Anda di halaman 1dari 4

NAMA : FIKRI DWIPUTERA WIDODO

NIM : 20200610381

KELAS :C

KONSENTRASI : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PELAYANAN PUBLIK DI ERA


OTONOMI DAERAH

(STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menjelaskan
bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa setiap daerah memiliki kewenangan sendiri dalam urusan rumah tangganya. Tujuan
nasional yang ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 diwujudkan dengan mewujudkan negara rakyat yang berdaulat dan
demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Pengelolaan negara
dilakukan dengan cara melakukan pembangunan nasional di segala bidang yang dilakukan
secara bertahap, namun pembangunan nasional tersebut tidak berjalan dengan baik, karena
Indonesia dilanda krisis multidimensi yang dimulai pada pertengan tahun 1997.
Hal tersebut terjadi karena pembangunan nasional yang dilakukan pada masa lalu adalah
pembangunan yang terpusat dan tidak merata, hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi
tetapi tidak diimbangi dengan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi yang demokratis dan
berkeadilan. Di samping itu, pembangunan nasional yang dilaksanakan berada pada fondasi
yang lemah, penyelenggaraan negara sangat birokratis, rawan korupsi dan tidak demokratis,
yang berujung pada krisis mata uang dan ekonomi yang terus menerus dengan moral yang
memprihatinkan.
Upaya pemerintah dalam membenahi ketatanegaraan sebenarnya diwujudkan sejak
diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah
perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai
pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah.
Tujan utama dan yang sangat mendasar dari Undang-Undang Pemerintah Daerah adalah
untuk memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk mengembangkan
daerahnya dan memperkuat masyarakat, mendorong prakarsa dan kreativitas, serta
memperkuat peran dan tanggung jawab instansi pemerintah.
Dalam tulisan ini akan ditunjukkan bahwa sepanjang mengenai bidang pertanahan,
“otonomi yang seluas-luasnya” itu dalam rangka ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, sejak Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) hingga Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 terbatas pada bentuk
“desentralisasi”.
Kebutuhan akan tanah semakin hari semangkin meningkat antara lain karena pertambahan
jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan , sedangkan luas tanah terbatas atau tetap.
Dengan semakin meningkatnya pembangunan di segala bidang, dan sebagai dampak positif
dari keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan terhadap kebutuhan akan akan kualitas
hidup yang lebih baik, maka semua itu memerlukan tanah sebagai sumber daya pokok.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah tersebut, sebagai
konsekuensi logisnya maka telah meningkat pula berbagai masalah pertanahan yang dalam
beberapa tahun terakhir ini muncul ke permukaan dan menjadi pusat perhatian masyarakat
luas.
Masyarakat masih berpandangan bahwa pelayanan pertanahan masih terlalu sulit dan rumit
dalam hal prosedur, waktu pengerjaan yang lama dan biaya yang tinggi. Hal ini mungkin
disebabkan oleh pelayanan kantor pertanahan yang kurang optimal. Hal ini menunjukkan apa
yang dibutuhkan masyarakat untuk transparansi dalam pelaksanaan tugas , kemudahan
prosedur pembayaran, kepastian waktu dan biaya yang dibutuhkan masyarakat dalam
menyelesaikan hak atas tanah, dan berbagai cara untuk mengelola dan melindungi hak serta
hak perlingan kepentingan masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu tugas pokok Badan Pertanahan Nasional
sekaligus merupakan salah satu fungsi kantor pertanahan Kabupaten/Kota adalah
melaksanakan pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Oleh sebab itu kiranya wajar apabila
pelaksanaan tugas Badan Pertanahan Nasional akan selalu menjadi pusat perhatian
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perhatian terhadap upaya-upaya
untuk lebih mengoptimalkan serta meningkatkan pelayanan pertanahan tersebut. Upaya
peningkatan pelayanan pertanahan kepada masyarakat mempunyai aspek yang sangat luas,
dari tingkat kebijakan termasuk penerbitan ketentuan peraturan yang diperlukan sampai
tingkat pelaksanaannya.
Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah telah
menetapkan kebijakan pelayanan kepada masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan
pembangunan pertanahan.
Oleh karena BPN adalah bagian internal dari elemen pembangunan bangsa sebagaimana
dengan elemen pembangunan bangsa yang lainnya, maka peran dan posisi BPN dalam
kelangsungan bernegara dan bermasyarakat secara utuh terintegrasi, baik sebagai penegak
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun dalam peran pembangunan bangsa
(nation building) dengan mengutamakan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan
umum, lingkungan hidup, dan prinsip hidup berdampingan secara damai. Adanya lembaga
BPN menjangkau hingga kedaerah pedalaman atau pedesaan hingga keseluruh wilayah di
Indonesia, maka kegiatan dibidang pertanahan akan dapat memberikan kontribusi kontruktif
dalam pembangunan bangsa bila bentuk dan implementasi kegiatan dapat disinkronisasikan
dengan kegiatan instansi pemerintah yang lainnya yang menjadi titik berat otonomi daerah
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang sering dimaknai dengan pelayanan
publik. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah ini masih banyak ditemukan
kekurangannya dalam melaksanakan fungsi serta peranannya sehingga belum dapat
memenuhi keinginan masyarakat sebagai indikator keberhasilannya. Mengingat fungsi utama
pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan
kualitas pelayanan.
Dalam masalah pertanahan terdapat dua aspek kepentingan, yaitu kepentingan pemerintah
daerah untuk mengatur kegiatan tertentu masyarakat agar sesuai dengan perencanaan, kondisi
dan kebutuhan masyarakat dan juga kepentingan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh
kepastian hukum dalam melakukan penggarapan tanah dan hak-hak atas tanah yang
mempunyai efek di bidang sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Penerapan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah jo Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah ke depan salah satunya adalah bagaimana dapat
meningkatkan kualitas dalam layanan publik berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik yang sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik
dalam penyelenggaraan negara dan sekaligus merupakan perwujudan dari prinsip utama
kebijakam desentralisasi yang di dalamnya juga terkandung tentang demokratisasi,
akuntabilitas publik dan pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan ini penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pelayanan
tentang pertanahan di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Asahan sehingga memilih judul
dan mengkhususkan penelitian tentang “Peran Badan Pertanahan Nasional Dalam
Pelayanan Publik Di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Kabupaten Asahan)”.

Anda mungkin juga menyukai