SKRIPSI
Oleh
CHOERUL UMAM
NIM 21110004
1
2
3
4
5
6
7
MOTTO
that he gained when beneficial to the people, and being good to everyone.”
yang ia dapatkan bermanfaat bagi orang banyak, dan baik bagi semua
orang.”
8
PERSEMBAHAN
kepada:
1. Untuk Orang tua penulis yang paling penulis sayangi, ibu Sumianah
baik materi maupun non-materi serta tak pernah lelah dan berhenti
2. Untuk kakak dan adik-adik penulis Nur Arifin dan pertama Arul
4. Untuk Paman dan Tante penulis Ahmad Sobirin S.T dan Sri Janji
dan Teman sekelas penulis Kartini, Arwani, dan Ulya yang telah
9
6. Untuk Hardhono Arya Irawan yang telah membantu menyelesaikan
skripsi ini.
“Nha”, Ietha, SoelQ, Khusen, Ari “Mbil”, Arya, Rita, Riezak, Budi
Pak Mujahidin, Pak Ibnu Hajar), terima kasih atas kebersamaan kita
10
KATA PENGANTAR
Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak
11
12
ABSTRAK
13
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah......................................................................................7
D. Telaah Pustaka...........................................................................................9
E. Penegasan Istilah......................................................................................11
14
F. Metode Penelitian....................................................................................12
G. Sistematika Pembahasan..........................................................................15
MAZHAB
1. Mazhab Hanafi....................................................................................19
2. Mazhab Maliki....................................................................................22
3. Mazhab Syafi‟i....................................................................................25
4. Mazhab Hanbali..................................................................................28
1. Mazhab Hanafi....................................................................................36
2. Mazhab Maliki....................................................................................42
3. Mazhab Syafi‟i....................................................................................46
4. Mazhab Hanbali..................................................................................49
15
B. Landasan Sumber Hukum Perkawinan di Indonesia.................................83
BAB V PENUTUP
16
A. Kesimpulan..............................................................................................123
B. Saran-Saran..............................................................................................126
DAFTAR PUSTAKA............................................................................129
LAMPIRAN-LAMPIRAN
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sah “bertujuan untuk suatu akad yang menghalalkan pergaulan dan pertolongan
antara laki-laki dan wanita serta membatasi hak-hak serta kewajiban masing-
masing mereka” (Azzam dan Hawwas, 2009:37). Tujuan hidup berumah tangga
sebagai suami isteri yang sah dengan memenuhi syarat dan rukunnya yang telah
semakin menjadi jelas dan sangat penting eksistensinya ketika dilihat dari aspek
dianjurkan guna menghindarkan liang perzinaan bagi mereka yang mampu secara
18
Sangat jelas ayat tersebut menggambarkan bahwa bahwa pernikahan
perjalanan rumah tangganya yang menikah sah secara Islam, lalu salah satu
pasangan suami istri (pasutri) telah murtad dari agama Islam. Menurut “Ulama
Hanafiyah membedakan antara akad batil dan fasakh (rusak). Batil adalah suatu
yang tidak disyariatkan pokok dan sifatnya seperti menikahkan wanita yang
sifatnya, yaitu sesuatu yang kehilangan satu dari beberapa syarat seperti akad
tanpa saksi, sehingga haram terhadap yang lain (mahram). Jadi, jika cacat terjadi
pada rukun akad maka disebut batil dan jika terjadi diluar rukun akad, disebut
Demikian pula jika pasangan suami istri yang mukmin menikah secara
Islam, lalu dalam perjalanan rumah tangganya salah satu keluar dari agama Islam,
disebabkan bencana di atas akad yang menghilangkan perkawinan itu sendiri, dan
adakalanya yang mengiringi akad itu sendiri tidak menghendaki daya ikat sejak
asalnya. Contoh fasakh karena sebab bencana ialah murtadnya seoarang istri”.
19
Keadaan tersebut akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana status
pernikahan seseorang ketika salah satu pihak suami atau istri murtad, secara
teoritis hal ini sudah tidak sah menurut fiqh, hal tersebut telah dijelaskan oleh 4
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tidak menyebutkan dalam pasal bahwa perbuatan
murtad seorang suami atau istri dapat memutuskan perkawinan yang sudah
berjalan, berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyebutkan kata
Ironis memang bila hal ini secara agama sudah tidak sah lagi perkawinan
jelas mengenai status perkawinan karena murtad. Maka akibat dari murtadnya
seseorang dapat memutuskan pernikahan, hal ini kemudian dalam Al Qur‟an juga
20
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula
bagi mereka” (QS. Al Mumtahanah 60:10).
Ayat ini secara jelas memberikan gambaran bahwa seorang wanita yang
telah beriman maka tidak diperbolehkan kembali pada suaminya yang kafir, sebab
orang kafir tidak boleh berhubungan suami istri dengan orang mukmin dan orang
fiqh mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hanbali seketika perkawinan tersebut
menjadi batal atau sudah tidak sah lagi perkawinan semacam ini, karena selain
meninggal dunia pun masuk neraka tanpa hisab. Sejatinya dalam teori ini bahwa
sesungguhnya perbuatan murtad seorang suami atau istri secara tegas dalam fiqh
mengatakan batal, jadi status perkawinan tersebut tidak sah lagi menurut agama
Islam. Hal ini sangat penting karena perkawinan dalam sebuah pemelukan agama
hal tersebut, hanya saja dalam bahasa yang digunakan fasakh adalah pembatalan,
dan lebih jelasnya pembatalan perkawinan ini diatur pasal 22 UU No. 1 Tahun
1974.
Pasal 22
21
Bila dilihat berdasarkan pasal 22 tidak bisa sepenuhnya dijadikan suatu
perbuatan murtad dalam statusnya tidak diatur bahkan tidak disinggung sama
sekali. Hanya saja dalam pasal tersebut menjelaskan perkawinan yang tidak
tersebut jika pada awal mula menikah dengan syarat keduanya harus beragama
Islam tapi setelah menikah menjadi tidak Islam lagi (murtad), maka akan timbul
perbuatan murtad, dalam KHI ini menyebutkan murtad dalam pasal 75 dan 116.
Pasal 75
a. “Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami istri murtad;
b. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; Pihak ketiga
sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beriktikad baik, sebelum
keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang
tetap” (Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2011:254).
Dalam pasal 75 ayat (a) menyebutkan pembatalan perkawinan tersebut
menyangkut tentang seorang pasangan suami istri yang bercerai karena murtad,
tetapi mereka tetap memiliki tanggung jawab terhadap anak yang mereka lahirkan
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
22
b. Salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga;
g. Suami menlanggar taklik talak;
c. Peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
rukunan dalam rumah tangga (Undang-Undang Republik Indonesia No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2011:268-
269).
Putusnya perkawinan karena alasan-alasan dalam pasal 116 ayat (h)
seabliknya. Maka hal ini menjadi suatu hal peraturan yang dilematis bagi kaum
muslim di Indonesia.
batal dalam fiqh tetapi dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam tidak mengatur secara jelas dan tegas. Wajar saja kalau tidak
23
Untuk itu dalam penulisan ini perlu adanya suatu analisis yang mendalam,
kemudian daripada itu dapat terlihat perbandingan hukum antara fiqh dengan
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilai Hukum Islam. Sebab penting
sekali dalam teori ini untuk mengetahui perbuatan murtad dalam perkawinan
perbandingan hukum supaya adanya suatu penimbangan teori ini bila dilihat dari
Dari beberapa uraian secara singkat diatas maka penulis ingin menambah
dihasilkan melalui Fiqh dan Hukum Islam Postif mengenai murtad yang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas ada beberapa permasalahan yang penting untuk
24
1. Bagaiman status pernikahan apabila salah satu pasangan murtad berdasarkan
Fiqh?
berikut:
Islam Positif.
pernikahannya sudah tidak sah lagi atau fasakh. Ini selanjutnya untuk lebih yang
Kedua, secara praktis. Hasil penelitain ini dapat dijadikan bahan informasi bagi
25
D. Telaah Pustaka
Perkawinan yang batal karena murtad bukanlah sutu hal yang baru, hanya
halnya skripsi yang disusun oleh Skripsi Auwendi Fauzi yang berjudul
Skripsi oleh Maftuhul Fuadi yang berjudul Nikah Beda Agama Perspektif
pandangan Ulil Abshar Abdalla tentang nikah beda agama. Menurut Fuadi, dalam
beragama, Ulil Abshar tidak lagi memandang bentuk, tetapi isi. Keyakinan dan
praktek keislaman yang dianut oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai
umat Islam hanyalah “baju” dan formal, menurut yang pokok adalah nilai-nilai
karena itu agama sama. Maka setiap agama sama maka halalkan nikah beda
agama.
bagaimana pengaruh cacat boilogis yang diderita salah satu pihak baik suami
26
maupun istri dalam menjaga keharmonisan rumah tangga, bagaiaman jenis cacat
biologis yang dapat dijadikan sebagai alasan perceraian menurut hukum Islam dan
perceraian dengan alasan cacat badan. Hasil penelitian ini yaitu cacat biologis
dalam suatu pernikahan dapat mengakibatkan ketegangan suami istri dalam rumah
bagi istri dapat menyebabkan dibolehkannya suami beristri lebih dari seorang,
kurang kuat. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik dari judul,
dengan fokus penelitian bagaimana bentuk kekerasan terhadap istri dalam rumah
tangga yang dapat dijadikan sebagai alasan perceraian, bagaimana motif tindakan
kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga di Pengadilan Agama Salatiga
dalam rumah tangga. Hasil penelitiannya yaitu: bentuk kekerasan terhadap istri
dalam rumah tangga dapat berbentuk fisik dan psikis, motifnya dikarenakan
masalah ekonomi, nilai budaya dan pemahaman agama yang kurang dan sikap
hakim sangat bijaksana dan memberi keadilan kepada kedua belah pihak.
Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik dari judul, fokus
27
Mutabi‟in, Perceraian Akibat Salah Satu Pihak Pergi Keluar Negeri (Studi
perceraian di Pengadilan Agama Ambarawa dengan alasan pergi keluar negeri dan
penelitian ini yaitu perceraian menurut hukum Islam halal, akan tetapi merupakan
perbuatan yang dibenci Allah, hakim sangat bijaksana dalam menangani dan
sampai dengan putusan hakim dan anlisa putusan ini sudah tepat dari tahapan
pemanggilan, persidangan dan putusan, akan tetapi dalam hal alasan kurang
sempurna. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik dari judul,
E. Penegasan Istilah
Supaya mudah tidak terjadi beda penafsiran kata-kata dalam judul, antara
penulis dan pembaca, maka penulis perlu menjelaskan istilah yang terdapat pada
1. Pernikahan
28
2. Fasakh
Kata fasakh berarti merusak atau membatalkan. Jadi, fasakh menjadi salah
3. Murtad
Riddah secara harfiah berarti kembali. Riddah dalam pembahasan ini adalah
keyakinan agama lain atas dasar pilihannya bukan atas paksaan, (Ali,
2007:78)
F. Metode Penelitian
2. Sumber Data
Bahan hukum yang diperlukan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
29
sekunder dan bahan hukum tersier. Selanjutnya tentang jenis-jenis bahan
1) Fiqh.
kemudian bahan hukum primer, sekunder, dan tersier diperoleh melalui bahan
4. Instrumen Penelitian
30
hukum ini penulis menyalin dalam buku, catatan penelitian, memfotokopi,
mengakses dari internet dan menyimpan dalam media harddisc atau flashdisc.
ada.
5. Analisis Data
Hukum Islam, dalam bab IV sebagai analisis dari bab II dan III. Penulis
31
melakukan analisis dan menuangkan dalam naskah ini. Dalam melakukan
G. Sistematika Pembahasan
skripsi ini terdiri dari lima bab dengan pembahasan sebagai berikut:
Bab II: Kajian Pustaka bab ini berisi tentang status perkawinan karena
murtad dalam perspektif fiqh. Kemudian dijelaskan perbuatan murtad dari pihak
suami atau istri dalam perkawinannya dalam pandangan kitab-kitab fiqh mazhab.
Bab III: Kajian Pustaka bab ini berisi tentang status perkawinan karena
32
Hukum Islam. Kemudian dijelaskan perbuatan murtad dari pihak suami atau istri
dan Kompilasi Hukum Islam. Setelah itu dianalisis peraturan tersebut mengenai
33
BAB II
FIQH
Segala sesuatu harus didasarkan dengan landasan dan sumber yang jelas,
yang dimaksud dengan sumber adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar
dalam penulisan ini memiliki pengertian sebagai segala sesuatu yang dijadikan
dasar pengembangan ajaran Islam itu sendiri baik itu menyangkut hubungan
Dasar-dasar atau sumber ajaran agama Islam dalam teori penulian ini
berasal dari wahyu Allah yang berupa al-Qur‟an dan perilaku Nabi Muhammad
disebut dengan Hadits Nabi. Secara dogmatis sumber ajaran Agama Islam hanya
pemikiran dan penentuan hukum (ijtihad) selanjutnya dikenal dengan hukum atau
ajaran Istinbath.
34
menunjukkan kelebihan dan fleksibiltas ajaran Islam. Secara umum penjelasan
fiqhiyah.
Tata urutan sumber hukum Islam terlepas dari peristiwa tersebut, dalam
sumber hukum Islam yang layak dan diakui sebagai landasan penetapan hukum
Islam.
yaitu:
1. Al-Qur‟an
2. As-Sunnah
3. Al-Ijma, dan
4. Al-Qiyas.
35
Keempat dalil tersebut telah disepakati oleh jumhur (mayoritas tokoh)
1. Mazhab Hanafi
Imam abu hanifah adalah seorang pedagang, selain itu juga Imam
Abu Hanifah mengutarakan bahwa ada juga orang yang taat beragama,
ketika itu ia pernah bertemu dengan ali bin Abi Thalib, lalu sang khalifah
penulis menyebutkan: Anas bin Malik, Abdullah bin Abu Aufa, Sahl bin
Sa‟ad dan Abu Thufail, mereka adalah sahabat-sahabat yang paling akhir
36
Guru Abu Hanafi antara lain „Atha bin Abi Rabah, Hisyam bin
Urwah, Nafi‟ Maula ibn Umar, tetapi guru yang paling banyak diambil
berguru pada Ibrahim an-Nakha‟i dan Amir bin Syura bil al-Sya‟bin
(Zuhri, 1997:95).
ilmunya juga kaya raya. Ketika itu dia pernah berkata kepada Hanafi “
ilmuku sudah kau ambil semua Abu Hanafi, sehingga aku sudah lega”.
Asy Sya‟bi dan memberikan fiqh yang sudah disatukan itu kepada murid-
Islam, adalah:
37
d. Sumber Hukum Imam Abu Hanafi
muamalat manusia.
mazhabnya, ialah:
1) Al-Qur‟an.
2) As-Sunnah.
3) Al-Ijma
4) Al-Qiyas.
pendapat saya dan kalau ada orang yang membawa pendapat yang lebih
kuat, maka pendapatnya itulah yang lebih benar.” Pernah ada orang yang
38
2. Mazhab Maliki
100.000 hadits, yang diriwayatkan oleh lebih dari seribu orang dan
yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al
39
10.000 saja yang diakui sah dan dari 10.000 hadits tersebut, hanya
5.000 saja yang disahkan sahih oleh Imam Malik setelah diteliti
dengan seksama.
Hijaz menjadi guru Asy syafi‟, Imam malik mempelajari fiqh dari
bin Hanbal dengan Imam as-Syafi‟i, ketika itu Ahmad bin Hanbal
mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku,
fuqaha dan ahli hadits: Yang berasal dari Mesir antara lain:
40
1) Abu Abdillah bin Qosim Al-A‟taqi (w. 19 1 H).
3) Asyhab bin Abdul Aziz Al-Qoisy Al-A‟miry Al-ja‟dy (w. 204 H).
4) Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam bin A‟yun bin Al-
lain:
4) Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman As-Salami (w. 238 H).
5) Abu Marwan bin Abdul Malik bin Abu Salamah al-Majisyun (w.
212 H).
41
Ulama penulis ushul fiqh terkenal dalam mazhab ini adalah al-
kedua, jika penyelesaian dari sumber hukum itu tidak dijumpai maka
dalam rujukan Imam Malik seperti tersebut diatas, adalah sebuah inti
itu Imam Malik juga menggunakan Ijma dan Qiyas sekiranya dalam
3. Mazhab Syafi‟i
150 H (767 M) ketika Imam Abu Hanafi wafat, beliau wafat di Mesir
pada tahun 204 H (819), Nama lengkap Imam Syafi‟i adalah Abu
Abdillah Muhammad ibn Idris ibn al-Abbas ibn Syafi‟i Saib ibn
42
„Ubaid bin abd Yazid bin Hasyim bin abd Muthalib bin abdu Manaf
hafal al-Quran pada usia 9 tahun. Beliau pernah berkata: “Saat aku di
fiqh kepada Imam Malik, pada usia dua puluh tahun sampai Imam
murid dan teman Imam Hanafi, yang kemudian hari menjadi guru
43
dia peroleh dari Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani, yang
bersinergi dengan ilmu ahl Hijaz, yang diperoleh dari Imam Malik.
tahun 199 H. Tidak lama setelah tinggal di Mesir, tepatnya tahun 204
1) Imam Malik.
44
1) Abu Ja‟qub ibn Yahya Al-Buwaithi.
Imam Syafi‟i adalah ar Risalah buku pertama tentang ushul fiqh dan
kitab Al Umm yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi‟i
4. Mazhab Hanbali
45
Keutamaan ilmu, kekuatan hafalan dan akhlak beliau menyinari
bin Hambal merupakan mutiara pelajaran besar yang dapat kita ambil
hikmahnya.
Namanya Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad
dibesarkan di sana, dan wafat di sana pada tahun 231 H (Zuhri, 1997:
122).
mempunyai hafalan yang kuat, bahkan beliau hafal satu juta hadits.
Banyak pujian dari para ulama terhadap Imam Ahmad bin Hanbal,
imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqh,
Sunnah”.
dari 280 ulama yang berasal dari berbagai tempat seperti Makkah,
46
Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan lainnya. Guru beliau
diantaranya:
5) Imam Syafi‟i.
9) Abdurrazaq.
1) Al-Astram Abu Bakar Ahmad bin Bani al-Khurasani (w. 273 H).
47
2) Ibn Qudamah, Syamsuddin al-Maqdisi (w. 682 H) penulis al-
Syarh al-Kabir.
Qiyas.
Bila suami atau istri murtad, maka hubungannya suami istri diantara
keduanya akan terputus secara otomatis. Putus hubungan suami istri ini
disebabkan perbedaan agama dan murtadnya salah satu dari mereka. Putusnya
48
Sedikit penjelasan apa itu murtad dan fasakh dalam istilah pernikahan,
karena dalam penulisan ini tidak lepas dari bagian istilah kedua itu, selanjutnya
“Murtad (riddah) adalah keluar dari agama Islam, baik pindah pada agama
yang lain atau menjadi tidak beragama” (Rasjid, 2010:445). Murtad (riddah) dari
segi bahasa berarti rujuk (kembali). Menurut istilah riddah adalah kembali dari
sesuatu ke sesuaqtu yang lain, atau keluar dari agama Islam ke agama yang lain,
dan pelakunya disebut murtad. Yakni ia secara berani menyatakan kafir setelah
beriman.
main-main, oleh sebab itu soal yang serius ini yang harus dipertimbangkan,
49
karena akibat yang timbul besar sekali terhadap pernikahan. Apabila tidak terjadi
sehingga hal ini dapat dikatakan zina bila melakukannya, karena pasangan suami
istri yang melakukan murtad diantara dari salah satu atau secara bersamaan, sudah
murtadnya tidak sah, seperti orang gila, tidur, sakit ingatan, mabuk karena barang
yang mubah, atau anak kecil yang belum tamyiz yang akalnya belum sempurna.
Akad yang sah pada awal mula menikah dan sudah tidak sah lagi dalam
berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan
1. Bila salah seorang dari suami atau istri murtad, keluar dari Islam dan tidak
mau kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karena murtad yang
terjadi.
2. Jika suami yang kafir tadinya masuk Islam, tetapi masih tetap dalam
50
Ahli fiqh Imam Hanafi membuat rumusan umum untuk membedakan
pengertian pisahnya suami istri sebab talak dan sebab fasakh. Imam Hanafi
berkata, “Pisahnya suami istri karena suami, dan tidak ada pengaruh istri disebut
talak, dan pisahnya suami karena pengaruh istri disebut fasakh”. Mengenai
Syafi‟i berkata, “Harus menunggu selama tiga hari”, sedangkan Imam Malik
istri yang tidak boleh kembali kepada suami atau istri yang telah kafir. Berikut ni
51
langsung oleh al-Qur‟an maupun hadist. Boleh jadi beranggapan karena pada
waktu itu hampir tidak ada orang Islam yang murtad. Oleh karena tidak ada teks
al-Qur‟an maupun hadist yang mengatur masalah ini, maka masalah ini
Oleh karena itu, bahwa perkara ini termasuk lahan ijtihad, sehingga
dimungkinkan adanya beda pendapat di antara fuqaha. Oleh karena itu, tidak
Berikut ini penjelasan mengenai isi kitab fiqh yang memuat pendapat
fuqaha dalam masalah ini. Dengan paparan ini, siapa saja bisa melihat informasi
52
yang terkandung dalam masing-masing kitab secara apa adanya, khususnya yang
1. Mazhab Hanafi
Imam Abu Hanafi dan Hanafiyah dalam kitab al-Athar dan kitab al-
a. Al-Athar
ىٓ رٌه٠ ٌُٚ ، ِٕٗ ج ػٓ اإلسالَ ببٔج اٌّشأةٚ إرا اسحذ اٌض: فت لبي١ٕإْ أبب د
agama Islam, seketika istrinya telah ba‟in. Tapi ba‟in yaitu bukan talak.”
(Muhammad, 2006:436).
b. Bada‟i al-Sana‟i
ٗ١ٌا سبب ِفض إٙٔث ؛ ألٌّٛٓ ؛ ألْ اٌشدة بّخشٌت ا١جٚب سدة أدذ اٌضِٕٙٚ
فىزا، االبخذاءٟجض ٔىبح اٌّشحذ ألدذ ف٠ ٌُ زاٌٙٚ ، ْ ِذال ٌٍٕىبحٛى٠ ج ال١ٌّاٚ ،
53
ف ٟدبي اٌبمبء ؛ ٚألٔٗ ال ػصّت ِغ اٌشدة ٍِٚ ،ه إٌىبح ال ٠بمِ ٝغ صٚاي اٌؼصّت
غ١ش أْ سدة اٌّشأة حى ْٛفشلت بغ١ش طالق بال خالف .
ٚأِب سدة اٌشجً ،ف ٟٙفشلت بغ١ش طالق ف ٟلٛي أب ٟدٕ١فت ٚأبٛ٠ ٟسف .
ٚػٕذ ِذّذ فشلت بطالق ( ٚجٗ ) ل ٌٗٛظب٘ش ؛ ألْ األصً أْ اٌفشلت إرا دصٍج
بّؼٕ ِٓ ٝلبً اٌضٚج ٚ ،أِىٓ أْ حجؼً طاللب حجؼً طاللب ؛ ألْ األصً فٟ
ٚأصً أبٛ٠ ٟسف ِب روشٔب أٔٗ فشلت دصٍج بسبب ٠شخشن ف ٗ١اٌضٚجبْ ؛
ألْ اٌشدة ِٓ وً ٚادذ ِّٕٙب سبب ٌثبٛث اٌفشلت ،ثُ اٌثببج بشدحٙا فشلت بغ١ش
ٚألب ٟدٕ١فت أْ ٘زٖ اٌفشلت ٚ ،إْ وبٔج بسبب ٚجذ ِٓ اٌشجً ٛ٘ٚ ،
سدحٗ إال أٔٗ ال ّ٠ىٓ أْ حجؼً اٌشدة طاللب ؛ ألٔٙا بّخشٌت اٌّٛث ٚ ،فشلت اٌّٛث ال
حى ْٛطاللب ؛ ألْ اٌطالق حصشف ٠خخص بّب ٠سخفبد ببٌٕىبح ٚ ،اٌفشلت اٌذبصٍت
ببٌشدة فشلت ٚالؼت بطش٠ك اٌخٕبف ٟ؛ ألْ اٌشدة حٕبف ٟػصّت اٌٍّه ِٚ ،ب وبْ طش٠مٗ
اٌخٕبف ٟال ٠سخفبد بٍّه إٌىبح ،فال ٠ى ْٛطاللب بخالف اٌفشلت اٌذبصٍت بإببء اٌضٚج
؛ ألٔٙا حثبج بفٛاث ِمبصذ إٌىبح ٚثّشاحٗ ٚ ،رٌه ِضبف إٌ ٝاٌضٚج ،فٍ١ضِٗ
اإلِسبن ببٌّؼشٚف ٚ ،إال اٌخسش٠خ ببإلدسبْ ،فإرا اِخٕغ ػٕٗ أٌضِٗ اٌمبضٟ
اٌطالق اٌز٠ ٞذصً بٗ اٌخسش٠خ ببإلدسبْ وأٔٗ طٍك بٕفسٗ ٚ ،اٌذٌ ً١ػٍ ٝاٌخفشلت
بّٕٙ١ب أْ فشلت اإلببء ال حذصً إال ببٌمضبء ٚ ،فشلت اٌشدة حثبج بٕفس اٌشدة ٌ١ؼٍُ
54
. اٌذبي ػٕذٔبٟ فخثبج ف، ٓ حثبج بٕفس اٌشدة١جٚثُ اٌفشلت بشدة أدذ اٌض
yang murtad. Orang yang telah mati tidak layak untuk kawin. Oleh
karena itu, orang yang telah murtad tidak boleh melakukan perkawinan
1986:337).
Dalam Mazhab Hanafi tidak ada beda pendapat, bahwa bila yang
murtad adalah pihak istri, putusnya perkawinan itu tanpa talak. Adapun
bila yang murtad adalah pihak suami, terjadi beda pendapat. Menurut
Abu Hanafi dan Abu Yusuf, perkawinan itu putus, juga tanpa talak.
ketika dilakukan oleh suami maupun istri. Sudah pasti, bahwa perbuatan
55
tanpa talak. Maka demikian pula halnya ketika suami murtad (Abu Bakr,
1986:337).
disebabkan oleh pihak istri, namun putusnya perkawinan itu tidak bisa
baik. Bila tidak, maka harus bercerai dengan baik pula. Bila suami itu
56
Karena putusnya perkawinan karena murtadnya salah seorang
suami atau istri itu terjadi sejak terjadinya perbuatan murtad, maka
menurut kami putusnya perkawinan itu terjadi seketika itu juga (Abu
Bakr, 1986:337).
Putusnya perkawinan itu dibedakan: (1) bila yang murtad pihak istri,
perkawinan itu putus dengan fasakh, (2) bila yang murtad pihak suami,
perkawinan itu putus dengan fasakh atau talak (Abu Bakr, 1986:337).
2007:124-125).
57
salah seorang suami istri itu mengakibatkan dampak yang serius terhadap
Imam Abu Hanafi dan Abu Yusuf). Pendapat kedua, perkawinan itu
murtad itu sama dengan orang yang telah mati. Orang yang telah
sesuatu yang bisa terjadi dari kedua belah pihak suami dan istri,
58
2. Mazhab Maliki
Maliki mengenai status perkawinan ketika suami atau istri murtad dalam
a. Al-Mudawwanah al-Kubra
ّب إرا اسحذ ِىبٔٗ أَ ال ؟ٕٙ١ّب ب١ أحٕمطغ اٌؼصّت ف، ج اٌّشحذ إرا اسحذ٠ أسأ: لٍج
. ّب سبػت اسحذٕٙ١ّب ب١ حٕمطغ اٌؼصّت ف: لبي ِبٌه: لبي
إراٜ أسٟٔئب إال أ١ٗ ش١ ٌُ أسّغ ِٓ ِبٌه ف: فإْ اسحذث اٌّشأة ؟ لبي: لٍج
إرا اسحذ: لبي ِبٌه: جؼٍٗ ِبٌه طاللب أَ ال ؟ لبي٠ج إرا اسحذ أ٠ أسأ: لٍج
. اٙ ػذحٟج سجؼت إْ أسٍُ فْٚ ٌٍضٛى٠ ال، جىبٔج طٍمت ببئٕتٚاٌض
ٓ١بدٙ ألٔٗ لذ حشو: ؼشف اٌببئٕت ؟ لبي٠ الٛ٘ٚ ا ببئٕتٙٔ ٘زا إٟ ٌُ لبي ِبٌه ف: لٍج
bila seorang suami murtad, apakah al-„ishmah di antara suami istri putus
keduanya putus, ketika suami itu murtad.” Aku bertanya, “Bila yang
murtad pihak istri?” Ibn al-Qasim berkata, “Aku tidak pernah mendengar
hal itu dari Malik. Menurut pendapatku, bila seorang istri murtad, al-
59
Aku bertanya, “Apa pendapatmu, bila seorang suami murtad,
maka itu talak ba‟in, di mana suami tidak berhak untuk rujuk, meskipun
perkawinan itu putus secara talak ba‟in, padahal ia tidak mengenal talak
istrinya ketika ia murtad, dan dalam masa murtad itu suami tidak berhak
1994:226).
b. Al-Nawadir wa al-Ziyadat
ٓ لبٌٗ اب. ٓ ِٕٗ بطٍمت١ا حبٙٔإرا اسحذث ِسٍّت حذج ِسٍُ فإٚ : لبي ِذّذ
َ اإلسالٌٟ إْ سجؼج إ: ضب٠ب فمبي أٙي أشٛاخخٍف لٚ , يٛبٗ ألٚ . بٙأشّٛاٌمبس
أدكٛٙ ف, اٙ ػذحٟد اإلسالَ فٚج ثُ ػبٚ إرا اسحذ اٌض: ْٛلبي ابٓ اٌّبجش
60
Muhammad berkata, “Bila seorang istri murtad, ia telah talak
ba‟in dari suaminya dengan talak.” Pendapat ini sama dengan pendapat
wanita itu kembali masuk agama Islam, ia tetap menjadi istri bagi
1999:591).
kembali masuk Islam dalam masa iddah istrinya, maka suami itu
memiliki hak atas istrinya secara keseluruhan termasuk hak talak, sama
Bila yang murtad itu pihak suami, perkawinan itu putus setelah
selesai masa iddah. Bila suami masuk Islam kembali sebelum masa iddah
Bila yang murtad itu pihak istri, ada dua pendapat. Pendapat
pemikiran fiqh empat orang mujtahid, yaitu: al-Imam Malik, „Abd al-
61
heran banyak ulama menyusun syarah dan mukhtasar-nya
(Muhammad,162).
diambil kesimpulan umum, bahwa apabila salah seorang suami atau istri
itu kembali masuk agama Islam, ia tetap menjadi istri bagi suaminya.
kembali masuk Islam dalam masa iddah, karena suami itu telah
Malik. Sementara itu, ada pendapat lain bahwa bila suami kembali
masuk Islam dalam masa iddah istrinya, maka suami itu memiliki
62
istrinya masuk Islam kemudian suaminya masuk Islam. Ini adalah
3. Mazhab Syafi‟i
status perkawinan ketika suami atau istri murtad dalam Mazhab Safi„i:
a. Al-Umm
ْا لبً أٙجت فإْ أمضج ػذحٚٓ اٌض١بٚ ٕٗ١ً ب١طئ دٌٛج بؼذ اٚفإْ اسحذ اٌض
أدذّ٘بٚؼب أ١ّ اسحذا جٚإْ اسحذث اٌّشأة أٚ االسالَ أفسخ إٌىبحٌٝج إٚشجؼبٌض٠
بٙٓ فسخخ١ٍّشا ِس١ص٠ ْ اٌؼذة فإْ أمضج لبً أٌٝىزا أٔظش أبذا إٙخش ف٢بؼب
ٔت فسخ بال طالقٕٛ١اٌبٚ ِٕٗ ذخً ببٌّشأة فمذ ببٔج٠ ٌُٚ ٓ١جٚإرا اسحذ أدذ اٌضٚ
. بٙ١ٍالٔٗ ال ػذة ػ
63
"Apabila seorang suami murtad setelah persetubuhan, maka
terhalanglah dia dengan istrinya. Bila masa iddah habis sebelum suami
berakhirnya masa iddah. Bila masa iddah itu habis sebelum keduanya
kembali Islam, maka perempuan itu telah fasakh. Bila keduanya kembali
Islam sebelum masa iddah habis, maka perempuan itu tetap menjadi
istrinya.
dukhul dengan istrinya, maka istri itu telah talak ba'in dari suaminya. Dan
ba'in di sini adalah fasakh, tanpa talak. Yang demikian itu karena tidak
b. Al-Muhazhzhab
يٛإْ وبْ بؼذاٌذخٚ لؼج اٌفشلتٚ يٛ أدذّ٘ب فإْ وبْ لبً اٌذخٚجبْ أٚإرا اسحذ اٌض
ّبٙ اإلسالَ لبً أمضبء اٌؼذةفٍٝ أمضبء اٌؼذة فإْ اجخّؼب ػٍٝلؼج اٌفشلت ػٚ
ّٕؼببخذاء٠ ٓ٠ دٌٝٓ إ٠لؼج اٌفشلت ألٔٗ أخمبي ِٓ دٚ جخّؼب٠ ٌُ ْإٚ إٌىبحٍٝػ
64
dalam perkawinan. Bila mereka belum juga bersama sampai berakhirnya
masa iddah, furqah pun terjadi. Karena perpindahan agama itu melarang
seketika.
itutetap utuh. Namun bila sampai masa iddah berakhir pihak yang
putus.
65
4. Mazhab Hanbali
Hanbali mengenai status perkawinan ketika suami atau istri murtad dalam
إرا اسحذ أدذ اٌض ٚج ٓ١لبً اٌذخٛي ،أفسخ إٌىبح ،ف ٟلٛي ػبِت أً٘ اٌؼٍُ ،إالأٔٗ
دى ٟػٓ داٚد ،أٔٗ ال ٕ٠فسخ ببٌشدة ،ألْ األصً بمبء إٌىبح ٌٕٚب ،لٛي اٌٍٙخؼبٌٝ
ٚ {:ال حّسىٛا بؼصُ اٌىٛافش } ٚلبي حؼبٌ { : ٝفال حشجؼ ٓ٘ٛإٌ ٝاٌىفبسال ٘ٓ
دً ٌٚ ُٙال ُ٘ ٠ذٍٚ } ٌٓٙ ْٛألٔٗ اخخالف دّٕ٠ ٓ٠غ اإلصببت ،فأٚجبفسخ إٌىبح
اخخٍفج اٌشٚا٠ت ػٓ أدّذ ،فّ١ب إرا اسحذ أدذ اٌضٚج ٓ١بؼذ اٌذخٛي ،دسببخخالفٙب
فّ١ب إرا أسٍُ أدذ اٌضٚج ٓ١اٌىبفش ، ٓ٠فف ٟإدذاّ٘ب حخؼجً اٌفشلت ٛ٘ٚلٛي أبٟ
دٕ١فت ِٚ ،بٌه ٚ .س ٞٚرٌه ػٓ اٌذسٓ ٚ ،ػّش بٓ ػبذ اٌؼض٠ض ٚ،اٌثٛسٚ ، ٞصفش
ٚ ،أب ٟثٛس ٚ ،ابٓ إٌّزس ؛ ألْ ِب أٚجب فسخ إٌىبح اسخ ٜٛفّٙ١ب لبً اٌذخٛي
ٚاٌثبٔ١ت ٠ ،مف ػٍ ٝأمضبء اٌؼذة ،فإْ أسٍُ اٌّشحذ لبً أمضبئٙب ،فّٙب ػٍىبٌٕىبح
ٚ ،إْ ٌُ ٠سٍُ دخ ٝأمضج ،ببٔج ِٕز اخخٍف اٌذٕ٠بْ ٘ٚزا ِز٘ببٌشبفؼ ٟ؛ ألٔٗ ٌفع
حمغ بٗ اٌفشلت ،فإرا ٚجذ بؼذ اٌذخٛي ،جبص أْ ٠مف ػٍىبٔمضبء اٌؼذة ،وبٌطالق
66
Bila salah seorang suami istri murtad sebelum dukhul,
Hanya saja ada riwayat dari Dawud, bahwa perkawinan itu tidak fasakh
.افشٛابؼصّبٌىٛالحّسىٚ
Artinya: “Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu
dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (Q.S. Al
Mumtahanah 60:10)
seorang istri yang masuk Islam dalam perkawinan dengan suami yang
perbuatan murtad itu terjadi setelah dukhul. Pada salah satu riwayat,
furqah disegerakan. Ini juga pendapat Abu Hanafi dan Malik. Juga
67
perkawinan itu sama saja antara sebelum dan setelah dukhul, seperti
berakhirnya masa iddah. Bila pihak yang murtad kembali masuk Islam
sebelum berakhirnya masa iddah, maka suami istri tetap dalam statusnya.
Namun bila belum juga kembali masuk Islam hingga berakhirnya masa
iddah, istri seketika ba‟in dimulai sejak terjadinya perbuatan murtad. Ini
berakhirnya masa iddah, sama dengan talak raj„i atau perbedaan agama
b. Al-Muqni„
يٛإْ وبٔج اٌشدة بؼذاٌذخٚ ... ي أفسخ إٌىبحٛٓ لبً اٌذخ١جٚإْ اسحذ أدذ اٌضٚ
. ٓ١خ٠اٚ سٍٝ أمضبء اٌؼذة ؟ ػٍٝ حمف ػًٚ حخؼجً اٌفشلت أٙف
68
merupakan syarah yang paling besar dan paling masyhur atas Mukhtasar
al-Kharqi.
kitab yang digunakan dalam mazhab ini melebihi kitab mukhtasar ini,
dan tidak ada kitab yang memperoleh perhatian ulama melebihi kitab ini.
“Barangsiapa membaca kitab ini, ia akan memperoleh satu dari tiga hal:
menerima seratus dinar, menjadi hakim (Kadi), atau menjadi orang yang
dalam Mazhab Hanbali, dibedakan antara murtad yang belum dukhul dan
berakhirnya masa iddah, maka suami istri tetap dalam statusnya. Namun
69
bila belum juga kembali masuk Islam hingga berakhirnya masa iddah,
diatas, maka dalam penulisan ini dibuat tabel kesimpulan berdasarkan isi
dari tiap kitab-kitab fiqh mazhab diatas sesuai pendapat para fuqahanya.
Tabel 1
70
putus karena ia telah pihak istri merupakan putus karena
kehilangan al- talak bai‟in, Ini adalah telah kehilangan
ishmah pendapat Ibn al- al-ishmah
Qasim, Ashhab, dan
al-Qayrwani. Namun
Ashhab memberikan
pendapat tambahan,
bahwa bila wanita itu
kembali masuk agama
Islam, ia tetap
menjadi istri bagi
suaminya.
2. Bila yang murtad dari
pihak suami
merupakan talak
bai‟in, tidak dapat
merujuk istrinya
meskipun masih
dalam masa iddah.
3 Syafi‟i Bila perbuatan Bila perbuatan murtad itu
Jika perbuatan
murtad terjadi terjadi setelah dukhul,murtad
sebelum dukhul, perkawinan itu dilakukan
perkawinan itu putus ditangguhkan hingga sebelum dkhul
seketika. berakhirnya masa iddah.maka putus
Bila pihak yang murtad seketika itu.
kembali masuk Islam Namun bila
sebelum berakhirnya sebaliknya maka
masa iddah, perkawinan ditangguhkan
itu tetap utuh. Namun hingga sebelum
bila sampai masa iddah masa iddah
berakhir pihak yang maka utuh
murtad belum juga perkawinannya,
kembali masuk agama tetapi apabila
Islam, perkawinan itu sebaliknya dan
putus. tidak kembali
maka putus
perkawanin
tersebut.
4 Hanbali Bila pasangan suami bila pasangan suami istri Bila murtad
atau istri murtad murtad sesuduh dukhul dilakukan
sebelum dukhulmaka status perkawinan sebelum dukhul
seketika itu fasakh. mereka ada dua pendapat maka fasakh
Kemudian setelah antara Hanbali dan seketika itu.
dukhul riwayat Ahmad.Karena ia Namun jika
Hanbali dan Ahmad, merupakan lafadh yang murtad
furqah ditangguhkan dengannya terjadi furqah. dilakukan
71
hingga berakhirnya Bila ia ada setelah sesudah
masa iddah. Bila dukhul, ia boleh dukhulboleh
pihak yang murtad menunggu hingga ditunggu hingga
kembali masuk berakhirnya masa iddah, masa
Islam sebelum sama dengan talak raj„i berakhirnya
berakhirnya masa atau perbedaan agama iddah sehingga
iddah, maka suami setelah dukhul, sehingga tidak diharuskan
istri tetap dalam tidak diharuskan fasakhseketika.
statusnya. fasakhseketika, seperti
Islamnya seorang
harbiyah yang dalam
perkawinandengan
seorang harbi.
72
BAB III
pulau Jawa, Sumatera, dan Bali, sedangkan yang lain disebut “Malaio
2004:202).
serta mengeluarkan suatu kitab UU, yaitu : “Kitab Hukum Gajah Mada”
(Kabah, 2004:203).
bercorak Islam. Agama Islam masuk ke bumi Nusantara ini secara damai
pada abad ke – 7 masehi atau bertepatan dengan abad ke- 1 hijriah, ada juga
73
yang berpendapat pada tahun ke-30 hijriah atau bertepatan dengan tahun 650
masehi. Ketika wilayah Nusantara dikuasai oleh para sultan, hukum Islam
penanggung jawabnya.
Manifestasi ini dapat dilihat dari bentuk pemerintahan pada waktu itu, yaitu
Hukum Islam sebagai hukum yang bersifat mandiri telah menjadi satu
kekuasaannya masing-masing.
peribadatan dan segala urusan yang termasuk dalam hukum keluarga atau
kerajaan Islam seperti Gowa, Ternate, Bima dan lain-lain. Masyarakat Islam
74
di wilayah tersebut diperkirakan juga menganut hukum Islam Mazhab Syafi‟i
(Puponegoro, 1984:197).
masyarakat sehingga pada saat itu diakui sepenuhnya oleh penguasa VOC.
Bahkan dalam banyak hal VOC memberikan kemudahan dan fasilitas agar
perkara.
kitab ini diberi syarah oleh Syekh Arsyad al-Banjary berjudul “Sabilulal-
75
Aulawi, 1975:11). Kemudian membuat kumpulan hukum perkawinan dan
kewarisan Islam untuk daerah Cirebon, Semarang, dan Makasar (Bone dan
Pelopor tersebut adalah L.W.C. Van Den Berg bahwa hukum yang
yaitu Islam. Teori ini kemudian terkenal dengan nama teori “Recepcio in
76
undangan Hindia Belanda melalui pasal 75, 78 dan 109 RR 1854 (Stbl. 1855
Teori Hurgronje ini terkenal dengan nama teori “Receptie” (Rofiq, 2006:54).
hukum adatlah yang diakui. Dalam Indische Staatsregeling pasal 131 ayat 6
ditulis :
undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku yang sekarang berlaku bagi
dihapus, namun dengan lahirnya peraturan ini jelas sangat merugikan umat
suatu daerah, maka tentu tidak terlalu banyak menjadi persoalan. Seorang
Recht. Namun bagimana dengan seorang muslim atau muslimah yang tinggal
77
pernikahan menurut adat daerah tersebut yang mungkin bertentangan dengan
hukum Islam?
”Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur Asing, jika ternyata
bersama. Ini artinya seorang muslim atau muslimah boleh menikah dengan
Perdata sendiri tidak mengatur tentang hukum nikah beda agama. Maka
dapat disimpulkan bahwa Undang-undang yang ada ketika itu tidak protektif
terhadap umat Islam, karena membuka peluang bagi terjadinya nikah beda
muslimah.
78
masyarakat dengan hukum mereka, tidak bisa secara paksa karena
peraturan yang bersifat mengikat dan memaksa bahwa umat Islam harus
Perdata sendiri adalah kitab undang-undang yang secara asal dibuat untuk
golongan warga negara bukan asli (Indonesia), yaitu untuk golongan warga
ajaran Kristen.
boleh dilangsungkan pada hari Minggu; dengan hari Minggu dalam hal ini
dipersamakan: hari Tahun Baru, hari Paskah dan Pantekosta kedua, kedua-
duanya hari Natal dan hari Mi‟raj Nabi”. Contoh lain adalah pada pasal 27
79
dalam bab yang sama pada bagian pertama (tentang syarat-syarat perkawinan)
satu pihak meninggal atau menghilang selama dua tahun serta perceraian
bagi golongan orang Indonesia yang beragama Islam dan yang beragama
ternyata tidak cukup kuat hingga rencana ordonansi tersebut tidak jadi
80
Kolonial, hanyalah berupa perturan hukum perkawinan yang berlaku untuk
Perdata (BW) yang berlaku bagi warga keturunan Eropa dan Cina, kemudian
(Syahuri, 2013:100).
hukum formal yang mengatur tata cara perkawinan sebagai mana terdapat
dalam kepemimpinan orde lama (1945 – 1965), di era orde lama ini
81
2) Bagi orang-orang Indonesia asli beragama Islam berlaku hukum
perkawinan Islam.
ummat Islam masih tersebar dalam beberapa kitab fiqh munakahat karya
82
RI di Sumatera dinyatakan berlaku juga untuk Sumatera (Soewondo,
1992:96).
Menteri Agama No. 4 tahun 1947 yang ditujukan untuk Pegawai Pencatat
22 Tahun 1946 juga berisi seperti buku yang berjudul “Kedudukan Wanita
selama masa idah PPN berusaha agar pasangan yang bercerai rujuk”
(Soewondo, 1992:78-79).
Talak dan Rujuk bagi umat Islam (Sosroatmodjo dan Aulawi, 1978:9).
83
dalam masyarakat, selanjutnya hukum umum, hukum Islam dan Kristen
1992:177).
masyarakat.
84
4) Harta bawaan dan harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi
milik bersama;
179).
agama.
85
bulan September1957 tetapi masih ada amandemen yang menyusul,
(Jafizham, 1977:180).
yang diwahyukan dalam syariat untuk segala zaman, negara, dan bahan-
86
Para anggota partai Islam mengadakan perlawanan, terutama
1977:98).
misalnya:
1992:103), yaitu :
87
1) RUU Perkawinan Umat Islam berasal dari Departemen Agama,
1968.
undang adalah tidak sesuai dengan hakekat Negara Pantjasila, hal jang
demikian berarti bahwa ada perubahan dasar Negara. Negara tidak lagi
88
tidaklah mencapai tujuan politiknya juga. Undang-undang jang mengatur
sudah ada sejak sebelum pancasila diresmikan dan telah diperkuat oleh
Negara Pancasila. Dan ini tidak perlu diartikan Republik Indonesia lalu
beragama Islam”.
mengajukan kembali RUU kepada DPR hasil pemilu tahun 1971, yang
(Presiden RI,1973).
89
internal, baik membentuk pansus maupun panja.
Islam.
pemerintah sendiri. Reaksi yang menjadi sorotan datang dari ketua fraksi
1973).
dengan pendapat KH. Yusuf Hasyim, Buya HAMKA juga menolak tegas
dipelihara dalam syariat itu lima perkara, yaitu memelihara agama, jiwa,
90
akal, keturunan dan harta.
karena kesia-siaan manusia. Oleh sebab itu, nikah adalah sunah rasul dan
zina adalah perbuatan yang sangat keji. Meskipun dalam syariat Islam
negara.
pacaran sebelum nikah, dengan draf RUU tersebut boleh menjadi anak
yang sah, walaupun Islam memandang anak itu adalah anak zina
(Hamka, 1976).
suami yang akan beristri lebih dari seorang, jangka waktu istri pergi
tanpa kabar.
91
Dari 73 Pasal RUU Perkawinan, terdapat sejumlah Pasal yang
umat, antara lain penulis nukilkan pasal 2 ayat (1) RUU Perkawinan yang
saat akad nikah yang berupa ijab kabul oleh wali mempelai wanita
dengan mempelai laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, Islam
92
1973 di Denanyar Jombang atas prakarsa KH. M. Bisri Sjansuri,
Islam:
Selain itu bila dilihat dari segi huk ketatanegaraan, suatu Undang-
pengingkaran atas jaminan yang telah diberikan oleh UUD 1945 pada
Pasal 29, yaitu jaminan bagi bangsa Indonesia untuk menjalankan ajaran
Perkawinan tersebut.
oleh KH. Bisri Syamsuri (Ketua DPP-PPP) dan KH. Masykur (Ketua F-
93
Serangkaian lobbying diselenggarakan oleh penguasa-penguasa
hukum agama Islam tentang yang telah termuat dalam RUU tersebut
peraturan pelaksananya juga tidak akan diubah, tidak hanya itu saja
semua hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan tidak mungkin
tersebut maka draft RUU tidak mau hal itu diubah. Adanya perubahan
negara dan hukum agama harus dipisahkan atau dengan kata lain
1973).
Urusan negara diatur oleh hukum Negara dan urusan agama (gereja)
94
Sedemikian alotnya perdebatan mengenai RUU perkawinan
merupakan topik yang sangat hangat, dari semua kalangan baik itu dari
Undang-undang.
rapat Komisi (gabungan Komisi III dan Komisi IX) untuk membahas
RUU tersebut dalam hal ini diserahkan kepada suatu panitia yang diberi
masuk dalam panitia kerja maka RUU tentang perkawinan yang diajukan
95
tersebut semua Fraksi mengemukakan pendapatnya, demikian juga
Pada hari itu juga RUU tentang perkawinan itu disahkan oleh DPR-RI
disparitas dalam menerapkan hukum, oleh karena ada hal-hal yang tidak
c. Masa Reformasi.
96
dalam RUU ini akan terjadi perubahan yang cukup signifikan karena ada
Ide awal pembentukan KHI itu sebenarnya ada pada tahun 1970-an,
Agama yang kuat dalam sistem nasional, juga mempunyai kesetaraan dengan
Mahkamah Agung.
sifatnya unifikatif, yaitu adanya satu pedoman hukum yang seragam untuk
tersebut bersifat tertulis, dan terhimpundalam satu kitab hukum formal. Kitab
97
sebelumnya tidak terdapat keseragaman keputusan antar Pengadilan Agama,
kesimpulan meskipun dalam kasus yang sama. Kenyataan seperti ini terjadi
1998:128).
orang Islam tentunya akan dapat mengundang banyak pemikiran yang bersifat
pro dan kontra, karenanya tidak heran kalau proses lahirnya KHI tersebut
memakan waktu sampai 30-an (tiga puluh) tahun (Departemen Agama RI,
1998:127-174).
Agung/Departemen Agama).
98
Setelah adanya kerja sama dengan Mahkamah Agung, maka kegiatan
hukum tertulis bagi umat Islam (kendatipun sudah berlaku dalam masyarakat,
serta penyusunan Kompilasi hukum Islam bidang hukum tertentu, antara lain:
1976.
c. seminar tentang Hukum Waris islam, tahun 1978, dan lain sebagainya
(Arifin, 1996:159).
penunjukan enam orang Hakim Agung dari Hakim Agung yang ada untuk
99
Hasil penelitian bidang kitab, yurisprudensi, wawancara, studi
melalui yurisprudensi.
Hasil rumusan Tim Besar tersebut dibahas dan diolah lagi dalam
sebuah Tim Kecil yang merupakan tim inti. Akhirnya setelah 20 kali
pertemuan, Tim Kecil ini menghasilakan tiga buah buku naskah Rancangan
a. Hukum perkawinan
b. Hukum kewarisan
c. Hukum perwakafan
Presiden lahirlah Instruksi Presiden RI. Nomor 1 tahun 1991 seperti apa yang
memerlukan aturan yang komplek sehingga seluruh etnis dan multi kepercayaan
100
Penulis ini dari beberapa pengetahuannya bahwa negara Indonesia adalah
negara yang berbentuk republik yang demokratis dan berasas kedaulatan rakyat.
Pancasila sebagai dasar hukum negara yang memuat pokok dari Undang-undang
Dasar Tahun 1945, untuk ketentuan hukum perkawinan di Indonesia diatur dalam
negara Indonesia yang beragama Islam, mengingat hal ini Indonesia mayoritas
dunia.
lebih rinci yakni Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi hukum Islam (KHI)
perkawinan di Indonesia, dalam teori penulisan ini terbagi atas dasar huku
tidak mengurangi ketentuan pasal 1 ayat (2) dan pasal 4. Hal tersebut
1974 pengaturannya termuat dalam Bab VI, pada Pasal 22 sampai dengan
101
Pasal 28 yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya Peraturan
di tempat tinggal kedua suami istri, suami atau istri. Bagi mereka yang
untuk naik banding atau kasasi. Akibatnya kembali ke posisi semula sebelum
perkawinan dalam Islam mungkin “putus demi hukum” artinya: “Apabila ada
istri murtad dari agama Islam dan kemudian memeluk agama atau
102
2. Dasar Hukum Pembatalan Perkawinan Dalam KHI
pembatalan perkawinan ini. Hal ini terlihat dalam bab XI tentang batalnya
perkawinan diatur pasal 70-76 yang dirumuskan secara lengkap dan terinci.
c. Seseorang menikahi bekas isterinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak
olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain
yang kemudian bercerai lagi ba‟da al dukhul dari pria tersebut dan telah
d. Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri
103
Dalam praktek di Pengadilan Agama, sebagaimana yang telah kita
cacat hukum atau kurang syarat dan rukunnya, sebagaimana yang telah
alasan yang digunakan dalam perceraian tidak sama dengan alasan pembatalan
di wilayah hukum tempat tinggal suami atau istri atau tempat perkawinan
berlangsungnya perkawinan.
104
diterapkan dalam pembatalan perkawinan. Prosedur yang harus dilakukan
a. Pengajuan Gugatan.
pemohon bisa datang sendiri atau diwakilkan kepada orang lain yang akan
b. Penerimaan Perkara.
105
ditentukan berapa jumlah uang muka yang harus dibayar, lalu pemohon
asli. Surat permohonan yang telah dilampiri kuitansi dan surat-surat yang
panggilan sidang.
c. Pemanggilan.
sudah diterima oleh pemohon 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka. Dalam
d. Persidangan.
106
perkawinan yang ditujukan kepada Pegawai Pencatat untuk mengadakan
a. Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami atau isteri murtad.
b. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
c. Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beritikad
baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan
hukum tetap(Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2011:254).
107
3. Alasan dan Putusnya Perkawinan
permasalahan yang timbul bukan hanya dari pihak intern namun juga dapat
berasal dari pihak ekstern yang dimungkinkan akan berakhir dalam suatu
atau istri.
yakni mulai akad nikah, sedangkan perkawinan fasid dianggap putus mulai
108
hari diputus oleh pengadilan. Menurut Kompilasi Hukum Islam suatu
c. Perempuan yang dikawini teryata masih dalam iddah dari suami lain.
tidak berhak.
diperbaharui.
b. Dalam hal pelanggaran materiil jika ancaman telah berhenti atau jika salah
sangka diantara suami istri telah disadari keadaannya, tetapi dalam tempo
6 (enam) bulan setelah perkawinan itu ternyata masih tetap sebagai suami
istri.
109
Bab XVI dalam KHI yang mengatur mengenai ketentuan putusnya
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga;
g. Suami menlanggar taklik talak;
h. Peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
rukunan dalam rumah tangga (Undang-Undang Republik Indonesia No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2011:268-
269).
sama halnya dengan perceraian dengan alasan yang lain. Perkawinan yang
telah batal dengan alasan murtad terdapat pada pasal 116 huruf h “Peralihan
Kalimat ini sudah cukup jelas, kalau murtad itu menyebabkan ketidakrukunan
dalam berkeluarga, karena hal tersebut sudah tidak sejalan dan sependapat
dalam hal pembinaan rumah tangga, bahkan tidak cocok lagi karena adanya
uatu perbedaan agama dan melanggar perjanjian suci, sehingga harus ada ilmu
110
4. Pernikahan Yang Dilarang Untuk Dapat Diajukan Pembatalan
(KHI) Secara garis besar larangan perkawinan antara seorang pria dan
seorang wanita menurut syara‟ terdiri dari dua halangan, yaitu halangan abadi
dan halangan sementara yang mana di dalam hukum islam dan juga
sebagai berikut:
d. Nikah wanita yang sedang iddah, nikah seperti itu jika sempat
g. Seorang suami yang telah beristri empat nikah dengan istri kelima.
Bila salah satu dari larangan tersebut dilanggar, maka perkawinan batal
sejak semula atau perkawinan fasid. Bilamana ada salah satu pelanggaran
111
dari permulaannya, yakni mulai akad nikah, sedangkan perkawinan fasid
suami atau istri di atur oleh syarat-syarat yang secara tegas termuat di dalam
sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk
dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat atau
menurut Islam calon pengantin laki-laki atau perempuan itu harus beragama
Islam. Persyaratan yang berkaitan dengan orang atau pihak yang berhak
a. Para anggota keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau
dari istri.
d. Pejabat yang ditunjuk dan setiap orang yang berkepentingan hukum secara
itu putus.
e. Mereka yang dirinya masih terikat perkawinan dengan salah satu dari
112
memberi izin seorang suami beristri lebih dari seorang dan tanpa
mengurangi hak suami yang akan beristri lebih dari seorang mengajukan
Tahun 1974) Memiliki syarat, yaitu sesuatu yang mesti ada yang
menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu
tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk
shalat atau menurut Islam calon pengantin laki-laki atau perempuan itu
1) Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari
Undang-undang.
113
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 memberikan penjelasan mengenai
sudah tidak sah atau dianggap perkawinan tersebut sudah tidak ada.
(a) “Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami atau isteri murtad”
dan 116 ayat (h) “Peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidak rukunan dalam rumah tangga”, namun dalam bab yang berbeda-beda
tidak cukup jelas tetapi dapat digunakan. Selanjutnya BAB XVI tentang
Putusnya Perkawinan dipasal 116 ayah (h) ini cukup jelas karena murtad
hal apapun.
akan bahaya pernikahan murtad yang tidak dibatalkan. Hal ini dikhawatirkan
114
BAB IV
perbuatan murtad yang dilakukan oleh seorang suami atau istri yang
penelitian ini butuh kecermatan dalam penulisannya, karena perkawinan suatu hal
dunia akhirat atau hanya ternodai perbuatan yang seketika namun kemudian
sungguh-sungguh beriman, hal yang sedemikian ini tidak mungkin terjadi, dan
jika terjadi juga, maka betul-betul ia telah menjadi kafir, oleh karena itu syariat
Islam ketentuan bahwa perkawinan yang telah ada itu bubar dengan sendirinya.
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, karena penulis
rasa ada yang perlu dan penting untuk dibahas, supaya tidak menimbulkan
pertanyaan sebagai dugaan yang pasti terhadap hukum yang berlaku dan
115
Apabila salah seorang suami istri menjadi murtad, maka seluruh fuqaha
antara keduanya, dan kemurtadtan itu menjadi sebab terjadinya perceraian (as-
Shiddieqy:199).
sehingga tidak salah lagi penulis bila menganalisis masalah ini, agar terjawab
suami atau istri yang akan timbul setelah melakukan murtad dalam
116
Putusnya perkawinan di sini merupakan ba‟in, di mana suami tidak
Imam Abu Hanafi dan Abu Yusuf). Pendapat kedua, perkawinan itu
seorang suami atau istri murtad, terdapat beda pendapat dalam Mazhab
ba‟in. Ini adalah pendapat Ibn al-Qasim dan Ashhab, namun Ashhab
117
ba‟in. Suami tidak diperbolehkan rujuk, meskipun pihak suami
kembali masuk Islam dalam masa iddah, karena suami itu telah
Imam Malik.
masuk Islam dalam masa iddah istrinya, maka suami itu memiliki hak
118
memandang bahwa hukum bagi perbuatan murtad itu terhapus dengan
itu putus seketika, hal ini menurut penulis untuk melindungi suami
Islam.
perkawinan itu tetap utuh. Namun bila sampai masa iddah berakhir
119
pihak yang murtad belum juga kembali masuk agama Islam,
seorang suami atau istri dalam Mazhab Hanbali, dibedakan antara murtad
berakhirnya masa iddah, maka suami istri tetap dalam statusnya. Namun
bila belum juga kembali masuk Islam hingga berakhirnya masa iddah,
120
diharuskan fasakh seketika, seperti Islamnya seorang harbiyah yang
Selain itu bekas seorang suami tidak berhawk menjadi wali oleh
murtad.
pembatalan perkawinan.
121
Istilah “batal” nya perkawinan dapat menimbulkan salah paham,
Batal berarti nietig zonder kracht (tidak ada kekuatan) zonder waarde (tidak
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 berdasarkan kajian dalam bab diatas menurut
122
Penjelasan diatas sudah cukup jelas sesuai dengan Undang-undang
No. 1 Tahun 1974, namun penulis hanya bisa membuktikan berdasarkan pasal
karena hal tersebut belum bisa menjawab penelitian ini yang akan berakibat
pada status seorang suami atau istri yang murtad terhadap perkawinannya
mengatur secara rinci, sehingga apabila terjadi kasus semacam ini akan sulit
istri berakibat fatal bila tidak diceraikan, baik dimasa sekarang dan masa
selanjutnya.
tujuan yang baik untuk memberi manfaat dalam keluarga Islam di Indonesia,
setiap individu harus kritis dan komprehensif terhadap hukum yang ada,
supaya tidak terjadi kemurtadtan suami atau istri dalam berkeluarga Islam.
123
3. Kompilasi Hukum Islam
tidak menyinggung kata murtad, dan sebaliknya dalam KHI, kata murtad itu
terdapat pada Pasal 75 dan 116. Maka pasal ini penulis gunakan sebagai
langsung saja bahas demi mengetahui lebih lanjut pasal 75 dan 116 dalam
KHI.
dan 116 secara prioritas dan fokus dalam pasal tersebut, karena hal tersebut
Berikut ini adalah analisis penulis dalam pasal 75 dan 116, diantaranya yaitu:
a. Pasal 75
Pasal 75
a. “perkawinan yang batal karena salah satu suami atau istri murtad.
b. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
c. pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan
ber`itikadbaik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan kekutan
hukum yang tetap”(Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2011:254).
124
Murtad sebagai Sebab Batalnya Perkawinan karena status suami
atau istri membuat penulis sangat tertarik, bahwa Pasal 75 ayat (a) itu
perkawinan.
sebuah perkawinan batal karena perkara murtad, tapi putusan itu tidak
Ia tetap diakui sebagai perkawinan yang pada mulanya sah, lalu harus
tersebut.
dari agama Islam, maka suami atau istri dapat mengajukan permohonan
125
b. Pasal 116
Pasal 116
a. “salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain diluar kemampuannya;
c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain;
e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
f. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga;
g. suami melanggar taklik talak;
h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
rukunan dalam rumah tangga” (Undang-Undang Republik
Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam, 2011:268-269).
sebagai salah satu sebab atau alasan perceraian. Ironis, ada kesan KHI
2006:227).
Dalam Pasal 116 ini Tim Penyusun Kompilasi Hukum Islam sudah
126
Berkaitan dengan perkara murtad, Pasal 116 itu memberikan
rumah tangga. Dengan kata lain, bila perkara murtad itu tidak
madat dan judi sebagai contoh perbuatan buruk yang bisa menjadi alasan
pasal 75 ayat (a) dan pasal 116 ayat (h) secara tersurat dalam Kompilasi
127
batal, kecuali jika suami atau istri bahkan anggota keluarga berdasarkan
tidak sesuai hukum dan kenyataan yang ada, dari tiga hukum yang digunakan
penulis ini, dalam skripsi ini memiliki perbedaan yang mencolok. Sebenarnya
hukum itu seharusnya dibuat sesuai kasus dan masalah yang berkembang
dimasyarakat, agar menjadi suatu hukum yang pasti dan tidak menimbulkan
pertanyaan. Dengan adanya hal tersebut maka jawaban hukum dari kasus yang
Perbedaan dan persamaan hukum ini telah ada di diatas, tetapi penulis
tidak hanya asal berpendapat dalam penulisan ini, lihat saja hukum dalam kitab-
kitab fiqh mazhab, Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dan Kompilai Hukum
dari tiap kitab-kitab mazhab fiqh dengan Undang-undang dan Kompilasi Hukum
128
murtad.Mereka beda pendapat berdasarkan pelaku murtad dalam status
perkawinan tersebut:
1. Bila pelaku pihak istri, mereka sepakat perkawinan putus dengan fasakh.
2. Bila pelaku pihak suami, mereka berbeda pendapat, antara fasakh dan talak
ba‟in.
sepakat, bahwa perkawinan itu putus. Mereka beda pendapat tentang bagaimana
1. Sebelum dukhul, perkawinan seketika putus, tapi ada beda pendapat antara
2. Setelah dukhul, perkawinan putus, tapi ada beda pendapat antara talak raj‟i,
2. Setelah dukhul: fasakh ditangguhkan hingga masa iddah. Bila pihak yang
Bila pihak yang murtad belum atau tidak juga kembali hingga habisnya
129
Kitab fiqh mazhab Hanbali ke 2 diatas penulis meringkas bahwa mereka
(fasakh). Bila perbuatan murtad terjadi setelah dukhul, ada dua riwayat:
pihak yang murtad kembali sebelum masa iddah selesai, perkawinan bisa
diselamatkan. Bila pihak yang murtad belum atau tidak juga kembali hingga
alasan pembatalan, hanya saja dalam pasal 22, 24, 25, dan 29. Ketetapan yang
dimana perkawinan dilangsungkan ditempat tinggal kedua suami istri, suami atau
istri”.
130
Memang menjadi dilematis masalah murtad bagi orang yang sudah
menikah, namum tidak menjadi masalah lagi bila kita melihat hukum
dikuatkan oleh dalil yang mempertegas atau disertai suatu penekanan yang kuat
Kompilasi Hukum Islam pasal 75 ayat (a) dan pasal 116 ayat (h) terdapat
“perkawinan yang batal karena salah satu suami atau istri murtad” pengertian
membuat batal perkawanin. Kemudian dalam pasal 116 ayat (h) “peralihan
agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah
tangga” pemahaman pasal ini menurut penulis bahwa perbuatan murtad suami
tersebut tidak sejalan sesuai keyakinan. Mengapa demikian,? Suami istri yang
pada mulanya beragama Islam kemudian murtad keluar dari agama, dianggap
perkawinan dapat batal demi hukum dan bisa dibatalkan oleh Pengadilan, secara
131
dihadiri para saksi dan alasan prosedural lainnya. Kedua, perkawinan dilakukan
perkawinan baik pihak suami atau istri, penulis akan menentukan hal-hal
terpenting dalam pembahasan ini, untuk itu penulis akan mulai dari:
salah satu pihak suami atau istri, bahkan bersama-sama. Maka status
perkawinan tersbut menjadi batal, dengan kata lain sudah tidak sah lagi
undang No. 1 Tahun 1974 dengan Kompilasi Hukum Islam, dalam peraturan
Ironis sekali hal ini apabila terjadi dalam teori ini, sebab perkawinan
yang mereka jalani sudah tidak sah lagi menurut hukum agama Islam, tetapi
dalam kehidupan ini yang akan membawa kita nantinya dikehidupan yang
132
2. Perbandingan Keputusan Murtad Dalam Perkawinan
dengan keputusan hukum yang berbeda namun meliki tujuan yang sama,
kata murtad sebagai alasan pembatalan dalam perkawinan, pasal ini sejalan
fiqh mazhab, namun dapat dibanding bahwa dalam pasal 75 dan 116 tersebut
perkawinan, dengan tujuan yang sama ini memiliki perbedaan cara dan
tersebut digunakan dan dijadikan sebuah pegangan atau pokok hukum bagi
133
tiap negara, setiap negara pasti memiliki mazhab yang mereka anut sebagai
ijtihadnya.
hal perbuatan murtad yang dilakukan suami atau istri dalam kitab-kitab fiqh
perbuatan murtad.
terjadinya perbuatan murtad. Sebagai mazhab tertua urutan no. 2 ini, mazhab
Syafi‟i tidak ada beda pendapat, hanya saja dibedakan antara murtad sebelum
2) Setelah dukhul: fasakh ditangguhkan hingga masa iddah. Bila pihak yang
murtad.
134
Mazhab Hanbali sepakat bahwa perkawinan itu dapat dibatalkan
seketika perkawinan batal (fasakh). Bila perbuatan murtad terjadi setelah dan
Agama bagi agama Islam dan Pengadilan Agama bagi non muslim.
dan pasal 116 ayat (h) tidak diajukan atau dilaporkan kepada pihak yang
Namun secara agama Islam perkawinan tersebut sudah tidak sah lagi,
sehingga perlu kekuatan iman dan ilmu agama yang dapat menjaga maupun
perkawinnya, baik pihak suami atau istri. Penulis akan membuat tabel
135
perbandingan kitab-kitab fiqh mazhab dengan Undang-undang No. 1 Tahun
Tabel 1
136
masa iddah. Bila
pihak yang murtad
kembali sebelum masa
iddah selesai,
perkawinan bisa
diselamatkan. Bila
pihak yang murtad
belum atau tidak juga
kembali hingga
habisnya iddah,
perkawinan pun
fasakh, terhitung sejak
terjadinya murtad.
137
ke tetap diakui
Pengadilan. keberadaannya,
hingga pengadilan
dapat memutuskan
perkara tersebut.
6 Kompilasi Status Dalam kompilasi Sama halnya dengan
Hukum perkawinan Hukum Islam Undang-undang No. 1
Islam karena terdapat dua pasal Tahun 1974 dan
murtad yang menyatakan Kompilasi Hukum
tidak batal, kata murtad, yaitu Islam, hukum in
hanya dapat dalam pasal 75 ayat adalah hukum
dibatalkan (a) “perkawinan perkawinan yang
apabila yang batal karena digunakan di
diajukan salah satu suami atau Indonesia, sehingga
pembatalan istri murtad” dan waktu pembatalan
ke pasal 116 ayat (h) perkawinan memiliki
Pengadilan. “peralihan agama kesamaan, dengan
atau murtad yang mengajukan
menyebabkan permohonan
terjadinya ketidak perceraian di
rukunan dalam pengadilan, tempat
rumah tangga” dilaksanakan
perkawinan.
Kitab-kitab fiqh mazhab diatas secara jelas dan tegas perbuatan murtad
138
membatalkan perjalanan perkawinannya. Padahal perbuatan murtad
kedua suami atau istri itu untuk terus hidup bersama, bahkan beranak-pinak.
lahirlah anak-anak dalam hubungan suami istri yang telah berbeda agama,
sehingga kasus ini akan membuat daftar masalah yang semakin panjang sebab
perbuatan murtad orang tuanya sudah putus secara agama Islam. Sungguh
penulisan ini.
139
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
kitab fiqh mazhab dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 serta Kompilasi
fiqh.
mazhab Syafi‟i dan mazhab Hanbali. Mereka berpendapat sama dalam kitab-
suami atau istri. Mereka tidak ada perbedaan mengenai perbuatan murtad
talak ba‟in. Mazhab Maliki sendiri juga memiliki kesapakatan murtadnya itu
140
sebelum berjima‟ langsung putus, tetapi bila belum jima‟ dengan talak ba‟in
dan raj‟i.
masa iddah, apabila pihak yang murtad kembali sebelum masa iddah selesai,
perkawinan bisa diselamatkan tetapi jika pihak yang murtad belum atau tidak
juga kembali hingga habisnya iddah, perkawinan pun fasakh, terhitung sejak
sebelum masa iddah selesai, perkawinan bisa diselamatkan. Jika pihak yang
murtad belum atau tidak juga kembali hingga habisnya iddah, perkawinan
1 tahun 1974.
murtad yang dilakukan suami atau istri. Sehingga mengenai hal ini penulis
tetapi pasal ini bertolak belakang dengan teori materi yang dibutukan
penelitian ini. Wajar saja apabila penulis sukar menentukan peraturan dalam
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 terhadap status seorang suami atau istri
141
yang murtad dalam perkawinannya. Secara hukum fiqh mazhab diatas hal
status seorang suami istri yang batal perkawinannya karena murtad, yaitu di
dalam kompilasi Hukum Islam. Ada 2 pasal dalam KHI mnyebutkan kata
belum sepenuhnya batal. Mengingat pasal 75 ayat (a) dan pasal 116 ayat (h)
beragama Islam, akan tetapi hal ini yang justru berdampak sangat luas akibat
dan putusan pembatalan dengan talak ba‟in. Sedangkan mazhab Syafi‟i dan
dukhul, tetapi apabila sesudah dukhul maka ditunggu hingga masa iddah,
142
apabila suami kembali masuk Islam maka perkawinan tersebut utuh dan
sebaliknya.
bagi yang muslim dan Pengadilan Negeri bagi non muslim. Jika teori ini
terjadi dalam masyarakat dapat diajukan ketugas yang berwenang agar diadili
Indonesia.
B. Saran
1 Tahun 1974 dan Kompilasi hukum Islam dalam penelitian ini pada bab-bab
1. Departemen Agama
bila ditinjau dari fiqh perkawinan tersebut sudah batal atau putus. Apabila
berbuat zina, sebab pernikahan mereka sudah tidak sah menurut agama Islam,
143
mampu memberikan kontribusi terhadap hukum perkawinan Islam di
Indonesia.
bawahi bahwa apabila dalam teori ini terjadi di dalam kehidupan masyarakat
tersbut, sebab peraturan ini sangat dibutuhkan demi keluarga Islam Indonesia,
2. Masyarakat Umum
taat kepada hukum Negara dan agama. apabila terjadi pelanggaran suatu
hukum dapat berjalan dengan baik dan berkeadilan. Sesuai dengan teori-teori
144
(pasutri) dapat melakukan tujuan perkawinan yang bahagia dunia akhirat. Jika
dangkalnya agama membuat salah satu murtad dari pihak suami atau istri
Penulis juga memberikan saran supaya pasutri dari salah satu pihak
supaya pihak yang berwajib dapat mengadili dan melakukan mediasi atas
teori-teori penelitian ini, dalam setiap penelitian pasti ada kekurangan dan
yang sulit didapatkan, penulis berterima kasih kepada pihak yang membantu
dengan harapan.
penulis menginginkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca,
145
DAFTAR PUSTAKA
Al-Imam „Ala‟ al-Din Abu Bakr bin Mas„ud al-Kasani al-Hanafi. 1986. Bada‟i„
al-Sana‟i„. Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah.
146
Basyir, Ahmad Azhar. 1996b. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press.
Basyir, Ahmad Azhar. 2000a. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.
2002. Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI, Direktorat Urusan
Agama Islam, Jakarta: Departemen Agama RI.
Draf RUU Perkawinan versi Pemerintah, Tahun 1973.
Hamka. 1976. Sejarah Umat Islam Jilid II, Jakarta: Bulan Bintang.
147
Muhammad, Muwaffaq al-Din Abu b. „Abd Allah b. Ahmad b. Muhammad b.
Qudamah al-Maqdisi (541-620 H.) Tahqiq: „Abd Allah b. „Abd al-Muhsin
al-Turki. al-Muqni„. Gizah: Hjr li al-Tiba„ah wa al-Nashr wa al-Tawzi„
wa al-I„lan. Dicetak bersama: al-Muqni„, al-Sharh al-Kabir dan al-Insaf.
Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarat: Sinar Grafika.
Nuruddin, Amiur & Tarigan, Azhari Akmal. 2006. HUKUM PERDATA ISLAM
DI INDONESIA: STUDI KRITIS PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM
DARI FIKIH, UU NO. 1/1974 SAMPAI KHI.Jakarta: Kencana
Prins, J. Hukum Perkawinan Di Indonesia, Terjemahan oleh G.A. Ticoalu. 1982.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Projohamidjojo, Martiman. 2002. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Center
Publishing.
Raharjo, Sajtipto. 1979. Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung: Alumni.
Rasjadi, H.M. 1974. Kasus RUU Perkawinan dalam Hubungan Islam dan
Kristen, Jakarta : Bulan Bintang.
Rofik, Ahmad. 2006. “Hukum Islam di Indonesia”, Jakarta: PT. Raja Grafindo.
RUU Perkawinan Yang Menggoncangkan. Artikel. Media Dakwah, Jakarta.tt.
Sahnun, al-Imam bin Sa„id al-Tanuji „an al-Imam „Abd al-Rahman bin Qasim.
1994. al-Mudawwanah al-Kubra. Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah.
Saifullah, Arifin, & Izzuddin. 2005. Hukum Islam Solusi Permasalahan Keluarga.
Yogyakarta: UII Press.
Siddik, Abdullah. 1986. HUKUM PERKAWINAN ISLAM. Jakarta: Tintamas.
Sosroatmodjo & Aulawi. 1975a. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bulan
Bintang.
Sosroatmodjo & Aulawi. 1978b. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bulan
Bintang.
Suara Institut." Harian Kami. Jakarta, 28 Agustus 1973 .
148
Subadyo, Maria Ulfah. 1981. Perjuangan Untuk Mencapai Undang-Undang
Perkawinan, Jakarta: Yayasan Idayu.
Subekti. 1987. “Pokok-Pokok Hukum Perdata” .Jakarta: PT. Intermasa.
149
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Choerul Umam
Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 31 Agustus 1989
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Lingk. Merakrejo RT O2 RW 08 Kel. Harjosari,
Kec. Bawen, Kab. Semarang.
Nomor Telepon : +62-899-0755 797
Email : choenana@gmail.com
Riwayat Pendidikan : SD Al Husain
SMPN 1 Bawen
SMA Islam Sudirman Ambarawa
150
151