Anda di halaman 1dari 116

KONSEP HARGA LELANG DALAM PERSPEKTIF ISLAM

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.1)
Ekonomi Islam

Disusun Oleh :
ZUMROTUL MALIKAH
(072411091)

FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012

Dr. Hj. Siti Mujibatun, M.Ag


H. Ahmad Furqan, LC, MA

PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp. : 4 (empat) eks.
Hal

: Naskah Skripsi
A.n. Sdr. Zumrotul Malikah
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Setelah saya memberikan bimbingan dan koreksi seperlunya,
bersama ini saya kirim naskah skripsi saudara :
Nama

: Zumrotul Malikah

Nim

: 072411091

Judul

: KONSEP HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM


Dengan ini, saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat

segera dimunaqasyahkan.
Demikian harap menjadi maklum.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Hj. Siti Mujibatun, M.Ag


NIP. 19590413 198703 2 001

H. Ahmad Furqan, L
NIP. 19751218 2005

ii

iii

ABSTRAK
Dalam kehidupan bermasyarakat kegiatan ekonomi sangat berpengaruh
dalam memenuhi kehidupan manusia. Jual beli merupakan salah satu kegiatan
yang sering bahkan pasti dilakukan oleh manusia. Jual beli dapat dilakukan secara
langsung maupun dengan menggunakan sistem lelang. Jual beli dalam sistem
lelang dalam fiqh biasa disebut dengan Bai Muzayadah yaitu sebagai bentuk
penjualan barang di depan umum kepada penawar tertinggi.
Lelang adalah bentuk jual beli maka ada peranan harga di dalamnya.
Harga dalam Islam menganut pada konsep harga yang adil yaitu harga yang
dikembalikan kepada pasar (yang dipengaruhi oleh suply dan demand). Namun,
dalam praktik lelang sering terjadi ketidak stabilan harga (adanya trik-trik kotor
dalam penawaran lelang oleh klomplotan penawar), keadaan tersebut
dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang hanya menguntungkan salah satu
pihak.
Berangkat dari fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk mencoba
mengkaji lebih dalam mengenai bagaimanakah mekanisme penetapan harga
perspektif ekonomi Islam, kemudian bagaimana pandangan ekonomi terhadap
harga dalam sistem lelang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan
dengan menggunakan pendapatan deskriptif kualitatif. Sedangkan dalam
pengumpulan data, peneliti menggunakan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam penetapan harga dalam
ekonomi Islam dengan mempertimbangkan harga yang pantas yaitu harga yang
adil yang memberikan perlindungan kepada konsumen. Dan konsep harga dalam
sistem lelang adalah harga ditentukan oleh juru lelang dengan melihat keadaan
fisik barang tersebut dan tidak meninggalkan Nilai Limit atau lebih dikenal
dengan Harga Limit Lelang (HLL): bisa berupa Harga Pasar Pusat (HPP), Harga
Pasar Daerah (HPD), dan Harga Pasar Setempat (HPS). Tujuannya agar tidak
adanya trik-trik kotor komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar
(bidders ring). Hal ini sesuai dengan konsep ekonomi Islam yang menjunjung
tinggi keadilan konsep maslahah.

iv

DEKLARASI

Dengan

penuh

kejujuran

dan

tanggung

jawab,

Penulis

menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah


ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini
tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi
yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai bahan
rujukan.

Semarang, 22 Juni 2012


Deklarator,

Zumrotul Malikah
NIM. 072411091

MOTTO



Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu
(Q.S. An-Nisa: 29)

vi

PERSEMBAHAN
The highest happiness that human being can have is family
happiness
Bapak Nur Hajid (in memoriam)
Ibunda Jikronah yang telah banyak memberikan segalanya
dengan ikhlas. Tiada yang dapat penulis perbuat untuk
membalas kebaikan mu. Hanya sekuntum doa yang dapat ku
berikan, jazakum Allah Jazakum katsir semoga Allah SWT.
Membalas amal kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat
ganda Amin.
Adik-adikku tercinta (Aminatuz Zahro & Isyfi Rohmah),
kalian penyemangatku dalam menyelesaikan skripsi dan
menjalani hidup ini dalam susah dan senang.

Saudara-saudaraku semua yang selalu senantiasa memberi


dukungan dan motivasi kepada penulis dan selalu senantiasa
mendengar keluh kesah penulis, terima kasih atas doa dan
dukungannya.

EIB Belguyank 07, terkhusus untuk Kakak Rani, Safi, Mihex


Yuyun, Izah, Mbak Firoh, Faqeh, Zen, Haqi, Fajri, Saad,
Ulil, Habib, Khasan, Aik, dll terima kasih atas doa,
dukungan, dan waktu yang telah kita lewati bersama .

Semua orang yang telah mendoakan penulis dan semua pihak


yang telah membantu tercapainya skripsi ini.

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat-sahabat dan pengikutnya.
Berkat rahmat dan hidayah yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul : Konsep Harga Lelang
Dalam Perspektif Islam, Skripsi ini diajukan guna memenuhi tugas dan syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Jurusan Ekonomi Islam
Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang.
Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada semua
yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dengan moral dan bantuan apapun
yang sangat besar bagi penulis. Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Drs. Imam Yahya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN
Walisongo Semarang
3. Bapak Dr. Ali Murtadho, M.Ag dan Bapak Nur Fatoni., M.Ag selaku Ketua
dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Islam
4. Ibu Dr. H. Siti Mujibatun, M.Ag selaku Dosen Pembimbing I, serta Bapak H.
Ahmad Furqon, LC, MA selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan
bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Semua Dosen dan Civitas Akademika Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Semarang yang telah membimbing dan mengajar penulis selama belajar di
bangku kuliah.
6. Seluruh petugas perpustakaan yang telah membantu memberikan fasilitas dan
waktunya. Semua itu sangat berharga bagi penulis

viii

7. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Nur hajid dan Ibu Jikronah), kedua adikku,
dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materiil, serta doa dan kasih sayangnya pada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan, EIB07 Belguyank yang selalu setia melangkah
bersama dalam suka maupun duka dan telah memberikan doa, dorongan serta
motivasi pada penulis.
9. Dan semua pihak yang telah membantu, sehingga selesainya penulisan skripsi
ini.
Terimakasih atas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah di berikan.
Penulis hanya bisa berdoa dan berikhtiar karena hanya Allah SWT yang bisa
membalas kebaikan untuk semua.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna, khususnya
bagi penulis sendiri dan tentunya bagi para pembaca pada umumya.

Semarang, 22 Juni 2012


Penulis

Zumrotul Malikah
NIM: 72411091

ix

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................

ii

PENGESAHAN ..............................................................................................

iii

ABSTRAK .....................................................................................................

iv

DEKLARASI .................................................................................................

MOTTO .........................................................................................................

vi

PERSEMBAHAN ...........................................................................................

vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................

viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................

B. Rumusan Masalah ....................................................................

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...............................

D. Tinjauan Pustaka ......................................................................

E. Metodologi Penelitian ..............................................................

F. Metode Analisis Data ...............................................................

11

G. Sistematika Penulisan...............................................................

12

SISTEM LELANG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI


ISLAM
A. Pengertian Lelang.....................................................................

13

B. Sistem Lelang ..........................................................................

16

C. Syarat-Syarat Lelang ...............................................................

18

D. Macam-Macam Lelang ............................................................

19

E. Lelang Perspektif Syariah ......................................................

20

F. Harga yang digunakan dalam sistem lelang .............................

21

1. Pengertian Harga..................................................................

21

2. Teori Harga ..........................................................................

25

BAB III

3. Harga Menurut Islam ...........................................................

29

4. Harga Lelang........................................................................

39

KONSEP LELANG MENURUT REGULASI MENTERI


KEUANGAN
A. Badan Kewengan Lelang ..........................................................

40

B. Petunjuk Pelaksanaan Lelang Menurut Menteri Keuangan .....

44

BAB IV ANALISIS KONSEP HARGA LELANG PERSPEKTIF


ISLAM

BAB V

A. Konsep Harga Lelang Perspektif Islam....................................

60

B. Mekanisme Penetapan Harga Lelang Perspektif Islam............

64

PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................

66

B. Saran.........................................................................................

66

C. Penutup.....................................................................................

67

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia merupakan makhluk sosial, yang artinya manusia tidak bisa hidup sendiri
dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oleh sebab itu, sudah
seharusnya manusia saling tolong menolong. Disadari atau tidak, dalam hidup
bermasyarakat manusia selalu berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan
karena pada suatu saat seseorang memiliki sesuatu yang dibutuhkan orang lain,
sedangkan orang lain membutuhkan sesuatu yang dimiliki seseorang tersebut, sehingga
terjadilah hubungan saling memberi dan menerima.
Dalam Al-Quran Allah berfirman:

.....

Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa, dan janganlah
tolong menolonglah dalam berbuat dosa dan kebajikan, dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (QS. Al-Maidah : 2)1
Sebagaimana perekonomian sebagai salah satu sakaguru kehidupan negara.
Perekonomian negara yang kokoh juga akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat.
Untuk itu Allah memberi inspirasi kepada mereka untuk mengadakan penukaran dan
semua yang kiranya bermanfaat dengan jalan jual beli dan semua cara penghitungan,
sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan mekanisme hidup ini bekerja
dengan baik dan produktif.
1

Departemen Agama RI, Al-Quran Al-Karim Dan Terjemah Bahasa Indonesia (Ayat Pojok), Kudus:
Menara Kudus, hlm.106

Dengan

berkembangnya

teknologi

telah

mendorong

masyarakat

untuk

mengadakan spesialisasi produksi. Dalam tingkatan ini orang tidak lagi memproduksi
untuk dirinya sendiri, melainkan mereka memproduksi untuk pasar. Dalam hal ini muncul
peranan jual beli atau perdagangan.2
Jual beli secara umum adalah suatu perjanjian, dengan perjanjian itu kedua belah
pihak mengatakan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang
lain membayar harga yang telah dijanjikan. Perdagangan atau jual beli dapat dilakukan
dengan langsung dan dapat pula dengan lelang. Cara jual beli dengan sistem lelang dalam
fiqih disebut Muzayyadah.3
Muzayyadah adalah salah satu jenis jual beli di mana penjual menawarkan barang
dagangannya di tengah-tengah keramaian, lalu para pembeli saling menawar dengan
harga yang lebih tinggi sampai pada harga yang paling tinggi dari salah satu pembeli, lalu
terjadilah akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual. 4
Lelang masa kini tidak hanya terjadi pada lembaga informal saja, lembaga formal
juga banyak yang melaksanakan proses lelang. Khususnya lembaga yang mempunyai
produk gadai seperti pada Lembaga Keuangan yaitu Pegadaian Syariah.
Dalam Pegadaian Syariah sistem lelang berlaku bagi nasabah, apabila nasabah
tersebut tidak mampu membayar utangnya setelah jatuh tempo. Penjualan barang gadai
setelah jatuh tempo adalah sah. Hal itu, sesuai dengan maksud dari pengertian hakikat
gadai itu sendiri, yakni sebagai kepercayaan dari suatu utang untuk dipenuhi harganya,
bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya dari orang yang berpiutang. Karena

A. M. Syaefuddin, Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, Jakarta : Dirjen Lembaga Islam Depag RI,
1997, hlm. 93
3
Imam Ash-Shanani, Subulus Salam Juz. III, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995, hlm. 23
4
Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala al-Madzahib Al-Arbaah Juz. II , Beirut Libanon, 1992,
hlm. 257

itu, barang gadai dapat dijual untuk membayar utang, dengan cara mewakilkan
penjualannya kepada orang yang adil dan terpercaya.
Jual beli sistem lelang merupakan suatu sarana yang sangat tepat untuk
menampung para pembeli untuk mendapatkan barang yang telah diinginkannya. Sehingga
benar-benar apa yang telah diinginkannya telah tercapai. Jual beli dengan sistem lelang
juga harus mempunyai sistem menajemen yang professional dalam menjalankan tugas
dan perannya di masyarakat. Sehingga pelelangan yang terjadi merupakan pelelangan
yang berbasis keadilan, yaitu harga yang digunakan harus adil.
Islam mengartikan harga sebagai harga yang adil yaitu harga yang diserahkan
pada keseimbangan pasar.5 Harga diserahkan kepada hukum pasar untuk memainkan
perannya secara wajar, sesuai dengan penawaran dan permintaan yang ada. 6
Kesalahan dalam penentuan harga dapat menimbulkan berbagai konsekuensi dan
dampaknya berjangkauan jauh. Tindakan penetapan harga yang melanggar etika dapat
menyebabkan para pelaku usaha tidak disukai oleh para pembeli, bahkan para pembeli
dapat melakukan suatu reaksi yang dapat menjatuhkan nama baik pelaku usaha. Apabila
kewenangan harga tidak berada pada pelaku usaha melainkan berada pada kebijakan
pemerintah, maka penentuan harga yang tidak diinginkan oleh para pembeli (dalam hal
ini sebagian masyarakat) bisa mengakibatkan suatu reaksi penolakan oleh banyak
orang/kalangan.7
Tetapi, seringkali harga pasar yang tercipta dianggap tidak sesuai dengan
kebijakan dan keadaan perekonomian secara keseluruhan. Dalam dunia nyata mekanisme

http://hargyangadill.blogspot.com/2011/02/definisi-harga-menurut-islam.html diakses pada 30 -032012 pukul 14.35.


6
7

Yusuf Qardawi, Halal Haram Dalam Islam, Solo: Era Intermedia,2003, hlm.357
http://www.daneprairie.com. Diakses pada 26-03- 2012 pukul 20.30

pasar terkadang tidak dapat berjalan dengan baik karena adanya berbagai faktor yang
mendistorsinya.
Sebagaimana jual beli dalam kasus lelang, dalam pematokan harga banyak triktrik kotor berupa komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidders ring)
yaitu sekelompok pembeli dalam lelang yang bersekongkol untuk menawar dengan harga
rendah, dan jika berhasil kemudian dilelang sendiri di antara mereka. 8
Pasar lelang (auction market) sendiri didefinisikan sebagai suatu pasar
terorganisir, dimana harga menyesuaikan diri terus menerus terhadap penawaran dan
permintaan, serta biasanya dengan barang dagangan standar, jumlah penjual dan pembeli
cukup besar dan tidak saling mengenal. Menurut ketentuan yang berlaku di pasar tersebut,
pelaksanaan lelang dapat menggunakan persyaratan tertentu seperti si penjual dapat
menolak tawaran yang dianggapnya terlalu rendah yaitu dengan memakai batas harga
terendah/cadangan (reservation price) atau harga bantingan (upset price).
Negara Islam, sejak Rasulullah SAW di Madinah fokus pada masalah keseimbang
harga, terutama pada bagaimana peran negara dalam mewujudkan harga, terutama pada
bagaimana peran negara dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi
masalah kestabilan harga. Oleh karena itu dalam ekonomi islam juga mempunyai etika
bisnis islam yang menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran,dan keadilan.9
Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak sah dalam
praktik lelang maupun tender dikategorikan para ulama dalam praktik najasy
(komplotan/trik kotor tender dan lelang) yang diharamkan Nabi SAW (HR. Bukhari dan
Muslim), atau juga dapat dimasukkan dalam kategori Risywah (sogok) bila penjual atau

http//kerjoanku.wordpress.com diakses pada 14-04-2012 pukul 14.09


Johan Arifin, Fiqih Perlindungan Konsumen, Semarang : Rasail, 2007 hlm. 66

pembeli menggunakan uang, fasilitas ataupun servis untuk memenangkan tender ataupun
lelang yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria yang dikehendaki mitranya bisnisnya.
Dalam praktiknya, tidak jarang terjadi penyimpangan prinsip syariah seperti
manipulasi, kolusi maupun permainan kotor lainnya. Permasalahan harga memang
merupakan masalah yang berada diantara dua aspek yang berbeda yaitu dari aspek bisnis
dan aliran agama yang mengatur segala bentuk hal yang ada dalam kehidupan manusia.
Kemudian yang menjadi perdebatan adalah mengenai konsep harga dalam sistem
lelang, mengingat harga dalam Islam adalah harga yang dikembalikan ke pasar.
Sedangkan pada praktik lelang penentuan harga sangat dibutuhkan karena dalam sistem
lelang rawan terjadinya trik-trik kotor oleh komplotan lelang (auction ring) dan
komplotan penawar (bidders ring).
Melihat masalah di atas, maka penulis mencoba menganalisis secara Ekonomi
Islam, harga seperti apakah yang digunakan sesuai dengan prisip syariah dalam sistem
lelang . Kemudian mengangkatnya dalam sebuah judul KONSEP HARGA LELANG
PERSPEKTIF ISLAM.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan penelitian dapat
dirumuskan :
1.

Bagiamanakah konsep harga lelang perspektif Islam?

2.

Bagiamanakah mekanisme penetapan harga lelang perspektif Ekonomi


Islam?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


1. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia dengan sebuah perencanaan
kerja sudah dapat dipastikan memiliki tujuan sebagai cita-cita kegiatan tersebut,
termasuk dalm penelitian karya ilmiah.
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimanakah pandangan ekonomi Islam terhadap
harga lelang.
b. Untuk mengetahui bagaimanakah mekanisme penetapan harga lelang
perspektif ekonomi Islam.
c. Untuk

mengkaji secara mendalam tentang harga lelang dengan studi

analisis ekonomi Islam.


d. Untuk mengetahui dan mengakaji tentang analisis terhadap konsep harga
lelang pespektif Islam.
2.

Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang Konsep Harga Lelang Perspektif Islam.
b. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan
untuk menambah pengetahuan khususnya bagi pihak-pihak yang tertarik
pada masalah yang dibahas untuk diteliti lebih lanjut. Dan untuk
menambah informasi yang bermanfaat bagi pembaca yang berkepentingan
dan sebagai salah satu sumber referensi bagi pembaca dalam mengatasi
permasalahan yang sama.

D. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam rangka pencapaian penulisan skripsi yang maksimal, sebagai bahan
perbandingan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa mahasiswa antara lain:
Penelitian dilakukan oleh Siti Muflikhatul Hidayat yang berjudul Penentuan
Harga Jual Beli Dalam Ekonomi Islam skripsi ini membahas tentang penentuan harga
dalam transaksi jual beli yang biasa terjadi dikalangan masyarakat dengan menggunakan
analisis ekonomi islam. Dalam skripsi ini masalah yang timbul adalah bagaimanakah
cara penentuan harga dalam kegiatan jual beli menurut ekonomi islam.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Isti Fajarani berjudul Proses Lelang di Perum
Pegadaian Cabang Sleman (Studi Perspektif Hukum Islam). Skripsi ini membahas
tentang pelaksanaan lelang barang jaminan dan menganalisis proses lelang barang
jaminan dalam perspektif Hukum Islam. Dalam masalah pelaksanaan lelang di Perum
Pegadaian Cabang Sleman karena pembeli tidak bisa menyetorkan uang bulanannya
selama batas waktu yang telah disepakati bersama, maka barang yang digunakan oleh
pembeli dapat ditarik oleh pegadaian dan yang akan dijadikan barang lelang.
Skripsi yang lain berjudul Analisis Perspektif Syariah Terhadap Proses Lelang
Barang Jaminan Pada Perum Pegadaian Cabang Indramayu. Dalam skripsi Yayah
Kamsiyah ini terdapat pemaparan perhitungan proses jaminan, sehingga dalam hasil
analisisnya tidak hanya menjelaskan perspektif Hukum Islam terhadap proses lelang
barang jaminan, melainkan juga tentang perhitungan proses lelang barang jaminan.
Dalam skripsi ini permasalahan yang timbul karena pembeli terlambat pembayaran uang
cicilan tiap bulan dengan batas waktu yang telah ditentukan, maka barang tersebut
dijadikan barang lelang dan pembeli harus menyetorkan barang yang akan dijadikan
barang jaminan.

E. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi dalam skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:10
1. Jenis Penelitian
Untuk mendapatkan data-data yang sebaik-baiknya, kemudian ditempuhlah
teknik-teknik tertentu di antaranya yang paling utama ialah research yakni
mengumpulkan bahan dengan membaca buku-buku, jurnal,dan bentuk-bentuk bahan
lain atau yang lazim disebut dengan penyelidikan kepustakaan (library research). 11
2. Pendekatan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian penulis menggukan pendekatan penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan
menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok
tertentu, atau untuk melakukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada
tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
Penelitian kualitatif adalah

tata cara penelitian yang menghasilkan data

deskriptif. Yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan
perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah objek penelitian yang utuh,
sepanjang hal tersebut mengenai manusia atau sejarah kehidupan manusia. 12
Sedangkan tujuan dalam penelitian ini bukan untuk menguji, tetapi didasari oleh rasa
ingin tahu yang mendalam tentang konsep harga dalam sistem lelang perspektif
ekonomi Islam.

10

Menurut Hadiri Nawawi, Metode penelitian atau metodologi research adalah ilmu yang
membincangkan tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan. Lihat Hadiri Nawawi,
Metode Penelitian Bidang Sosial,cet. 5, Yogyakarta: Gajah Mada University Pers, 1991, hlm. 24
11
Sutrino Hadi, Metode Penelitian Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1990, hlm. 42
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. X; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005,
hlm. 3.

3. Sumber Data
Sumber data ialah tempat atau orang dimana data diperoleh.13 Dalam
penelitian ini data yang diperlukan diperoleh melalui penelitian pustaka (library
risearch). Bahan-bahan yang terkait dengan penelitian dikumpulkan, diseleksi, dan
diklasifikasikan menurut pokok-pokok pembahasan. Sumber-sumber data tersebut
terdiri atas:
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber asli. Dalam
hal

ini,

maka

proses

pengumpulan

datanya

perlu

dilakukan

dengan

memperhatikan siapa sumber utama yang akan dijadikan objek penelitian. 14


Dalam literatur lain juga menyatakan sumber data primer adalah sumber yang
dapat memberikan informasi secara langsung, serta sumber data tersebut memiliki
hubungan dengan masalah pokok penelitian sebagai bahan informasi yang
dicari.15 Dengan demikian, maka dalam data primer dalam penelitian ini adalah
data yang diambil dari sumber yang pertama berupa hasil dokumentasi (buku).
Data primer yang diguanakan peniliti meliputi sumber yang berhubungan dengan
pemikiran islam dan sumber yang berkaitan dengan konsep harga dalam ekonomi
islam.
Adapun data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini diantaranya
adalah: Fikih Lelang oleh DRS. H. Aiyub Ahmad, Ekonomi Mikro Dalam
Perspektif Islam oleh Drs. Muhammad, M.Ag, Ekonomi Makro Islam Pendekatan
Teoritis oleh Nurul Huda, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam oleh Ir. H.

13

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002,

hlm. 45.
14

Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitati. Jakarta: Rajawali Pers.
2008. hlm. 103
15
Safidin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 91.

10

Adiwarman Azwar Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., Pengantar Ekonomi Mikro


Islami oleh M. B. Hendri Anto, ,dan lain-lain.
b. Data Sekunder
Data Skunder, yaitu data yang mencakup buku-buku, hasil penelitian dan
seterusnya. Atau data yang mendukung pembahasan, yang diperoleh dari orang
lain baik berupa laporan-laporan, buku-buku, film maupun surat kabar.16
Sumber lain, data sekunder adalah sumber-sumber yang menjadi bahan
penunjang dan melengkapi dalam suatu analisis, selanjutnya data ini disebut juga
data tidak langsung. 17 Dalam hal ini penulis melakukan penelitian dengan cara
mengkaji literatur-literatur yang relevan yang berkaitan dengan objek penelitian.
Skripsi ini akan mengolah kembali data-data sekunder yang terdapat dalam
skripsi-skripsi sebelumnya ataupun buku-buku yang ada yang telah membahas
tentang pemikiran Ekonomi Islam, seperti adalah: Halal Dan Haram Dalam Islam
oleh Dr. Yusuf

Qordhawi, Manajemen Pemasaran oleh Philip Kotler, Fiqih

Perlindungan Konsumen oleh Johan Arifin, Pemasaran Strategik oleh Fandy


Tjiptono, Memenangkan Pasar Dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel oleh
Bilson Simamora, dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid tentang konsep harga dalam
sistem lelang perspektif ekonomi islam, penulis menggunakan metode dokumentasi.
Teknik dokumentasi atau studi dokumenter.18

16

Skripsi Nurul Hidayat, Pengaruh Nisbah Bagi Hasil Terhadap Minat Nasabah di BMT, 2007. hlm.

10
17

Ibid, hlm. 92.


Menurut Suharsimi Arikunto metode dokumentasia adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,majalah ,prasasti, notulen rapat,lengger, agenda,dan
sebagainya. lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,cet 12, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002, hlm. 206
18

11

Dalam hal ini, penulis akan mendokumentasikan masalah-masalah yang


berkenaan dengan konsep harga dalam sistem lelang perspektif ekonomi Islam,
penyebabnya dan permasalahan lainnya yang berasal dari buku-buku yang berkaitan
dengan penelitian penulis tersebut.
Metode dokumentasi yang penulis gunakan adalah pengumpulan data yang
dilakukan dengan kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan
dengan masalah penelitian, baik dari nara sumber, dokumen maupun buku-buku,
ensiklopedi dan lain-lain.19
F. METODE ANALISIS DATA
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data.
Tahap analisis data yaitu merupakan suatu proses penelelaahan data secara mendalam.
Menurut Lexy J. Moleong proses analisa data dapat dilakukan pada saat yang bersamaan
dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data
terkumpul.20 Guna untuk memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan,
menyajikan, dan menyimpulkan data.
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode kualitatif diskriptif yang
terdiri dari tiga kegiatan; yaitu pengumpulan data dan sekaligus reduksi data serta
penarikan kesimpulan verifikasi.
Metode analisa deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan
untuk mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan
akurat.21 Metode ini merupakan metode analisa data dengan cara menggambarkan
keadaan atau status fenomena dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisah menurut
kategori untuk memperoleh kesimpulan.

19

Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,cet. 11, Yogyakarta: Gajah Mada University Pers,
1997, hlm. 97
20
Lexy Moleong, op. cit, hlm. 103.
21
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV Pustaka Setia, 2002, hlm. 21.

12

Adapun langkah-langkah menganalisis dalam penelitian ini adalah penulis


mengkaji buku-buku yang berkenaan dengan mikro ekonomi, teori harga dan
permasalahan lelang yang tidak bertentangan dengan Ekonomi Islam. Kemudian
dikuatkan dengan data-data yang berasal dari koran dan internet yang menggambarkan
keadaan saat ini.
Sebagai langkah penutup adalah pengambilan kesimpulan, yang mana
pengambilan kesimpulan itu merupakan akhir proses dari sebuah penelitian, dari
pengambilan kesimpulan ini akhirnya akan terjawab pertanyaan ada dalam rumusan
masalah didalam latar belakang masalah.
G. SISTEMATIKA PENELITIAN
Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I

: Pendahuluan, Latar Belakang Masalah, Rumusan masalah, Tujuan dan


Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Sistematika
penulisan.

Bab II

: Tinjauan Umum Tentang Harga Lelang. Bab ini memuat pengertian lelang,
sistem lelang, syarat-syarat lelang, macam-macam lelang, lelang perspektif
Islam, harga lelang perspektif Islam.

Bab III : Konsep Lelang Menurut Regulasi Menteri Keuangan. Bab ini memuat Badan
Kewenangan Lelang, Petunjuk Pelaksanaan Lelang menurut Menteri
Keuangan.
Bab IV : Analisis Konsep Harga Lelang Perspektif Islam. Konsep harga lelang
perspektif islam, mekanisme penetapan harga lelang perspektif islam.
Bab V : Penutup, Kesimpulan, Saran/ Rekomendasi, Penutup

BAB II
SISTEM LELANG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Bentuk perjanjian jual beli telah berkembang demikian pesat sebagai usaha mencapai
kebutuhan hidup manusia, kadangkala perjanjian itu tidak memenuhi ketentuan hukum yang
berlaku, dan bahkan dapat terjadi ketimpangan. Begitu pula dengan lelang yang secara umum
termasuk bentuk jual beli, karena tidak mustahil terjadi kecurangan terhadap hak orang lain
bahkan kepentingan masyarakat pada umumnya. Untuk menanggulangi hal tersebut syariat
islam telah memberikan pedoman untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
A. PENGERTIAN LELANG
Lelang termasuk salah satu bentuk jual beli, akan tetapi ada perbedaan secara
umum. Jual beli ada hak memilih, boleh tukar menukar di muka umum dan sebaliknya,
sedangkan lelang tidak ada hak memilih, tidak boleh tukar menukar di depan umum, dan
pelaksanaannya dilakukan khusus di muka umum.1
Jual beli menurut bahasa artinya menukarkan sesuatu sedangkan menurut syara
jual beli artinya menukarkan harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (aqad).2
Jual beli dalam Al-Quran merupakan bagian dari ungkapan perdagangan atau dapat juga
disamakan dengan perdagangan. Pengungkapan perdagangan ini ditemui dalam tiga
bentuk, yaitu tijarah, bai dan Syiraa. Kata adalah mashdar dari kata kerja (
) yang berarti ( dan ) yaitu menjual dan membeli.

Jual beli secara etimologis berarti pertukaran mutlak. Kata al-bai (jual) dan AsySyiraa (beli) penggunaannya disamakan antara keduanya, yang masing-masing
mempunyai pengertian lafadz yang sama dan pengertian berbeda. Dalam syariat Islam,
1

Aiyub Ahmad, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif , Jakarta: Kiswah, 2004, hlm.

3
2

Mohd. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha Putra, t.th, hlm. 402

13

14

jual beli merupakan pertukaran semua harta (yang dimiliki dan dapat dimanfaatkan)
dengan harta lain berdasarkan keridhaan antara keduanya. Atau dengan pengertian lain
memindahkan hak milik dengan hak milik orang lain berdasarkan persetujuan dan
hitungan materi 3

Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa jual beli adalah suatu bentuk
perjanjian. Begitu pula dengan cara jual beli dengan sistem lelang yang dalam penjualan
tersebut ada bentuk perjanjian yang akan menghasilkan kata sepakat antara pemilik
barang maupun orang yang akan membeli barang tersebut, baik berupa harga yang
ditentukan maupun kondisi barang yang diperdagangkan. Dalam fiqih disebut
Muzayyadah.4

Secara Umum Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum
termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan harga yang
semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau dengan penawaran harga
secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat.5 Lebih
jelasnya lelang menurut pengertian diatas adalah suatu bentuk penjualan barang didepan
umum kepada penawar tertinggi. Namun akhirnya penjual akan menentukan, yang
berhak membeli adalah yang mengajukan harga tertinggi. Lalu terjadi akad dan pembeli
tersebut mengambil barang dari penjual.

Jual beli model lelang (muzayyadah) dalam hukum Islam adalah boleh mubah. Di
dalam kitab Subulus salam disebutkan Ibnu Abdi Dar berkata, Sesungguhnya tidak
haram menjual barang kepada orang dengan adanya penambahan harga (lelang), dengan
kesepakatan di antara semua pihak.
3

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid IV, Bandung, 2006, hlm. 45


Imam Ash-Shanani, Subulus Salam Juz. III, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995, hlm. 23.
5
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. No. 304/KMK.01/2002
4

15

Menurut Ibnu Qudamah Ibnu Abdi Dar meriwayatkan adanya ijma kesepakatan
ulama tentang bolehnya jual-beli secara lelang bahkan telah menjadi kebiasaan yang
berlaku di pasar umat Islam pada masa lalu. Sebagaimana Umar bin Khathab juga pernah
melakukannya demikian pula karena umat membutuhkan praktik lelang sebagai salah satu
cara dalam jual beli.
Jual beli secara lelang tidak termasuk praktik riba meskipun ia dinamakan bai
muzayyadah dari kata ziyadah yang bermakna tambahan sebagaimana makna riba, namun
pengertian tambahan di sini berbeda. Dalam muzayyadah yang bertambah adalah
penawaran harga lebih dalam akad jual beli yang dilakukan oleh penjual atau bila lelang
dilakukan oleh pembeli maka yang bertambah adalah penurunan tawaran. Sedangkan
dalam praktik riba tambahan haram yang dimaksud adalah tambahan yang tidak
diperjanjikan dimuka dalam akad pinjam-meminjam uang atau barang ribawi lainnya.6

Lebih jelasnya, praktik penawaran sesuatu yang sudah ditawar orang lain dapat
diklasifikasi menjadi tiga kategori: Pertama; Bila terdapat pernyataan eksplisit dari
penjual persetujuan harga dari salah satu penawar, maka tidak diperkenankan bagi orang
lain untuk menawarnya tanpa seizin penawar yang disetujui tawarannya. Kedua; Bila
tidak ada indikasi persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual, maka tidak ada
larangan syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran pertama,
sebagaimana analogi hadits Fathimah binti Qais ketika melaporkan kepada Nabi bahwa
Muawiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka karena tidak ada indikasi
persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut, beliau menawarkan padanya untuk
menikah dengan Usamah bin Zaid. Ketiga; Bila ada indikasi persetujuan dari penjual

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Juz II, Beirut Libanon,1992, hlm. 162

16

terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, maka menurut Ibnu
Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk ditawar orang lain.7
Syariat tidak melarang segala jenis penawaran selagi tidak ada penawaran di atas
penawaran orang lain ataupun menjual atas barang yang telah dijualkan pada orang lain.
Sebagaimana hadits yang berhubungan hal ini. Dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi
bersabda tidak boleh seseorang melamar di atas lamaran saudaranya dan tidak ada
penawaran di atas penawaran saudaranya.8
B. SISTEM LELANG
Dilihat dari segi cara penawarannya, dalam pelelangan dikenal dengan dua sistem,
yaitu sistem pelelangan dengan cara lisan dan sistem pelelangan dengan cara penawaran
tertulis.
a. Sistem Pelelangan Dengan Penawaran Lisan
Sistem pelelangan dengan penawaran lisan ini dapat dibedakan lagi,
yaitu dengan penawaran lisan harga berjenjang naik dan pelelangan dengan
penawaran lisan harga berjenjang turun. Dalam sistem pelelangan dengan
penawaran lisan harga berjenjang naik, juru lelang menyebutkan harga
penawaran dengan suara yang terang dan nyaring di depan para peminat/
pembeli. Penawaran ini dimulai dengan harga yang rendah. Kemudian setelah
diadakan tawar-menawar, ditemukan seorang peminat yang mengajukan
penawaranya dengan harga yang tertinggi.
Dalam sistem pelelangan dengan penawaran lisan harga berjenjang
turun, juru lelang menyebutkan harga penawarn pertama dengan harga yang
tinggi atas suatu barang yang dilelang. Apabila dalam penawaran tinggi

7
8

Asy-Syaukani, Nailul Authar Juz.V, Beirut Libanon,1986, hlm. 191


http//www.lelangsyariah.com . diakses pada 20 April 2012 pukul. 20.34

17

tersebut belum ada peminat/pembeli, harga penawarannya diturunkan dan


demikian seterusnya

sehingga ditemukan peminatnya. Praktik pelelangan

penawaran lisan dengan harga berjenjang turun ini jarang dilakukan.


b. Sistem Pelelangan Dengan Penawaran Tertulis
Sistem pelelangan dengan penawaran tertulis ini biasanya diajukan di
dalam sampul tertutup. Pelelangan yang diajukan dengan penawaran tertulis
ini, pertama-tama juru lelang membagikan surat penawaran yang telah
disediakan (oleh penjual atau dikuasakan kepada kantor lelang) kepada para
peminat.
Dalam surat penawaran tersebut, para peminat/pembeli menulis nama,
alamat, pekerjaan, bertindak untuk diri sendiri atau sebagai kuasa; dan syaratsyarat penawaran, nama barang yang ditawarkan serta banyaknya barang yang
ditawarkan.
Sesudah para peminat atau pembeli mengisi surat penawaran tersebut,
semua surat penawaran itu dikumpulkan dan dimasukan ke tempat yang telah
disediakan oleh juru lelang di tempat pelelangan. Setelah juru lelang membeca
risalah lelang, membuka satu persatu surat penawaran yang telah diisi oleh
para peminat/pembeli dan selanjutnya menunjukkan salah seorang dari para
peminat yang mengajukan harga penawaran tertinggi/terendah sebagai
peminat/pembeli. Jika terjadi persamaan harga di dalam penawaran harga
tertinggi/terendah itu, dilakukan pengundian untuk menunjukkan pembelinya
yang sah, atau dengan cara lain yang ditentukan oleh juru lelang, yaitu dengan
cara perundingan.9

Aiyub Ahmad, Op.Cit., hlm. 77-79

18

C. SYARAT-SYARAT LELANG
Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan secara rinci bahwa lelang merupakan salah
satu transaksi jual beli, walaupun dengan cara yang berbeda dan tetap mempunyai
kesamaan dalam rukun dan syarat-syaratnya sebagaiman diatur dalam jual beli secara
umum. Dalam lelang rukun dan syarat-syarat dapat diaplikasikan dalam panduan dan
kriteria umum sebagai pedoman pokok yaitu diantaranya:

1.

Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar saling sukarela
(an taradhin).

2.

Objek lelang harus halal dan bermanfaat.

3.

Kepemilikan / Kuasa Penuh pada barang yang dijual

4.

Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi

5.

Kesanggupan penyerahan barang dari penjual,

6.

Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan


perselisihan.

7.

Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk
memenangkan tawaran.10

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pelelangan adalah


sebagai berikut:
1.

Bukti diri pemohon lelang

2.

Bukti pemilikan atas barang

3.

Keadaan fisik dari barang

Bukti diri dari pemohon lelang ini diperlukan untuk mengetahui bahwa pemohon
lelang tersebut benar-benar orang yang berhak untuk melakukan pelelangan atas barang
10

http://ulgs.tripod.com/favorite.htm-ekonomi -islam/ diakses pada 06-4-2012 pukul 20.15

19

yang dimaksud. Apabila pemohon lelang tersebut bertindak sebagai kuasa, dari pemberi
kuasa. Jika pelelangan tersebut atas permintaan hakim atau panitia urusan piutang negara,
harus ada surat penetapan dari pengadilan negeri atau panitia urusan piutang negara.
Kemudian, bukti pemilikan atas barang diperlukan untuk mengetahui bahwa
pemohon lelang tersebut merupakan orang yang berhak atas barang dimaksud. Bukti
pemilikan ini, misalnya tanda pembayaran, surat bukti hak atas tanah (sertifikat) dan
lainnya.
Di samping itu, keadaan fisik dari barang yang dilelang juga perlu untuk
mengetahui keadaan sebenarnya dari barang yang akan dilelang. Untuk barang bergerak,
harus ditunjukkan mana barang yang akan dilelang; sedangkan untuk barang tetap seperti
tanah, harus ditunjukkan sertifikatnya apabila tanah tersebut sudah didaftarkan atau
dibukukan. Adapun, tanah yang belum didaftarkan/dibukukan harus diketahui dimana
letak tanah tersebut dan bagaimana keadaan tanahnya, dengan disertai keterangan dari
pejabat setempat.11
D. MACAM-MACAM LELANG
Pada umumya lelang hanya ada dua macam yaitu lelang turun dan lelang naik.
keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lelang Turun
Lelang turun adalah suatu penawaran yang pada mulanya membuka
lelang dengan harga tinggi, kemudian semakin turun sampai akhirnya diberikan
kepada calon pembeli dengan tawaran tertinggi yang disepakati penjual melalui
juru lelang (auctioneer) sebagai kuasa si penjual untuk melakukan lelang, dan
biasanya ditandai dengan ketukan.

11

Ibid, hlm.79-80

20

2. Lelang Naik
Sedangkan penawaran barang tertentu kepada penawar yang pada
mulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian semakin naik sampai
akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi, sebagaimana
lelang ala Belanda (Dutch Auction) dan disebut dengan lelang naik. 12

E. LELANG PESPEKTIF ISLAM


Lelang menurut pengertian transaksi muaamalat kontemporer dikenal sebagai
bentuk penjualan barang di depan umum kepada penawar tertinggi. Dalam Islam juga
memberikan kebebasan keleluasaan dan keluasan ruang gerak bagi kegiatan usaha umat
Islam dalam rangka mencari karunia Allah berupa rizki yang halal melalui berbagai
bentuk transaksi saling menguntungkan yang berlaku di masyarakat tanpa melanggar
ataupun merampas hak-hak orang lain secara tidak sah.

Pada prinsipnya, syariah Islam membolehkan jual beli barang/ jasa yang halal
dengan cara lelang yang dalam fiqih disebut sebagai akad Bai Muzayadah. Praktik lelang
(muzayadah) dalam bentuknya yang sederhana pernah dilakukan oleh Nabi SAW,
sebagaimana hadis Salah satu hadis yang membolehkan lelang sebagai berikut;











Artinya : Dari Anas bin Malik ra bahwa ada seorang lelaki Anshar yang datang
menemui Nabi saw dan dia meminta sesuatu kepada Nabi saw. Nabi saw bertanya
12

http;// one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas makalah/hukum Islam/hukum lelang dalam islam.


Diakses pada 01-4-2012 pukul 11.00

21

kepadanya,Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu? Lelaki itu menjawab,Ada.


sepotong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk
meminum air. Nabi saw berkata,Kalau begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku.
Lelaki itu datang membawanya. Nabi saw bertanya, Siapa yang mau membeli barang
ini? Salah seorang sahabat beliau menjawab,Saya mau membelinya dengan harga satu
dirham. Nabi saw bertanya lagi,Ada yang mau membelinya dengan harga lebih
mahal? Nabi saw menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang
sahabat beliau berkata,Aku mau membelinya dengan harga dua dirham. Maka Nabi
saw memberikan dua barang itu kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu
dan memberikannya kepada lelaki Anshar tersebut.(HR. Tirmizi).13
Sebagian ulama seperti an-Nakha`i memakruhkan jual beli lelang, dengan dalil
hadits dari Sufyan bin Wahab bahwa dia berkata;


Artinya: Aku mendengar Rasulullah SAW melarang jual beli lelang. (HR AlBazzar)

Syariat Islam dengan berbagai pertimbangan yang sangat dijunjung tinggi tidak
melarang dalam melakukan usaha untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya dan
dengan cara seperti apa selama cara yang dilakukan masih berada dalam garis syariat
yang dihalalkan. Sedangkan adanya aturan dalam ajaran Islam tentunya tidak sematamatahanya aturan belaka yang hanya menjadi dasar, tetapi merupakan suatu aturan yang
berfungsi menjaga dari adanya manipulasi atai kecurangan-kecurangan dalam
menjalankan bisnis dengan cara lelang.14
F. HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM
1. Pengertian Harga
Macam-macam istilah yang kerap digunakan dalam mengungkapkan harga
antara lain iuran, tarif, sewa, premium, komisi, upah, gaji, honorarium, SPP, dan lain-

13

At Tirmidzi, Al-Jami Al-Shohih, Beirut Libanon: Darul Al-Fikr, 1988, Hadist No. 908.

14

http//kerjoanku.wordpress.com diakses pada pada 20 April 2012 pukul. 20.34

22

lain.15 Harga dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti nilai suatu barang yang
dirupakan dengan uang 16
Philip Kotler mengungkapkan bahwa harga adalah salah satu unsur bauran
pemasaran yang menghasilkan pendapatan, unsur-unsur lainnya menghasilkan biaya.
Harga adalah unsur bauran pemasaran yang paling mudah disesuaikan; ciri-ciri
produk, saluran, bahkan promosi membutuhkan lebih banyak waktu. Harga juga
mengkomunikasikan posisi nilai yang dimaksudkan perusahaan tersebut kepada pasar
tentang produk dan mereknya. 17
Dapat dijelaskan dari pengertian di atas bahwa unsur-unsur bauran pemasaran
yang dimaksud adalah harga, produk, saluran dan promosi, yaitu apa yang dikenal
dengan istilah empat P (Price,Product, Place dan Promotion). Harga bagi suatu usaha
atau badan usaha menghasilkan pendapatan (income), adapun adapun unsur-unsur
bauran pemasaran lainnya yaitu Product (produk), Place (tempat/saluran) dan
Promotion (promosi) menimbulkan biaya atau beban yang harus ditanggung oleh
suatu usaha atau badan usaha.18
Prof. DR. H. Buchari Alma juga mengatakan bahwa dalam teori ekonomi,
pengertian harga, nilai dan utility merupakan konsep yang paling berhubungan. Yang
dimaksud dengan utility ialah suatu atribut yang melekat pada suatu barang, yang
memungkinkan barang tersebut dapat memenuhi kebutuhan (needs), keinginan
(wants) dan memuaskan konsumen (satisfaction). Value adalah nilai suatu produk

15

Irine Diana Sari W., Manajemen Pemasaran Usaha Kesehatan, Jojakarta : Nuha Medika, 2010, hlm.

147
16

WJS Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indinesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976, hlm. 752
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (edisi ke sebelas) jilid 2, Jakarta :Gramedia, 2005, hlm. 139
18
Ibid , hlm. 140
17

23

untuk ditukarkan dengan produk lain. Nilai ini dapat dilihat dalam situasi barter yaitu
pertukaran antara barang dengan barang. 19
Menurut para ekonom, harga, nilai, dan faedah/ manfaat (utility) merupakan
konsep-konsep yang berkaitan. Utility adalah atribut suatu produk yang dapat
memuaskan kebutuhan.sedangkan nilai adalah ungkapan secara kuantitatif tentang
kekuatan barang untuk dapat menarik barang lain dalam pertukaran. Dalam
perekonomian sekarang ini untuk mengadakan pertukaran atau mengukur nilai suatu
produk menggunakan uang, bukan sistem barter. Jumlah uang yang digunakan dalam
pertukaran tersebut mencerminkan tingkat harga dari suatu barang tersebut. Jadi,
harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi
dari produk dan pelayanannya.20
Dalam Islam harga dikenal dengan harga yang adil, hal ini juga mendapat
perhatian banyak pemikir dunia termasuk dunia barat. Penulis jerman Rudolf Kaulla
menyatakan konsep tentang justum pretium (harga yang adil), mula-mula konsep ini
dilaksanakan di Roma dengan latar belakang pentingnya menerapkan atau
menempatkan aturan khusus untuk memberi petunjuk dalam kasus-kasus yang
dihadapi hakim, dimana dengan tatanan itu dia menetapkan nilai-nilai dari sebuah
barang dagangan atau jasa. Pernyataan ini hanya menggambarkan sebagian cara harga
dibentuk dengan pertimbangan etika dan hukum.21
Ilmuwan pada abad pertengahan yang pemikirannya tentang harga banyak
menjadi pijakan pemikiran di masa berikutnya adalah St. Thomas Aquinus tanpa
secara eksplisit menjelaskan definisi harga yang adil ia mengatakan :
19

Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung : ALFABETA, hlm. 169
Didit Purnomo, Buku Pegangan Kuliah Kebijakan Harga (Pendekatan Agrikultural), Surakarta : FEUMS, 2005, hlm. 302
21
M. B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Islam, Yogyakarta : Ekonisia, 2003, hlm. 288
20

24

sangat berdosa mempraktekan penipuan terhadap tujuan penjualan sesuatu


yang melebihi dari harga yang adil, karena itu sama dengan mencurangi
tetangganya agar menderita kerugian.
Ia juga mengatakan :
Harga yang sdil itu akan menjadi salah satu hal yang tak hanya dimasukkan
dalam perhitungan nilai barang yang dijual, juga bisa mendatangkan kerugian
bagi penjual. Dan juga suatu barang bisa dibolehkan secara hukum dijual lebih
tinggi ketimbang nilainya sendiri, meskipun nilainya tak lebih dibanding harga
pemiliknya.22

Dari sudut pandang pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran
lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak
kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Pengertian ini sejalan dengan
konsep pertukaran (exchange) dalam pemasaran.23
Apabila harga suatu produk di pasaran adalah cukup tinggi, hal ini
menandakan bahwa kualitas produk tersebut adalah cukup baik dan merek produk di
benak konsumen adalah cukup bagus dan meyakinkan. Sebaliknya apabila harga suatu
produk di pasaran adalah rendah, maka ini menandakan bahwa kualitas produk
tersebut adalah kurang baik dan merek produk tersebut kurang bagus dan kurang
meyakinkan di benak konsumen.
Jadi harga bisa menjadi tolak ukur bagi konsumen mengenai kualitas dan
merek dari suatu produk, asumsi yang dipakai disini adalah bahwa suatu usaha atau
badan usaha baik usaha dagang, usaha manufaktur, usaha agraris, usaha jasa dan
usaha

lainnya

menetapkan

harga

produk

dengan

memasukkan

mempertimbangkan unsur modal yang dikeluarkan untuk produk tersebut.

22
23

Ibid, hlm. 288


Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, Yoyakarta : Penerbit Andi, 1997, hlm. 151

dan

25

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa harga merupakan sesuatu


kesepakatan mengenai transaksi jual beli barang atau jasa di mana kesepakatan
tersebut diridai oleh kedua belah pihak. Harga tersebut haruslah direlakan oleh kedua
belah pihak dalam akad, baik lebih sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang
atau jasa yang ditawarkan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli.
2. Teori Harga
Teori harga merupakan teori ekonomi yang menerangkan tentang perilaku
harga-harga atau jasa-jasa. Isi dari teori harga pada intinya adalah harga suatu barang
atau jasa yang pasarnya kompetitif tinggi rendahnya ditentukan oleh permintaan dan
penawaran.24
a. Permintaan
Perilaku permintaan merupakan salah satu perilaku yang mendominasi
dalam praktek ekonomi mikro, walaupun berlaku juga pada ekonomi makro.
Oleh sebab itu pembahasan mengenai permintaan yang ditinjau dari segi
diterminasi harga terhadap permintaan selalu menjadi pokok kajian dalam
ilmu ekonomi.
Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu
pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tinkat pendapatan tertentu
dan dalamperiode tertentu. Dari definisi ini dapat diketahui, bahwa permintaan
terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: (1) Harga barang yang
diminta; (2) Tingkat pendapatan; (3) Jumlah penduduk; (4) Selera dan estimasi
yang akan datang; (5) Harga barang lain atau subtitusi.25

24

Siti Muflikhatul Hidayat. Penentuan Harga Jual Beli Dalam Ekonomi Islam, Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2011, hlm.55
25
Iskandar Putong, Ekonomi Makro Dan Mikro, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hlm.34

26

1) Hukum Permintaan
Determinasi harga terhadap permintaan dengan mengasumsikan
faktor-faktor yang mempengaruhinya dianggap citeris paribus akan
menghasiikan hukum permintaan.
Hukum permintaan menyatakan:
Bila harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut
akan turun, sebaliknya bila harga barang tersebut turun maka
permintaan akan naik.
Hukum (sunnatullah) permintaan tersebut berlaku, jika asumsiasumsi yang dibutuhkan terpenuhi, yaitu: citeris paribus.
2) Kurva Permintaan
Kurva permintaan adalah kurva yang menggambarkan hubungan
antara harga (P) dengan jumlah yang diminta (Qd). Hubungan tersebut
dapat dilihat pada tabel di bawah:
P

10

12

14

16

18

Qd

50

40

30

20

10

Tabel Dalam Permintaan Barang X


Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kalau harga (P) semakin
tinggi maka jumlah yang diminta (Qd) semakin rendah atau semakin
sedikit.

27

Arah kurva permintaan adalah turun ke kanan, yang berarti arah


atau lerengnya negatif sebagai akibat adanya hubungan yang berbalikan
antar P dan Qd.
Dengan memperhatikan kurva di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian atau definisi permintaan suatu barang adalah berbagai
kuantitas barang di mana konsumen bersedia membayar pada berbagai
alternatif harganya. 26
Dengan demikian, teori permintaan dapat dinyatakan:
perbandingan lurus antara permintaan terhadap harganya, yaitu
apabila permintaan naik, maka harga relatif akan naik, sebaliknya
bila permintaan turun, maka harga akan turun. 27
b. Penawaran
Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada
suatu pasar tertentu, pada periode tertentu dan pada tingkat harga tertentu.
Sebagai suatu mekanisme ekonomi, penawaran terjadi karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
produsen dalam menawarkan produknya adalah: (1) Harga barang itu sendiri;
(2) Harga barang-barang lain; (3) Ongkos dan biaya produksi; (4) Tujuan
produksi dari perusahaan; (5) Teknologi yang digunakan.
Bila beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penawaran di atas
dianggap tetap selain harga barang itu sendiri, maka penawaran hanya
ditentukan oleh harga. Hal ini berarti besar kecilnya perubahan penawaran
ditentukan oleh besar kecilnya perubahan harga. Dalam hal inilah yang
dikenal dengan hukum penawaran.

26
27

Soeharno, Ekonomi Manajerial, Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2007, hlm. 42


Ibid hlm. 115

28

1) Hukum penawaran
Hukum penawaran adalah suatu penawaran yang menjelaskan
tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang
tersebut yang ditawarkan pada penjual.
Hukum penawaran:
Perbandingan lurus antara harga terhadap jumlah barang yang
ditawarkan, yaitu apabila harga naik, maka penawaran akan
meningkat, sebaliknya apabila harga turun penawaran akan turun.28
2) Kurva Penawaran
Kurva penawaran adalah suatu kurva yang menggambarkan hubungan
antara berbagai kuantitas (Qs) yang di tawarkan pada berbagai alternatif
harga (P).
P

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

Qs

10

15

20

25

35

40

45

50

55

Tabel Dalam Penawaran Barang X


Tampak dalam tabel jumlah barang X yang di tawarkan semakin
meningkat dengan meningkatnya harga barang. Ini berarti bahwa
produsen bersedia menjual barangnya lebih banyak pada harga yang lebih
tinggi.

28

Ibid hlm. 140

29

Kurva penawaran mempunyai slop (kemiringan) positif atau ada


hubungan positif antara P antara Qs juga naik. Begitu pula sebaliknya. Hal
ini juga dapat diartikan kalau harga naik maka jumlah harga yang
ditawarkan akan meningkat.29
3. Harga Menurut Islam
Dalam terminoligi Arab yang maknanya menuju pada harga yang adil antara
lain adalah: sir al mithl, staman al mithl, dan qimah al adl . Istilah qimah al adl
(harga yang adil) pernah digunakan oleh Rosulullah SAW dalam mengomentari
kompensasi bagi pembebasan budak dimana budak ini kan menjadi manusia merdeka
dan majikannya tetap memperoleh kompensasi dengan harga yang adil. Istilah ini juga
ditemukan dalam laporan Kholifah Umar bin Khatab dan Ali bin Abi Thalib. Umar
bin Khatab menggunakan istilah harga yang adil ini ketika menetapkan nilai baru atas
diyah (denda/uang tebusan darah), setelah nilai diham turun sehingga harga-harga
naik.
Istilah qimah al adl juga banyak digunakan loleh para hakim yang telah
mengkodifikasikan hukum islam tentang transaksi bisnis dalam obyek barang cacat
yang dijual, perebutan kekuasaan, memaksa penimbun barang untuk menjual barang
tibunannya, membuang jaminan atas atas harta milik dan sebagainya. Secara umum
mereka berpikir bahwa harga sesuatu yang adil adalah harga yang dibayar untuk
obyek yang sama yang diberikan pada waktu dan tempat diserahkan.30
Konsep harga islam juga banyak menjadi daya tarik bagi para pemikir Islam
dengan menggunakan kondisi ekonomi di sekitarnya dan pada massanya, pemikir
tersebut adalah sebagai berikut ;
29
30

Soeharno, Op. Cit., hlm. 47


M. B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonisia, 2003, hlm. 286

30

a. Konsep Harga Abu Yusuf


Abu Yusuf adalah seorang mufti pada kekhalifahan Harun alRasyid. Ia menulis buku pertama tentang sistem perpajakan dalam Islam
yang berjudul Kitab al-Kharaj. Dan Abu Yusuf tercatat sebagai ulama
terawal

yang

mulai

menyinggung

mekanisme

pasar.

Beliau

memperhatikan peningkatan dan penurunan produksi dalam kaitannya


dengan perubahan harga.Beliau jugalah yang mengajukan pertama kali
tentang teori permintaan dan persediaan (demand and supplay) dan
pengaruhnya terhadap harga.31
Fenomena yang terjadi pada masa Abu Yusuf adalah, ketika terjadi
kelangkaan barang maka harga cenderung akan tinggi, sedangkan pada
saat barang tersebut melimpah, maka harga cenderung untuk turun atau
lebih rendah.32
Abu Yusuf mengatakan:
Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat
dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prisipnya tidak
bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan,
demikian juga dengan mahal tidak disebabkan karena kelangkaan
makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Kadangkadang makanan sangat sedikit tetapi murah. 33
Pandangan Abu Yusuf di atas menunjukkan adanya hubungan
negatif antara persediaan (supply) dengan harga. Hal ini adalah benar
bahwa harga itu tidak tergantung pada supply itu sendiri, oleh karena itu
berkurangnya atau bertambahnya harga semata-mata tidak berhubungan
dengan bertambah atau berkurangnya dalam penawaran.

31

Skripsi Siti Muflikhatul Hidayah, Penentuan Harga Jual Beli Dalam Ekonomi Islam, UMS, 2011,

hlm. 70
32

Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam edisi ketiga, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm.250
33
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE, 2004, hlm. 353

31

Dalam hal ini, Abu Yusuf tampaknya menyangkal pendapat umum


mengenai hubungan terbalik antara permintaan dengan harga. Pada
kenyataannya harga tidak tergantung pada penawaran saja tetapi juga
permintaan. Abu Yusuf menegaskan bahwa ada variabel lain yang
mempengaruhi akan tetapi beliau tidak menjelaskan secara rinci.34
Dalam analisis ekonomi pada masalah pengendalian harga (tasir).
Abu Yusuf menentang penguasa yang menetapkan harga 35. Menurutnya
harga merupakan ketentuan Allah. Maksudnya adalah harga akan
terbentuk sesuai dengan hukum alam yang berlaku disuatu tempat dan
waktu tertentu sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga itu
sendiri. Pendapat Abu Yusuf ini relevan pada pasar persaingan sempurna
dimana banyak penjual dan banyak pembeli sehingga harga ditentukan
oleh pasar.
b. Konsep Harga Al Ghazali
Seperti halnya para cendikiawan muslim terdahulu, perhatian Al
Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang
tertentu tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Ia melakukan
studi keislaman secara luas untuk mempertahankan ajaran agama Islam.
Perhatiannya di bidang ekonomi terkandung dalam ilmu fiqhnya karena
pada hakikatnya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fiqh
Islam.36
Pemikiran sosio ekonomi Al Ghazali berakar pada sebuah konsep
yang dia sebut sebagai fungsi kesejahteraan sosial Islami. Tema yang
menjadi pangkal seluruh karyanya adalah konsep maslahat atau
34

Ibid, hlm. 252


Ibid, hlm.253
36
H. Adiwarman Azwar Karim, Op. Cit., hlm. 317
35

32

kesejahteraan bersama sosial atau utilitas (kebaikan bersama), yakni


sebuah konsep yang mencakup semua aktivitas manusia dan membuat
kaitan erat antara individu dengan masyarakat.37
Proses evolusi pasar merupakan teori yang dikemukakan oleh Al
Ghazali. Al Ghazali dengan nama lengkapnya Abu Hamid Al Ghazali
sebagai ahli tasawuf mengajukan pandangan dan mulai berpikir tentang
pasar. Pandangannya ia jabarkan dengan rinci, bahwa peran aktivitas
perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai kekuatan
permintaan dan penawaran. Bagi Al Ghazali merupakan bagian dari
keteraturan alami (natural order).38
Menurut Al-Ghazali hukum alam adalah segala sesuatu, yakni
sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk saling
memuaskan kebutuhan ekonomi. Begitu pula dengan pendapat Al Ghazali
mengenai pasar merupakan keteraturan alami (natural order), yaitu
hharga di pasar akan terbentuk secara alami sesuai dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi harga, dan pendapat Al Ghazali ini lebih cocok pada
pasar persaingan sempurna.
Al Ghazali menjelaskan secara eksplisit mengenai perdagangan
regional, bahwa:
Praktek-praktek ini terjadi di berbagai kota dan negara. Orangorang yang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk
mendapatkan alat-alat dan makanan dan membawanya ke tempat
lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota
yang mungkin tidak mempunyai alat-alat yang dibutuhkan, dan ke
desa-desa yang mungkin tidak memiliki semua bahan makanan
yang dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada gilirannya
menimbulkan kebutuhan alat transportasi. Terciptalah kelas
pedagang regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari
37
38

Ibid,
Muhammad, Op. Cit., hlm.354

33

keuntungan. Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan


orang lain dan mendapatkan keuntungan dan makan oleh orang
lain juga39
Walaupun Al Ghazali tidak menjelaskan konsep permintaan dan
penawaran dalam terminologi modern. Terdapat banyak bagian dari bukubukunya yang berbicara mengenai harga yang berlaku, seperti yang
ditentukan oleh praktik-praktik pasar, sebuah konsep ini kemudian dikenal
sebagi al-tsaman al-adl (harga yang adil) dikalangan ilmuwan Muslim
atau equilibrium price (harga keseimbangan) dikalangan ilmuwan Eropa
kontemporer.
Sejalan dengan konsep permintaan dan penawaran, menurutnya
untuk kurva penawaran naik dari kiri naik ke bawah kanan atas
dinyatakan sebagai jika petani tidak mendapatkan pembeli dan
barangnya, maka ia akan menjual pada harga yang lebih murah.
Sementara untuk kurva permintaan yang turun dari kiri atas ke kanan
bawah dijelaskan sebagai harga dapat diturunkan dengan mengurangi
permintaan.40
Seperti halnya pemikir lain pada masanya, Al Ghazali juga
berbicara tentang harga yang biasanya langsung dihubungkan dengan
keuntungan. Keuntungan belum secara jelas dikaitkan dengan pendapatan
dan biaya. Bagi Al Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari
kepayahan perjalanan, risiko bisnis, dan ancaman diri keselamatan si
pedagang. Walaupun ia tidak setuju dengan keuntungan yang berlebih
untuk menjadi motivasi pedagang bagi Al Ghazali keuntungan
sesungguhnya adalah keuntungan di akhirat kelak. Adapun keuntungan
39
40

Al Ghazali, Ihya Ulumudin vol.3, Beirut: Dar al Nadwah, t.th , hlm.227


Muhammad, Op. Cit., hlm.356

34

normal merutnya adalah berkisar antara 5 sampai 10 persen dari harga


barang.
c. Konsep Harga Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah menjelaskan mengenai mekanisme pertukaran,
ekonomi pasar bebas, dan bagaiman kecenderungan harga terjadi sebagai
akibat dari kekuatan permintaan dan penawaran. Jika permintaan terhadap
barang meningkat sementara penawaran menurun harga akan naik. Begitu
sebaliknya, kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan
oleh tindakan yang adil, atau mungkin tindakan yang tidak adil.
Hal ini terjadi karena pada masanya ada anggapan bahwa
penigkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan dari
melanggar hukum dari pihak penjual, atau mungkin sebagaiakibat
manipulasi pasar.
Ibnu Taimiyah berkata:
Naik dan turunnya harga tak selalu berkaitan dengan kezaliman
(zulm) yang dilakukan seseorang. Sesekali alasannya adalah
adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari
barang-barang yang diminta. Jika membutuhkan peningkatan
jumlah barang sementara kemampuannya menurun, harga dengan
sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika kemampuan penyediaan
barang meningkat dan permintaannya menurun, harga akan turun.
Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan
seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang takmelibatkan
ketidakadilan. Atau sesekali bisa juga disebabkan ketidakadilan.
Maha besar Allah yang menciptakan kemauan pada hatimanusia.
(Ibnu Taimiyah, Majmu fatawa). 41
Menurut Ibnu Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi
domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai

41

A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, Jakarta: Bina Ilmu, 1997, hlm. 12

35

peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan,


sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan.42
Di sisi lain, Ibnu Taimiyah mengidentifikasi beberapa faktor lain
yang menetukan permintaan dan penawaran yang mempengaruhi harga
pasar, yaitu:
1) Keinginan masyarakat (raghbah) terhadap berbagai jenis
barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Prubahan ini
sesuai dengan langka atau tidaknya barang-barang yang
diminta. Semakin sedikit jumlah suatu barang yang tersedia
akan semakin diminati masyarakat.
2) Jumlah para peminat (tullab) terhadap suatu barang. Jika
jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang tersebut
akan semakin meningkat, dan begitu pula sebaliknya.
3) Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang serta
besar atau kecilnya tingkat dan ukuran kebutuhan. Apabila
kebutuhan besar dan kuat, harga akan naik. Sebaliknya jika
kebutuhan kecil dan lemah harga akan turun.
4) Kualitas pembeli. Jika pembeli adalah seorang yang kaya dan
terpercaya dalam membeyar utang, harga yang diberikan lebih
rendah. Sebaliknya, harga yang diberikan lebih tinggi jika
pembeli adalah seorang yang sedang bangkrut, suka
mengulur-ulur pembayaran utang serta mengingkari utang.
5) Jenis uang yang digunakan dalam transaksi. Harga akan lebih
rendah jika pembayaran dilakukan dengan menggunakan uang

42

Muhammad, Op. Cit., hlm.358

36

yang umum dipakai (naqd raij) daripada uang yang jarang


dipakai.
6) Tujuan transaksi yang menghendaki adanya kepemilikan
resiprokal diantara kedua belah pihak. Harga suatu barang
yang telah tersedia di pasaran lebih rendah daripada harga
suatu barang yang belum ada di pasaran. Begitu pula halnya
harga akan lebih rendah jika pembayaran dilakukan secara
tunai daripada pembayaran dilakukan secara angsuran.
7) Besar kecilnya biaya harus dikeluarkan oleh produsen atau
penjual. Semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh produsen
atau penjualuntuk menghasilkan atau memperoleh barang
akan semakin tinggi pula harga yang diberikan, dan begitu
pula sebaliknya.43
Jika transaksi telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada
tetapi harga tetap naik, menurut Ibnu Taimiyah ini merupakan kehendak
Allah. Maksudnya pelaku pasar bukanlah satu-satunya faktor yang
menentukan harga tetapi ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi
harga, yang dalam hal ini dapat disebut dalam hukum alam dalam proses
jual beli.
d. Konsep Harga Ibnu Khaldun
Dalam karyanya yang berjudul al muqoddimah pada bab yang
berjudul harga di kota-kota ia membagi jenis barang menjadi barang
kebutuhan pokok dan mewah. Menurutnya, bila suatu kota berkembang
dan selanjutnya populasinya akan bertambah banyak, maka harga-harga

43

Adiwarman Azwar Karim, Op. Cit., hlm. 366-367

37

kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas pengadaannya. Akibatnya


penawaran meningkat dan ini berarti turunnya harga. Sedangkan untuk
barang-barang mewah, permintaannya akan menigkat sejalan dengan
berkembangnya kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya harga barang
mewah akan meningkat. 44
Bagi Ibnu Khaldun, harga adalah hasil dari hukum permintaan dan
penawaran. Pengecualian satu-satunya dari hukum ini adalah harga emas
dan perak, yyang merupakan standar moneter. Semua barang-barang lain
terkena fluktuasi harga yang tergantung pada pasar. Bila suatu barang
langka dan banyak diminta, maka harganya tinggi. Jika suatu barang
berlimpah maka harganya akan rendah.
Mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan harga
keseimbangan menrut Ibnu Khaldun, ia menjabarkan pengaruh persaingan
diantara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan.
Setelah itu pada sisi penawaran, ia menjelaskan pula pangaruh
meningkatnya biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan
lainnya di kota tersebut.45
Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun, sebagaimana Ibnu
Taimiyah telah mengidentifikasi kekuatan permintaan dan penawaran
sebagai

penentu

harga

keseimbangan.

Ibnu

Khaldun

kemudian

mengatakan bahwa keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya


perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan membuat
lesu perdagangan karena pedagang kehilangan motivasi. Sebaliknya, jika

44
45

Muhammad, Op. Cit., hlm.361


Ibid

38

pedagang mengambil keuntungan sangat tinggi, juga akan membuat lesu


perdagangan karena lemahnya permintaan konsumen.
Pendapat Ibnu Khaldun juga sama dengan pendapat tokoh-tokoh di
atas, hanya yang membedakan dengan tokoh di atas adalah sudut pandang.
Karena secara eksplisit Ibnu Khaldun menjelaskan jenis-jenis biaya yang
membentuk penawaran dan Ibnu Khaldun lebih fokus menjelaskan
fenomena yang terjadi.
4. Harga Lelang
Telah dijelaskan di atas secara rinci tentang harga, bahwa harga mempunyai
peranan penting dalam kegitan ekonomi. Jual beli merupakan kegiatan ekonomi yang
di dalamnya melibatkan transaksi antara penjual dan pembeli dengan menggunakan
harga yang telah disepakati.
Lelang merupakan suatu bentuk penjualan barang didepan umum kepada
penawar tertinggi. Lelang dapat berupa penawaran barang tertentu kepada penawar
yang pada mulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian semakin naik
sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi. Namun,
dalam kegiatan jual beli banyak terjadi penyimpangan syariah baik pelanggaran hak,
norma dan etika dalam jual beli tersebut dalam hal ini adalah praktik lelang. Maka,
dalam penentuan harga dilakukan oleh juru lelang atas permintaan penjual dengan
melihat keadaan fisik barang lelang sebagai salah satu syarat pelelangan. Baik berupa
harga naik maupun harga turun.46
Sebagaimana diketahui harga ditentukan oleh pasar, begitu pula dengan lelang
yang dikenal dengan pasar lelang (action market). Pasar lelang sendiri didefinisikan

46

Ibid, hlm.73

39

sebagai suatu pasar terorganisir, dimana harga menyesuaikan diri terus menerus
terhadap penawaran dan permintaan, serta biasanya dengan barang dagangan standar,
jumlah penjual dan pembeli cukup besar dan tidak saling mengenal.
Menurut ketentuan yang berlaku di pasar tersebut, pelaksanaan lelang dapat
menggunakan persyaratan tertentu seperti sipenjual dapat menolak tawaran yang
dianggapnya terlalu rendah yaitu dengan memakai batas harga terendah/cadangan
(reservation price), biasanya disebut sebagai Harga Limit Lelang (HLL) : bisa berupa
Nilai Pasar Lelang (NPL) atau Nilai Minimum Lelang (NML). Sedangkan harga
lelang adalah harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang yang telah
disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.47

47

Peraturan menteri keuangan tahun 2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang bab 1 pasal 27

BAB III
KONSEP LELANG MENURUT REGULASI MENTERI KEUANGAN

Di Indonesia, sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak masa


lampau. Tiap pemerintahan dari zaman kerajaan sampai sekarang, memiliki pengelola
keuangan untuk dapat melaksanakan pembangunan perekonomian di pemerintahannya.
Pengelolaan keuangan pemerintahan disini meliputi semua milik pemerintahan atau kekayaan
yang dimiliki oleh suatu pemerintahan. Keuangan yang dikelola berasal dari masyarakat yang
berupa upeti, pajak, bea cukai, dan lain-lain.

A. BADAN KEWENANGAN LELANG

Sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945


diumumkan, pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk mengeluarkan
uang sendiri. Uang tersebut, bagi pemerintah tidak sekedar sebagai alat pembayaran
semata-mata, tetapi juga berfungsi sebagai lambang utama suatu negara merdeka, serta
sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada khalayak umum.

Pada saat itu, pada awal pemerintahan Republik Indonesia keadaan ekonomi
moneter Indonesia sangat kacau. Inflasi hebat bersumber pada kenyataan beredarnya
mata uang pendudukan Jepang yang diperkirakan berjumlah 4 milyar. Untuk
menggantikan peranan uang asing tersebut, dibutuhkan mata uang sendiri sebagai alat
pembayaran dan digunakan oleh rakyat Indonesia dari masa ke masa sebagai alat
pertukaran, pembayaran dan sebagai alat pemuas kebutuhan yang sah.

Maka pada tanggal 30 Oktober 1946, pemerintah Indonesia merdeka menyatakan


hari tersebut adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia sebagai tanggal beredarnya

40

41

Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Pada hari itu juga dinyatakan bahwa uang Jepang dan
uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. Walaupun masa peredaran ORI cukup singkat,
namun ORI telah diterima dengan bangga di seluruh wilayah Republik Indonesia dan
telah ikut menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajah di segenap kubu
patriot pembela tanah air. Pada waktu suasana di Jakarta genting maka pemerintah pada
waktu itu memutuskan untuk melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti
di Yogyakarta, Surakarta dan Malang.1

Pada tanggal 30 Oktober disahkan sebagai Hari Keuangan Republik Indonesia


oleh presiden berdasarkan lahirnya uang emisi pertama Republik Indonesia, yang
membanggakan seluruh rakyat Indonesia. Uang adalah lambang utama suatu negara
merdeka serta sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada khalayak umum. Untuk
menghargai jasa A.A Maramis, maka gedung Department of Financien atau gedung
Daendels diberi nama gedung A.A Maramis. Gedung ini menjadi pusat kerja Menteri
Keuangan selaku pimpinan Departemen Keuangan Republik Indonesia saat menjalankan
tugasnya sehari-hari. Seiring dengan kebutuhan akan koordinasi antar unit, sejak tahun
2007 gedung Menteri Keuangan dipindah ke Gedung Djuanda 1 yang berlokasi di
seberang gedung A.A Maramis.

Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian


Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara, serta merujuk pada surat edaran Sekretaris Jenderal
Departemen Keuangan Nomor SE-11 MK.1/2010 tentang perubahan Nomenklatur

http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia diakses pada 23-06-2012


pukul 22.14

42

Departemen Keuangan menjadi Kementerian keuangan, maka sejak 2009, Departemen


Keuangan resmi berubah nama menjadi Kementerian Keuangan.2

Departemen Keuangan pada masa penjajahan Jepang di Indonesia juga digunakan


sebagai pusat kegiatan pengolahan keuangan. Kementerian Keuangan, disingkat
Kemenkeu, (dahulu Departemen Keuangan, disingkat Depkeu) adalah kementerian
dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan keuangan. Kementerian Keuangan
dipimpin oleh seorang Menteri Keuangan (Menkeu) Kementerian Keuangan mempunyai
motto Nagara Dana Raka yang berarti Penjaga Keuangan Negara.3

1. Tugas Menteri Keuangan


menyelenggarakan urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara dalam
pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara.
2. Fungsi Menteri Keuangan

a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keuangan


dan kekayaan negara;
b. Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Keuangan;
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Keuangan;
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Keuangan di daerah;
2

http://www.depkeu.go.id/ind/Organization/?prof=sejarah diakses pada 23-06-2012 pukul 22.56


http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia diakses pada 23-06-2012
pukul 22.57
3

43

e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan


f. Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.4

Sebagaimana tugas dan fungsi dari Menteri Keuangan menyelenggarakan


dibidang keuangan maka dalam urusan lelang juga ditur dalam peraturan menteri
keuangan melalui notaris. Di negara-negara yang menganut sistem Civil Law, perjanjian
dibuat dalam suatu akta oleh notaris. Notaris sebagai pejabat negara yang membuat akta
otentik diharapkan netral, dan keterangan yang dibuatnya dapat diandalkan sebagai bukti
yang sempurna. Berdasarkan perkembangannya, awalnya notaris diatur dalam Reglement
op Het Notaris Ambt in Indonesie (Peraturan Jabatan Notaris) yang diundangkan pada
tanggal 26 Januari 1860 dalam Stbl. Nomor 3, mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1860.

Notaris berwenang membuat akta yang berkaitan dengan risalah lelang. UU


Lelang (Vendu Reglement) yang tertuang dalam Ordonansi 28 Februari 1908 St. 08-189,
sampai saat ini masih digunakan sebagai aturan pokok dalam pelaksanaan lelang.
Berdasarkan Pasal 35 joPasal (1) huruf a Vendu Reglement bahwa setiap pelaksanaan
lelang oleh Pejabat Lelang dibuat berita acara yang disebut Risalah Lelang, yang
berwenang membuat risalah lelang adalah Pejabat Lelang.

Dalam Vendu Reglement disebutkan notaris adalah Pejabat Lelang Kelas II.
Namun demikian dalam membuat risalah lelang, notaris tidak dapat serta merta membuat
risalah lelang, harus terlebih dahulu mengikuti diklat lelang dan mendapat sertifikat.
Setelah itu calon Pejabat Lelang yang berasal dari notaris tersebut baru dapat diangkat
dan disumpah selaku Pejabat Lelang Kelas II. Hal ini mengacu pada pada Keputusan
Presiden No. 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Pokok Eselon I
Departemenjo Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Fungsi,
4

http://www.depkeu.go.id/ind/organization/tugasfungsi.htm diakses pada 23-06-2012 pukul 21.56

44

Susunan Organsasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen


Keuangan.

Selanjutnya untuk pengaturan tentang syarat pengangkatan Pejabat Lelang, pada


tahun 2010 dan 2005 Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur syarat-syarat pengangkatan Pejabat Lelang dengan PMK No.175/PMK.06/2010
dan PMK No.119/ PMK.07/2005.5

Dalam pelaksanaan lelang yang dipandu oleh pejabat lelang (juru lelang)
dilaksanakan di Balai Lelang, yaitu Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang
yang sebelumnya didahului dengan pengumumuan lelang dengan cara pemberitahuan
kepada masyarakat tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk menghimpun
peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan.

B. PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENURUT MENTERI KEUANGAN

Dalam peraturan lelang menurut Menteri Keuangan Republik Indonesia memang


banyak mengalami penyempurnaan seiring dengan berkembangnya kondisi ekonomi. Hal
ini dilakukan mengingat :

1. Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908


Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Staatsblad 1941:3);

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fe7fa1c58fbf/relevansi-menghapus-kewenangan-notarisbroleh--surahmin- diakses pada 23-06-2012 pukul 21.56

45

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan


Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
3. Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313);
5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
6. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2007;
7. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara;
8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009; tentang kedudukan tugas, fungsi
dan susunan organisasi dan tata kerja instansi vertikal di lingkungan
Departemen Keuangan;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143.1/PMK.01/2009;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;

46

11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan


Wewenang Kepada Pejabat Eselon I6 di Lingkungan Departemen Keuangan
untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau
Keputusan Menteri Keuangan;7

Dalam pasal 1 Peraturan Lelang (Vendureglement) disebutkan bahwa


peraturan penjualan di muka umum di Indonesia mulai berlaku sejak 1 April 1908.
Penjualan dengan cara tersebut dalam pelaksanaannya harus dilakukan di depan
seorang Vendumeester (juru lelang). Namun, dalam pasal 1 (a) ayat 2 disebutkan
bahwa hanya dengan peraturan pemerintah penjualan di depan umum dapat
dilaksanakan tanpa Vendumeester. Penjualan di depan umum (lelang) yang boleh
dilaksanakan tanpa Vendumeester ialah:

1. Lelang barang-barang gadaian milik/ dikuasai oleh Pegadaian Negara (LN.


1941 No. 456)
2. Lelang ikan basah (segar) dan lain-lain binatang yang berasal dari laut atau
air tawar (LN. 1908 No. 642)
3. Lelang barang-barang bahan kayu (lelang kecil untuk kebutuhan rakyat)
dan hasil-hasil hutan tertentu, yang bersal dari kehutanan Dinas Kehutanan
Pemerintah (LN. 1941 No. 456)
4. Lelang hasil tetentu dari usaha pertanian dan perkebunan yang
dipeliharaoleh dan untuk kepentingan rakyat (LN. 1915 No. 456)

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut DJKN, adalah unit Eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lihat pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010 pasal 1.
7
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /Pmk.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

47

5. Lelang barang-barang milik anggotadan pejabat bawahan (kelasi) angkatan


laut yang dinyatakan hilang, meninggal dunia atau melarikan diri (LN.
1940 No. 503)
6. Lelang barang-barang harta peniggalan milik anggota tentara bawahan,
jika terpaksa (tidak ada jalan lain) (LN. 1874 No. 147)
7. Lelang barang-barang berbahaya dan mudah rusak (busuk) yang disuruh
di/ tidak diambil dari stasiun Kereta Api atau Term (LN. 1972 No. 261 dan
262)8

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, Peraturan Menteri Keuangan


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang. Dalam hal ini pelaksanaan lelang dapat dilakukan di tempat balai lelang
Negara atau balai lelang swasta. Kantor Lelang Negara dan Balai Lelang swasta dapat
dilaksanakan apabila terdapat paling sedikit dua peserta lelang.

Menteri Keuangan Republik Indonesia membedakan lelang menjadi tiga


macam

pertama

Lelang

Eksekusi

adalah

lelang

untuk

melaksanakan

putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan


itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Kedua
Lelang Noneksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang
oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang. Ketiga Lelang
Noneksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta, orang atau badan
hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela.

S. Soewondoropranoto, Penjualan Barang-Barang Lelang, Jakarta: Panitia Urusan Piutang Negara


Pusat, 1971, hlm. 119-120

48

Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang dapat dilakukan dan awasi oleh pejabat
lelang yang dipilih oleh pejabat balai lelang negara atau pejabat balai lelang swasta.
Pejabat lelang negara yang dianggkat oleh negara yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS)
atau pegawai notaris serta pegwai pajak, sedangkan pejabat lelang swasta yang
diangkat dan dipilih oleh lembaga lelang swasta yang berkuatan hukum atas dasar
kesepakatan bersama. Pejabat Lelang Kelas I, yang berwenang melaksanakan lelang
untuk semua jenis lelang atas permohonan Penjual/Pemilik Barang sedangkan Pejabat
Lelang Kelas II, yang mana pejabat lelang ini berwenang melaksanakan lelang
Noneksekusi Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau Penjual/Pemilik Barang.

Dalam pelaksanaan lelang adapun persiapan lelang yang dilakukan


diantaranya adalah adanya permohonan lelang, penjual/ pemilik barang, tempat
pelaksanaan lelang, waktu pelaksanaan lelang, surat keterangan tanah, pembatalan
sebelum lelang, uang jaminan penawar lelang, nilai limit, pengumuman lelang.

1. Permohonan Lelang

Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan


barang secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan
lelang secara tertulis kepada Kepala KPKNL untuk dimintakan jadwal
pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis
lelangnya. Permohonan lelang diajukan dalam bentuk Nota Dinas oleh
Kepala

Seksi

Piutang Negara

KPKNL kepada

Kepala

KPKNL.

Penjual/Pemilik Barang sebagaimana dimaksud dapat menggunakan Balai


Lelang untuk memberikan jasa pralelang dan/atau jasa pascalelang.

49

2. Penjual/ Pemilik Barang

Dalam penjualan lelang Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab


terhadap:

a. keabsahan kepemilikan barang;


b. keabsahan dokumen persyaratan lelang;
c. penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
dan
d. dokumen kepemilikan kepada Pembeli.

Selain hal di atas penjual/pemilik barang juga bertanggung jawab


terhadap gugatan perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak
dipenuhinya

peraturan

perundang-undangan

di

bidang

lelang.

penjual/pemilik barang harus menguasai fisik barang bergerak yang akan


dilelang, kecuali barang tak berwujud, termasuk tetapi tidak terbatas pada
saham tanpa warkat, hak tagih, hak cipta, merek, dan/atau hak paten. Untuk
barang yang tak berwujud penjual/pemilik barang harus menyebutkan jenis
barang yang dilelang dalam surat permohonan lelang.

Penjual/Pemilik Barang dapat mengajukan syarat-syarat lelang


tambahan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, termasuk tetapi tidak terbatas pada:

a. Jangka waktu bagi peserta lelang untuk melihat, meneliti secara


fisik barang yang akan dilelang;
b. Jangka waktu pengambilan barang oleh Pembeli; dan/atau;

50

c. Jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum


pelaksanaan lelang (aanwijzing).
d. Syarat-syarat lelang tambahan sebagaimana dimaksud di atas
dilampirkan dalam surat permohonan lelang.

3. Tempat Pelaksanaan Lelang

Tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau


wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada. Adapun
pengecualian terhadap ketentuan hanya dapat dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan tertulis dari pejabat yang berwenang, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan Pejabat yang berwenang adalah:

a. Direktur Jenderal atas nama Menteri untuk barang yang berada


di luar wilayah Republik Indonesia;
b. Direktur Lelang atas nama Direktur Jenderal untuk barang yang
berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah; atau;
c. Kepala Kantor Wilayah setempat untuk barang yang berada
dalam wilayah Kantor Wilayah setempat.

4. Waktu Pelaksanaan Lelang

Dalam pelaksanaan lelang waktu pelaksanaan lelang ditetapkan oleh


Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II dan dilakukan pada jam dan
hari kerja KPKNL, kecuali untuk Lelang Noneksekusi Sukarela, dapat

51

dilaksanakan di luar jam dan hari kerja dengan persetujuan tertulis Kepala
Kantor Wilayah setempat.

5. Surat Keterangan Tanah

Pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib


dilengkapi dengan SKT dari Kantor Pertanahan setempat. SKT dapat
digunakan berkali-kali apabila tidak ada perubahan data fisik atau data
yuridis dari tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang, sepanjang
dokumen kepemilikan dikuasai oleh Penjual.

6. Pembatalan Sebelum Lelang

Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan


permintaan Penjual atau penetapan provisional atau putusan dari lembaga
peradilan umum

7. Uang Jaminan Penawar Lelang

Setiap lelang disyaratkan adanya uang jaminan penawaran lelang.


Persyaratan ini dapat tidak diberlakukan pada Lelang Kayu dan Hasil Hutan
Lainnya dari tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela.

Dalam Penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang dilakukan:

a. Melalui rekening KPKNL atau langsung ke Bendahara


Penerimaan KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I untuk lelang
yang diselenggarakan oleh KPKNL;

52

b. Melalui rekening Balai Lelang atau langsung ke Balai Lelang


untuk

jenis

Lelang

Noneksekusi

Sukarela,

yang

diselenggarakan oleh Balai Lelang dan dilaksanakan oleh


Pejabat Lelang Kelas I/Pejabat Lelang Kelas II; atau
c. Melalui rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang
Kelas II atau langsung ke Pejabat Lelang Kelas II untuk lelang
yang diselenggarakan oleh Pejabat Lelang Kelas II.

8. Nilai Limit

Dalam penjualan sistem pelelangan Nilai Limit dikenal sebagai


harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh
Penjual/Pemilik Barang. Sedangkan harga lelang sendiri adalah harga
penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang yang telah disahkan
sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.

Setiap pelaksanaan lelang disyaratkan adanya Nilai Limit, Nilai


Limit bersifat tidak rahasia. Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab
Penjual/Pemilik Barang. Penetapan Nilai Limit dapat tidak diberlakukan
pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik orang atau
badan hukum/badan usaha swasta.

Bagi para penjual/ pemilik barang dalam menetapkan Nilai Limit


mempunyai dasar sebagai berikut;

a. Penilaian yaitu merupakan pihak yang melakukan penilaian


secara

independen

dimilikinya.

berdasarkan

kompetensi

yang

53

b. Penaksiran oleh Penaksir/Tim Penaksir yaitu pihak yang


berasal dari instansi atau perusahaan Penjual, yang
melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan, termasuk kurator untuk benda seni
dan benda antik/kuno.

Nilai Limit pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak


milik orang, badan hukum/badan usaha swasta yang menggunakan Nilai
Limit ditetapkan oleh Pemilik Barang. Untuk Lelang Eksekusi, Lelang
Noneksekusi Wajib, dan Lelang Non Eksekusi Sukarela atas barang tidak
bergerak, Nilai Limit harus dicantumkan dalam pengumuman lelang. Untuk
lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama serta lelang
Noneksekusi

Sukarela

barang bergerak, Nilai

Limit

dapat

tidak

dicantumkan dalam pengumuman lelang.

Dalam lelang biasanya ada pembatalan yang dilakukan oleh penjual


oleh karena itu dalam hal pelaksanaan Lelang Ulang, Nilai Limit pada
lelang sebelumnya dapat diubah oleh Penjual/Pemilik Barang dengan
menyebutkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Nilai Limit dibuat
secara tertulis dan diserahkan oleh Penjual kepada Pejabat Lelang paling
lambat sebelum lelang dimulai.

9. Pengumuman Lelang

Penjualan secara lelang harus didahului dengan pengumuman lelang


dengan cara penjual harus menyerahkan bukti Pengumuman Lelang sesuai
ketentuan kepada Pejabat Lelang. Dalam pengumuman ini meliputi;

54

a. Identitas penjual;
b. Hari,

tanggal,

waktu

dan

tempat

pelaksanaan

lelang

dilaksanakan;
c. Jenis dan jumlah barang;
d. Lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya
bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah
dan/atau bangunan;
e. Spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak;
f. Waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang;
g. Uang Jaminan Penawaran Lelang meliputi besaran, jangka
waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan
adanya Uang Jaminan Penawaran Lelang;
h. Nilai Limit, kecuali Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari
tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela untuk barang
bergerak;
i. Cara penawaran lelang; dan
j. Jangka waktu Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli.

Dalam pelaksanaan lelang sebagaimana telah diuaraikan dia atas pejabat


lelang dapat dibantu oleh pemandu lelang. Pemandu Lelang dapat berasal dari
Pegawai DJKN atau dari luar DJKN.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi Pemandu Lelang


diantaranya adalah:

55

1. Pemandu Lelang yang berasal dari Pegawai DJKN:

a.

Sehat jasmani dan rohani;

b.

Pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang


sederajat; dan

c.

Lulus Diklat Pemandu Lelang atau memiliki kemampuan dan cakap


untuk memandu lelang, dan mendapat surat tugas dari Pejabat yang
berwenang

2. Pemandu Lelang yang berasal dari luar DJKN:

a. Sehat jasmani dan rohani;


b. Pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang
sederajat; dan
c. Memiliki kemampuan dan cakap untuk memandu lelang.

Dalam hal pelaksanaan lelang dibantu oleh Pemandu Lelang, Pemandu Lelang
mendapat kuasa khusus secara tertulis dari Pejabat Lelang untuk menawarkan barang
dengan ketentuan Pejabat Lelang harus tetap mengawasi dan memperhatikan
pelaksanaan lelang dan/atau penawaran lelang oleh Pemandu Lelang.

Dari beberapa peraturan di atas peraturan lelang telah mengalami


penyempurnaan oleh Menteri Keuangan yaitu yang diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010 tentang petunjuk pelaksaan lelang.

Dalam pasal 1 Menteri Keuangan mengartikan lelang adalah penjualan barang


yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang
semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului

56

dengan Pengumuman Lelang. Dan di dalam penjualan tersebut terdapat adanya proses
penawaran yang dilakukan oleh pembeli dan penjual yang diwakilkan oleh pejabat
lelang yang dibantu oleh pemandu lelang yaitu berupa Penawaran Lelang Langsung
atau Penawaran Lelang Tidak Langsung dilakukan dengan cara baik lisan maupun
tertulis. Dan setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang dan Uang Miskin sesuai
Peraturan Pemerintah tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Kementerian Keuangan.

Pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan secara tunai/cash
atau cek/giro paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang. Pengecualian
jangka waktu hanya diberikan untuk pembayaran Harga Lelang setelah Penjual
mendapat izin tertulis dari Direktur Jenderal atas nama Menteri dan harus
dicantumkan dalam pengumuman lelang.

Dalam penjualan penjual harus menyerahkan dokumen asli maksimal 1 (satu)


hari kerja kepada pejabat lelang setelah Pembeli menunjukkan bukti pelunasan
pembayaran dan menyerahkan bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB). Apabila ketentuan tidak terpenuhi maka Penjual/Pemilik Barang
harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada
Pembeli, paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan bukti pelunasan
pembayaran dan menyerahkan bukti setor BPHTB.

Adapun dalam penjualan dengan sistem lelang, pejabat lelang harus


menetapkan berita acara lelang atau disebut dengan risalah lelang. Risalah Lelang
adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang
merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. dan Setiap

57

pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali
ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah.

Isi dari risalah lelang terdiri dari:

1. Bagian Kepala

Bagian ini meliputi Hari, tanggal, dan jam lelang. Nama lengkap
dan tempat kedudukan Pejabat Lelang. Nomor/tanggal Surat Keputusan
Pengangkatan Pejabat Lelang, dan nomor/tanggal surat tugas khusus untuk
Pejabat

Lelang

Kelas

I.

Nama

lengkap,

pekerjaan

dan tempat

kedudukan/domisili Penjual. Nomor/tanggal surat permohonan lelang.


Tempat pelaksanaan lelang. Sifat barang yang dilelang dan alasan barang
tersebut dilelang. Cara Pengumuman Lelang yang telah dilaksanakan oleh
Penjual. Cara penawaran lelang; dan syarat-syarat lelang.

2. Bagian Badan

Bagian ini meliputi banyaknya penawaran lelang yang masuk dan


sah. Nama/merek/jenis/tipe dan jumlah barang yang dilelang. Nama,
pekerjaan dan alamat Pembeli atas nama sendiri atau sebagai kuasa atas
nama orang lain. Bank kreditor sebagai Pembeli untuk orang atau badan
hukum/usaha yang akan ditunjuk namanya, dalam hal bank kreditor sebagai
Pembeli Lelang. Harga lelang dengan angka dan huruf; dan daftar barang
yang laku terjual maupun yang ditahan disertai dengan nilai, nama, dan
alamat peserta lelang yang menawar tertinggi.

58

3. Bagian Kaki.

Bagian ini meliputi banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang


dengan angka dan huruf. banyaknya barang yang laku/terjual dengan angka
dan huruf. Jumlah harga barang yang telah terjual dengan angka dan huruf.
Jumlah harga barang yang ditahan dengan angka dan huruf. Banyaknya
dokumen/surat-surat yang dilampirkan pada Risalah Lelang dengan angka
dan huruf. Jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan
dengan penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan
angka dan huruf; dan tanda tangan Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa
Penjual, dalam hal lelang barang bergerak atau tanda tangan Pejabat
Lelang, Penjual/kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli, dalam hal lelang
barang tidak bergerak.

Risalah Lelang dibuat dalam Bahasa Indonesia.

Setelah pelaksanaan lelang telah terlaksana dan memenuhi syarat-syarat yang


ditentukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010
tentang petunjuk pelaksaan lelang. KPKNL, Balai Lelang dan Kantor Pejabat Lelang
Kelas II menyelenggarakan administrasi perkantoran dan membuat laporan yang
berkaitan dengan pelaksanaan lelang.

BAB IV
ANALISIS KONSEP HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM
Dalam konsep ekonomi Islam harga ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan
penawaran. Keseimbangan ini tidak akan terjadi jika diantara penjual dan pembeli tidak
saling merelakan. Kerelaan ini ditentukan oleh penjual dan pembeli dalam mempertahankan
kepentingannya tas barang tersebut. Jadi, harga ditentukan oleh kemampuan penjual untuk
menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli, dan kemampuan pembeli untuk
mendapatkan barang tersebut dari penjual.
A. KONSEP HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM
Transaksi

pasar bekerja berdasarkan mekanisme harga. Ajaran Islam

memberikan perhatian yang besar terhadap kesempurnaan mekanisme pasar. Pasar yang
bersaing sempurna dapat menghasilkan harga yang adil bagi penjual dan pembeli.
Karena, jika mekanisme pasar terganggu, maka harga yang adil tidak akan tercapai.
Demikian pula dengan harga yang adil akan mendorong para pelaku pasar untuk
bersaing dengan sempurna. Jika harga tidak adil, maka para pelaku pasar akan enggan
untuk bertransaksi atau malah terpaksa tetap bertransaksi dengan mengalami kerugian.
Hadis Nabi SAW :

: .





Artinya : Dari Anas ra, ia berkata: suatu ketika rosulullah SAW harga barang
melonjak naik, hingga para sahabat mengeluh dan mengadu kepada Rasulullah SAW,
Ya Rosul tetapkanlah harga barang bagi kita. Rasulullah menjawab sesungguhnya hanya
Allah dzat yang menentukan harga (bilangan), dzat yang menentukan rizki. Sungguh

60

61

saya berharap akan bertemu Tuhanku, dan tidak ada seorangpun yang menuntutku akan
sebuah kedhaliman, baik yang di jiwa maupun harta.

Jika diperhatikan hadist tersebut, dapat diketahui bahwa jual beli secara lelang
telah ada sejak masa Rasulullah SAW masih hidup dan telah dilaksanakannya secara
terang-terangan di depan umum (para sahabat) untuk mendapatkan harga yang lebih
tinggi dari pihak penawar yang ingin membeli sesuatu barang yang akan dilelang
Rasulullah sendiri. Dengan demikian jelas bahwa praktik jual beli sistem lelang telah ada
dan berkembang sejak masa Rasulullah untuk memberikan suatu kebijaksanaan dalam
bidang ekonomi.
Dan Hadist di atas juga menyatakan bahwa Rasulullah tidak berkenan menetapkan
harga pasalnya hanya Allah SWT yang dapat menentukan harga, kondisi seperti ini sama
dengan pendapat dari pemikir-pemikir Islam yang telah dijelaskan di atas. Bahwa,
Menurutnya harga merupakan ketentuan Allah. Maksudnya adalah harga akan terbentuk
sesuai dengan hukum alam yang berlaku disuatu tempat dan waktu tertentu sesuai
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga itu sendiri.
Secara umum harga yang adil ini adalah harga yang tidak menimbulkan
eksploitasi atau penindasan sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan
pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya secara
adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh
manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya.
Dalam kegiatan ekonomi tidak bisa dipungkiri ada segelintir penjual yang sengaja
menimbun dan menahan barangnya pada suatu waktu dengan tujuan untuk mendapatkan
harga yang lebih tinggi di waktu mendatang. Di sini penimbunan memang dilakukan
untuk mempermainkan harga sesuai dengan kepentingan penimbun. Inilah yang disebut

62

ikhtikar yang tidak saja dilarang oleh ajaran Islam karena merugikan masyarakat banyak,
tetapi juga dikategorikan perbuatan dosa.
Keadaan seperti inilah yang kemudian menjadi pertimbangan apakah harga yang
adil (harga pasar) sebagai konsep harga Islam masih relevan digunakan pada kondisi
pasar sekarang. Menjawab pertanyaan tersebut; sebagaimana Islam juga melihat
permasalahan harga dengan begitu kompleks. Karena dilihat dari kondisi di atas Islam
juga mempunyai perkembangan dibidang ekonomi, yang artinya tidak lepas dari risalahrisalah agama terdahulu, Islam memiliki syariah yang sangat istimewa, yakni bersifat
komprehensif dan universal. Komprehensif berarti syariat Islam merangkum seluruh
aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah), sedangkan universal
berarti syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai Yaum alHisab nanti1, firman Allah Swt:


Artinya : Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam (QS Al-Anbiya (21): 107)2

Disinilah konsep maslahah mulai berperan, secara umum maslahah diartikan


sebagai (kesejahteraan umum) yaitu maslahat-maslahat yang bersesuaian dengan tujuantujuan syariat Islam, dan tidak ditopang oleh sumber dalil yang khusus, baik bersifat
melegitimasi atau membatalkan maslahat tersebut.3
Sesuai dengan Hadist sebagai berikut:

Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2010 hlm. 5
2
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006 , hlm. 331
3
Muhamad Abu Zahra, Ushul Fiqh, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2010, hlm. 427

63

Artinya: Dari Malik dari Yunus bin Yusuf dari Sa'id bin Musayyab bahwa Umar
bin al-Khattab melewati Hatib bin Abi Balta'ah yang sedang menjual kismis di pasar.
Umar bin al-Khattab lalu berkata kepadanya: Ada dua pilihan buat kamu, menaikkan
harga atau angkat kaki dari pasar kami.(H.R. Malik). Muwatta Imam Malik 1164 (II:
148)
Hadis tersebut menyatakan bahwa Umar bin Khattab marah ketika menjumpai
pedagang yang mempermainkan harga, bisa jadi ketika terjadi kenaikan harga barang,
ada spekulan yang mencoba merusak pasar dengan menurunkan harga, sedangkan
Khalifah Umar ingin menjaga stabilitas harga di pasar sesuai dengan teori supply and
demand (penawaran dan permintaan) yaitu ketika persediaan barang melimpah maka
harga akan turun, sebaliknya ketika permintaan barang naik, maka otomatis harga akan
naik.
Sikap Khalifah Umar tersebut bisa disimpulkan karena beliau ingin membela para
pedagang ketika membeli barang dengan harga tinggi, menjualnya pun juga dengan
harga tinggi, sementara terdapat pedagang lain yang menawarkan dagangannya dengan
harga rendah, bisa jadi karena mereka telah melakukan penimbunan barang dagangan
sebelumnya.
Dalam kasus lelang permainan hargapun mulai menjadi tanding topic, konsep
harga yang diusung adalah menggunakan nilai limit sebagaimana yang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010

pasal 1 ayat 26. Hal ini

digunakan untuk membatasi harga terendah dalam pelelangan.


Nilai limit diartikan harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh
Penjual/Pemilik Barang. Harga limit bisa berupa bisa berupa Nilai Pasar Lelang (NPL)
atau Nilai Minimum Lelang (NML). Tujuannya untuk mencegah adanya trik-trik kotor
berupa komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidders ring) yaitu

64

sekelompok pembeli dalam lelang yang bersekongkol untuk menawar dengan harga
rendah, dan jika berhasil kemudian dilelang sendiri diantara mereka.
Dalam konsep harga lelang yang digunakan adalah harga yang ditentukan oleh
penjual dengan menggunakan harga limit hal ini memang sesuai dengan Islam walaupun
harga ditentukan tidak membiarkan harga pada mekanisme pasar pada umumnya. Akan
tetapi, penentuan harga yang dilakukan dalam pelelangan menuju pada konsep keadilan
dengan tujuan untuk melindungi penjual maupun pembeli supaya tidak menimbulkan
eksploitasi atau penindasan sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan
pihak yang lain.
B. MEKANISME PENETAPAN HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM
Syariat Islam dengan berbagai pertimbangan yang sangat dijunjung tinggi tidak
melarang dalam melakukan usaha untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya dan
dengan cara seperti apa selama cara yang dilakukan masih berada dalam garis syariat
yang dihalalkan. Sedangkan adanya aturan dalam ajaran Islam tentunya tidak sematamata hanya aturan belaka yang hanya menjadi dasar, tetapi merupakan suatu aturan yang
berfungsi menjaga dari adanya manipulasi.
Seperti halnya dalam menentukan harga dalam praktik lelang harga harus menuju
pada keadilan. Sama dengan penentuan harga pada umumnya harga ditentukan oleh
pasar. Dalam lelang dikenal dengan pasar lelang (action market). Pasar lelang sendiri
didefinisikan sebagai suatu pasar terorganisir, dimana harga menyesuaikan diri terus
menerus terhadap penawaran dan permintaan, serta biasanya dengan barang dagangan
standar, jumlah penjual dan pembeli cukup besar dan tidak saling mengenal.
Menurut ketentuan yang berlaku di pasar tersebut, pelaksanaan lelang dapat
menggunakan persyaratan tertentu seperti sipenjual dapat menolak tawaran yang
dianggapnya terlalu rendah yaitu dengan memakai batas harga terendah/cadangan

65

(reservation price) biasanya sebut sebagai Harga Limit Lelang (HLL) : bisa berupa Nilai
Pasar Lelang (NPL) atau Nilai Minimum Lelang (NML). Tujuannya untuk mencegah
adanya trik-trik kotor berupa komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar
(bidders ring) yaitu sekelompok pembeli dalam lelang yang bersekongkol untuk
menawar dengan harga rendah, dan jika berhasil kemudian dilelang sendiri diantara
mereka. Penawaran curang seperti itu disebut penawaran cincai (collusive bidding).
Pembatasan harga terendah juga dilakukan untuk mencegah permainan curang antara
Penjual Lelang (Kuasa Penjual) dan Pembeli yang akan merugikan pemilik barang.4
Adapun klasifikasi harga yang menjadi patokan dalam menentukan Harga
Penawaran Lelang (HPL) : Bisa berupa Harga Pasar Pusat (HPP), Harga Pasar Daerah
(HPD) dan Harga Pasar Setempat (HPS) dengan memperhitungkan kualitas/kondisi
barang, daya tarik (model dan kekhasan) serta animo pembeli pada marhun lelang
tersebut pada saat lelang. Lelang seperti ini dipakai pula dalam praktik penjualan saham
dibursa efek, yakni penjual dapat menawarkan harga yang diinginkan, tetapi jika tidak
ada pembeli, penjual dapat menurunkan harganya sampai terjadi kesepakatan.
Konsep harga dalam sistem lelang ini mengacu pada harga pasar. Dan proses
penetapan harga dilakukan oleh juru lelang yang bertugas di balai lelang. Sehingga
konsep harga dalam sistem lelang tidak merugikan salah satu pihak. Hal ini sesuai
dengan hukum perjanjian jual beli itu sudah lahir pada detik terciptanya sepakat
mengenai barang dan harga, maka dari itu terjadilah jual beli yang sah.5
Berdasarkan praktik lelang tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan
pelelangan di kantor lelang negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
Indonesia dan tidak bertentangan dengan Islam.

4
5

http://ulgs.tripod.com/favorite.htm diakses pada 14-4-2012 pukul 15.30


Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992, hlm.2

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan permasalahan penelitian skripsi ini, maka peneliti dapat menarik
kesimpulan mengenai pengetahuan terhadap konsep harga dalam sistem lelang perspektif
ekonomi Islam, maka penulis menyimpulkan:
1.

Konsep harga yang digunakan dalam lelang adalah menggunakan nilai limit
sebagaimana telah diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk.
06/2010 pasal 1 ayat 26 tentang petunjuk pelaksanaan lelang. Sedangkan
dalam Islam adalah harga yang adil ini yaitu harga yang tidak menimbulkan
eksploitasi atau penindasan sehingga merugikan salah satu pihak dan
menguntungkan pihak yang lain.

2.

Harga merupakan instrumen penting dalam jual beli, sebagaimana lelang


adalah salah satu bentuk jual beli maka dalam penentuan harga dilakukan
oleh juru lelang atas permintaan penjual dengan melihat keadaan fisik barang
lelang sebagai salah satu syarat pelelangan. Pandangan ekonomi Islam
tentang harga dalam sistem lelang, harga lelang adalah harga penawar
tertinggi yang dibayar oleh pembeli dengan tidak meninggalkan Nilai Limit
atau lebih dikenal dengan Harga Limit Lelang (HLL) : bisa berupa Nilai
Pasar Lelang (NPL) atau Nilai Minimum Lelang (NML). Tujuannya untuk
mencegah adanya trik-trik kotor berupa komplotan lelang (auction ring) dan
komplotan penawar (bidders ring). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 serta selaras dengan konsep maslahah.

66

67

B. Saran
Dari penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa hal yang dapat
dipertimbangkan sebagai masukan untuk meningkatkan khazanah keilmuan terutama
mengenai harga dalam sistem lelang perspektif ekonomi Islam. Dalam hal ini saran
tersebut adalah :
1.

Sedikitnya kontribusi ilmiah secara teoritis yang menjadi rujukan atau


referensi yang relevan dengan kondisi ekonomi masyarakat masa kini baik
secara hukum Islam maupun hukum positif.

2.

Hendaknya pemerintah (Badan Pembinaan Hukum Nasional) segera


membuat peraturan jual beli sistem lelang yang sesuai dengan iklim dan
mayoritas rakyat Indonesia

agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

dengan kemajuan perkembangan ekonomi di Indonesia sehingga masyarakat


dapat melaksanakannya secara baik dan benar.
C. Penutup
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat serta
Karunianya sehingga penulisan skripsi ini telah selesai serta tak lupa penulis berterima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulisan skripsi ini penulis
dapat selesaikan. Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT
sehingga wajarlah apabila skripsi ini jauh dari sempurna hanya Tak Ada Gading yang
Tak Retak. Kiranya hanya saran dan kritik yang kritis, progresif, konstruktif, yang
mampu membuat perubahan bagi karya penulis selanjutnya sebuah perubahan baru akan
terjadi manakala manusia tersebut mau merubahnya.
Ada satu keyakinan apabila dimasa depan akan benar-benar tercipta kehidupan
masyarakat yang damai sejahtera setiap orang menjunjung tinggi hak hak dan kewajiban,
sehingga konsep masyarakat madani tidak lagi utopia semata. Semoga karya yang

68

sederhana ini mampu menjadi inspirasi bagi para penulis dan pemikir tentang khasanah
keilmuan Islam, serta penulis berharap ini merupakan langkah awal perubahan
paradigma terhadap perkembangan ekonomi terutama masalah jual beli khususnya jual
beli dengan proses lelang yang berkembang di kehidupan masyarakat. Semakin
berkembangnya kebutuhan manusia, maka berkembang pula sistem perekonomian
masyarakat. Oleh karena itu supaya tercapainya sistem tersebut maka kita sebagai
generasi muslim harus mampu mengembangkan syariat-syariat Islam yang sesuai dengan
kaidah-kaidah Islami.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, Jakarta: Bina Ilmu, 1997
Abdul Wahab Kholaf, Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1993
Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, Jakata: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008.
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam edisi ketiga, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2006.
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2010.
Aiyub Ahmad, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif , Jakarta:
Kiswah, 2004.
Al Ghazali, Ihya Ulumudin vol.3, Beirut: Dar al Nadwah, t.th.
M. Syaefuddin., Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, Jakarta: Dirjen Lembaga Islam
Depag RI,1997
Asy Syaukani, Nailul Authar Juz.V, Beirut Libanon,1986
At Tirmidzi, Al-Jami Al-Shohih, Beirut Libanon: Darul Al-Fikr, 1988
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung : Alfabeta, 2005
Departemen Agama RI, Al-Quran Al-Karim Dan Terjemah Bahasa Indonesia (Ayat
Pojok), Kudus: Menara Kudus, 2006
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006
Didit Purnomo, Buku Pegangan Kuliah Kebijakan Harga (Pendekatan Agrikultural),
Surakarta : FE-UMS, 2005
Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,cet. 5, Yogyakarta: Gajah Mada
University Pers, 1991
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Juz II, Beirut Libanon,1992
Imam As-Suyuthi, Al-Jami Ash-Shaghir, Juz II,t.th
Imam Ash-Shanani, Subulus Salam Juz. III, Beirut Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995
Irine Diana Sari W., Manajemen Pemasaran Usaha Kesehatan, Jojakarta : Nuha
Medika, 2010

Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada. 2010
Iskandar Putong, Ekonomi Makro Dan Mikro, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
Johan Arifin, Fiqih Perlindungan Konsumen, Semarang : Rasail, 2007
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. No. 304/KMK.01/2002
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. X; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005
M. B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Islam, Yogyakarta : Ekonisia, 2003
Mohd. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha Putra, t.th
Muhammad, M.Ag, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE-UGM,
2004.
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitati. Jakarta:
Rajawali Pers. 2008
Muhamad Abu Zahra, Ushul Fiqh, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2010
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (edisi ke sebelas) jilid 2, Jakarta :Gramedia,
2005.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2000
Safidin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid IV, Bandung, 2006
Shahih Bukhari, Dar Al Maktabah Al-Ilmiyah cet. 1, Beirut Libanon, 1990
Skripsi Siti Muflikhatul Hidayat. Penentuan Harga Jual Beli Dalam Ekonomi Islam,
Surakarta : Universitas Muhammadiyah, 2011
Skripsi yayah kamsiyah, Analisis Perspektif Syariah Terhadap Proses Lelang Barang
Jaminan Pada Perum Pegadaian Cabang Indramayu, Surakarta: STAIN
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992.
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV Pustaka Setia, 2002
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,cet 12, Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2002

Sutrino Hadi, Metode Penelitian Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1990


Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala al-Madzahib Al-Arbaah Juz. II , Beirut:
Libanon, 1992
Tatik Suryati, Perilaku Konsumen Implikasi Dan Strategi Pemasaran, Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2008
Thorik Gunara, Utus Hardiono Sudibyo, Marketing Muhammad SAW, Bandung: PT.
Karya Kita, 2008
WJS Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indinesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976
Yusuf Qardhawi, .Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani, 1997
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam (terjemahan),
Jakarta: Robbani Press,1997
Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam, Solo: Era Intermedia,2003

http://hafidalbadar.blog.uns.ac.id/2009/06/04mekanisme-pasar-dan-regulasi-hargamenurut-ibnu-thaimiyah/
http://hargyangadill.blogspot.com/2011/02/definisi-harga-menurut-islam.html
http//kerjoanku.wordpress.com
http;//one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas makalah/hukum Islam/hukum lelang
dalam islam.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia
http://www.depkeu.go.id/ind/Organization/?prof=sejarah
http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia
http://ulgs.tripod.com/favorite.htm
http://www.daneprairie.com.
http//www.lelangsyariah.com .
http//www..urlg.blog.uns.ac.id/2009/06/04 sosialmanusia
http://yanasatia.wordpress.com/2008/31/teori-harga-dalam-mikro-ekonomi -islam/

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 93 /PMK.06/2010
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang

Mengingat

:a.

bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan lelang, serta


mewujudkan pelaksanaan lelang yang lebih efisien, efektif, transparan,
akuntabel, adil, dan menjamin kepastian hukum, dipandang perlu
untuk melakukan penyempurnaan ketentuan mengenai lelang;

b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf


a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang;

:1.

Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari


1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Staatsblad 1941:3);

2.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara


Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3687);

3.

Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana


telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis


Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen
Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313);

5.

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan


Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
50 Tahun 2008;

6.

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata


Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun
2007;

7.

Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan


Organisasi Kementerian Negara;

8.

Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;

9.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 143.1/PMK.01/2009;

10.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara;

11.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang


Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan
Departemen Keuangan untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan
Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK


PELAKSANAAN LELANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.

Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan


penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin
meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang
didahului dengan Pengumuman Lelang.

2.

Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijual secara lelang.

3.

Pengumuman Lelang adalah pemberitahuan kepada masyarakat


tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk menghimpun
peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan.

4.

Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan


pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu,
dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundangundangan.

5.

Lelang Noneksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan


penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan
dijual secara lelang.

6.

Lelang Noneksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta,


orang atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela.

7.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

8.

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut DJKN,


adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan
lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

9.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.

10.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang


selanjutnya disebut Kantor Wilayah, adalah instansi vertikal Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan
bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Kekayaan
Negara.

11.

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, yang selanjutnya


disebut KPKNL, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah.

12.

Kantor Pejabat Lelang Kelas II adalah kantor swasta tempat


kedudukan Pejabat Lelang Kelas II.

13.

Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan


Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha
di bidang lelang.

14.

Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundangundangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan
barang secara lelang.

15.

Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai Direktorat


Jenderal Kekayaan Negara yang berwenang melaksanakan Lelang
Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi
Sukarela.

16.

Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang


melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.

17.

Pemandu Lelang (Afslager) adalah orang yang membantu Pejabat


Lelang untuk menawarkan dan menjelaskan barang dalam suatu
pelaksanaan lelang.

18.

Pengawas Lelang (Superintenden) adalah pejabat yang diberi


kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
Pejabat Lelang.

19.

Penjual adalah orang, badan hukum/usaha atau instansi yang


berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang
untuk menjual barang secara lelang.

20.

Pemilik Barang adalah orang atau badan hukum/usaha yang memiliki


hak kepemilikan atas suatu barang yang dilelang.

21.

Peserta Lelang adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang telah
memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.

22.

Pembeli adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang


mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang
lelang oleh Pejabat Lelang.

23.

Legalitas formal subjek dan objek lelang adalah suatu kondisi dimana
dokumen persyaratan lelang telah dipenuhi oleh pemohon
lelang/Penjual sesuai jenis lelangnya dan tidak ada perbedaan data,
menunjukkan hubungan hukum antara pemohon lelang/Penjual (subjek
lelang) dengan barang yang akan dilelang (objek lelang), sehingga
meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subjek lelang berhak melelang
objek lelang, dan objek lelang dapat dilelang.

24.

Lelang Ulang adalah pelaksanaan lelang yang dilakukan untuk


mengulang lelang yang tidak ada peminat, lelang yang ditahan atau
lelang yang Pembelinya wanprestasi.

25.

Uang Jaminan Penawaran Lelang adalah uang yang disetor kepada


Kantor Lelang/Balai Lelang atau Pejabat Lelang oleh calon Peserta
Lelang sebelum pelaksanaan lelang sebagai syarat menjadi Peserta
Lelang.

26.

Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan
ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang.

27.

Harga Lelang adalah harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh


peserta lelang yang telah disahkan sebagai pemenang lelang oleh
Pejabat Lelang.

28.

Pokok Lelang adalah Harga Lelang yang belum termasuk Bea Lelang
pembeli dalam lelang yang diselenggarakan dengan penawaran harga
secara ekslusif atau Harga Lelang dikurangi Bea Lelang pembeli
dalam lelang yang diselenggarakan dengan penawaran harga secara
inklusif.

29.

Hasil Bersih Lelang adalah Pokok Lelang dikurangi Bea Lelang


Penjual dan/atau Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan (PPh Final) dalam lelang dengan
penawaran harga lelang ekslusif, dalam lelang dengan penawaran
harga inklusif dikurangi Bea Lelang Pembeli.

30.

Kewajiban Pembayaran Lelang adalah harga yang harus dibayar oleh


Pembeli dalam pelaksanaan lelang yang meliputi Pokok Lelang dan
Bea Lelang Pembeli.

31.

Bea Lelang adalah bea yang berdasarkan peraturan perundangundangan, dikenakan kepada Penjual dan/atau Pembeli atas setiap
pelaksanaan lelang, yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

32.

Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh
Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan
pembuktian sempurna.

33.

Minuta Risalah Lelang adalah Asli Risalah Lelang berikut


lampirannya, yang merupakan dokumen/arsip Negara.

34.

Salinan Risalah Lelang adalah salinan kata demi kata dari seluruh
Risalah Lelang.

35.

Kutipan Risalah Lelang adalah kutipan kata demi kata dari satu atau
beberapa bagian Risalah Lelang.

36.

Grosse Risalah Lelang adalah Salinan asli dari Risalah Lelang yang
berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2

Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat


Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah.
Pasal 3
Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak
dapat dibatalkan.
Pasal 4

(1)

Lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang


peserta lelang.

(2)

Dalam hal tidak ada peserta lelang, lelang tetap dilaksanakan dan
dibuatkan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran.
Pasal 5

Lelang Eksekusi termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang Eksekusi


Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang
Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi Benda Sitaan
Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Lelang
Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia, Lelang
Eksekusi Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai atau Barang yang
Dikuasai Negara-Bea Cukai, Lelang Barang Temuan, Lelang Eksekusi
Gadai, Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal 6
Lelang Noneksekusi Wajib termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang
Barang Milik Negara/Daerah, Lelang Barang Milik Badan Usaha Milik
Negara/Daerah (BUMN/D), Lelang Barang Yang Menjadi Milik Negara-Bea
Cukai, Lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam
(BMKT), dan Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama.
Pasal 7
Lelang Noneksekusi Sukarela termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang
Barang Milik BUMN/D berbentuk Persero, Lelang harta milik bank dalam
likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, Lelang
Barang Milik Perwakilan Negara Asing, dan Lelang Barang Milik Swasta.
BAB II
PEJABAT LELANG
Pasal 8
(1)

Pejabat Lelang terdiri dari:


a. Pejabat Lelang Kelas I; dan
b. Pejabat Lelang Kelas II.

(2)

Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk semua


jenis lelang atas permohonan Penjual/Pemilik Barang.

(3)

Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang Noneksekusi


Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau Penjual/Pemilik Barang.
Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pejabat Lelang Kelas I, Pejabat Lelang


Kelas II dan Balai Lelang, diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III
PERSIAPAN LELANG
Bagian Kesatu
Permohonan Lelang
Pasal 10
(1)

Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang


secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan
lelang secara tertulis kepada Kepala KPKNL untuk dimintakan jadwal
pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan
jenis lelangnya.

(2)

Dalam hal Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Lelang
Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, permohonan lelang diajukan
dalam bentuk Nota Dinas oleh Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL
kepada Kepala KPKNL.

(3)

Penjual/Pemilik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


menggunakan Balai Lelang untuk memberikan jasa pralelang dan/atau
jasa pascalelang.
Pasal 11

(1)

Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang


secara lelang melalui Balai Lelang atau Kantor Pejabat Lelang Kelas
II, harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada
Pemimpin Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II, disertai dokumen
persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya.

(2)

Dalam hal legalitas formal subjek dan objek lelang telah dipenuhi dan
Pemilik Barang telah memberikan kuasa kepada Balai Lelang untuk
menjual secara lelang, Pemimpin Balai Lelang mengajukan surat
permohonan lelang kepada Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II
untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelangnya.
Pasal 12

Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan


lelang yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang
sudah lengkap dan telah memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang.
Pasal 13
(1)

Dalam hal terdapat gugatan terhadap objek lelang hak tanggungan dari
pihak lain selain debitor/suami atau istri debitor/tereksekusi,
pelaksanaan lelang dilakukan berdasarkan titel eksekutorial dari
Sertifikat Hak Tanggungan yang memerlukan fiat eksekusi.

(2)

Permohonan atas pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dilakukan oleh Pengadilan Negeri.
Pasal 14

Dalam hal terdapat permohonan lelang eksekusi dari kreditur pemegang hak
agunan kebendaan yang terkait dengan putusan pernyataan pailit, maka
pelaksanaan lelang dilakukan dengan memperhatikan Undang-Undang
Kepailitan.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan lelang dan dokumen
persyaratan lelang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Bagian Kedua
Penjual/Pemilik Barang
Pasal 16
(1)

Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap:


a. keabsahan kepemilikan barang;
b. keabsahan dokumen persyaratan lelang;
c. penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; dan
d. dokumen kepemilikan kepada Pembeli.

(2)

Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap gugatan perdata


maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya
peraturan perundang-undangan di bidang lelang.

(3)

Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi


terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan barang dan
dokumen persyaratan lelang.

(4)

Penjual/Pemilik Barang harus menguasai fisik barang bergerak yang


akan dilelang, kecuali barang tak berwujud, termasuk tetapi tidak
terbatas pada saham tanpa warkat, hak tagih, hak cipta, merek,
dan/atau hak paten.

(5)

Dalam hal yang dilelang berupa barang tak berwujud sebagaimana


dimaksud pada ayat (4), Penjual/Pemilik Barang harus menyebutkan
jenis barang yang dilelang dalam surat permohonan lelang.
Pasal 17

(1)

Penjual/Pemilik Barang dapat mengajukan syarat-syarat lelang


tambahan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. jangka waktu bagi peserta lelang untuk melihat, meneliti secara
fisik barang yang akan dilelang;
b. jangka waktu pengambilan barang oleh Pembeli; dan/atau
c. jadwal penjelasan lelang kepada
pelaksanaan lelang (aanwijzing).

(2)

peserta

lelang

sebelum

Syarat-syarat lelang tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilampirkan dalam surat permohonan lelang.
Pasal 18

(1)
Penjual/Pemilik Barang wajib memperlihatkan atau menyerahkan asli
dokumen kepemilikan kepada Pejabat Lelang paling lama 1 (satu) hari
kerja sebelum pelaksanaan lelang, kecuali Lelang Eksekusi yang
menurut peraturan perundang-undangan tetap dapat dilaksanakan
meskipun asli dokumen kepemilikannya tidak dikuasai oleh Penjual.
(2)

Dalam hal Penjual/Pemilik Barang menyerahkan asli dokumen


kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat
Lelang, Pejabat Lelang wajib memperlihatkannya kepada Peserta
Lelang sebelum lelang dimulai.

(3)

Dalam hal Penjual/Pemilik Barang tidak menyerahkan asli dokumen


kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat
Lelang, Penjual/Pemilik Barang wajib memperlihatkannya kepada
Peserta Lelang sebelum lelang dimulai.
Bagian Ketiga
Tempat Pelaksanaan Lelang
Pasal 19

Tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah
jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada.
Pasal 20
(1)

Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


19 hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan tertulis dari
pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.

(2)

Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara


lain:
a. Direktur Jenderal atas nama Menteri untuk barang yang berada di
luar wilayah Republik Indonesia;
b. Direktur Lelang atas nama Direktur Jenderal untuk barang yang
berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah; atau
c. Kepala Kantor Wilayah setempat untuk barang yang berada dalam
wilayah Kantor Wilayah setempat.

(3)

Permohonan persetujuan pelaksanaan lelang atas barang yang berada


di luar wilayah kerja KPKNL atau di luar wilayah jabatan Pejabat
Lelang Kelas II, diajukan oleh Penjual kepada pejabat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dengan syarat sebagian barang harus berada di
dalam wilayah kerja KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tempat lelang
yang dikehendaki.

(4)

Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka


waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan dan dilampirkan pada
Surat Permohonan Lelang.
Bagian Keempat
Waktu Pelaksanaan Lelang
Pasal 21

(1)

Waktu pelaksanaan lelang ditetapkan oleh Kepala KPKNL atau


Pejabat Lelang Kelas II.

(2)

Waktu pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan pada jam dan hari kerja KPKNL, kecuali untuk Lelang
Noneksekusi Sukarela, dapat dilaksanakan di luar jam dan hari kerja
dengan persetujuan tertulis Kepala Kantor Wilayah setempat.

(3)

Surat permohonan persetujuan pelaksanaan lelang di luar jam dan hari


kerja diajukan oleh Penjual/Pemilik Barang.

(4)

Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampirkan


pada Surat Permohonan Lelang.

Bagian Kelima
Surat Keterangan Tanah (SKT)
Pasal 22
(1)

Pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib


dilengkapi dengan SKT dari Kantor Pertanahan setempat.

(2)

Permintaan penerbitan SKT kepada Kepala Kantor Pertanahan


setempat diajukan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.

(3)

Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum
terdaftar di Kantor Pertanahan setempat, Kepala KPKNL atau Pejabat
Lelang Kelas II mensyaratkan kepada Penjual untuk meminta Surat
Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status
kepemilikan.

(4)

Berdasarkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),


Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II meminta SKT ke Kantor
Pertanahan setempat.

(5)

Biaya pengurusan SKT menjadi tanggung jawab Penjual/Pemilik


Barang.
Pasal 23

(1)

SKT dapat digunakan berkali-kali apabila tidak ada perubahan data


fisik atau data yuridis dari tanah atau tanah dan bangunan yang akan
dilelang, sepanjang dokumen kepemilikan dikuasai oleh Penjual.

(2)

Dalam hal tidak ada perubahan data fisik atau data yuridis dari tanah
atau tanah dan bangunan yang akan dilelang ulang, Penjual harus
mencantumkan dalam surat permohonan lelang.

(3)

Dalam hal terjadi perubahan data fisik atau data yuridis dari tanah atau
tanah dan bangunan yang akan dilelang ulang, Penjual harus
menginformasikan secara tertulis hal tersebut kepada Kepala KPKNL
atau Pejabat Lelang Kelas II untuk dimintakan SKT baru.

(4)

Dalam hal dokumen kepemilikan tidak dikuasai oleh Penjual, setiap


dilaksanakan lelang harus dimintakan SKT baru.
Bagian Keenam
Pembatalan Sebelum Lelang
Pasal 24

Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan


Penjual atau penetapan provisional atau putusan dari lembaga peradilan
umum.

Pasal 25
(1)

Pembatalan lelang dengan putusan/penetapan pengadilan disampaikan


secara tertulis dan harus sudah diterima oleh Pejabat Lelang paling
lama sebelum lelang dimulai.

(2)

Dalam hal terjadi pembatalan sebelum lelang sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), Penjual dan Pejabat Lelang harus mengumumkan
kepada Peserta Lelang pada saat pelaksanaan lelang.
Pasal 26

(1)

Pembatalan lelang atas permintaan Penjual dilakukan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku bagi Penjual.

(2)

Pembatalan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan


secara tertulis dan sudah harus diterima oleh Pejabat Lelang paling
lama 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, kecuali ditentukan
lain oleh peraturan perundang-undangan.

(3)

Dalam hal terjadi pembatalan sebelum lelang sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), Penjual harus mengumumkan pembatalan pelaksanaan,
paling lama 2 (dua) hari sebelum pelaksanaan lelang, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

(4)

Pengumuman pembatalan pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) harus diumumkan dalam surat kabar harian yang sama
dalam hal Pengumuman Lelang dilakukan melalui surat kabar harian.
Pasal 27

Pembatalan lelang sebelum pelaksanaan lelang diluar ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan oleh Pejabat Lelang dalam hal:
a.

SKT untuk pelaksanaan lelang tanah atau tanah dan bangunan belum
ada;

b.

barang yang akan dilelang dalam status sita pidana, khusus Lelang
Eksekusi;

c.

terdapat gugatan atas rencana pelaksanaan Lelang Eksekusi


berdasarkan Pasal 6 UUHT dari pihak lain selain debitor/suami atau
istri debitor/tereksekusi;

d.

barang yang akan dilelang dalam status sita jaminan/sita eksekusi/sita


pidana, khusus Lelang Noneksekusi;

e.

tidak memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang karena


terdapat perbedaan data pada dokumen persyaratan lelang;

f.

Penjual tidak dapat memperlihatkan atau menyerahkan asli dokumen


kepemilikan kepada Pejabat Lelang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18;

g.

Penjual tidak hadir pada saat pelaksanaan lelang, kecuali lelang yang
dilakukan melalui internet;

h.

Pengumuman Lelang yang dilaksanakan Penjual tidak dilaksanakan


sesuai peraturan perundang-undangan;

i.

keadaan memaksa (force majeur)/kahar;

j.

Nilai Limit yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang tidak sesuai


dengan surat penetapan Nilai Limit yang dibuat oleh Penjual/Pemilik
Barang; atau

k.

Penjual tidak menguasai secara fisik barang bergerak yang dilelang.


Pasal 28

Dalam hal terjadi pembatalan lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24


dan Pasal 27, Peserta Lelang yang telah menyetorkan Uang Jaminan
Penawaran Lelang tidak berhak menuntut ganti rugi.
Bagian Ketujuh
Uang Jaminan Penawaran Lelang
Pasal 29
(1)

Setiap lelang disyaratkan adanya uang jaminan penawaran lelang.

(2)

Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak


diberlakukan pada Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan
pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela.
Pasal 30

(1)

Penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang dilakukan:


a. melalui rekening KPKNL atau langsung ke Bendahara Penerimaan
KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I untuk lelang yang
diselenggarakan oleh KPKNL;
b. melalui rekening Balai Lelang atau langsung ke Balai Lelang untuk
jenis Lelang Noneksekusi Sukarela, yang diselenggarakan oleh
Balai Lelang dan dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas I/Pejabat
Lelang Kelas II; atau
c. melalui rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II
atau langsung ke Pejabat Lelang Kelas II untuk lelang yang
diselenggarakan oleh Pejabat Lelang Kelas II.

(2)

Dalam setiap pelaksanaan Lelang, 1 (satu) penyetoran Uang Jaminan

Penawaran Lelang hanya berlaku untuk 1 (satu) barang atau paket


barang yang ditawar.
Pasal 31
(1)

Uang Jaminan Penawaran Lelang dengan jumlah paling banyak


Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dapat disetorkan secara
langsung kepada Bendahara Penerimaan KPKNL, Pejabat Lelang
Kelas I, Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II paling lama
sebelum lelang dimulai.

(2)

Lelang dengan Uang Jaminan Penawaran Lelang di atas


Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) harus disetorkan melalui
rekening Bendahara Penerimaan KPKNL, rekening Balai Lelang atau
rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II paling lama
1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang harus sudah efektif pada
rekening tersebut.
Pasal 32

Besarnya Uang Jaminan Penawaran Lelang ditentukan oleh Penjual/Pemilik


Barang paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari Nilai Limit dan paling
banyak sama dengan Nilai Limit.
Pasal 33
(1)

Uang Jaminan Penawaran Lelang yang telah disetorkan, dikembalikan


seluruhnya tanpa potongan kepada peserta lelang yang tidak disahkan
sebagai Pembeli.

(2)

Pengembalian Uang Jaminan Penawaran Lelang paling lama 1 (satu)


hari kerja sejak permintaan pengembalian dari Peserta Lelang diterima.

(3)

Permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


disertai penyerahan asli bukti setor dan fotokopi identitas dengan
menunjukkan aslinya serta dokumen pendukung lainnya.

(4)

Uang Jaminan Penawaran Lelang dari Peserta Lelang yang disahkan


sebagai Pembeli, akan diperhitungkan dengan pelunasan seluruh
kewajibannya sesuai dengan ketentuan lelang.
Pasal 34

(1)

Dalam pelaksanaan Lelang Eksekusi dan Lelang Noneksekusi Wajib,


jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai
ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang disetorkan
seluruhnya ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah
pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang.

(2)

Dalam
pelaksanaan
Lelang
Noneksekusi
Sukarela
yang
diselenggarakan oleh KPKNL, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban
Pembayaran Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan
Penawaran Lelang disetorkan sebesar 50% (lima puluh persen) ke Kas
Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan
Pembeli oleh Pejabat Lelang, dan sebesar 50% (lima puluh persen)

menjadi milik Pemilik Barang.


(3)

Dalam
pelaksanaan
Lelang
Noneksekusi
Sukarela
yang
diselenggarakan oleh Balai Lelang bekerjasama dengan Pejabat Lelang
Kelas I, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang
sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang
disetorkan sebesar 50% (lima puluh persen) ke Kas Negara dalam
waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh
Pejabat Lelang, dan sebesar 50% (lima puluh persen) menjadi milik
Pemilik Barang dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan antara
Pemilik Barang dan Balai Lelang.

(4)

Dalam pelaksanaan lelang yang diselenggarakan oleh Balai Lelang


bekerjasama dengan Pejabat Lelang Kelas II, jika Pembeli tidak
melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai ketentuan
(wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang menjadi milik Pemilik
Barang dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan antara Pemilik
Barang dan Balai Lelang.

(5)

Dalam pelaksanaan lelang yang diselenggarakan Pejabat Lelang Kelas


II, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai
ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang menjadi
milik Pemilik Barang dan/atau Pejabat Lelang Kelas II sesuai
kesepakatan antara Pemilik Barang dan Pejabat Lelang Kelas II.
Bagian Kedelapan
Nilai Limit
Pasal 35

(1)

Setiap pelaksanaan lelang disyaratkan adanya Nilai Limit.

(2)

Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual/Pemilik


Barang.

(3)

Persyaratan adanya Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dapat tidak diberlakukan pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas
barang bergerak milik orang atau badan hukum/badan usaha swasta.
Pasal 36

(1)

Penjual/Pemilik Barang dalam menetapkan Nilai Limit, berdasarkan:


a. penilaian oleh Penilai; atau
b. penaksiran oleh Penaksir/Tim Penaksir.

(2)

Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pihak


yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi
yang dimilikinya.

(3)

Penaksir/Tim Penaksir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


merupakan pihak yang berasal dari instansi atau perusahaan Penjual,
yang melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan, termasuk kurator untuk benda seni dan benda

antik/kuno.
(4)

Nilai Limit pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak


milik orang, badan hukum/badan usaha swasta yang menggunakan
Nilai Limit ditetapkan oleh Pemilik Barang.

(5)

Dalam hal bank kreditor akan ikut menjadi peserta pada Lelang
Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT, Nilai Limit harus ditetapkan
oleh Penjual berdasarkan hasil penilaian dari Penilai.
Pasal 37

(1)

Nilai Limit bersifat tidak rahasia.

(2)

Untuk Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Non


Eksekusi Sukarela atas barang tidak bergerak, Nilai Limit harus
dicantumkan dalam pengumuman lelang.

(3)

Untuk lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama serta
lelang Noneksekusi Sukarela barang bergerak, Nilai Limit dapat tidak
dicantumkan dalam pengumuman lelang.
Pasal 38

Dalam hal pelaksanaan Lelang Ulang, Nilai Limit pada lelang sebelumnya
dapat diubah oleh Penjual/Pemilik Barang dengan menyebutkan alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 39
Nilai Limit dibuat secara tertulis dan diserahkan oleh Penjual kepada Pejabat
Lelang paling lambat sebelum lelang dimulai.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai Nilai Limit diatur dengan peraturan
Direktur Jenderal.
Bagian Kesembilan
Pengumuman Lelang
Pasal 41
(1)

Penjualan secara lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang


yang dilakukan oleh Penjual.

(2)

Penjual harus menyerahkan bukti Pengumuman Lelang sesuai


ketentuan kepada Pejabat Lelang.
Pasal 42

(1)

Pengumuman Lelang paling sedikit memuat:


a. identitas Penjual;
b. hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan;

c. jenis dan jumlah barang;


d. lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya
bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah
dan/atau bangunan;
e. spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak;
f. waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang;
g. Uang Jaminan Penawaran Lelang meliputi besaran, jangka waktu,
cara dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya
Uang Jaminan Penawaran Lelang;
h. Nilai Limit, kecuali Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari
tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela untuk barang
bergerak;
i. cara penawaran lelang; dan
j. jangka waktu Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli.
(2)

Pengumuman Lelang diatur sedemikian rupa sehingga terbit pada hari


kerja KPKNL dan tidak menyulitkan peminat lelang melakukan
penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang.
Pasal 43

(1)

Pengumuman Lelang dilaksanakan melalui surat kabar harian yang


terbit di kota/kabupaten tempat barang berada.

(2)

Dalam hal tidak ada surat kabar harian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pengumuman Lelang diumumkan dalam surat kabar harian
yang terbit di kota/kabupaten terdekat atau di ibukota propinsi atau ibu
kota negara dan beredar di wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan
Pejabat Lelang Kelas II tempat barang akan dilelang.

(3)

Pengumuman Lelang melalui surat kabar harian sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mempunyai tiras/oplah:
a. paling rendah 5.000 (lima ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan
surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten; atau
b. paling rendah 15.000 (lima belas ribu) eksemplar, jika dilakukan
dengan surat kabar harian yang terbit di ibukota propinsi; atau
c. paling rendah 20.000 (dua puluh ribu) eksemplar, jika dilakukan
dengan surat kabar harian yang terbit di ibukota negara.

(4)

Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat surat kabar harian yang
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengumuman
Lelang dilakukan pada surat kabar harian yang diperkirakan
mempunyai tiras/oplah paling tinggi.

(5)

Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat


(2), harus dicantumkan dalam halaman utama/reguler dan tidak dapat

dicantumkan pada halaman suplemen/tambahan/khusus.


(6)

Penjual dapat menambah Pengumuman Lelang pada media lainnya


guna mendapatkan peminat lelang seluas-luasnya.
Pasal 44

(1)

Pengumuman Lelang untuk Lelang Eksekusi terhadap barang tidak


bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama dengan
barang bergerak, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengumuman dilakukan 2 (dua) kali, jangka waktu Pengumuman
Lelang pertama ke Pengumuman Lelang kedua berselang 15 (lima
belas) hari dan diatur sedemikian rupa sehingga Pengumuman
Lelang kedua tidak jatuh pada hari libur/hari besar;
b. pengumuman pertama diperkenankan tidak menggunakan surat
kabar harian, tetapi dengan cara pengumuman melalui selebaran,
tempelan yang mudah dibaca oleh umum, dan/atau melalui media
elektronik termasuk Internet, namun demikian dalam hal
dikehendaki oleh Penjual, dapat dilakukan melalui surat kabar
harian; dan
c. Pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian
dan dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari sebelum
pelaksanaan lelang.

(2)

Pengumuman Lelang untuk Lelang Eksekusi terhadap barang bergerak


dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 6
(enam) hari sebelum pelaksanaan lelang, kecuali:
a. lelang barang yang lekas rusak/busuk atau yang membahayakan
atau jika biaya penyimpanan barang tersebut terlalu tinggi, dapat
dilakukan kurang dari 6 (enam) hari tetapi tidak boleh kurang dari
2 (dua) hari kerja; dan
b. lelang ikan dan sejenisnya dapat dilakukan kurang dari 6 (enam)
hari tetapi tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari kerja.
Pasal 45

(1)

Pengumuman Lelang Eksekusi terhadap barang bergerak yang Nilai


Limit keseluruhannya paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang, dapat dilakukan melalui surat kabar
harian dalam bentuk iklan baris paling singkat 6 (enam) hari sebelum
hari pelaksanaan lelang.

(2)

Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


ditambahkan Pengumuman Lelang tempelan pada hari yang sama
untuk ditempel di tempat yang mudah dibaca oleh umum atau paling
kurang pada papan pengumuman di KPKNL dan di Kantor Penjual,
yang memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1).

(3)

Pengumuman Lelang dalam bentuk iklan baris melalui surat kabar


harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat

identitas Penjual, nama barang yang dilelang, tempat dan waktu lelang,
serta informasi adanya Pengumuman Lelang tempelan.
Pasal 46
Khusus Pengumuman Lelang Eksekusi Pajak untuk barang bergerak
diumumkan paling singkat 14 (empat belas) hari sebelum hari pelaksanaan
lelang dengan ketentuan sebagai berikut:
a.

untuk pelaksanaan lelang dengan Nilai Limit keseluruhan paling


banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali
lelang, pengumuman lelang dapat dilakukan 1 (satu) kali melalui
tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan/atau melalui media
elektronik;

b.

untuk pelaksanaan lelang dengan Nilai Limit keseluruhan lebih dari


Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang,
pengumuman lelang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian.
Pasal 47

(1)

Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Eksekusi yang


diulang, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. lelang barang tidak bergerak atau barang bergerak yang dijual
bersama-sama dengan barang tidak bergerak, dilakukan dengan
cara:
1) Pengumuman Lelang Ulang dilakukan 1 (satu) kali melalui
surat kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari sebelum
pelaksanaan lelang, jika waktu pelaksanaan lelang ulang
dimaksud tidak melebihi 60 (enam puluh) hari sejak
pelaksanaan lelang terdahulu atau sejak pelaksanaan lelang
terakhir; atau
2) Pengumuman Lelang Ulang berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), jika waktu pelaksanaan
lelang ulang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari sejak
pelaksanaan lelang terdahulu atau sejak pelaksanaan lelang
terakhir.
b. lelang barang bergerak, pengumuman Lelang Ulang dilakukan
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).

(2)

Pengumuman Lelang Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


harus menunjuk Pengumuman Lelang terakhir.
Pasal 48

(1)

Pengumuman Lelang untuk Lelang Noneksekusi Wajib dan Lelang


Noneksekusi Sukarela dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. barang tidak bergerak atau barang bergerak yang dijual bersamasama dengan barang tidak bergerak, dilakukan 1 (satu) kali melalui
surat kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari sebelum

pelaksanaan lelang;
b. barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian
paling singkat 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan lelang.
(2)

Pengumuman Lelang untuk Lelang Noneksekusi Wajib dan Lelang


Noneksekusi Sukarela yang diulang berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 49

(1)

Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Noneksekusi Wajib


dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang Nilai Limit keseluruhannya
paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dalam 1 (satu)
kali lelang, dapat dilakukan 1 (satu) kali melalui tempelan yang mudah
dibaca oleh umum dan/atau melalui media elektronik, paling singkat 5
(lima) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.

(2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam hal ada
permintaan tertulis dari Penjual dengan menyebutkan alasan
mengumumkan melalui tempelan yang mudah dibaca oleh umum
dan/atau melalui media elektronik dan disetujui oleh Kepala KPKNL
atau Pejabat Lelang Kelas II.

(3)

Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Noneksekusi Wajib


dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang diulang dengan Nilai Limit
keseluruhan paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
dalam 1 (satu) kali lelang, berlaku ketentuan pada ayat (1).
Pasal 50

(1)

Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Noneksekusi Wajib


dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang sudah terjadwal setiap bulan,
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan, dilakukan paling
singkat 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang pertama.

(2)

Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit


memuat identitas Penjual, barang yang akan dilelang, tempat dan
waktu pelaksanaan lelang, serta informasi mengenai adanya
pengumuman yang lebih rinci melalui tempelan/selebaran/brosur atau
media elektronik.
Pasal 51

(1)

Pengumuman Lelang yang pelaksanaan lelangnya dilakukan di luar


wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II
tempat barang berada, dilakukan di surat kabar harian yang terbit di
kota/kabupaten di tempat pelaksanaan lelang dan di tempat barang
berada.

(2)

Dalam hal pengumuman lelang tidak dapat dilakukan di tempat


pelaksanaan lelang dan/atau di tempat barang berada, karena tidak
terdapat surat kabar harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengumuman lelang dilakukan di satu surat kabar harian nasional/ibu

kota propinsi yang mempunyai peredaran di tempat pelaksanaan


lelang.
(3)

Terhadap pelaksanaan lelang yang objek lelangnya tersebar di 3 (tiga)


kota atau lebih, pengumuman lelang dapat dilakukan di satu surat
kabar harian yang mempunyai peredaran nasional.
Pasal 52

(1)

Pengumuman Lelang yang sudah diterbitkan melalui surat kabar


harian, atau melalui media lainnya, apabila diketahui terdapat
kekeliruan yang prinsipil harus segera diralat.

(2)

Kekeliruan yang prinsipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


menyangkut waktu dan tanggal lelang, spesifikasi barang-barang, atau
persyaratan lelang seperti besarnya uang jaminan dan batas waktu
penyetoran.

(3)

Ralat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperkenankan


dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut:
a. mengubah besarnya Uang Jaminan Penawaran Lelang;
b. memajukan jam dan tanggal pelaksanaan lelang;
c. memajukan batas waktu penyetoran Uang Jaminan Penawaran
Lelang; atau
d. memindahkan lokasi dari tempat pelaksanaan lelang semula.

(4)

Rencana ralat Pengumuman Lelang diberitahukan secara tertulis


kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II yang
bersangkutan paling singkat 2 (dua) hari kerja sebelum pelaksanaan
lelang.

(5)

Ralat Pengumuman Lelang harus diumumkan melalui surat kabar


harian atau media yang sama dengan menunjuk Pengumuman Lelang
sebelumnya dan dilakukan paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum
hari pelaksanaan lelang.
BAB IV
PELAKSANAAN LELANG
Bagian Kesatu
Pemandu Lelang
Pasal 53

(1)

Dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh


Pemandu Lelang.

(2)

Pemandu Lelang dapat berasal dari Pegawai DJKN atau dari luar
DJKN.

(3)

Persyaratan menjadi Pemandu Lelang:

a. Pemandu Lelang yang berasal dari Pegawai DJKN:


1) sehat jasmani dan rohani;
2) pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang
sederajat; dan
3) lulus Diklat Pemandu Lelang atau memiliki kemampuan dan
cakap untuk memandu lelang, dan mendapat surat tugas dari
Pejabat yang berwenang.
b. Pemandu Lelang yang berasal dari luar DJKN:
1) sehat jasmani dan rohani;
2) pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang
sederajat; dan
3) memiliki kemampuan dan cakap untuk memandu lelang.
(4)

Pemandu Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat


membantu pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang
Kelas I/Pejabat Lelang Kelas II dan diberitahukan secara tertulis oleh
Penjual/Balai Lelang kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang
Kelas II paling singkat 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.

(5)

Dalam hal pelaksanaan lelang dibantu oleh Pemandu Lelang, Pemandu


Lelang mendapat kuasa khusus secara tertulis dari Pejabat Lelang
untuk menawarkan barang dengan ketentuan Pejabat Lelang harus
tetap mengawasi dan memperhatikan pelaksanaan lelang dan/atau
penawaran lelang oleh Pemandu Lelang.
Bagian Kedua
Penawaran Lelang
Pasal 54

Penawaran Lelang Langsung dan/atau Penawaran Lelang Tidak Langsung


dilakukan dengan cara:
a.

lisan, semakin meningkat atau semakin menurun;

b.

tertulis; atau

c.

tertulis dilanjutkan dengan lisan, dalam hal penawaran tertinggi belum


mencapai Nilai Limit.
Pasal 55

(1)

Dalam Penawaran Lelang Langsung, Peserta Lelang yang sah atau


kuasanya pada saat pelaksanaan lelang harus hadir di tempat
pelaksanaan lelang.

(2)

Dalam Penawaran Lelang Tidak Langsung, Peserta Lelang yang sah


atau kuasanya pada saat pelaksanaan lelang tidak diharuskan hadir di
tempat pelaksanaan lelang dan penawarannya dilakukan dengan

menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.


Pasal 56
(1)

Penawaran Lelang dalam Lelang Eksekusi dan Lelang Noneksekusi


Wajib harus dilakukan dengan Penawaran Lelang Langsung.

(2)

Penawaran Lelang Langsung dapat menggunakan penawaran dengan


melalui surat yang dikirim sebelum pelaksanaan lelang.

(3)

Penawaran Lelang dalam Lelang Noneksekusi Sukarela dapat


dilakukan dengan Penawaran Lelang Langsung atau Penawaran Lelang
Tidak Langsung.
Pasal 57

(1)

Dalam hal penawaran lelang tidak langsung secara lisan, Peserta


Lelang mengajukan penawaran dengan menggunakan media audio
visual dan telepon.

(2)

Dalam hal penawaran lelang tidak langsung secara tertulis, Peserta


Lelang mengajukan penawaran dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi antara lain: LAN (local area network),
Intranet, Internet, pesan singkat (short message service/SMS), dan
faksimili.
Pasal 58

(1)

Penawaran Lelang Tidak Langsung dalam Lelang Noneksekusi


Sukarela melalui Internet, harus memenuhi ketentuan di bawah ini,
termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. menggunakan perangkat lunak yang khusus untuk penyelenggaraan
lelang melalui Internet dengan harga semakin meningkat;
b. Peserta Lelang yang sah mendapatkan nomor Peserta Lelang dan
sandi akses (password) sehingga dapat melakukan penawaran;
c. penawaran dilakukan secara berkesinambungan sejak waktu yang
ditetapkan sampai dengan penutupan penawaran sebagaimana
disebutkan dalam Pengumuman Lelang;
d. Nilai Limit bersifat terbuka/tidak rahasia dan harus ditayangkan
dalam situs;
e. Peserta Lelang dapat mengetahui penawaran tertinggi yang
diajukan oleh Peserta Lelang lainnya secara berkesinambungan;
dan
f. Pejabat Lelang mengesahkan penawar tertinggi sebagai Pembeli
berdasarkan cetakan rekapitulasi yang diproses perangkat lunak
lelang melalui Internet pada saat penutupan penawaran.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan lelang melalui Internet


diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 59
(1)

Penawaran lelang yang diselenggarakan KPKNL dapat dilakukan


dengan Harga Lelang inklusif atau dengan Harga Lelang eksklusif.

(2)

Lelang dengan Harga Lelang inklusif dilakukan dengan harga


penawaran sudah termasuk Bea Lelang pembeli.

(3)

Lelang dengan Harga Lelang eksklusif dilakukan dengan harga


penawaran belum termasuk Bea Lelang pembeli.
Pasal 60

(1)

Setiap Peserta Lelang wajib melakukan penawaran dan penawaran


tersebut paling sedikit sama dengan Nilai limit dalam hal lelang
dengan Nilai Limit diumumkan.

(2)

Penawaran yang telah disampaikan oleh Peserta Lelang kepada Pejabat


Lelang tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta Lelang.

(3)

Dalam hal Peserta Lelang tidak melakukan penawaran sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi tidak diperbolehkan
mengikuti lelang selama 3 (tiga) bulan di wilayah kerja KPKNL yang
melaksanakan lelang.
Pasal 61

Dalam hal terdapat beberapa Peserta Lelang yang mengajukan penawaran


tertinggi secara lisan semakin menurun atau tertulis dengan nilai yang sama
dan/atau telah mencapai atau melampaui Nilai Limit dalam lelang yang
menggunakan Nilai Limit, Pejabat Lelang berhak mengesahkan Pembeli
dengan cara:
a.

melakukan penawaran lanjutan hanya terhadap Peserta Lelang yang


mengajukan penawaran sama, yang dilakukan secara lisan semakin
meningkat atau tertulis berdasarkan persetujuan Peserta Lelang
bersangkutan; atau

b.

melakukan pengundian di antara Peserta Lelang yang mengajukan


penawaran sama apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a tidak dapat dilaksanakan.
Pasal 62

(1)

Pemohon Lelang/Penjual menentukan cara penawaran lelang dengan


mencantumkan dalam Pengumuman Lelang.

(2)

Dalam hal Pemohon Lelang/Penjual tidak menentukan cara penawaran


lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPKNL/Pejabat
Lelang Kelas I atau Pejabat Lelang Kelas II berhak menentukan sendiri
cara penawaran lelang.
Pasal 63

Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran lelang diatur dengan Peraturan

Direktur Jenderal.
Bagian Ketiga
Bea Lelang dan Uang Miskin
Pasal 64
Setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang dan Uang Miskin sesuai
Peraturan Pemerintah tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan.
Pasal 65
(1)

Pembatalan terhadap rencana pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh


Penjual dalam jangka waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja sebelum
hari pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang Batal sesuai Peraturan
Pemerintah tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan, kecuali lelang Barang
Milik Negara/Daerah.

(2)

Bea Lelang Batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh
Penjual.

(3)

Bea Lelang Batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak


dikenakan dalam hal terdapat pembatalan lelang karena adanya
putusan/penetapan lembaga peradilan atau pembatalan oleh Pejabat
Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 27.
Bagian Keempat
Pembeli
Pasal 66

(1)

Pejabat Lelang mengesahkan penawar tertinggi yang telah mencapai


atau melampaui Nilai Limit sebagai Pembeli, dalam pelaksanaan
lelang yang menggunakan Nilai Limit.

(2)

Pejabat Lelang mengesahkan penawar tertinggi sebagai Pembeli dalam


pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang tidak menggunakan
Nilai Limit.

(3)

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dalam pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang penawar
tertinggi tidak mencapai Nilai Limit, Pejabat Lelang dapat
mengesahkan penawar dimaksud sebagai Pembeli, setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Pemilik Barang.
Pasal 67

Pembeli dilarang mengambil/menguasai barang yang dibelinya sebelum


memenuhi Kewajiban Pembayaran Lelang dan pajak/pungutan sah lainnya
sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 68

(1)

Peserta Lelang yang bertindak untuk orang lain atau badan hukum atau
badan usaha harus menyampaikan surat kuasa yang bermaterai cukup
kepada Pejabat Lelang dengan dilampiri fotokopi Kartu Tanda
Penduduk (KTP)/Surat Izin Mengemudi (SIM)/Paspor pemberi kuasa
dan penerima kuasa dengan menunjukkan aslinya.

(2)

Penerima kuasa dilarang menerima lebih dari satu kuasa untuk barang
yang sama.
Pasal 69

(1)

Pejabat Lelang dan keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke
bawah derajat pertama, suami/istri serta saudara sekandung Pejabat
Lelang, Pejabat Penjual, Pemandu Lelang, Hakim, Jaksa, Panitera,
Juru Sita, Pengacara/Advokat, Notaris, PPAT, Penilai, Pegawai DJKN,
Pegawai Balai Lelang dan Pegawai Kantor Pejabat Lelang Kelas II
yang terkait langsung dengan proses lelang dilarang menjadi peserta
lelang.

(2)

Selain pihak-pihak yang dimaksud pada ayat (1), pada pelaksanaan


Lelang Eksekusi, pihak tereksekusi/debitor/tergugat/terpidana yang
terkait dengan lelang dilarang menjadi peserta lelang.
Pasal 70

(1)

Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan


di bidang pertanahan, bank sebagai kreditor dapat membeli agunannya
melalui lelang, dengan ketentuan menyampaikan surat pernyataan
dalam bentuk Akte Notaris, bahwa pembelian tersebut dilakukan untuk
pihak lain yang akan ditunjuk kemudian dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun terhitung mulai tanggal pelaksanaan lelang.

(2)

Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
terlampaui, bank ditetapkan sebagai Pembeli.
Bagian Kelima
Pembayaran dan Penyetoran
Pasal 71

(1)

Pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan secara


tunai/cash atau cek/giro paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah
pelaksanaan lelang.

(2)

Pengecualian jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


hanya diberikan untuk pembayaran Harga Lelang setelah Penjual
mendapat izin tertulis dari Direktur Jenderal atas nama Menteri dan
harus dicantumkan dalam pengumuman lelang.

(3)

Dalam hal Pembayaran Harga Lelang dilakukan melebihi 3 (tiga) hari


kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyetoran Bea Lelang
tetap dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan
lelang.

Pasal 72
(1)

Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli dilakukan


melalui rekening KPKNL/Balai Lelang/rekening khusus atas nama
jabatan Pejabat Lelang Kelas II atau secara langsung kepada
Bendahara Penerimaan KPKNL/Pejabat Lelang Kelas I/Balai
Lelang/Pejabat Lelang Kelas II.

(2)

Dalam hal Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli


dilakukan dengan cek/giro, pembayaran harus sudah diterima efektif
pada rekening KPKNL/Balai Lelang/rekening khusus atas nama
jabatan Pejabat Lelang Kelas II paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah
pelaksanaan lelang atau dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat (2).

(3)

Setiap Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli harus


dibuatkan kuitansi atau tanda bukti pembayaran oleh Bendahara
Penerimaan KPKNL/Pejabat Lelang Kelas I/Balai Lelang/Pejabat
Lelang Kelas II.
Pasal 73

(1)

Dalam hal Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, pada hari kerja berikutnya
Pejabat Lelang harus membatalkan pengesahannya sebagai Pembeli
dengan membuat Pernyataan Pembatalan.

(2)

Pembeli yang tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah disahkan


sebagai Pembeli Lelang, tidak diperbolehkan mengikuti lelang di
seluruh wilayah Indonesia dalam waktu 6 (enam) bulan.
Pasal 74

(1)

Hasil Bersih Lelang atas lelang Barang Milik Negara/Daerah, Barang


Temuan, Barang Rampasan dan Barang yang Menjadi Milik NegaraBea Cukai serta barang-barang yang sesuai peraturan perundangundangan, harus disetor ke Kas Negara, dilakukan paling lama 1 (satu)
hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Bendahara Penerimaan
KPKNL.

(2)

Penyetoran Bea Lelang dan Pajak Penghasilan (PPh) ke Kas Negara


paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh
Bendahara Penerimaan KPKNL/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II.

(3)

Penyetoran Hasil Bersih Lelang ke Penjual/Pemilik Barang paling


lama 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Bendahara
Penerimaan KPKNL/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II.
Pasal 75

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran dan penyetoran diatur dengan


Peraturan Direktur Jenderal.
Bagian Keenam

Penyerahan Dokumen Kepemilikan Barang


Pasal 76
(1)

Dalam hal Penjual/Pemilik Barang menyerahkan asli dokumen


kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) kepada
Pejabat Lelang, Pejabat Lelang harus menyerahkan asli dokumen
kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada Pembeli, paling
lama 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan bukti pelunasan
pembayaran dan menyerahkan bukti setor Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB).

(2)

Dalam hal Penjual/Pemilik Barang tidak menyerahkan asli dokumen


kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) kepada
Pejabat Lelang, Penjual/Pemilik Barang harus menyerahkan asli
dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada Pembeli,
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan bukti
pelunasan pembayaran dan menyerahkan bukti setor BPHTB.
BAB V
RISALAH LELANG
Pasal 77

(1)

Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang wajib membuat berita acara


lelang yang disebut Risalah Lelang.

(2)

Risalah Lelang terdiri dari:


a. Bagian Kepala;
b. Bagian Badan; dan
c. Bagian Kaki.

(3)

Risalah Lelang dibuat dalam Bahasa Indonesia.

(4)

Setiap Risalah Lelang diberi nomor urut.


Pasal 78

Bagian Kepala Risalah Lelang paling kurang memuat:


a.

hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka;

b.

nama lengkap dan tempat kedudukan Pejabat Lelang;

c.

nomor/tanggal Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang, dan


nomor/tanggal surat tugas khusus untuk Pejabat Lelang Kelas I;

d.

nama lengkap, pekerjaan dan tempat kedudukan/domisili Penjual;

e.

nomor/tanggal surat permohonan lelang;

f.

tempat pelaksanaan lelang;

g.

sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;

h.

dalam hal yang dilelang berupa barang tidak bergerak berupa tanah
atau tanah dan bangunan harus disebutkan:
1) status hak atau surat-surat
kepemilikan;

lain yang menjelaskan bukti

2) SKT dari Kantor Pertanahan; dan


3) keterangan lain yang membebani, apabila ada;
i.

dalam hal yang dilelang barang bergerak harus disebutkan jumlah,


jenis dan spesifikasi barang;

j.

cara Pengumuman Lelang yang telah dilaksanakan oleh Penjual;

k.

cara penawaran lelang; dan

i.

syarat-syarat lelang.
Pasal 79

Bagian Badan Risalah Lelang paling kurang memuat:


a.

banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah;

b.

nama/merek/jenis/tipe dan jumlah barang yang dilelang;

c.

nama, pekerjaan dan alamat Pembeli atas nama sendiri atau sebagai
kuasa atas nama orang lain;

d.

bank kreditor sebagai Pembeli untuk orang atau badan hukum/usaha


yang akan ditunjuk namanya, dalam hal bank kreditor sebagai Pembeli
Lelang;

e.

harga lelang dengan angka dan huruf; dan

f.

daftar barang yang laku terjual maupun yang ditahan disertai dengan
nilai, nama, dan alamat peserta lelang yang menawar tertinggi.
Pasal 80

Bagian Kaki Risalah Lelang paling kurang memuat:


a.

banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf;

b.

banyaknya barang yang laku/terjual dengan angka dan huruf;

c.

jumlah harga barang yang telah terjual dengan angka dan huruf;

d.

jumlah harga barang yang ditahan dengan angka dan huruf;

e.

banyaknya dokumen/surat-surat yang dilampirkan pada Risalah Lelang


dengan angka dan huruf;

f.

jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan dengan


penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan angka
dan huruf; dan

g.

tanda tangan Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa Penjual, dalam hal


lelang barang bergerak atau tanda tangan Pejabat Lelang,
Penjual/kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli, dalam hal lelang
barang tidak bergerak.
Pasal 81

(1)

Pembetulan kesalahan redaksional Risalah Lelang berupa pencoretan,


penambahan dan/atau perubahan, dilakukan sebagai berikut:
a. pencoretan, kesalahan kata, huruf atau angka dilakukan dengan
garis lurus tipis, sehingga yang dicoret dapat dibaca; dan/atau
b. tambahan kata atau kalimat, ditulis di sebelah pinggir kiri dari
lembar Risalah Lelang atau ditulis pada bagian bawah dari bagian
kaki Risalah Lelang dengan menunjuk lembar dan garis yang
berhubungan dengan perubahan itu, apabila penulisan di pinggir
kiri dari lembar Risalah Lelang tidak mencukupi.

(2)

Jumlah kata, huruf atau angka yang dicoret/ditambahkan diterangkan


pada sebelah pinggir lembar Risalah Lelang, begitu pula banyaknya
kata/angka yang ditambahkan.

(3)

Perubahan sesudah Risalah Lelang ditutup dan ditandatangani tidak


boleh dilakukan.
Pasal 82

(1)

Minuta Risalah Lelang ditandatangani oleh Pejabat Lelang pada saat


penutupan pelaksanaan lelang.

(2)

Penandatanganan Risalah Lelang dilakukan oleh:


a. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari
Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir;
b. Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa Penjual pada lembar terakhir
dalam hal lelang barang bergerak; atau
c. Pejabat Lelang, Penjual/kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli
pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak bergerak.

(3)

Dalam hal Penjual/kuasa Penjual tidak mau menandatangani Risalah


Lelang atau tidak hadir sewaktu Risalah Lelang ditutup, Pejabat
Lelang membuat catatan keadaan tersebut pada Bagian Kaki Risalah
Lelang dan menyatakan catatan tersebut sebagai tanda tangan Penjual.

(4)

Dalam hal Pejabat Lelang berhalangan tetap, penandatanganan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala KPKNL
untuk Pejabat Lelang Kelas I dan oleh Pengawas Lelang
(Superintenden) untuk Pejabat Lelang Kelas II.
Pasal 83

(1)

Dalam hal terdapat hal-hal penting yang diketahui setelah penutupan

Risalah Lelang, Pejabat Lelang harus membuat catatan hal-hal tersebut


pada bagian bawah setelah Kaki Minuta Risalah Lelang dan
membubuhi tanggal dan tanda tangan.
(2)

Hal-hal penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. ada atau tidak ada verzet terhadap hasil lelang;
b. adanya Pembeli wanprestasi;
c. adanya pemberian pengganti Kutipan Risalah Lelang yang hilang
atau rusak;
d. adanya pemberian Grosse Risalah Lelang atas permintaan Pembeli;
e. adanya Penjual yang tidak mau menandatangani Risalah Lelang
atau tidak hadir sewaktu Risalah Lelang ditutup;
f. adanya Pembatalan Risalah Lelang berdasarkan putusan hakim
yang sudah berkekuatan hukum tetap; atau
g. hal-hal lain yang akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

(3)

Dalam hal Pejabat Lelang Kelas I dibebastugaskan, cuti, berhalangan


tetap atau dipindahtugaskan, pencatatan dan penandatanganan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala KPKNL.

(4)

Dalam hal Pejabat Lelang Kelas II dibebastugaskan, cuti atau


berhalangan tetap, pencatatan dan penandatanganan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah
setempat selaku Pengawas Lelang (Superintenden).
Pasal 84

(1)

Minuta Risalah Lelang dibuat dan diselesaikan paling lama 3 (tiga)


hari kerja setelah pelaksanaan lelang.

(2)

Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas I


disimpan pada KPKNL.

(3)

Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II


disimpan oleh yang bersangkutan.

(4)

Jangka waktu simpan Minuta Risalah Lelang selama 30 (tiga puluh)


tahun sejak pelaksanaan lelang.
Pasal 85

KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat memperlihatkan atau


memberitahukan Minuta Risalah Lelang kepada pihak yang berkepentingan
langsung dengan Risalah Lelang, ahli warisnya atau orang yang memperoleh
hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 86
(1)

Pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Kutipan/Salinan/Grosse

yang otentik dari Minuta Risalah Lelang dengan dibebani Bea Materai.
(2)

Pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


meliputi:
a. Pembeli memperoleh Kutipan Risalah Lelang sebagai Akta Jual
Beli untuk kepentingan balik nama atau Grosse Risalah Lelang
sesuai kebutuhan;
b. Penjual memperoleh Salinan Risalah Lelang untuk laporan
pelaksanaan lelang atau Grosse Risalah Lelang sesuai kebutuhan;
c. Pengawas Lelang (Superintenden) memperoleh Salinan Risalah
Lelang untuk laporan pelaksanaan lelang/kepentingan dinas; atau
d. Instansi yang berwenang dalam balik nama kepemilikan hak objek
lelang memperoleh Salinan Risalah Lelang sesuai kebutuhan.

(3)

Kutipan/Salinan/Grosse yang otentik dari Minuta Risalah Lelang


ditandatangani, diberikan teraan cap/stempel basah dan diberi tanggal
pengeluaran oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II yang
bersangkutan.

(4)

Kutipan Risalah Lelang untuk lelang tanah atau tanah dan bangunan
ditandatangani oleh Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II setelah
Pembeli menyerahkan bukti pembayaran BPHTB.

(5)

Kutipan Risalah Lelang yang hilang atau rusak dapat diterbitkan


pengganti atas permintaan Pembeli.
Pasal 87

(1)

Dalam rangka kepentingan proses peradilan, fotokopi Minuta Risalah


Lelang dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Risalah
Lelang dapat diberikan kepada penyidik, penuntut umum atau hakim,
dengan persetujuan Kepala KPKNL bagi Pejabat Lelang Kelas I atau
Pengawas Lelang (Superintenden) bagi Pejabat Lelang Kelas II.

(2)

Pengambilan fotokopi Minuta Risalah Lelang dan/atau surat-surat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat Berita Acara Penyerahan.
Pasal 88

Ketentuan lebih lanjut mengenai Risalah Lelang diatur dengan Peraturan


Direktur Jenderal.
BAB VI
ADMINISTRASI PERKANTORAN
DAN PELAPORAN
Pasal 89
(1)

KPKNL, Balai Lelang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II


menyelenggarakan administrasi perkantoran dan membuat laporan
yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang.

(2)

Kantor Wilayah dan Kantor Pusat DJKN membuat laporan rekapitulasi


pelaksanaan lelang sesuai jenis lelangnya.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan administrasi


perkantoran dan pelaporan pada KPKNL, Balai Lelang dan Kantor
Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 90

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku:


a.

Permohonan lelang yang telah ditetapkan jadwal pelaksanaan


lelangnya, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

b.

Sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Tarif atas jenis


Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian
Keuangan yang baru, pengenaan tarif Bea Lelang masih berlaku
ketentuan yang lama.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 61/PMK.06/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 92
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 2 (dua) bulan sejak
tanggal pengundangan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 April 2010
MENTERI KEUANGAN,

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 23 April 2010


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 217

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama Lengkap

: Zumrotul Malikah

Tempat Tanggal Lahir

: Demak, 06 Oktober 1989

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status

: Belum Menikah

Alamat

: Krajan Wonosekar RT.04 RW.03. Kecamatan :


Karangawen, Kabupaten : Demak,
Provinsi : Jawa Tengah

Jenjang Pendidikan
1. TK Tarbiyatul Athfal

Lulus Tahun 1995

2. SD Negeri 1 Wonosekar

Lulus Tahun 2001

3. MTS Manbaul Ulum Tlogorejo

Lulus Tahun 2004

4. MA Tajul Ulum Brabo

Lulus Tahun 2007

5. Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo Semarang

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, 22 Juni 2012


Penulis

Zumrotul Malikah
NIM. 072411091

Anda mungkin juga menyukai