No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah, pemerintah telah memberikan ruang bagi daerah untuk melakukan pemekaran
wilayah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata pada setiap tingkatan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pemekaran daerah dapat berupa penggabungan dari beberapa daerah
atau bagian daerah yang berdekatan atau pemekaran dari satu daerah menjadi lebih dari satu daerah.
Sedangkan secara substansi, pemekaran daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah
pada masyarakat dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi daerah, peningkatan keamanan dan
ketertiban untuk mewujudkan keserasian pembangunan antar pusat dan daerah.
Maraknya pemekaran wilayah ini di satu pihak perlu disyukuri karena memberikan tempat
bagi aspirasi, keberagaman, dan otonomi lokal, sesuatu yang dulu diabaikan pada era Orde Baru.
Namun di lain pihak, fenomena pemekaran wilayah secara besar-besaran tersebut sekaligus membawa
masalah-masalah baru. Masalah-masalah yang bisa terjadi akibat dari ketergesa-gesaan pada suatu
daerah yang mengalami pemekaran wilayah di antaranya ialah adanya tidak jelas akan membuat
kelangsungan sosial di lapangan menjadi tersendat, tidak berjalan lancar. Sebagai daerah yang
tergolong masih baru, membangun wilayah Barito Timur membutuhkan kerja keras yang dipadukan
dengan kerja sama semu elemen masyarakat tanpa terkecuali hal ini wajar mengingat
keterbatasanketerbatasan berupa alokasi anggaran, ketersedian sarana dan prasarana pemerintah dan
publik, SDM yang masih minim, dan faktor-faktor eksternal lainnya dukungan dan kerja sama semua
pihak sangat dibutuhkan untuk membangun kabupaten barito timur kedepannya menjadi lebih maju.
Dalam ukuran 10 tahun pasca menjadi kabupaten yang mandiri, kabupaten Barito Timur bergerak
cepat melakukan beberapa prioritas pembangunan menyangkut pemberdayaan masyarakat, penciptaan
infrastruktur baru, perbaikan kualitas birokrasi, pembangunan kehidupan politik yang baik dan lain-
lain. Segenap daya dikerahkan menciptakan kabupaten barito timur yang mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.


Diakses tanggal 24 Oktober 2022
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40768/uu-no-32-tahun-2004

Dr. J. Kaloh. (2002). Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal
dan Tantangan Global. PT. Asdi Mahasatya, hal.96, 2002.

Zain Alkin. (2005). Merenda Barito Timur Hari Esok. Jakarta, Indomedia. Hlm 93

Narbuko, Cholid, dan Achmadi Abu. (2003). Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara, Jakarta, Hal. 1

F.L. Whitney. Ibid,1960, p. 160

Moleong, Lexy, J., 2002, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal. 13

Sidik Pramono dan Susie Berindra. (2006)“Pemekaran Tak Lagi Jadi “Obat” Mujarab”, Kompas, 30
Agustus (Politik & Hukum), hal.5

Ahmad Muzawwir. (2000). Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara dalam
Perspektif Peraturan Pemerintah No. 129.

Laga, A. (2008). Studi Kasus Barito Timur. (Publishen Thesis). Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, 2008, hal.53

Priyono, (2008). Transmigrasi dalam Konteks Pemekaran Wilayah. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Ketransmigrasian Depnakertrans Indonesia, Volume 25, Nomor 1, hal.48

Eska Miranda, (2011). Pelaksanaan Otonomi Daerah Kota Sungai Penuh pasca Pemekaran. Tesis,
Padang: Universitas Andalas, 2011, hal.3

Anda mungkin juga menyukai